Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Peradaban Islam Pada Masa Khalifah Abu Bakar dan Umar Bin Khattab
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pengampu: Dr. Rodliyah Khuza’I, Dra., M.Ag.

Disusun oleh:
Anggi Nopianti 10090221001
Haris Al-Rasyid 10090221002
Alviani Sartika 10090221003
M. Reihan Mubarok 10090221007

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023 M/1445
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................................ 3
A. Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M) .................................................. 3
B. Biografi Khalifah Abu Bakar .......................................................................................... 3
1. Proses Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah ......................................................... 3
2. Awal Pemerintahan Abu Bakar ................................................................................... 4
3. Perang Riddah ............................................................................................................. 5
4. Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an ............................................................................ 6
5. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar.......................................................... 6
6. Kebijakan-kebijakan bidang politik yang dilakukan oleh Abu Bakar......................... 7
7. Kebijakan-kebijakan bidang ekonomi yang dilakukan oleh Abu Bakar ..................... 8
B. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M) ....................................... 8
C. Biografi Khalifah Umar bin Khattab .............................................................................. 8
8. Proses Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah ............................................. 9
9. Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab ............................................................ 10
10. Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi ........................................................................................ 10
11. Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik ................................................... 11
12. Kebijakan-kebijakan bidang ekonomi yang dilakukan oleh Abu Bakar ............... 12
BAB III .................................................................................................................................... 14
PENUTUP................................................................................................................................ 14
C. Kesimpulan ................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 16

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti
oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua
sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan
“Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan
komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan
hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas
kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Usman bin affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Dalam setiap kemajuan peradaban, terdapat seorang pemimpin yang berperan penting.
Karakter dan sikap pemimpin ini menjadi faktor penentu dalam pemilihan. Umar bin
Khattab dan Abu bakar merupakan sahabat nabi yang diberi gelar Khalifah, dimana Abu
Bakar pada tahun 632-634M dan Umar bin Khattab pada tahun 634-644M. Umar bin
Khattab adalah salah satu Khalifah yang menggantikan Abu Bakar. Rasulullah
menyebutkan Umar bin Khattab memiliki sifat yang adil, bijaksana, tegas dan sangat
disegani oleh siapapun, dengan keberaniannya itu membuat kaum Quraisy ketakutan
terhadap Umar bin Khattab. Sebaliknya, Abu Bakar memiliki sifat yang bertolak belakang
dengan Umar yaitu lembut hati dan bijaksana.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, stabilitas politik menghasilkan
keberhasilan perluasan politik. Umar ra. segera mengatur administrasi negara dengan
mengadopsi praktik administrasi yang diterapkan oleh Abu Bakar di Persia. Selain itu,
Umar ra. melanjutkan upaya penyebaran Islam di Persia yang sudah dimulai oleh Abu
Bakar. Umar ra. juga mengatur administrasi pemerintahan, mendirikan Baitul Maal,
menerapkan pajak, dan mengarahkan seluruh harta rampasan perang ke Baitul Maal untuk
mendukung kesejahteraan rakyat. Selain itu, Umar ra. memperbaiki sistem perpajakan dan
memastikan pemerataan pajak, juga memberikan perhatian kepada penduduk non-Muslim
yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam.

1
Khulafaur Rasyidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan
Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam
Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak
memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru,
namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan khilafah pada masa Abu Bakar dan
Umar bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang
telah diberikan nya untuk Islam dan penduduk.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)


B. Biografi Khalifah Abu Bakar
Nama asli Abu Bakar adalah Abdullah Ibnu Abi Quhafah at Tamimi dan pada masa
jahiliyah beliau dikenal sebagai Abdul Ka'bah. Setelah memeluk Islam, Nabi
memberinya nama Abdullah Abu Bakar, tetapi dia lebih dikenal dengan sebutan Abu
Bakar. Dalam bahasa Arab, "Bakar" berarti dini atau pagi karena dia adalah salah satu
yang pertama masuk Islam. Nabi memberinya gelar "As-Shidiq" karena dia
membenarkan kisah Isra' Mi'raj ketika banyak penduduk Mekkah yang mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada tahun 572 M di Mekkah dan karena kedekatannya dengan
Rasulullah, Abu Bakar adalah sahabat dekat yang tak terpisahkan. Abu Bakar dikenal
karena tutur katanya yang sopan, sifat dermawannya, kelembutannya, serta hatinya yang
mudah tersentuh.
Abu Bakar memainkan peran penting dalam memperkenalkan Islam kepada banyak
penduduk Mekkah, termasuk tokoh seperti Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf,
Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Ubaidillah bin
Jarrah, yang akhirnya dikenal sebagai Assabiqunal Awwalun. Selama di Mekkah dan
Madinah, Abu Bakar adalah salah satu pembela utama Nabi Muhammad. Abu Bakar
juga turut serta dalam hijrah ke Yathrib (Madinah) bersama Nabi. Setelah tiba di
Madinah, Abu Bakar menetap di Sunh, sebuah pinggiran kota Madinah, dan membentuk
hubungan erat dengan Kharijah bin Zaid dari suku Khazraj. Kedekatan ini semakin
diperkuat ketika Abu Bakar menikahi Habibah, putri Kharijah. Selama di Madinah, Abu
Bakar mengubah pekerjaannya dari pedagang kain menjadi petani.

1. Proses Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah


Sebagaimana diakui oleh sejarawan, bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
tidak ada wasiat yang ditinggalkan mengenai siapa yang akan menjadi penggantinya.
Sehingga kaum Muslimin dihadapkan pada permasalahan yang sulit, yaitu kebingungan
menentukan siapa yang akan menjadi pengganti Rasulullah. Para sahabat Nabi dari
golongan Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah, yang dipimpin oleh tokoh terkemuka
adalah Sa'ad bin Ubadah dari suku Khazraj. Sa'ad mengusulkan bahwa pemimpin kaum

3
Muslimin seharusnya berasal dari golongan Anshar yang telah banyak membantu Nabi
dalam melindungi dan mendukungnya dari penindasan orang-orang kafir Quraisy. Usulan
ini mendapat persetujuan dari sebagian sahabat Anshar. Namun, tokoh-tokoh sahabat
Muhajirin, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan yang lainnya, yang mengetahui
pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah, segera mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Setelah tiba,
kaum Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar dengan tegas menolak usulan tersebut. Hal
itu dikarenakan bahwa jabatan Khalifah harus diberikan kepada kaum Muhajirin, yang
telah memeluk Islam lebih awal, dan telah mendampingi dan membantu Nabi selama 13
tahun di tengah gangguan dan penindasan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah.
Argumentasi ini membuat golongan Anshar kesulitan untuk menolak usulan Abu Bakar
ra.

2. Awal Pemerintahan Abu Bakar


Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subjek yang sangat kontroversial dan
menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah menjadi
kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi
Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri,
sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk
penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah
untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim syi’ah berpendapat berpendapat kalau
Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll,
tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah
kepemimpinan umat terakhir, dan juga banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang
siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali
sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbaiat) kepada Abu Bakar dan dua
Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini
sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar.
Dan Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara
pro forma, mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang
berbulan-bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari
kehidupan publik.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis
dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya
4
berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru.
Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai
Saqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya
nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa
Islam telah berakhir.

3. Perang Riddah
Tak lama setelah suksesi Abu Bakar, muncul beberapa tantangan yang mengancam
persatuan dan stabilitas dalam komunitas dan negara Islam. Sejumlah suku Arab dari
wilayah Hijaz dan Najd mulai memberontak terhadap pemerintahan Khalifah baru dan
sistem yang ada. Beberapa di antara mereka menolak membayar zakat, meskipun mereka
tetap mengikuti agama Islam secara umum. Ada juga yang kembali kepada penyembahan
berhala. Suku-suku ini berdalih bahwa komitmen mereka hanya kepada Nabi Muhammad,
dan setelah kematiannya, komitmen tersebut tidak berlaku lagi.
Gerakan riddat (gerakan murtad, atau keluar dari agama Islam) dimulai menjelang
wafatnya Nabi Muhammad. Setelah berita kematian Nabi Muhammad menyebar, gerakan
murtad ini merambah wilayah-wilayah di bagian tengah, timur, dan selatan, hingga
mencapai Madinah Al-Munawarah dan Mekkah Al-Mukarramah yang terkepung. Gerakan
murtad ini dimulai dengan munculnya tiga tokoh yang mengklaim diri sebagai nabi dengan
maksud menyaingi Nabi Muhammad SAW. Ketiga tokoh tersebut adalah Musailamah,
Tulaihah, dan Aswad Al-Ansi. Musailamah berasal dari suku Bani Hanifah di wilayah
Arab Tengah, Tulaihah adalah pemimpin suku Bani Asad, dan Sajah adalah seorang
wanita Kristen dari suku Bani Yarbu yang menikahi Musailamah.
Sebagai seorang Khalifah, Abu Bakar tidak tinggal diam menghadapi situasi tersebut.
Beliau segera mengumpulkan para prajurit dari Madinah dan membagi mereka menjadi
sebelas batalion, masing-masing dengan seorang panglima yang bertanggung jawab, dan
menugaskan mereka ke berbagai wilayah di seluruh Arab. Abu Bakar memberi instruksi
kepada pasukan tersebut untuk mencoba membujuk mereka yang telah meninggalkan
Islam agar kembali ke agama tersebut. Namun, jika mereka menolak untuk kembali, maka
pasukan tersebut diberi perintah untuk berperang melawan mereka.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau
menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan
melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan
Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah
5
seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil.
Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah, kemudian Abu Bakar mengutus
Khalid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat
menghancurkan pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding
tinggi, sehingga taman disebut “Taman Maut”.

4. Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an


Pada masa Khalifah Abu Bakar, ada saran dan usul dari Umar bin Khattab yang
didukung oleh sahabat-sahabat lain, meminta Abu Bakar agar mengumpulkan ayat-ayat
suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan serta dikumpulkan oleh Zaid
bin Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang
gugur syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang
dari tujuh ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun,
kayu-kayu, tulang-tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak,
dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.
Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi
dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-
Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian
disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad
SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Utsman bin Affan koleksi ini menjadi dasar
penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini. Itulah salah satu kemajuan
yang dicapai Abu Bakar selama 2 tahun menjadi Khalifah.

5. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar


Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi
Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat
Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau
menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah, meskipun
demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat
untuk bermusyawarah.
6
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu:
a. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum
Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup.
Meskipun banyak sahabat termasuk Umar bin Khattab tidak setuju, dengan
kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu
timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan
Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu
Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman
pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik
yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu
meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interpretasi di pihak
lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi
gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan
yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
b. Kemunculan kemunafikan dan murtad terjadi karena keyakinan bahwa setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW, semua perjanjian yang telah dibuat dengan beliau
menjadi tidak berlaku. Pada saat itu, ada dua jenis orang yang disebut sebagai murtad:
• Mereka yang mengaku sebagai nabi dan memiliki pengikut, termasuk di
diantaranya orang yang meninggalkan shalat dan zakat serta kembali melakukan
kebiasaan jahiliyah.
• Mereka membedakan antara shalat dan zakat, tidak ingin memenuhi kewajiban
zakat dan mengeluarkannya.

6. Kebijakan-kebijakan bidang politik yang dilakukan oleh Abu Bakar


a. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Dalam menentukan hukum, Abu bakar pertama-tama merujuk kepada Al-Qur'an
sebagai sumber utama. Apabila tidak ditemukan, Abu bakar akan mencari petunjuk
dari tindakan dan sikap Rasulullah dalam menyikapi suatu permasalahan serupa. Jika
masih tidak ditemukan hukum yang dirasa tepat, Abu Bakar akan mengadakan
musyawarah dengan para tokoh terbaik. Apapun yang menjadi hasil atau keputusan
dari musyawarah, diskusi dan penelitian ini diambil sebagai hukum aturan atau acuan
dari permasalahan terkait.

7
b. Konsep Pemerintahan
Konsep pemerintahan di zaman Abu Bakar berbentuk sentral atau terpusat, dimana
seluruh kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berada di tangan khalifah.
Meskipun begitu, Abu Bakar tetap mengajak para sahabat untuk bermusyawarah
dalam memutuskan suatu solusi terhadap permasalahan yang ada.
c. Kekuasaan Undang-Undang
Abu Bakar tidak pernah menganggap dirinya diatas undang-undang, tidak pernah
memberikan posisi anggota keluarganya yang lebih tinggi dalam hukum. Abu Bakar
ra. menganggap bahwa semua penduduk (keluarga maupun penduduk) tanpa
terkecuali memiliki status yang sama di depan hukum, baik muslim maupun non-
muslim.

7. Kebijakan-kebijakan bidang ekonomi yang dilakukan oleh Abu Bakar


a. Amanat Baitul Maal
Baitul mal adalah lembaga keuangan dalam Islam untuk memberi dana pada penduduk
yang membutuhkan salah satunya fakir miskin. Sumber dana Baitul Maal bersumber
dari zakat, infak dan sedekah dan pendapatan tertentu yang dikelola secara adil untuk
kepentingan masyarakat Muslim. Para sahabat meyakini bahwa Baitul Mal
merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah dan masyarakat umat Muslim,
sehingga penggunaan Baitul Mal bagi kepentingan pribadi sangat dilarang.
b. Pendistribusian Zakat
Abu Bakar memperhatikan bahwa zakat didistribusikan secara merata dan adil kepada
seluruh penduduk guna untuk kesejahteraan masyarakat, menempatkan transparansi
dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat sehingga terciptanya kepercayaan antara
penduduk dengan pemimpin.

B. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)


C. Biografi Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah anak dari Naufail al Quraisy dari suku Bani Adi, salah satu
kabilah dalam suku Quraisy. Tanggal kelahiran Umar tidak diketahui secara pasti. Ketika
ia memasuki masa remaja, Umar bekerja mengembalakan unta ayahnya, Khatab bin
Naufail, di pinggiran Mekkah. Umar memiliki tubuh yang kekar, kulit putih merah, dan
kumis yang tebal.

8
Pada masa muda, Umar terlibat dalam gaya hidup yang melibatkan minuman keras,
hubungan dengan perempuan, dan bahkan membela agama nenek moyangnya. Saat
Rasulullah mulai menyebarkan Islam, Umar adalah salah satu yang paling keras dalam
memusuhi Rasulullah. Umar bersama dengan Abu Jahal adalah dua tokoh yang
menimbulkan ketakutan di kalangan umat Muslim karena kekejamannya dan sikap
permusuhan terhadap Islam. Salah satu insiden yang dikenang adalah ketika Umar secara
kejam menganiaya seorang budak perempuan Muslim. Ia bahkan membeli budak tersebut
untuk menganiayanya berulang kali hingga akhirnya melepaskannya.
Karena doa Rasulullah, Umar akhirnya memeluk Islam dan dengan berani
memberitahu Abu Jahal bahwa ia telah masuk Islam. Saat Rasulullah memutuskan untuk
hijrah ke Yastrib (Madinah), Umar bergabung dengan para Muhajirin lainnya dalam
perjalanan tersebut, bersama dengan Abu Bakar. Setibanya di Madinah, Umar menjadi
saudara dengan Utban bin Malik. Seperti Abu Bakar, Umar juga berpartisipasi dalam
pertanian di tanah subur Madinah.

8. Proses Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah


Pengangkatan Umar Ibnu Khattab menjadi khalifah kedua menjadi salah satu
peristiwa penting dalam Islam yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir. Khalifah Umar Ibn
Khattab ditunjuk menjadi khalifah melalui wasiat yang diberikan oleh khalifah pertama,
Abu Bakar Ash-Shiddiq, sebelum ia wafat. Selama Abu Bakar memimpin sebagai khalifah,
Umar berperan sebagai na'ib dan waliyyul amri. Ia selalu menyertai dan menunjukkan
kesetiannya kepada Abu Bakar dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan strategis
umat islam. Karena itulah, Abu Bakar memandang Umar sosok yang tepat sebagai
pengganti dirinya dalam memimpin umat Islam.
Pilihan terhadap Umar adalah pilihan yang logis, karena tidak ada orang lain yang
lebih tepat untuk menduduki jabatan khalifah setelah Abu Bakar selain Umar. Tindakan
memberikan wasiat kekuasaan kepada penggantinya itu secara hukum adalah sah. Sebab,
itu diambil Abu Bakar selaku khalifah yang berwenang untuk mengambil tindakan
demikian.
Kaum muslimin pada tahun 634 M (13H) membuat Umar sebagai khalifah. Setelah
dibaiat, Umar naik ke mimbar dan berpidato: Kalau bukan karena harapanku untuk
menjadi yang terbaik di antara kamu, yang terkuat atas kamu yang paling sadar akan apa
yang “wahai manusia, aku telah ditetapkan berkuasa atas kamu. Namun penting dalam
menangani urusanmu, aku tidak akan menerima amanat darimu. Cukuplah suka dan duka
9
bagi Umar menunggu perhitungan untuk memberikan pertanggung jawaban mengenai
zakatmu, bagaimana aku menariknya darimu dan bagaimana aku menyalurkannya dan
caraku memerintah kamu, bagaimana aku harus memerintah. Hanya Tuhanku yang
menjadi penolongku, karena Umar tidak akan dapat menyandarkan kekuasaan ataupun
strategi yang cerdas, kecuali jika Tuhan mempercepat rahmat, pertolongan dan dukungan
kepada orang yang didukungnya”.5
Khalifah Umar bin Khattab adalah khalifah yang dikenal sangat disayangi rakyatnya
karena perhatian dan tanggung jawabnya yang luar biasa kepada rakyat.6 Kekhalifahannya
tercatat sebagai kepemimpinan yang berhasil. Oleh sebab itu kedua pemimpin yang telah
diuraikan di atas termasuk tauladan dan referensi dalam memimpin.

9. Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab


Sebelum wafatnya Khalifah Abu Bakar, beliau telah menunjuk Umar sebagai
penggantinya setelah mendapatkan masukan dari tokoh-tokoh terkemuka di antara para
sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah. Masa
pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, mulai dari tahun
13 H/634 M hingga tahun 23 H/644 M. Umar wafat pada usia 64 tahun. Selama
kepemimpinannya, Khalifah Umar dengan sungguh-sungguh memanfaatkan waktu untuk
menyebarkan ajaran Islam dan mengembangkan wilayah kekuasaan Islam hingga
mencakup seluruh Semenanjung Arab.

10. Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi


Secara etimologis, istilah "ahlul hall wal aqdi" merujuk pada sebuah lembaga yang
bertindak sebagai penengah dan pemberi fatwa. Namun, dalam terminologi, istilah ini
merujuk kepada wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura. Majelis ini
terdiri dari ulama dan intelektual yang menjadi pemimpin rakyat dan dipilih oleh mereka.
Istilah "ahlul hall wal aqdi" digunakan untuk menekankan peran mereka dalam
menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan ini bersifat umum karena dalam
pemerintahan Islam, lembaga ini mungkin belum sepenuhnya terwujud atau
diimplementasikan.
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang
disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
a. Majelis Syuro (Dewan Penasihat), ada tiga bentuk:

10
• Dewan Penasehat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara
lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zaid bin
Tsabit, Tolhah dan Zubair.
• Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan
pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut
kepentingan umum.
• Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan
Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
b. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
c. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan
pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
d. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan
kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan
perang dan pegawai pemerintahan.
e. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam
negara.
f. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123).

11. Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik


Umar menggunakan berbagai metode untuk memperluas wilayah Islam, dan
perlakuan adil Muslim terhadap musuh-musuhnya membuat musuh tertarik untuk
menerima Islam. Hal ini menguatkan posisi politik Islam. Untuk mendukung usaha ini,
pasukan Muslim diberi gaji sesuai dengan hukum Islam melalui Diwanul Jund. Pegawai
sipil juga menerima gaji tetap (rawatib) dan tunjangan (al-itha'). Umar menghargai jasa
Amr bin Ash dengan memberinya 200 dinar, dan Amar bin Yasar diberi 60 dinar dan
tunjangan karena peran mereka dalam ekspansi wilayah Islam. Ini menunjukkan
penghargaan terhadap kontribusi penting dalam upaya perluasan wilayah Islam.
Dalam upaya desentralisasi kekuasaan, Khalifah Umar bin Khattab tetap memegang
kendali pemerintahan pusat, sementara di tingkat provinsi, dia menunjuk seorang
Gubernur Muslim sebagai wakilnya untuk mengelola pemerintahan. Terkait dengan
ghanimah, yaitu harta yang diperoleh setelah kemenangan dalam peperangan,
pembagiannya dilakukan sesuai dengan prinsip syariat Islam yang berlaku. Setelah
dipisahkan dari bagian asalnya (assalb), ghanimah dimasukkan ke baitul maal (kas negara).

11
Dalam mengelola harta ini, Diwanul Jund memainkan peran yang signifikan, yang berbeda
dengan masa pemerintahan Nabi, di mana pembagian ghanimah dilakukan berdasarkan
ijtihad beliau.
Khalifah Umar tidak hanya menciptakan peraturan-peraturan baru, tetapi juga
melakukan perbaikan dan revisi pada peraturan yang sudah ada. Contohnya, dalam hal
sistem pertanahan, di mana awalnya kaum Muslimin diberi hak atas tanah dan sumber
daya hasil perang, Umar mengubah pendekatan ini. Menurut perubahan tersebut, tanah-
tanah harus tetap berada dalam kepemilikan pemilik asalnya, sementara pajak tanah (al-
kharaj) diberlakukan sebagai kompensasi. Umar juga melakukan peninjauan ulang
terhadap bagian-bagian zakat yang diperuntukkan bagi mereka yang dijinakkan hatinya
(al-muallafatu qulubuhum).
Selain kemajuan dalam ilmu pengetahuan, seni arsitektur mengalami perkembangan
yang signifikan, termasuk dalam bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama
(imarah diniyah), dan bangunan militer (imarah harbiyah). Kota-kota yang menjadi pusat
pengetahuan, seperti Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah, menjadi tempat di mana para ulama
menjadikan eksplorasi dan penggalian ilmu pengetahuan sebagai prioritas, mencapai
tingkat kedalaman dan keragaman yang luar biasa.
Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumul naqliyah atau al
ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih,
dan sejarah (tarikh).
b. Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah
(retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat
pada masa permulaan Islam.
c. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, teknik, falak, dan filsafat.

12. Kebijakan-kebijakan bidang ekonomi yang dilakukan oleh Abu Bakar


a. Al kharaj
kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan in, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan
pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharai).

12
b. Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai
salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund,
sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan zakat
Khalifah Umar bin Khattab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan
meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang
diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
d. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta
Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang
menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang
menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini
Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi
kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.
Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar untuk
mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara tehnis beliau banyak
memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika it Raja Persia
telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan
dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah
Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori
pembayaran pajak.

13
BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan

Penunjukan Khalifah Abu Bakar setelah wafatnya Rasulullah menciptakan


perselisihan antara kelompok Anshar, yang dipimpin oleh Sa'ad bin Ubadah dari suku
Khazraj, dan kelompok Muhajirin. Kelompok Anshar berpendapat bahwa pemimpin
pengganti Rasulullah seharusnya berasal dari kalangan mereka, mengingat dukungan dan
perlindungan yang diberikan kepada Nabi dari penindasan kaum Quraisy. Sementara itu,
beberapa Muhajirin, termasuk Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan sahabat lainnya,
menolak pandangan ini. Mereka berpendapat bahwa pemimpin pengganti Rasulullah lebih
baik dari kaum yang lebih lama masuk Islam. Argumentasi ini tidak bisa disangkal oleh
pihak Anshar.
Setelah Abu Bakar mengambil alih kepemimpinan, muncul beberapa konflik yang
mengancam persatuan dan stabilitas negara Islam. Beberapa suku Arab memberontak
terhadap pemerintahan baru Khalifah dan tatanan yang ada seperti menolak kewajiban
zakat dan kembali menyembah berhala. Dengan dalih bahwa komitmen suku Arab hanya
kepada Rasulullah, dan setelah beliau wafat, komitmen tersebut dianggap tidak berlaku
lagi. Sebagian juga memilih untuk murtad, meninggalkan Islam. Dalam menghadapi
situasi ini, Abu Bakar segera mengumpulkan para prajurit Madinah untuk mencoba
membujuk mereka yang telah meninggalkan Islam agar kembali. Namun, jika mereka
menolak, maka disarankan untuk beperang.
Kebijakan politik yang diterapkan oleh Abu Bakar termasuk pemerintahan
berdasarkan musyawarah dengan penentuan hukum yang didasarkan pada Al-Qur'an,
tindakan Nabi Muhammad, dan melalui musyawarah dengan masyarakat. Selain itu,
konsep pemerintahan bersifat sentral dan prinsip kekuasaan yang berasal dari undang-
undang.
Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Abu Bakar meliputi pengelolaan Amanat
Baitul Maal untuk membantu kaum miskin dan pendistribusian zakat guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

14
Khalifah Umar mengadopsi berbagai metode untuk memperluas wilayah Islam dan
memperkuat posisi politiknya dengan memastikan pasukan Muslim diberi gaji. Dalam
upaya desentralisasi kekuasaan, pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah,
sedangkan provinsi diatur oleh gubernur Muslim. Terkait dengan harta rampasan perang
(ghanimah), ghanimah dipisahkan dari harta asalnya (assalb) dan dimasukkan ke baitul
maal (kas negara), dengan peran penting Diwanul Jund dalam pengelolaannya.
Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Abu Bakar melibatkan beberapa aspek.
Pertama, dalam hal pertanahan, sebelumnya, kaum Muslimin diberi hak atas tanah hasil
perang, tetapi Umar mengubah pendekatan ini. Tanah harus tetap berada dalam
kepemilikan pemilik asalnya, namun pajak tanah (Al-Kharaj) diperkenalkan sebagai
kompensasi. Kedua, harta rampasan perang (Ghanimah) dimasukkan ke Baitul Maal untuk
membantu rakyat, dan pengelolaan harta ini diberikan kepada Diwanul Jund. Ketiga, Umar
memperhatikan pemerataan zakat, serta meninjau kembali bagian zakat yang
diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan (Al-Muallafatu Qulubuhum).
Keempat, Umar mengembangkan lembaga perpajakan untuk mengatur pendapatan dan
pengeluaran negara dengan konsep yang dia pelajari dari bekas kerajaan Persia, di mana
mereka telah menerapkan sistem perpajakan yang disebut "sijil" yang mencatat semua
pendapatan dan pengeluaran dengan teliti, dan Umar menugaskan stafnya untuk
melaksanakannya. Ini bertujuan untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://makalah4you.wordpress.com/2011/10/23/makalah-masa-khalifah-abu-bakar-dan-
umar-bin-khattab/

https://www.studocu.com/id/document/institut-agama-islam-negeri-palangka-raya/taalym-
allgh%D8%A9-alaarby%D8%A9/makalah-kelompok-1-peradaban-islam-zaman-abu-bakar-
dan-umar/36443438

https://www.kompasiana.com/ramdhanimaulana/5dae4bb80d823040b35c3372/sistem-politik-
dan-pemerintahan-islam-dibawah-kepemimpinan-khalifah-abu-
bakar?page=all&page_images=1

http://repository.iainbengkulu.ac.id/2421/1/BAB%20I-V_Edit.pdf
https://mpikelasa.files.wordpress.com/2018/05/s-p-i-peradaban-islam-masa-umar-bin-khatab-
r-a.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai