Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

MASA KHULAFA AL-RASYIDIN: MASA ABU BAKAR


DAN UMAR BIN KHATHAB
Dosen Pengampu : Bapak Abd. Rouf, M.HI

Disusun oleh :
KELOMPOK 03

Monica Dewingga Putri Anggelina (220202110085)


Mohammad Anom Prabandaru (220202110088)
Rifa Najla (220202110097)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan
judul “Masa Khulafa Al-Rasyidin: Masa Abu Bakar Dan Umar Bin Khathab” dapat diselesaikan.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas dari Bapak Abd. Rouf, M.HI pada mata kuliah
sejarah peradaban islam. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan
kepada pembaca tentang peristiwa-peristiwa peradaban islam di masa khulafa al-rasyidin: masa
abu bakar dan umar bin khathab.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Abd. Rouf, M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah
ini serta telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih kepada teman-
teman seperjuangan kelas HES C yang telah mendukung kami untuk menyelesaikan tugas makalah
ini tepat waktu.

Penulis menyadari, bahwa makalah yang dibuat ini masih banyak kesalahan baik dari segi
penyusunan, bahasa, maupun kepenulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran guna menjadi acuan agar penulis menjadi lebih baik di masa mendatang. Semoga
makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bermanfaat untuk peningkatan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum wr. wb.

Malang, 15 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’adah ......................................................................................... 6
B. Masa Khulafa Al-Rasyidin: Masa Abu Bakar As-Shidiq .................................................... 9
C. Masa Khulafa Al-Rasyidin: Masa Umar Bin Khattab ....................................................... 16
BAB III......................................................................................................................................... 24
PENUTUP.................................................................................................................................... 24
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 24
B. Saran .................................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh
siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai
pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah”
artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum Muslimin (pimpinan komunitas Islam)
dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam.
Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri di atas kebenaran.

Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah
untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi perdebatan sengit antara kaum Anshar
dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti
Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin. Keputusan
Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada
forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana
cara mengendalikan negara dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis.1

Kaum Ansar yang mengunggulkan Sa’ad bin Ubadah berkumpul di Saqifah Bani Saidah
guna mengangkatnya sebagai pengganti kepemimpinan umat setelah Nabi. Ali bin Abi Thalib
bersama Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidilah, mengisolasi diri di rumah Fathimah,
sedangkan kaum Muhajirin yang umumnya mengunggulkan Abu Bakar, ‘Umar bin Khaththab,
dan Usaid bin Hudhair berada di Bani Abdul Asyhal. Tiba-tiba seseorang datang kepada Abu
Bakar dan ‘Umar bin Khaththab lalu berkata: "Sesungguhnya kaum Anshar lebih memilih Sa'ad
bin Ubadah di Saqifah (hall) Bani Saidah. Jika kalian berdua ada keperluan, segeralah pergi ke
tempat mereka, sebelum perkara ini tak bisa dibendung." Padahal saat itu, jenazah Rasulullah
SAW belum diurus dan pintu rumah beliau ditutup oleh keluarga beliau. ‘Umar bin Khaththab

1
Zubaidah, Siti. "Sejarah Peradaban Islam.". 2016.

4
berkata kepada Abu Bakar: "Marilah kita pergi kepada saudara-saudara kita dari kaum Anshar
sebelum hal-hal yang tak diinginkan terjadi.2

Inilah awal terjadinya konflik internal umat Islam dalam hal politik, dimana umat
menghadapi masalah suksesi kepemimpinan setelah Nabi wafat. Di tangan siapakah pimpinan
umat Islam setelah ini? Siapakah yang layak menjadi pengganti Nabi untuk memimpin umat?
Persoalan inilah yang kemudian menimbulkan konflik antara kelompok Anshar dan Muhajirin.
Masing-masing merasa berhak dan telah memiliki calon. Kelompok Anshar adalah penduduk asli
Madinah, mereka terdiri dari suku Aus dan Khazraj. Anshar berarti penolong, sebutan ini diberikan
karena merekalah kaum muslim yang menolong muslim penduduk Mekah yang hijrah ke Madinah,
yang disebut kelompok Muhajirin (yakni orang-orang yang berhijrah). Maka wajar jika kemudian
kaum Anshar akan cepat-cepat berpikir mengenai kota mereka sesudah Rasulullah wafat.
Beberapa orang dari kalangan Anshar membicarakan masalah ini lalu berkumpul di Saqifah Bani
Saidah. Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam
merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses peristiwa tsaqifah bani sa’adah?


2. Bagaimana fase kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab?
3. Bagaimana sistem politik, pemerintahan, dan bentuk negara di masa Khalifah Abu Bakar
dan Umar bin Khattab?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui proses peristiwa tsaqifah bani sa’adah


2. Untuk mengetahui fase kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
3. Untuk mengetahui sitem politik, pemerintahan dan bentuk negara di masa Khalifah Abu
Bakar dan Umar bin Khattab

2
Hafizh Syah Reza Pahlevi dan Amin Nasihun. "Pendidikan Dinamika Demokrasi dalam Peristiwa Suksesi di Saqifah
Bani Saidah dan Peralihan Kepemimpinan Khulafa’Ar-Rasyidin." TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.6
No.02 2021. 95.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’adah

Pertemuan di Tsaqifah Bani Sa’idah merupakan musyawarah pertama yang diselesaikan


para sahabat setelah Rasulullah wafat atau sebelum Abu Bakar memegang tampuk pemerintahan.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis
di pertemuan Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuan itu semula diprakarsai oleh kaum Anshar dari
Hazraj. Para pemuka mereka segera berkumpul di Tsaqifah setelah tersiarnya kabar tentang
wafatnya Rasulullah. Segolongan kaum Anshar tersebut bermaksud akan melantik Sa’ad ibn
‘Ubadah sebagai pemimpin. Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, sebenarnya Sa’ad telah
dicalonkan untuk menjadi kepala suku. Sebuah mahkota sedang diperiapkan untuk upacara
pelantikan, tetapi sebelum upacara dilangsungkan Rasulullah telah sampai di Madinah, sehingga
otomatis pelantikan menjadi batal. Tatkala Rasulullah wafat, cita-cita lama itu segera akan mereka
wujudkan tetapi dalam bentuk baru dengan bermaksud untuk mengambil kepemimpinan
Rasulullah. Dorongan ke arah itu bukan tidak beralasan. Sebagaimana dikatakan Abd al-Karim al-
Khatib, kaum Anshar merasa cemas akan kehilangan kehormatan yang selama ini telah diberikan
Rasulullah. Mereka telah mendapatkan kehormatan dengan kemuliaan agama Islam, hijrahnya
Rasul kepada mereka, kota mereka dijadikan sebagai pusat dakwah dan umat serta pernyataan
kecintaan Rasulullah kepada mereka. Mereka merasa khawatir akan kehilangan kehormatan itu
bila orang yang menggantikan kedudukan Rasulullah berasal dari kalangan Muhajrin. Gerak suku
Hazraj ini memperlihatkan ambisi mereka dihadapan kaun Anshar untuk menyerahkan
kepemimpinan itu kepada suku Hazraj sendiri. Keadaan itu jelas akan menimbulkan kembali sikap
permusuhan suku Aus terhadap Hazraj, karena memang sebelum Islam “mereka selalu berselisih”.
Bahkan barangkali gejala itu merupakan suatu indikator ketidak percayaan orang Madinah
terhadap Quraisy. Tetapi baik sikap Hazraj maupun sikap orang Madinah terhadap Quraisy dapat
membahayakan kesatuan umat. Namun demikian, pertemuan suku Hazraj tersebut merupakan
lampu merah terhadap krisis umat disebabkan berakhirnya kerasulan Muhammat SAW. 3

3
Hafizh Syah Reza Pahlevi dan Amin Nasihun. "Pendidikan Dinamika Demokrasi dalam Peristiwa Suksesi di Saqifah
Bani Saidah dan Peralihan Kepemimpinan Khulafa’Ar-Rasyidin." TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.6
No.02. 2021. 96.

6
Sementara jenazah Rasulullah masih terbaring, berita pertemuan di Tsaqifah tersebut
dengan cepat sampai kepada Abu bakar dan Umar, dua tokoh Muhajirin, keduanya segera
berangkat ke tempat pertemuan. Abu Bakar, Umar dan juga Abu ‘Ubaidah hadir di Tsaqifah
sehingga kemudian mereka bertindak sebagai wakil dari kaum Muhajirin. Di tempat pertemuan
tersebut, mereka mengadakan musyawarah terbuka dengan kaum Anshar. Dengan demikian dalam
musyawarah tersebut, dua kelompok kepentingan telah lahir di tengah umat Islam, yaitu golongan
Muhajirin dan Anshar.
Pertemuan antara kedua pihak tersebut hampir saja tidak terlaksana kalau Umar tidak
bertekad untuk menemui pihak Anshar di Tsaqifah bani Sa’idah. Di tengah perjalanan, dua orang
Anshar telah mencoba memperdayakan mereka agar mereka tidak usah ikut campur urusan
Anshar. Kedua Anshar tersebut berkata: “Pulanglah tuan-tuan, selesaikanlah urusan tuan-tuan,
dengan pihak tuan-tuan sendiri (Muhajirin)”. Dengan kata lain, pertemuan kaum Anshar itu tidak
perlu dihadiri kaum Muhajirin karena hal itu hanyalah urusan Anshar semata. Oleh karenanya,
pihak Muhajirin tidak usah ikut campur dalam urusan Anshar tersebut, atau seperti ungkapan
Zhafir al-Qasimi, anjuran itu mengandung arti bahwa kepemimpinan negara itu adalah urusan
kaum Anshar, bukan urusan selain mereka. Sebab itu, pihak Muhajirin dirasa tidak perlu hadir
dalam pertemuan tersebut, karena yang berhak mengurus soal negara hanyalah kaum Anshar. Hal
ini berarti bahwa kaum Anshar sangat berkeinginan untuk meneruskan kepemimpinan Rasulullah.4
Keinginan kaum Anshar tersebut memang tampak ketika sidang berlangsung di Tsaqifah
bani Sa’idah. Dalam musyawarah tersebut, kaum Anshar mengemukakan pendapatnya bahwa
yang berhak menjadi pengganti (khalifah) Rasulullah hanyalah dari kalangan Anshar. Pendapat
tersebut dilandasi dengan berbagai argumentasi.
Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa, mereka mengajukan calon Sa’ad bin
Ubadah. Pada kesempatan itu, kaum Anshar beralasan antara lain, bahwa:
1. Sewaktu Nabi Muhammad berdakwah di Mekkah, orang-orang beriman hanyalah
beberapa orang saja, dakwah Rasulullah baru berhasil setelah beliau hijrah ke Madinah.
2. Ketika Nabi Muhammad berdakwah di Mekkah, beliau telah merasakan penderitaan
yang berat dari kaum Musyrikin, tetapi kaum Muslimin Mekkah tidak mengadakan
pembelaan terhadap Rasulullah. Dari kaum Ansharlah Nabi mendapatkan pembelaan

4
Zubaidah, Siti. "Sejarah Peradaban Islam.". 2016.

7
setelah beliau hijrah ke Madinah, sehingga Islam berhasil tersebar ke seluruh Jazirah
Arab.
3. Kaum Anshar adalah kaum yang terdekat dengan Rasulullah.
4. Kaum Anshar adalah pembela agama Allah (Anshar Allah), sedangkan kaum
Muhajirin disamping sebagai golongan minoritas, juga bermaksud untuk mengambil
hal dan memaksa kaum Anshar.5
Kaum Muhajirin menekankan pada persyaratan kesetiaan mereka mengajukan calon Abu
Ubaidah bin Jarrah, sementara itu dari Ahlul Bait menginginkan agar Ali bin Abi Thalib menjadi
khalifah atas kedudukannya dalam Islam, juga sebagai menantu dan saudara sepupu Nabi. Hampir
saja perpecahan terjadi bahkan adu fisik, melalui perdebatan dengan beradu argumentasi.
Adapun alasan-alasan yang dikemukakan kaum Muhajirin, antara lain sebagai berikut:
1. Kaum yang mula-mula masuk Islam adalah kaum Muhajirin. Mereka berasal dari keluarga
yang baik, banyak keturunan dan sangat menyayangi Rasulullah.
2. Kaum Muhajirin yang lebih dahulu masuk Islam dari kaum Anshar mendapat tempat dalam
al-Quran lebih dahulu disebut dari pada kaum Anshar (Q.S. Surah At-Taubah 9:100).
3. Kaum Muhajirin telah memperlihatkan kesabarannya dalam menghadapi segala
penderitaan, sekalipun waktu itu mereka masih berjumlah sedikit.
4. Kaum Anshar adalah saudara seagama dengan kaum Muhajirin dan mereka patut dipuji di
muka bumi ini.
5. Bila salah satu suku dari Anshar menjabat khalifah, maka tentu akan menimbulkan
perasaan tidak senang di kalangan suku Anshar yang lain.
6. Di kalangan Arab, hanya orang-orang Quraisy-lah yang dikenal sebagai pemimpin, kaum
Muhajirin adalah suku Quraisy dan mereka adalah keluarga Nabi.
7. Kaum Muhajirin haruslah menjadi Amir, dan kaum Anshar menjadi Wazir.6
Dengan usulan tersebut, kaum Muhajirin tidak menghendaki perpecahan tetapi lebih
mementingkan persatuan. Sekalipun barangkali usul Muhajirin itu dikemukakan dengan suatu
harapan yang baik, namun jawaban Anshar cukup menciptakan suasana tegang di dalam sidang.
Al-Hubab ibn Munzir, seorang pemuka Anshar, dengan tegas menyatakan keberatan terhadap usul
tersebut dan mengusulkan agar kaum Anshar sebagai Amir, dan Muhajirin juga sebagai Amir.

5
Zubaidah, Siti. "Sejarah Peradaban Islam.". 2016.
6
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabat al-Nahdhat). 1975. 252.

8
Dengan kata lain, masing-masing pihak baik Anshar maupun Muhajirin mendirikan negara
sendiri-sendiri, dan mereka merasa tidak keberatan bila dalam suatu masa terdapat adanya dua
khalifah yang berkuasa penuh. Dengan demikian, usulan Anshar itu tidak sejalan dengan pendapat
kaum Muhajirin. Hal ini mnyebabkan suasana sidang semakin bertambah panas dan tegang,
sehingga perdebatan yang lebih hebat sulit dihindari bahkan pertarungan fisikpun hampir terjadi.
Sementara itu, seorang pemuka Anshar lainnya, Basyir ibn Sa’ad menyatakan dengan lantang
bahwa kaum Muhajirin lebih utama untuk menjadi khalifah karena Nabi Muhammad berasal dari
suku Quraisy, dan kaum Muhajirin berasal dari Quraisy juga. Seruan itu nampaknya sangat
berbekas di kalangan Anshar dan Muhajirin. Kesempatan itu dipergunakan Abu Bakar untuk
mencalonkan Umar dan Abu Ubaidah, tetapi keduanya menolak pencalonan tersebut. Keduanya
berpendapat bahwa yang lebih pantas menjabat khalifah adalah Abu Bakar sendiri berdasarkan
beberapa alasan. Umar dan Abu Ubaidah secara resmi menyatakan bai’atnya kepada Abu Bakar,
kemudian peserta sidang mengikutinya. Akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jamaah kaum
Muslimin untuk menduduki jabatan Khalifah. Dengan demikian, Abu Bakar dengan resmi dilantik
sebagai sebagai kepala negara atau Khalifah Rasulullah, khalifah pertama umat Islam.
Pelaksanaan keputusan tersebut telah dilakukan di dalam suatu upacara pelantikan Abu
Bakar sebagai khalifah di Mesjid Nabawi. Bila dalam musyawarah, anggota sidang adalah para
pemuka suku dan kabilah dari kedua golongan, maka dalam upacara pelantikan para pesertanya
adalah umat Islam Madinah. Mereka terdiri dari sahabat dan cedekiawan Muslim serta warga kota
Madinah pada umumnya.

B. Masa Khulafa Al-Rasyidin: Masa Abu Bakar As-Shidiq

1. Biografi Abu Bakar As-Shidiq


Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai
nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama Abu Ka’bah,
kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat
pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya
63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW 3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi
hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-

9
Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW
terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj.7
Setelah masuk Islam, beliau menjadi anggota yang paling menonjol dalam jamaah Islam
setelah Nabi SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman, dan kebijakan
pendapatnya. Beliau pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi SAW, agar ia
mendampingi Nabi untuk bertukar pendapat atau berunding. Pekerjaan pokoknya adalah berniaga,
sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi Khalifah.

2. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar

Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan
gawat, yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai
pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan
Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama, akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan
ialah wafatnya Nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi
bahwa Islam telah berakhir. Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga
sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat
Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga
berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban
pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari
kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan) Islam. Akan
tetapi konsep kekhalifahan di kalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah kekhalifahan
adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu
Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep
kekhalifahan adalah produk budaya di bidang politik yang orisinil dari peradaban Islam, sebab
ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah
Rasulullah disebabkan beberapa hal:
1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.

7
Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. 2016.

10
3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat
dipercaya.
4. Seorang yang dermawan.
5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat jama’ah.
6. Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu
masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya
yaitu:

1. Mengirim pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi
sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup.
Sebenarnya di kalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju
dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat
itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan
Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu
Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan
Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat
strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara
Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi di pihak lawan, bahwa
kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu
juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus.
Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.

11
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan
mengeluarkannya. Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar
tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.M
3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar
menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus,
Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.
Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta
Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke
beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai
“pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan
membawa banyak korban.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:

1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah


Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika
beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam
suatu perkara, dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan
tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan
mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai
suatu keputusan dan suatu peraturan.
2. Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat
kaum muslimin, karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan
pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh
syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak
dalam sebuah pidatonya: “Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan
urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Maka jikalau aku

12
dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku
berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah
sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah,
aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku
tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4. Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau di atas undangundang. Beliau juga tidak
pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang.
Dan mereka itu di hadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum
Muslim maupun non Muslim.

3. Perkembangan Peradaban Islam


a. Perang Melawan kaum Riddah
Bukan rahasia lagi selama tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi saw, telah muncul nabi-
nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku dirinya memegang
peran kenabian muncul di Yaman, yang bernama Aswad Al-Ansi. Berikutnya ialah Musailmah si
pendusta yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkat dirinya sebagai mitra di
dalam kenabian. Penganggap lainnya adalah Tulaihah dan Sajjah ibn Haris, seorang wanita dari
Arabia tengah.

Orang-orang yang enggan membayar zakat, diantaranya karena mereka mengira bahwa
zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di
Madinah sama artinya dengan penurunan kekuasaan, suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-
suku Arab karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen.

Untuk memerangi masalah ini, dibentuklah sebelas pasukan. Ada langkah strategis yang
dilakukkan pemerintah sebelum melakukkan serangan, yaitu pengiriman surat. Khalifah Abu
Bakar mengirim surat kepada mereka dan mengajak untuk kembali kepada ajaran Islam yang
benar, sesuai dengan tutunan Al-Qur’an dan Hadis. Namun usaha tersebut tidak mendapat respons
positif, bahkan mereka menunjukkan penentangannya. Kemudian Abu Bakar menyusun kekuatan
di Madinah dan membaginya menjadi sebelas batalion untuk dikirim ke berbagai daerah

13
pemberontakan. Kepada masing-masing batalion, Abu Bakar menyampaikan instruksi mengjak
mereka yang terlibat dalam pemberontakkan agar kembali kepada ajaran Islam. Apabila mereka
menolak ajakan tersebut, maka mereka boleh diperangi sampai habis.

Sebagian mereka ada yang menerima ajakan tersebut dan kembali kepada ajaran Islam
tanpa peperangan, namun sebagian besar mereka mereka bertahan pada sikapnya melawan Islam,
sehingga peperangan mereka bertahan pada sikapnya melawan Islam, dan akhirnya peperangan
tidak dapat dihindarkan. Khalid bin al-Walid merupakan salah seorang komandan yang pertama
kali diperintahkan untuk memerangi Thulaihah dalam peperangan Buzaka. Khalid berhasil
mengalahkan mereka, dan suku-suku yang tadinya terlibat dalam pemberontakan, akhirnya
menerima kembali ajakan untuk memeluk Islam, termasuk suku bani As’ad. Gerakan para nabi
palsu juga dipatahkan oleh Khalid bin al-Walid, setelah Ikrimah dan Musailamah al-Kazzab.
Pasukan Musailamah dapat dipukul mundur oleh Khalid bin al-Walid dalam pertempuran di
Yamamah tahun 633 M. Muslimah dan ribuan pasukannya tewas mengenaskan di dalam benteng
pertahanan mereka.8

Dari empat tokoh gerakan anti Islam, dua diantaranya tewas terbunuh dalam peperangan,
yaitu Aswad al-Ansi dan Musalimah al-Kazzab. Sedangkan dua tokoh lainnya, yaitu Saj’ah dan
Thulaihah selamat dan kembali kepada ajaran Islam.

b. Kodifikasi Al-Qur’an
Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 hijrah dalam pemberantasan kaum
riddah telah banyak menelan korban yang diperkirakan tidak kurang dari 70 orang shahabat yang
masyhur sebagai huffadz Al-Quran. Dengan adanya pristiwa yang tragis itu, membuat Umar bin
Khattab menjadi gundah gelisah, dikarenakan kekhawatirannya terhadap gugurnya para
shahabat yang hafal Al-Quran.
Melihat kenyataan tersebut, Umar datang menemui khalifah Abu Bakar dan mengajukan
usulan supaya segera dilaksanakan pengumpulan Al-Quran dalam bentuk kodifikasi
(pembukuan) agar ia tetap terpelihara.
Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima gagasan dan saran dari Umar bin
Khattab itu. Sebab ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw.

8
Refileli. "PERADABAN ISLAM PERIODE AL-KHULAFA’AL-RASYIDIN." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal
Kebudayaan dan Sejarah Islam Vol.1 No.1. 2016. 3

14
Meskipun usulan ini belum di terima oleh Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar tidak
tetep terus membujuk Sayyidina Abu Bakar hingga Allah memberi ilham kepada Sayyidina
Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut. Lalu ia memutuskan bahwa pekerjaan yang
monumental itu diserahkannya kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakannya, mengingat
kedudukannya sebagai pendamping setia Rasulullah, sebagai juru tulis qiraat, hafalan, penulisan.
pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya dalam pembacaan yang terakhir kali.
Setelah penulisan atau pembukuan Al-Quran selesai menjadi satu Mushaf. Mushaf di
simpan pada Sayyidina Abu Bakar hingga beliau wafat, terus kamudian disimpan pada
Sayyidina Umar bin Khattab hingga beliau wafat dan sepeninggal khalifah Umar mushaf Al-
Quran itu disimpan di rumah salah seorang putrinya yang bernama Siti Hafsah r.a, isteri Nabi
Muhammad Saw. Kemudian pada permulaan pemerintahan khalifah Utsman, mushaf itu
dimintanya dari tangan Hafasah r.a.

4. Wafatnya Khalifah Abu Bakar As-Shidiq


Ketika Abu Bakar sakit, Abu Bakar memperhatikan sahabatnya, siapa di antara mereka
yang sesuai diangkat menjadi khalifah, “yang tegas tidak kejam dan yang lembut tidak lemah”.
Beliau mendapatkan kriteria pilihannya itu, di antara dua sahabat, yaitu antara Umar bin Khathab
dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi kemudian pilihannya jatuh kepada Umar.

Ketika pilihannya jatuh kepada Umar, dia pun mengundang para sahabat untuk
bermusyawarah perihal pilihannya itu. Abdurahman bin Auf meminta pendapat Abu Bakar agar
mengemukakan alasan memilih Umar. Abu Bakar berkata: “Dia adalah seorang yang berhati
lembut”. Abdurrahman berkata: “Demi Allah! Dia lebih utama dari apa yang engkau kira”.
Kemudian Abu Bakar mengundang Utsman dan berkata: Ceritakan kepadaku! Penilaianmu kepada
Umar. Utsman menjawab: Sungguh sepengetahuanku bahwa hatinya lebih baik dari apa yang
ditampakkan oleh perilaku anggota badannya. Di tengah kita, dia tidak ada duanya. Kemudian
Abu Bakar menulis surat wasiat untuk itu dan membai’at Umar bin Khattab sebagai khlifah kedua
dalam satu peristiwa peristiwa pemba’iatan umum dan terbuka di masjid Nabawi. Beberapa hari
kemudian, Abu Bakar Ash-Siddiq meninggal dunia senin, 23 Agustus 634 M setelah lebih kurang

15
15 hari terbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekalifahannya berlangsung 2 tahun 3
bulan 11 hari.9

Abu Bakar mengangkat Umar bin Khattab sebagai penggantinya agar mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Umar bin Khattab
menjadi khalifah melalui proses musyawarah Abu Bakar dengan para pemuka Agama.

C. Masa Khulafa Al-Rasyidin: Masa Umar Bin Khattab

1. Biografi Umar Bin Khattab

Umar bin Khathab bin Nafil bin Abd al-Uzza bin Rabah bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy
merupakan nama lengkap beliau. Silsilah Umar bertemu dengan Rasulullah pada kakek ketujuh,
sedangkan dari pihak ibunya pada kakek keenam. Umar dilahirkan di Makkah empat tahun
sebelum perang Fijar, tetapi menurut Ibn Atsir dia dilahirkan tiga belas tahun sesudah kelahiran
Rasulullah s.a.w. Ibunya adalah Hantamah Binti Hasyim Ibn Al Mughirah dari Bani Mahzum Ibn
Yaqazhah Ibn Murrah. Silsilahnya bertemu dengan silsilah Nabi pada Ka’ab moyang Nabi yang
kesembilan.10 Hal ini berarti beliau lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad s.a.w. Dia
fasih berbicara, tegas dalam menyatakan pendapat dan membela yang hak.11

Di masa kecil Umar bin Khathab menggembala seekor kambing milik ayahnya dan beliau
berdagang ke negeri Syam. Jika terjadi perang antara suku, dia selalu diutus sebagai penengah.
Beliau menjadi penengah saat perang suku karena beliau memiliki sifat yang bijaksana dan adil.
Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab sangat memperhatikan kesejahteraan umat Islam dan
selalu berusaha untuk menciptakan perdamaian di antara mereka.

Umar masuk Islam pada tahun kelima dari kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. Setelah
masuk Islam dia menolak menyembunyikan ke-Islamannya. Setelah masuk Islam dia menolak
menyembunyikan ke-Islamannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah berdo’a:

“Ya Allah muliakanlah Islam dengan salah seorang dua lelaki ini, yaitu ‘Amr bin Hisyam dan
Umar bin Khaththab.” (HR.At-Tirmidzi)

9
Refileli. "PERADABAN ISLAM PERIODE AL-KHULAFA’AL-RASYIDIN." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal
Kebudayaan dan Sejarah Islam Vol.1 No.1. 2016. 3
10
1 Al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’ (Beirut: Dar al-Fikr) 1394. 101
11
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta:Kalam Mulia) 2001. 401

16
Doa beliau inilah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan Umar masuk islam.12

Pada saat itu, umat Islam di Makkah sangat dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang-orang
Quraisy. Mereka dipenjara, disiksa, dan bahkan dibunuh hanya karena mengikuti agama Islam.
Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyembunyikan keislamannya agar tidak mengalami hal yang
sama. Namun, ketika ia merasa bahwa ia siap untuk mempertaruhkan hidupnya demi agama Islam,
Umar bin Khattab kemudian secara terbuka menyatakan keislamannya dan menjadi salah satu
sahabat Rasulullah yang terkemuka.

Sebelum masuk Islam Umar juga dikenal paling gigih menantang dakwah Nabi ketika
disampaikan kepadanya adiknya Fatimah beserta suaminya telah masuk Islam dia sangat marah
dan pergi ke tempat adiknya dengan emosi yang meluap-luap dia menampar adiknya yang sedang
belajar al-Qur’an dan membaca pangkal surah Taha, tetapi dia kemudian terharu dengan bacaan
ayat al-Qur’an tersebut, karenanya dia menemui Nabi untuk menyatakan diri masuk Islam.

2. Umar bin Khattab diangkat menjadi Khalifah

Pada masa Umar bin Khattab r.a. Islam mengalami perkembangan yang pesat dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, ekspansi dan lain-lain. Oleh karena itu, keberhasilan kepemimpinan
Umar bin Khattab menjadikan Madinah sebagai negara Adi kuasa karena kebijaksanaan yang
dilakukan selama pemerintahannya untuk memajukan daerah dan masyarakat yang dipimpinnya.

Pada masa khalifah Umar bin Khattab juga kekuasaan Islam meliputi Jazirah Arabia,
Palestina, Syiria, Persia dan Mesir. Beliau juga melakukan usaha pembenahan administrasi negara
dengan mencontoh model persia, yaitu membagi wilayah bentuk provinsi. Selain itu dibentuk pula
beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran dan pajak tanah, pemisahan kekuasaan
yudikatif dengan eksekutif dengan mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jawatan
pekerjaan umum, mendirikan baitul mal, mencetak mata uang dan menentukan tahun hijrah. 13

12
Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi; Penerjemah: Khoirul Amru Harahap & Akhmad, Biografi Umar bin Al-
Khatab: cet1 (Jakarta: Al-Kautsar). 2008. 23
13
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) 1993. 37.

17
3. Kebijakan-Kebijakan Politik pada Masa Umar bin Khattab

Sebagai Kepala Negara Kebijakan atau terobosan yang dilakukan Umar semasa
pemerintahannya berbagai bidang antara lain:

a) Bidang Kemiliteran

Umar menaruh minat yang besar kepada bidang kemiliteran. Beliau banyak mendirikan
pusat kemiliteran di Madinah, Kufah, Basrah, Mesir, Damaskus, Hems, dan Palestina. Beliau
memberikan perhatian sampai kepada hal-hal yang sangat kecil yang dibutuhkan bagi tentara yang
sangat efisien. Umar membagi tentara menjadi tentara reguler dan sukarelawan atau cadangan.
Umar bin Khattab juga membuat aturan bahwa Diwan Al Jund (jawatan militer) yang
berkewajiban menginvetarisir dan mengelolah administrasi ketentaraan. Dan untuk menjaga
keamanan dan ketentraman masyarakat yang diperintahnya dibentuk juga jawatan kepolisian.14

Khalifah Umar juga mengajak orang-orang non muslim berkonsultasi tentang masalah
kenegaraan, mereka dilindungi darah dan harta mereka. Dengan syarat mereka harus membayar
jizyah yaitu pajak perlindungan bagi kaum non muslim, tetapi pajak itu tidak dibebankan kepada
kaum non muslim yang bergabung dengan tentara muslim. Dari keterangan sejarah dapat dilihat
bahwa pada masa pemerintahan Umar kekuatan militer di Madinah besar dan terorganisir,
sehingga pertahanan keamanan negara terjamin rakyat merasa aman.

b) Bidang Administrasi Negara

Karena perluasan wilayah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pemerintahannya
diatur menjadi 8 wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina,
dan Mesir.15 Pemerintahan pada setiap propinsi itu diberi hak otonomi untuk mengurus daerahnya
masing-masing. Namun tetap tunduk kepada pemerintahan yang berpusat di Madinah.

Pada masa Umar bin Khatab mulai diatur dan ditertibkan administrasi negara, yaitu;

a. Menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.

14
Syibli Nu’man, Umar Yang Agung, (Bandung: Pustaka). 1981. 370-393.
15
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) 1993. 37.

18
b. Mendirikan Pengadilan Negara dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif.
c. Adanya kepala negara dalam rangka menjalankan tugas eksekutifnya, beliau dibantu oleh
pejabat yang disebut al-Katib (sekreteris negara). Di masa Umar dijabat oleh Zaid bin
Tsabit dan Abdullah bin Arqam.
d. Membentuk Jawatan Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta menangkap
penjahat.
e. Membentuk Jawatan Militer, terdaftar secara resmi di negara, bertugas di daerah-daerah
perbatasan seperti di Kufah, Basrah dan Fusthah, dan diberi gaji secara teratur setiap
bulannya.
f. Umar juga mendirikan Baitul Mal, keuangan negara yang dipungut dari pajak dan lain-lain
disimpan di Baitul Mal dan penggunaannya diatur oleh Dewan.
g. Menempa/mencetak mata uang sebagai alat tukar yang resmi dari negara dan 8)
Menciptakan kelender Islam atau tahun Hijrah.
c) Ekspansi wilayah Islam

Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam tersebut meliputi daerah Arabia,
syiria, Mesir, dan Persia. Wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan
penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.16

Ekspansi wilayah juga terus gencar dilakukan mulai dari kota Damaskus pada tahun 635M.
Setahun kemudian, setelah Bizantium jatuh dalam perang Yarmuk, daerah Suriah jatuh dibawah
kekuasaan Islam. Dalam ekspansi gelombang pertama, kekuasaan Islam telah meliputi selain
semenanjung Arabia, Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir. Mesir menjadi daerah terakhir
tujuan Umar bin Khattab dalam melakukan ekspansi wilayah. Ekspansi Mesir dipimpin oleh Amr
bin Ash, seorang yang memang mengetahui dengan detail peta daerah Mesir. Amr memasuki
daerah perbatasan Mesir pada tahun 639 M dengan disertai 4000 tentara. Sebagai pemulaan, Amr
merebut kota Al-Farama, selanjutnya kota Bilbay yang merupakan salah satu kota penting di
daratan Mesir. Puncak pertempuran saat itu terjadi di benteng Babylonia yang pada saat itu
terkenal sebagai pusat kerajaan Bizantium. Untuk memperkuat pasukannya, dikirimkan kembali

16
Taufirqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika Press) 2003. 68

19
pasukan sebanyak 6000 tentara yang dipimpin oleh Zubair bin Awwam. Selanjutnya penyerbuan
dilanjutkan ke pusat kota Alexandria yang dijaga oleh 50.000 tentara dengan peralatan yang jauh
lebih memadai. Kematian Heraclius secara tiba-tiba merubah situasi, dan jatuhlah seluruh Mesir
dengan sebuah perjanjian Alexandria pada tahun 641M.

d) Bidang Ekonomi

Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Umar juga mendirikan Baitul Mal, menempa mata uang, dan menghapuskan zakat bagi para
Mu’allaf. Baitul Mal adalah badan perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas
pengelolahan keuangan.17 Baitul Mal pada masa Nabi belum berfungsi secara efektif. Semua
harta yang terkumpul dibagikan kepada yang berhak sampai habis. Sedangkan pada masa Umar,
Baitul Mal difungsikan seefektif mungkin. Pendistribusian harta disesuaikan dengan pos-pos
yang telah ditentukan dan atas dasar prestasi, yang secara langsung di bawah pengawasan pejabat
keuangan (Shahib Bait Al Mal) yang telah diangkat seperti Abdullah bin Arqam sebagai pejabat
tertinggi keuangan yang dibantu oleh Abdurrahman bin Ubay dan Mu’aqib. Merekalah yang
mengatur pemasukan dan pengeluaran kan negara. Terhadap pejabat yang diangkat untuk itu
Umar memberikan patokan: menggunakan dengan jelas dan menghindari penyelewengan,atau
mendapatkan dengan cara yang tidak benar.

Untuk kestabilan sektor ekonomi, ia meningkatkan sumber kas negara yang bersumber dari

1. Zakat, harta yang dikeluarkan kaum Muslimin sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Jizyah, yaitu pajak perlindungan dari warga negara non muslim (ahli dzimmi).
3. Kharaj, yaitu pajak penghasilan dari tanah pertanian yang ditaklukkan dalam perang.
4. Khumus, yaitu harta rampasan orang yang diambil seperlima untuk negara.
5. Usyur, yaitu:
a. Pajak dari tanah pertanian milik negara, yang dikelolah umat.
b. Pajak terhadap pedagang non muslim di wilayah Islam.
6. Ghanimah, yaitu semua harta rampasan perang yang dimasukkan kedalam Baitul Mal
Sebagai salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat

17
J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah (Jakata: Rajawali Press). 1994. 132

20
7. Lembaga Perpajakan, sebagai kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur
pemasukan dan pengeluaran biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus
berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya.

Semua harta tersebut disimpan dalam Baitul Mal, yang dipergunakan untuk administrasi
negara dan perang, barulah sisanya dibagikan sesuai dengan ketentuan.

e) Bidang Sosial Politik

Tentang pengadilan Umar bin Khattab mempercayakan kepada Qadli (hakim). Qadli-lah
yang memutuskan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat. Di Bashrah ia mengangkat Syuraih,
di Kufah Abu Musa Al Asy’ari dan tempat-tempat lainnya. Untuk memantau keadilan
dilaksanakan atau tidak ia membentuk mata-mata atau intelegen. Seperti mengangkat Muhammad
bin Salamah, orang yang dipercayainya dan memiliki integritas tinggi untuk memangku jabatan
pengawas umum (Inspektur Jendral). Tugasnya mengadakan kunjungan ke daerah-daerah untuk
meneliti penyelewengan yang dilakukan pejabat, menerima dan meneliti kebenaran pengadilan
rakyat, dan melaporkan temuan-temuannya kepada khalifah, lalu diputuskan melalui pengadilan.18

Adapun pemeriksaan tentang pengaduan kejahatan, maka cara yang diambil Umar adalah
melalui pembuktian, kemudian menjatuhkan keputusan berdasarkan prinsip persamaan antara
pejabat tinggi dan rakyat biasa. Dan dalam memutuskan suatu perkara Umar menyuruh para
hakim: untuk memutuskan perkara berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah tetapi apabila tidak ada
pada dua sumber itu ketentuan hukumnya Umar menyuruh berijtihad atau mengangguhkan
hukumannya, penangguhan itu dianggap lebih baik.

Untuk mengetahui latar belakang kemahiran Umar dalam bidang pengadilan tidaklah
begitu sulit karena sesungguhnya Umar pada zaman Jahiliyah adalah seorang penengah, semacam
orang yang diserahi hak memutuskan perkara dan seorang utusan semacam duta untuk
mendamaikan di antara manusia, sebab itulah Umar bin Khattab ahli dalam pengadilan dan tata
caranya.

4. Peradaban Islam Pada Masa Umar bin Khattab


Terpilihnya Beliau menjadi Khalifah, banyak mengalami kemajuan-kemajuan Islam diantaranya :

18
Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada) 1994. 135

21
1. Kemajuan di bidang perluasan wilayah Islam, Ekspedisi ke persia di bawah panglima Sa’ad
bin Abi Waqas Islam berhasil memenangkan pertempuran dan menguasai persia. Ekspedisi
ke Romawi, pada tahun 13 H umat Islam walaupun tentara sedikit berhasil menguasai
Romawi. Ekspedisi ke Mesir, di bawah pimpinan Jendral Amru bin Ash Islam berhasil
menguasai seluruh wilayah Mesir pada th ke 20 H/ 640 M.
2. Kemajuan di bidang kenegaraan, Umar bin Khattab adalah Pemimpin sekaligus orang yang
mengatur sistem pemerintahan Islam. Baik itu masalah politik, demokrasi, administras dan
pembagian daerah serta peraturanperaturan hubungan antara pusat pemerintahan dengan
daerah-daerah.56
3. Kepala Negara dengan membentuk berbagai organisasi di bawahnya antara lain :
 Bidang Organisasi Politik Pemerintahan
 Bidang Administrasi Negara
 Bidang Sosial Kemasyarakatan
 Bidang Hukum
4. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang ada pada zaman Umar bin Khatab, tidak berbeda dengan masa
Nabi dan Abu Bakar, yaitu Kuttab, Masjid, Suffah dan Madrasah.
a. Kuttab
Sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak dalam
hal membaca dan menulis, serta sedikit pengetahuan-pengetahuan Agama.
b. Masjid
Sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf pada masa permulaan Islam belum
terdapat sekolah formal seperti yang ada pada masa sekarang. Pelaksanaan kependidikan pada
masa Khalifah Umar bin Khattab tidak jauh dengan Nabi Saw. Namun, terdapat beberapa
perkembangan daerah lebih maju sesuai dengan situasi dan kondisinya, tapi perkembangan itu
tidak melunturkan dasar-dasar pendidik yang dilaksanakan pada masa Nabi Saw.
c. Madrasah
Madrasah di Mekah. Guru yang pertama mengajar di Mekah, setelah penduduk Mekah takluk
ialah Muadz bin Jabbal yang mengajarkan AlQur’an dan hal-hal yang berkaitan dengan halal dan
haramnya perbuatan.

22
Madrasah di Madinah. Madrasah di Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam Ilmunya, karena
disanalah tempat para sahabat besar mengajarkan Ilmunya yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit serta Abdullah bin Umar. Madrasah di
Bashrah. Ulama dan para sahabat yang termasyhur di Bashrah antara lain Abu Musa Al-asy’ari
dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-asy’ari adalah ahli Fiqh dan ahli Hadits, serta ahli Al-Qur’an.
Sedangkan Anas bin Malik lebih termasyhur dalam Hadits.
Madrasah di Kuffah. Ulama dan para sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abi Thalib
dan Abdullah bin Mas’ud. Ali mengajarkan urusan politik dan peperangan. Sedangkan kegiatan
yang dilakukan Ibnu Mas’ud adalah mengajarkan Al-Qur’an dan Ilmu Agama seperti Tafsir, Fiqh
dan Hadits.
Madrasah di Damaskus. Setelah Syam (syiria) menjadi bagian dari sistem kehilafahan di
Madinah dan penduduknya banyak yang memeluk Agama Islam, maka Khalifah Umar mengirim
Muadz bin Jabbal, Ubadah dan Abu Darda. Mereka mengajarkan Al-qur’an dan Ilmu-Ilmu Agama
di Negeri Syam pada tiga tempat, yaitu Abu Darda di Damaskus, Muadz bin Jabbal di Palestina
dan Ubadah di Hims. Madrasah di Fistat (Mesir). Setelah Mesir menjadi bagian dari sistem
kakhilafahan di Madinah dan penduduknya banyak yang memeluk Agama Islam, Mesir menjadi
pusat Ilmu-Ilmu Agama. Ulama mula-mula mendirikan madrasah di Mesir ialah Abdullah bin
‘Amr bin Ash di Fistat (mesir lama).

5. Wafatnya Umar bin Khattab

Khalifah Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lu’lu (Fairuz), seorang budak yang fanatik
pada saat Umar mengimami sholat subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah
Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lu’lu
(Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan
negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644M. Saat
sholat subuh, Fairuz menikam Khalifah Umar dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun.
Enam orang lainnya tewas, sebelum Fairuz sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan
pembunuhan tersebut. Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab r.a., jabatan khalifah dipegang
oleh Khalifah Ustman bin Affan. Khalifah Umar memegang amanat sebagai khalifah selama 10
tahun 6 bulan (13- 23 H/ 634-644 M). Atas persetujuan Siti Aisyah istri Rasulullah, jenazah Umar
dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.

23
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pertemuan di Tsaqifah Bani Sa’idah merupakan musyawarah pertama yang diselesaikan


para sahabat setelah Rasulullah wafat atau sebelum Abu Bakar memegang tampuk pemerintahan.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis
di pertemuan Tsaqifah Bani Sa’idah. sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”,
jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah, meskipun demikian
dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk
bermusyawarah. Kekalifahan Abu Bakar berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.

Umar bin Khattab menjadi khalifah melalui proses musyawarah Abu Bakar dengan para
pemuka Agama. Pada masa Umar bin Khattab r.a. Islam mengalami perkembangan yang pesat
dalam bidang politik, ekonomi, hukum, ekspansi dan lain-lain. Selain itu dibentuk pula beberapa
departemen, pengaturan sistem pembayaran dan pajak tanah, pemisahan kekuasaan yudikatif
dengan eksekutif dengan mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jawatan pekerjaan umum,
mendirikan baitul mal, mencetak mata uang dan menentukan tahun hijrah. Khalifah Umar
memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Adapun nantinya, penulis akan melakukan perbaikan susunan makalah ini
dengan pedoman dari beberapa sumber terpercaya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun dari para pembaca, Terima kasih atas kerja sama, sara dan kritik
dari pembaca semua.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabat al-Nahdhat). 1975. 252.


Al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’ (Beirut: Dar al-Fikr) 1394.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) 1993.
Ependi, Muhammad Irvan. "SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM MASA UMAR BIN
KHATTAB." SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM: 68.
J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada) 1994.
Hafizh Syah Reza Pahlevi dan Amin Nasihun. "Pendidikan Dinamika Demokrasi dalam
Peristiwa Suksesi di Saqifah Bani Saidah dan Peralihan Kepemimpinan Khulafa’Ar-
Rasyidin." TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.6 No.02. 2021.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta:Kalam Mulia) 2001.
Pahlevi, Hafizh Syah Reza dan Nasihun, Amin. "PENDIDIKAN DINAMIKA DEMOKRASI

DALAM PERISTIWA SUKSESI DI SAQIFAH BANI SAIDAH DAN PERALIHAN

KEPEMIMPINAN KHULAFA’AR-RASYIDIN." TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama


Islam Vol.6 No.02. 2021.

Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi; Penerjemah: Khoirul Amru Harahap & Akhmad,
Biografi Umar bin Al-Khatab: cet1 (Jakarta: Al-Kautsar). 2008.
Refileli. "PERADABAN ISLAM PERIODE AL-KHULAFA’AL-RASYIDIN." Tsaqofah dan
Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam Vol.1 No.1. 2016.
Syibli Nu’man, Umar Yang Agung, (Bandung: Pustaka). 1981.
Taufirqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika Press)
2003.
Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai