Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MASA KHUlAFAUR RASYIDIN

Dosen Pengampu : Ahmad Yaan Muharis S.PD.MM

Disusun Oleh:
 Nama : Siti Hanipah
 Kelas : PAI 1A

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HAJI AGUS SALIM

CIKARANG- BEKASI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan
cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh Kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang.
Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari pihak lain, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Karena itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
kami setiap saat.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan makalah yang lebih baik lagi. Harapan kami, semoga makalah
yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua.

November 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang…………………………………………………………………………………………..

B. Rumusan masalah……………………………………………………………………………………..

C. Tujuan penulisan……………………………………………………………………………………….

BAB ll ISI PEMBAHASAN

A. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-


Shiddiq...........................................................................

B. Masa Khalifah Umar bin Khattab...................................................................................

C. Masa Khalifah Utsman bin Affan...................................................................................

D. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib...................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
BAB I
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni
632 M. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat kacau. Hal ini
disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti. Dua
kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai pengganti Nabi Muhammad
SAW adalah Kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Terdapat perbedaan pendapat antara Kaum Muhajirin dan Anshar karena kaum Muhajirin
mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah
sebagai pengganti nabi Muhammad SAW.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai
setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa
yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy.
Alasan tersebut Dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Melihat dari masalah itu kami dari penulis mencoba untuk membahas tentang Khulafaur
Rasyidin. Tidak terlepas dari hal ini semoga makalah ini bisa membantu kesulitan teman-teman
dalam memahami tentang Khulafaur Rasyidin.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Khulafaurrasyidin?
2.      Bagaimana perkembangan islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq?
3.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab ?
4.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan ?
5.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khulafaurrasyidin
Khulafaur Rasyidin berasal dari dua kata yaitu Khulafaur dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa
adalah bentuk jamak dari kata Khalifah yang artinya pengganti. Sedangkan kata Ar-Rasyidin
artinya mendapat petunjuk. Adapun kata Ar-Rasyidin itu berartiarif dan bijaksana. Jadi
Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad SAW
wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan
baik, adapun sifat-sifat yang dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
1.      Arif dan bijaksana
2.      Berilmu yang luas dan mendalam
3.      Berani bertindak
4.      Berkemauan yang keras
5.      Berwibawa
6.      Belas kasihan dan kasih sayang
7.      Berilmu agama yang sangat luas serta melaksanakan hukum-hukum Islam.
Para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang Khalifah, yiatu:
1.      Abu Bakar As-Shidiq (11-13 H/632-634 M)
2.      Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
3.      Usman bin Affan (23-35 h/644-656 M)
4.      Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)[1]

B.     Perkembangan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-shiddiq

Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin dihadapkan sesuatu problema yang berat, 
karena Nabi sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa dan siapa yang akan mengganti
sebagai pimpinan umat. Suasana wafatnya rasul tersebut menjadikan umat Islam dalam
kebingungan. Hal ini karena mereka sama sekali tidak siap kehianagn beliau baik sebagai
pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan sahabat dari Anshar yang berkumpul
di tempat Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan
musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah
tersebut dipimpin seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW, ia adalah Saad bin
Ubadah tokoh terkemuka suku Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan tentang siapa yang pantas
untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah ia menyatakan bahwa kaum Ansharlah
yang pantas memimpin kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa
golongan Ansharlah yang telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan
penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini disetujui oleh para
sahabat dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin
Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat Muhajirin yang lain mnegetahui pertemuan
orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat
orang-orang Muhajirin datang ke Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk
mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah menjadi khalifah. Karena pada saat tersebut para
tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga diajak untuk mengangkat dan membaiat Saad bin
Ubadah. Namun, kaum Muhajirin yang diwakili Abu Bakar menolaknya dengan tegas membaiat
Saad bin Ubadah. Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah
sebaiknya  diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah yang lebih
dulu memeluk Agama Islam. Kaum Muhajirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun
menyertai Nabi dan membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum
kafir Quraisy di Mekah. Dengan usulan Abu Bakar, golongan Anshar tidak dapat membantah
usulannya. Pada saat yang bersamaan Abu BAkar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya
yang dikenal sangat dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu diantara keduanya untuk menjadi khalifah. Demikian
kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan Abu Ubaidah. Namun
sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah justru menolaknya
dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan tegas Umar
mengayungkan tangannya ketangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu Bakar dan
membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar segera diikuti oleh Abu Ubaidah, dan akhirnya
diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar kecuali Saad bin Ubadah.
Sifat dan sikap Abu Bakar As-Shidiq tidak berubah meski beliau sudah menjadi khalaifah.
Ketika beliau memerintah, beliau menunjukkan sebagai khalifah besar. Beberapa prestasi yang
ditorehkan sebagai hasil usaha keras beliau dapat diperhatikan pada uraian di bawah ini.

1.      Memerangi Orang-Orang Murtad


Pemerintahan Abu Bakar As-Shidiq pernah digoncang persoalan disintegrasi (memisahkan
diri), yaitu beberapa suku bangsa Arab dari Hijaz dan Nejed menyatakan melepaskan diri dari
sistem dan kekuasaan kekhalifahan resmi bagi umat Islam itu. Bentuk pembangkangan tersebut
misalnya menolak membayar zakat dan tidak mengakui sistem pemerintahan Islam. Adapula
yang bahkan kembali kepada agama lama yaitu menyembah  berhala. Suku-suku tersebut
beralasan bahwa mereka hanya loyal terhadap perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW
sehingga dengan wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi alasan untuk tetap loyal kepada Islam.
Abu Bakar As-Shidiq sangat memahami sifat kesukuan yang sangat kuat cenderung kepada
pemimpinnya kerana memenag bangsa Arab terkenal memilii sifat kesukuan yang sangat tinggi.
Mereka sangat egois dan selalu merasa bahwa suku mereka adalah yang tertinggi. Dampak dari
kuatnya sifat paternalistik itu maka ketika pemimpin mereka memeluk Islam, rakyatnya juga
Islam semua. Padahal kalau memeluk Islam para pemimpin itu akan kehilangan pengaruh dalam
masyarakat mereka karena pemimpin suku harus tunduk dengan aturan Islam. Hal ini juga dapat
menyebabkan adanya gerakan murtad (riddah), apalagi tingkat keimmana mereka masih lemah.
Hal itu tentu menimbulkan gangguan dan ancaman bagi persatuan dan stabilitas
pemerintahan, karena gerakan itu terjadi hampir di seluruh negeri di Jazirah Arab. Menghadapi
keadaan yang berbahaya tersebut, khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjukkan sikap tegasnya.
Misalnya dalam ucapannya bahwa andai saja zakat itu hanya sautas tali unta, tetapi mereka tidak
mau menunaikannya, mak akan tetap diperangi. Meski demikian khalifah Abu Bakar As-Shidiq
berpesan kepada para panglima agar tetap mengedepankan pendekatan dakwah untuk
memperoleh kemenangan dan kedamaian.
Dengan ketegasan khalifah Abu Bakar As-Shidiq, banyak di antara mereka yang berpikir
untuk melawan sehingga mereka tunduk lagi kepada pemerintahan Islam, selebihnya mereka ada
yang memilih perang daripada harus berdamai dengan pasukan Islam. Para pembangkang itu
dipimpin oleh para Nabi palsu.
Dikatakn sebagai Nabi palsu karena mereka mengangkat dirinya sebagai Nabi untuk
menghancurkan Islam. Para nabi palsu itu antara lain:
a.       Aswad Al-Ansi
b.      Tulaihah bin Khawailid Al-Asadi
c.       Malik bin Nuwairah
d.      Musailamah Al-Kadzab
Aswad Al-Ansi adalah pemimpin suku Badui di Yaman, mereka berhasil merebut Najram
dan Sana dari kekuasaan Islam. Pemberontakan Aswad Al-Ansi segera ditangani oleh Abu Bakar
As-Shidiq dengan mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka. Ketika
Zubair bin Awwam tiba di Yaman, Aswad Al-Ansi telah mati terbunuh ditangan gubernur
Yaman, pasukan Islam kembali berhasil menguasai Yaman.
Tulaihah bin Khawailid Al-Asadi juga mengaku dirinya sebagai nabi, para pengikutnya
berasal dari Bani Asad, Bani Ghatafan, dan bani Amir. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq segera
tanggap kemudian memerintahkan Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan dan memerangi
mereka. Pertempuran yang terjadi di dekat sumur Buzakkah itu akhirnya berhasil dimenangkan
oleh pasukan muslim.
Malik bin Nuwairah yang menguasai Bani Yarbu dan Bani Tamim, tidak lagi mengakui
kebenaran Islam, sepeninggalan Rasulullah SAW. Setelah upaya damai tidak ditanggapi, kecuali
menantang perang maka pasukan Khalid bin Walid bergerak menuju perkampungan mereka.
Malik bin Nuwairah mati terbunuh dalam pertempuran tersebut. Hal itu membuat pasukan
musuh bercerai berai dan banyak juga yang melarikan diri ke luar daerah.
Musailamah Al-Kazab adalah nabi palsu yang mendapat pengikut dari Bani Hanifah di
Yamamah. Ia mengawini Sajah yang juga mengaku sebagai nabi, tetapi berasal dari agama
Kristen. Suami istri itu kemudian berhasil membentuk pasukan besar yang berkekuatan 40.000
orang. Menghadapi pasukan besar itu, khlifah Abu Bakar As-Shidiq segera memerintahkan
Ikrimah  bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah untuk menghancurkan mereka.
Pada pertempuran itu pasukan di bawah pimpinan Ikrimah terdesak, tetapi tak berselang lama
pasukan Muslim pimpinan Khalid bin Walid datang tepat waktu sehingga serangan berbalik.
Pasukan Muslim bertempur tanpa mengenal takut didasari jihad fi sabilillha. Akhirnya pasukan
kaum pemberontak itu dipukul mundur, lebih dari 10.000 orang dari pasukan murtad terbunuh,
termasuk sang nabi palsu Musailamah Al-Kazab.
Perang melawan pasukan Musailamah Al-Kazab ini termasuk perang yang terbesar selama
memerangi kaum pemberontak yang disebut perang Yamamah. Dalam perang itu kaum muslim
banyak yang sahid, termasuk para penghafal Al-Qur’an.
Pasukan Muslim yang telah menyelesaikan tugas perang Yamamah dan memporak-
porandakan pasukan Musailamah Al-Kazab, kemudian melanjutkan perjalanan ke Bahrain,
Oman, dan Yaman. Di tempat-tempat tersebut, pasukan Muslim juga memerangi kaum yang
murtad dan berhasil mengalahkan mereka.
Seluruh perang melawan pemberontak yang murtad tersebut disebut perang Riddah karena
memerangi kaum yang murtad. Pasukan Muslim berhasil memerangi seluruh pertempuran.
Dengan kemenangan itu maka kewibawaan Islam kembali naik. Akhirnya seluruh kaum Jazirah
Arab menyatakan tunduk dengan aturan Islam.

2.      Kodifikasi Al-Qur’an
Kodifikasi Al-Qur’an merupakan upaya keras Khalifah Abu Bakar As-Shidiq sehingga dapat
memberi manfaat sampai sekarang. Dengan usaha itu kita akhirnya dapat mengenal adanya
mushaf Al-Qur’an. Sebelum dilakukan pengumpulan, mushaf Al-Qur’an berserakan di berbagai
tempat dan tertulis di berbagai benda. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq melakukan upaya
pengumpulan wahyu Allah itu setelah mendapatkan saran dari Umar bin Khattab, yang ketika itu
beliau menjadi penasihat utama khalifah Abu Bakar As-Shidiq.
Memang mulanya saran Umar bin Kahttab ini ditolak oleh khalifah Abu Bakar As-Shidiq,
namun dengan alasan yang kuat dari Umar bin Khattab, khalifah Abu Bakar As-Shidiq bersedia
mewujudkan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Umar bin Khattab ketika itu menyatakan bahwa
para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam pertempuran perang Yamamah, juga
mengkhawatirkan akan hilangnya mushaf-mushaf yang berserakan itu.
Kemudian khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjuk Zaid bin Tsabit untuk memimpin
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Alasan khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjuk Zaid bin
Tsabit karena beliau ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup adalah sekretaris pribadi yang
dengan bimbingan Nabi SAW selalu menulis wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW.
Setelah dituls oleh Zaid bin Tsabit kemudian dihafalkan oleh para sahabat. Adapula beberapa
sahabat yang menulis lagi ke pelepah kurma, bebatuan, atau tulang belulang utuk diajarakan atau
disampaikan kepada kaum muslimin yang jauh dari jangkauan informasi.
Setelah proyek besar itu selesai, mushaf ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disimpan khalifah Abu
Bakar As-Shidiq. Mushaf itu menjadi pedoman utama pembelajaran Al-Qur’an bagi seluruh
kaum muslimin. Sepeninggal khalifah Abu Bakar As-Shidiq, mushaf tersebut disimpan oleh
Hafsah bin Umar, putri Umar bin Khattab, yang juga salah satu istri Nabi SAW.
3.      Perluasan Wilayah Islam
Setelah kondisi dalam negeri menunjukan tanda-tanda aman dan terkendali, maka khalifah
Abu Bakar As-Shidiq mulai dengan misi dakwahnya yaitu menyebarkan ajaran Islam ke daerah
lain. penyebaran Islam sebagai rahmat bagi segenap alam itu dilakukan dengan upaya
pendekatan damai sehingga bukan bentuk dari penjajahan.
Khalifah Abu Bakar As-Shidiq menekankan kepada para panglima untuk menghindari
peperangan sebelum upaya damai dilakukan. Hal-hal yang ditekankan oleh khalifah Abu Bakar
As-Shidiq kepada para da’i atau tentara Islam ketika berdakwah di daerah baru, yaitu sebagai
berikut:
a.       Diajak untuk memeluk Isam, sehingga mendapatkan perlindungan jiwa serta hartanya.
b.      Tidak memaksa untuk memeluk Islam, kalau tidak mau maka harus membayar jizyah (pajak
perlindungan yang snagat ringan). Dengan begitu mereka mendapat perlindungan jiwa dan
hartanya pula.
c.       Apabila dengan jalan damai tidak mau, maka akan mereka perangi.
Dengan ketiga pedoma itu, para pendakwah atau kaum Muslimin mendapat sambutan yang
menggembirakan dari penduduk daerah baru tersebut. Tak dipungkiri, sebenarnya banyak rakyat
dari daerah lain yang sangat mengharapakan kedatangan kaum Muslimin karena kepenatan
terhadap keadaan mereka. Hal itu membuktikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam
benar-benar menjadi kenyataan.
Daerah baru yang menjadi sasaran dakwah kaum muslimin adalah daerah yang berada di
bawah kekuasaan Persia dan Bizantium.
Kekaisaran Persia meliputi daerah yang luas dari Irak bagian barat, Suriah (Syam), hingga
bagian utara Jazirah Arab. Banyak kabilah Arab yang tunduk di bawah kekuasaan mereka.
Melihat cahaya Islam belum menyentuh daerah itu maka Khalifah Abu Bakar As-Shidiq
mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah untuk mengajak
daerah tersebut masuk dalam kekuasaan Islam.
Seluruh daerah Hirah, Anbar, Daumatul Jandal, dan Fars dapat mereka kuasai. Peperangan di
wilayah kekuasaan Persia itu berhenti setelah Abu Bakar meminta Khalid bin Walid berangkat
ke Suriah, untuk menambah kekuatan pasukan muslim yang menghadapi pasukan sangat besar
dari Bizantium. Pemegang pimpinan pasukan kemudian dialihkan kepada Musanna bin Harisah.
Kekaisaran Bizantium memusatkan pemerintahannya di kota Damaskus, Suriah untuk
mengendalikan daerah jajahan di Arab dan sekitarnya.
Dengan kekuatan tentara Bizantium yang sangat besar itu maka untuk menghadapi mereka,
Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan kaum Muslimin yang dikirim tersebut adalah:

1)      Pasukan Yazid bin Abu Sofyan ke Damaskus


2)      Pasukan Amru bin Ash ke Palestina
3)      Pasukan Syurahbil bin Hasanah ke Yordania
4)      Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah ke Hims
Seluruh pasukan kaum Muslimin ketika itu berjumlah 18.000 personil. Sedangkan pasukan
Romawi berjumlah 240.000 orang. Kekuatan yang tidak seimbang itu menjadikan pasukan kaum
Muslimin sulit untuk menembus musuh. Khalifah Abu BAkar As-Shidiq kemudian
memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan melelahkan ditempuh oleh
Khalid bin Walid selama 18 hari, sebagai perjalanan yang bersejarah karena menempuh dua
padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Setelah sampai ia langsung bergabung dengan
pasukan Muslim yang ada di sana.
Peretmpuran sengit terjadi di pinggir sungai Yarmuk, maka perang besar tersebut disebut
perang Yarmuk. Ketika perang hebat masih berlangsung, pasukan kaum Muslimin mendengar
kabar bahwa Khalifah Abu Bakar meninggal dunia.
Posisi Khalifah Abu Bakar As-Shidiq diganti oleh Umar bin Khattab. Bersamaan dengan itu
Khalid bin walid digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Perang Yarmuk yang memakan
korban jiwa dan harta itu akhirnya membuahkan hasil gemilang. Kaum Muslimin dapat
memenangkan pertempuran itu sehingga menjadi kunci utama hancurnya kekaisaran Bizantium
di tanah Arab.[2]

C.     Perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab


Umar bin Khattab dilahirkan di kota Makkah pada tahun 40 sebelum hijriah atau tahun 13
di tahun gajah. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy. Ia berasal dari
suku Bani Ady. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW pada
generasi kedelapan. Nama lengkap Umar bin Khattab adalah Umar bin Khattab bin Nufail Al-
Quraisy.[3]
Umar bin Khattab masuk islam pada tahun kelima setelah kenabian dan menjadi salah
satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebelum Islam, di Kota Makkah ia sangat berpengaruh di
kalangan bangsanya, karena pada waktu itu ia adalah seorang yang gagah berani, cerdas, tangkas
dan kuat. Ia termasuk pemuka kaum Quraisy yang sangat memusuhi Nabi Muhammad SAW
sebagaimana Abu Jahal. Umar masuk islam karena mendengan untaian ayat  Setelah masuk
Islam ia berkorban untuk melindungi Nabi Muhammad SAW dan agama Islam dan ikut
berperang dalam peperangan.[4]
      Umar bin Khattab adalah orang yang sangat cerdas. Umar bin Khattab adalah satu-satunya
sahabat Nabi Muhammad SAW yang tidak serta merta menerima keputusan Nabi Muhammad
SAW terhadap suatu masalah. Akan tetapi, jika keputusan itu berdasarkan wahyu dari Allah
SWT dan bukan pemikiran Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab langsung menaatinya.
Umar bin Khattab juga sangat tegas dalam membedakan kebenaran dan kebatilan. Karena
ketegasan tersebut, Rasulullah SAW memberikan gelar Al-Faruq yang artinya pemisah atau
pembeda. Menjelang kematian Abu Bakar As-Siddiq menunjuk Umar bin Khattab sebagai
penggantinya.[5]
Banyak prssetasi yang diraih oleh Khalifah Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah
adalah sebagai berikut:

1.      Perluasan wilayah Islam


Perkembangan Islam pada masa khalifah Umar bin Khattab sangat luas hingga sampai
Negara Persia, Palestina, Syam dan Mesir.[6] Wilayah Islam pada waktu itu meliputi bekas dua
imperium besar taitu Persia dan romawi Timur atau Bizantium. Bangsa Arab khususnya,
umumnya umat islam mendapatkan kemudahan dalam menaklukkan wilayah Romawi Timur
karena didukung oleh persamaan etnis, kemiripan bangsa dan hubungan dagang yang terjalin
sebelumnya. Selanjutnya karena didukung oleh hubunga yang buruk antara penguasa Romawi
dengan bangsa-bangsa yang ada di bawah pemerintahannya. Kondisi itu dipicu oleh perbedaan
faham agama antara para penguasa dengan rakyat pribumi dan tingginya beban pajak yang diluar
kemampuan masyarakat jajahan.
Oleh karena faktor-faktor di atas, maka kehadiran bangsa Arab mendapat sambutan
dengan harapan agar mereka dapat terbebas dari pemerintahan Romawi dan sikap dictator atau
perlakuan otoriter gereja Bizantium. Perluasan wilayah pada masa khalifah Umar bin Khattab
pertama-tama melanjutkan usaha perluasan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar As-
siddiq. Secara berturut-turut, pasukan Islam berhasil menguasai Suriah, Persia dan Mesir.
Pada waktu itu, Suriah merupakan perdagangan yang penting. Oleh karena itu, Umar bin
Khattab berusaha merebut mati-matian. Wilayah Suriah memiliki beberapa kota yang menjadi
pusat kekuasaan Romawi Timur (Bizantium) yang beragama Kristen. Beberapa kota tersebut
adalah Damaskus, Yordania, Yerussalem, Hims dan Antionika. Perluasan wilayah ke Mesir
dilakukan kaum muslimin dibawah pimpinan Amru bin Ash. Sebelum masuk Islam, Amru bin
Ash telah berulang kali mengikui kafilah dagang ke Mesir. Oleh karena itu, ia mengetahui seluk
beluk dan kondisi Mesir. Atas perintah khalifah Umar bin Khattab berangkatlah 4.000 pasukan
Islam ke Mesir. Sebelum berangkat, khalifah Umar bin Khattab menyampaikan pesan
“berangkatlah dan mudah-mudahan keberhasilan menyertaimu. Apabila menerima surat dariku
sebelum sampai ke mesir, kembalilah.” Amru bin Ash mencapai perbatasan Mesir pada bulan
Desember 639 M. mula-mula ia merebut kota Al-Farama di Mesir Timur. Ia kemudian sampai di
Benteng Babilon yang termasyhur. Tempat ini merupakan pusat kekuatan kekaisaran Bizantium
yang besar. Setelah bertempur beberapa lamanya, kaum muslimin berhasil menguasai benteng
ini serta wilayah-wilayah Mesir lainnya.
Kemenangan-kemenangan umat Islam menjadikan Wilayah Islam pada masa khalifah
Umar bin Khattab meluas hingga Afrika Utara, Armenia dan sebagian wilayah Eropa Timur.
Untuk memudahkan jalannya pemerintahan, khalifah Umar bin Khattab membagi wilayah Islam
menjadi beberapa provinsi serta menunjuk seorang gubernur untuk memerintah wilayah tersebut.
Misalnya Sa’ad bin Abi Waqas memerintah di Kufah, Amru bin Ash di Mesir dan Mu’awiyah
bin Sufyan di Damaskus.

2.      Penerapan kalender hijriah


Tahukah kalian bahwa yang menetapkan sistem kalender hijriah adalah khalifah Umar
bin Khattab? Sebelum kalender hijriah ditetapkan, orang-orang menggunakan system kalender
masehi. System ini banyak digunakan orang-orang nasrani. Agar berbeda dengan nasrani kaum
muslimin juga berkeinginan untuk mempunyai system kalender sendiri. Sedangkan kaum
muslim mengusulkan bahwa tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad lahir. Sebagian lainnya
mengusulkan agar tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul
Akhirnya khalifah Umar bin Khattab menetapkan kalender Islam berdasarkan hijrahnya
Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Hal itu disebabkan hijrah merupakan titik
balik dari kemenangan Islam. Periode dakwah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah disebut
periode Makkah, sedangkan periode dakwah setelah beliau hijrah dikenal sebagai periode
Madinah. Demikian juga pembagian surat-surat Al-Qur’an. Surat yang turun sebelum hijrah
disebut surat makkiyah, sedangkan surat Al-Qur’an yang turun setelah hijrah disebut surat
Madaniyah.

3.      Membangun kota Basrah

Pada tahun 16 H/ 636 M. Kota Basrah dibangun setelah tentara Islam pimpinan Sa’ad bin
Abi Waqash menguasai Irak. Pemilihan tempat tersebut dilakukan sendiri oleh Umar bin Khattab
yaitu sebuat tempat dekat dengan kota pelabuhan Ubullah di Teluk Persia.
Selama pemerintah Umar bin Khattab kota Basrah dijadikan markas tentara Islam. Untuk
mengajarkan Islaam pada penduduk Basrah, khalifah Umar mengirimkan ulama. Ulama dari
Madinah ke kota Basrah diantaranya Hasan Al Basri. Sejak saat itu Basrah menjadi salah satu
pusat pendidikan di dunia Islam.

4.      Membangun masjid Amr bin Ash

Masjid ini adalah masjid yang pertama dibangun di Mesir dan di Afrika tahun 21 H/642
M. ketika itu letaknya di kota Fusthat ditengah-tengah perumahan kaum muslimin. Masjid ini
digunakan untuk beribadah dan berkumpul membahas urusan dunia dan agama.[7]

5.      Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru

Dalam ketetapan itu sering seakan-akan bertentangan dengan sunnah atau ketetapan Abu
Bakar pendahulunya. Namun apabila diteliti lebih mendalam, ternyata Umar memiliki jangkauan
yang menyeluruh mencakup keseluruhan ajaran Islam. Misalnya, mengenai ghanimah (harga
rampasan perang), surat al-anfal mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah
harus dibagikan dengan cara tertentu, sebagian untuk para tentara yang berperang. Demikian
juga Nabi pernah membagi-bagikan tanah pertanian di Khaibar stelah dibebaskan dari bangsa
Yahudi yang memusuhi Nabi. Namun, demi kepentingan umum dan Negara, Umar tidak
melaksanakan sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi, bahkan Umar
membagi-bagikannya kepada para petani kecil setempat, sekalipun belum muslim. Tindakan ini
menimbulkan protes keras sebagian sahabat dipimpin bilal dan menimbulkan ketegangan di
Madinah.
Akhirnya Umar mantap dengan kebijakannya itu setelah musyawarah dan mendapat
dukungan sementara para pembesar sahabat, setelah mengemukakan interpretasinya sendiri yang
meyakinkan tentang keseluruhan semangat ajaran Al-Qur’an dan kebijaksanaan Nabi.
[8] Masalah baru yang dihadapi Umar yang kemudian dipecahkan seperti ini adalah masalah
potong tangan pencuri, mengawini ahli al-kitab, cerai tiga kali yang diucapkan sekaligus dan
lain-lain.

6.      Memperbaharui organisasi Negara

Pada masa Rasul, sesuai dengan keadaanya, organisasi Negara masih sederhana. Tetapi
ketika masa khalifah Umar dimana umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa dan
urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi Negara sebagai berikut :
a.       Organisasi politik
1)      Al-Khilafaat, kepala negara ; dalam memilih kepala Negara berlaku system “bai’ah.” Pada
masa sekarang mungkin sama dengan system demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-
amru syuro bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
2)      Al-Wizaraat, sama dengan meteri pada zaman sekarang. Khaifah Umar menetapkan Usma
sebagai pembantunya untuk mengurusi pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali
untuk mengurus kehakiman, surat menyurat dan tawanan perang.
3)      Al-Kitabaat, sekertaris Negara. Umar bin Khattab mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah
bin Arqom menjadi sekertaris penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
b.      Administrasi Negara
Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khattab menyusun administrasi Negara
menjadi :

1)      Dewan-dewan (departemen-departemen)
·         Dewan al-Jundiy (dewan Harby): badan peratahnan keamanan. Orang muslim pada Rasul dan
Abu Bakar semuanya adalah prajurit. Ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk berperang
siaplah semua mengikuti perintah Nabi. Kemudian ketika perang telah selesai kembalilah mereka
menjadi pendidik sipil setelah menerima ghanimah. Masa Umar keadaan telah berubah,
disusunlah satu badan yang mengurusi tentara. Disusunlah angakatan besenjata khusus, asrama,
latihan militer, kepangkatan, gaji, persen-jataan dan lain-lain. mulai juga angkatan laut oleh
Muawiyah gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadharamy gubernur Bahrain.
·         Dewan al-Kharaj (dewan al-Maaly)/Bait al-Maal yang mengurusi keuangan Negara,
pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja Negara.
·         Dewan al-Qadla : departemen kehakiman. Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap
wilayah dan menetapkan persyaratannya.
2)      Al-Imarah ‘ala al-buldan : administrasi pemerintahan dalam negeri.
·         Negara dibagi menjadi beberapa propinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil).
·         Al-Barid : perhubungan kuda pos memakai kuda pos.
·         Al-Syurthah : polisi menjaga keamanan Negara.
3)      Mengadakan undang-undnag “Husbah” (tim pengawasan dan pengontrolan) yaitu peraturan
mengawasi urusan passer, menjaga tata tertib dan kesopanan, mengawasi timbangan dan ukuran,
begitu juga memperhatikan keberhasilan jalan umum.[9]

D.    Perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan

Nama lengkapnya dalah Usman bin Affan bin Abdil-as bin umayyah dari bani Quraisy.
Usman bin Affan dilahirkan di makkah pada tahun 576 M. Ia memeluk agam Islam lantaran
ajakan dari Abu bakar, dan menjadi salah satu seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Ia
sangat kaya tetapi berperilaku sederhana dan sebabagian kekayaannya digunakan untuk kejayaan
Islam. Ia mendapat julukan dzun nurain karena Nabi Muhammad mengawinkannya dengan dua
orang putrinya, yang pertama Ruqayah dan yang kedua adalah Umi Kulsum. Ia menyumbang
950 ekor  unta dan 1000 dirham dalam ekspedisi untuk Byzantium di perbatasan palestina. Ia
juga membeli mta air orang-orang romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk
selanjutnya diwakafkan bagi kepentingan umat Islam dan pernah meriwayatkan hadits kurang
lebih 150 hadits. Seperti halnya Umar, Ustman naik menjadi khalifah melalui pemilihan.
Bedanya, jika Umar dipilih atas penunjukkan langsung sedangkan Ustman diangkat atas
menunjukkan tidak langsung yaitu melewati badan syura yang dibentuk oleh Umar menjelang
wafatnya.[10]
Ustman bin Affan menjadi khalifah pada umr 70 tahun. Beliau menjadi khalifah selama
12 tahun. Selama masa pemerintahannya prestasi, usaha-usaha dan kebijakan khalifah Utsman
bin Affan antara lain :
1.      Pembukuan (kodifikasi) Al-Qur’an
Di antara usaha khalifat Utsman bin Affan adalah menyalin dan membukukan Al-Qur’an
menjadi beberapa mushaf, yang kemudia dikirimkan ke berbagai daerah seperti Makkah, Syiria,
Basrah dan Kuffah. Sedangkan satu buah lagi ditinggalkan di Madinah untuk pegangan khalifat
Utsman bin Affan sendiri.
Dari mushaf inilah adanya Al-Qur’an yang kita lihat sekarang ini. Khalifah Utsman menetapkan
pembacaannya dengan satu logat saja, yaitu logak Quraisy. Sedangkan sebelumnya dengan
bermacam-macam logat, seperti logat Tamim, Majed dan sebagainya.
Mushaf yang disusun pada masa khaifah Utsman bin Affan ini disebut mushaf Usmani. Mushaf
dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit dan dibantu oleh Abdullah bin zubair, Said bin Ash dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.
2.      Membangun gedung pengadilan
Pelaksanaan pengadilan pada masa Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar bin khattab selalu
diadakan di masjid dan terbuka untuk umum seluruh masyarakat bisa menyaksikan jalannya
pengadilan. Tetapi masa khalifah Ustman bin Affan dilakukan di gedung khusus untuk
pengadilan, sehingga pengadilan itu tidak dilakukan di masjid lagi.
3.      Membentuk armada Islam
Atas usulan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur Syiria, khalifah Ustman bin Affan 
telah membentuk armada Islam (angkatan laut). Hal ini disebabkan adanya peperangan dengan
bangsa Romawi (Bizantium).
Dengan adanya angkatan laut tersebut maka Mu’awiyah gubernur Syiria dapat mengalahkan dan
menguasai pulau Cyprus dan Rhoddus. Begitu juga Abdullah bin Sa’ad telah membentuk
Armada Islam di Mesir.
4.      Ronovasi masjid nabawi
Masjid nabawi muulai dibangun pada masa khalifah Umar bin Khattab diperluas oleh khalifah
Utsman bin Affan. Selain diperluas, bentuk dan coraknya juga diperindah.
5.      Perluasan wilayah
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam makin luas. Wilayah Azerbaijan berhasil
ditaklukkan pasukan muslim di bawah pimpinan Said bin Ash dan Rabi’ah Bahity. Sebagian
besar rakyat Armenia saat itu menyambut kedatangan tentara Islam dengan suka cita. Pada
umumnya, mereka lebih suka berada di bawah pemerintahan Islam daripada dikuasai kekaisaran
Romawi.[11]

E.     Perkembangan Islam pada masa Khaifah Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (Assabiqunal
Awwalun), sepupu Rasullullah SAW, dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur
Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan
juga imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab,
pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya
kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib.
Namun Rasullullah SAW tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki
derajat yang tinggi di sisi Allah.
Setelah wafatnya Utsman bin Affan, kaum muslimin mendapat kesulitan untuk
mengangkat khalifah pengganti Utsman bin Affan. Tokoh-tokoh yang dianggap layak menjadi
khalifah seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Zubair bin
Awwam menolak menjadi khalifah. Maka di Madinah terjadilah diskusi yang diadakan oleh para
tokoh kaum muslimin untuk menunjuk khalifah baru. Dari hasil diskusi yang dilaksanakan
mereka tidak menemukan orang yang lebih layak daripada Ali bin Abi Thalib. Dia putra paman
Nabi dan sekaligus menantu beliau, dia pula lah anak muda yang pertama kali masuk islam dan
banyak membantu perjuangan Nabi. Maka, mayoritas yang hadir memilihnya dan membaiatnya
sebagai khalifah keempat. Peristiwa tersebut terjadi enam hari setelah Utsman bin Affan wafat.

1.      Prestasi – prestasi Khalifah Ali bin Abi Thalib

Berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang banyak menyebarkan agama dan


ajaran islam ke berbagai pelosok dunia, pemerintah khalifah Ali bin Abi Thalib disibukkan
dengan mengurusi masalah intern yang muncul dan cenderung membawa perpecahan dikalangan
umat islam. Selain karena ‘hubbudunya’ (cinta dunia) telah menggerogoti akidah sebagai umat
islam, juga pengaruh orang-orang munafik yang tidak suka dengan kemajuan islam di daerah
yang telah berada dalam kekuasaan kaum muslimin. Mereka menggerogoti pemerintahan islam
mulai akhir penghujung zaman khalifah Umar bin Khattab.
Diantara usaha-usaha yang dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib adalah :
a.       Membersihkan Para Pejabat yang Korup
Ali bin Abi Thalib sejak awal terkenal dengan ketegasannya dalam menjunjung kebenaran.
Beliau dan juga para khalifah sebelumnya sangat menjunjung tinggi dan mengamalkan apa-apa
yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Khalifah Ali bin Abi Thalib mendengar
berita bahwa diantara gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh khalifah Utsaman bin Affan
tidak memperlakukan rakyat dengan adil dan kasih saying. Bahkan, jumlah pungutan pajak
dengan hasil menghimpun oleh negara banyak kejanggalan.
Dengan tegas, khalifah memberhentikan beberapa gubernur yang dicurigai melakukan
beberapa penyimpangan. Diantara para gubernur yang diberhentikan adalah Mu’awiyah bin Abi
Sufyan gubernur Syam. Karena peristiwa tersebut, akhirnya terjadi perselisihan antara kelompok
Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
b.      Memadamkan Pemberontakan-pemberontakan di Kalangan Umat Islam
Terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan tahun 35 H meninggalkan masalah yang
berkepanjangan dikalangan umat islam saat itu. Kelompok-kelompok yang tidak puas dengan
kelambanan khalifah dalam menghukum orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman
bin Affan membuat kelompok sendiri yang dipimpin oleh Zubair bin Awwam, Thalhah bin
Ubaidillah, dan Siti Aisyah Ummul Mukminin. Dengan dukungan dari Bani Umayyah di Syam,
mereka menyusun kekuatan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang memandang gerakan tersebut sebagai pembangkangan
terhadap kekhalifahan segera menyerbu kelompok tersebut sehingga terjadi dua kali peperangan.
Pertama, perang Az-Zabuqah tahun 36H terjadi di Basrah. Kedua, perang Jamal tahun 36H yang
dimenangkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib yang menewaskan sekitar 10.000 kaum muslimin,
termasuk Zubair bin Awwam dan Thalhah. Sedangkan Siti Aisyah, berhasil ditawan setelah
untanya dibunuh, beliau dipulangkan ke Madinah dalam keaadan dihormati. Kedua perang diatas
sungguh menguras dan melelahkan kekuatan khalifah Ali bin Abi Thalib walaupun beliau
memenangkan perang tersebut.
c.       Menyempurnakan Tulisan Al-Qur’an
Salah satu jasa Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah penyempurnaan tulisan Al-Qur’an dengan
member tanda titik dan harakat (syakal/baris) oleh hali tata bahasa yang bernama Abul Aswad
Ad-Dualy yang ditugaskan oleh beliau. Pekerjaan tersebut disempurnakan di zaman khalifah
Abdul Malik bin Marwan (Masa Daulah Bani Umayyah).[12]
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad
SAW wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi
dan baik yang memunyai sifat, Arif dan bijaksana. Berilmu yang luas dan mendalam,Berani
bertindak dll.
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di pilih berdasarkan musyawarah.
Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah melalui pertemuan
saqifah atas usulan umar. Problem besar yang dihadapi Abu Bakar ialah munculnya nabi palsu
dan kelompok ingkar zakat serta munculnya kamum murtad Musailimah bin kazzab beserta
pengikutnya menolak. membayar zakat dan murtad dari islam yang mengakibatkan terjadinya
perang Yamamah. Perang tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Umar bin Khattab yang tahu akan hal itu merasa khawatir akan kelestarian Al-Qur’an
hingga dia mengusulkan kepada Abu Bakar as-shiddiq agar membukukan/mengumpulkan
mushaf yang ditulis pada masa nabi menjadi satu mushaf Al-Qur’an. Mushaf yang sudah
terkumpul disimpan oleh Abu Bakar, ketika Abu Bakar sakit dia bermusyawarah dengan para
sahabat untuk menggantikan beliau menjadi khalifah pada masa Umar gelombang exspansi
pertama terjadi. Umar membentuk panitia yang beranggotakan 6 orang sahabat dan meminta
salah satu diantaranya menjadi khalifah setelah Umar wafat. Panitia berhasil mengangkat
Utsman menjadi khalifah. Pada masa pemerintahan utsman wilayah islam meluas sampai ke
Tripoli barat, Armenia dan Azar Baijan hingga banyak penghafal Al-Qur’an yang tersebar dan
tarjadi perbedaan dialek, yang menyebabkan masalah serius. Utsman membentuk tim untuk
menyalin Al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar, tim ini menghasilkan 4
mushaf Al-Qur’an dan Utsman memerintahkan untuk membakar seluruh mushaf selain 4 mushaf
induk tersebut.
Utsman dibunuh oleh kaum yang tidak puas akan kebijakannya yang mengangkat pejabat
dari kaumnya sendiri (Bani Umayah). Setelah Utsman wafat umat islam membaiak Ali menjadi
khalifah pengganti utsman, kaum Bani Umayah menuntut Ali untuk menghukum pembunuh
Utsman, karena merasa tuntutannya tidak dilaksanakan Bani Umayah dibawah pimpinan
Mu’awiyah memberontak terhadap pemerintahan Ali. Perang Sifin mengakibatkan perpecahan
pada kelompok Ali. Dipenghujung pemerintahan Ali umat islam terpecah menjadi tiga golongan,
yaitu, Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Ali), dan Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali).
Setelah Ali meninggal, ia diganti oleh anaknya, Hasan. Hasan mengadakan perundingan damai
dengan Mu’awiyah dan umat islam dikuasai oleh Mu’awiyah. Dengan begitu berakhirlah
pemerintahan yang berdasarkan pemilihan (khulafaur rasyidin) berganti dengan sistem kerajaan).
B. Saran

Dari uraian di atas, maka dalam kesempatan ini penulis ingin memberikan
saran khususnya kepada penulis sendiri umumnya kepada kaum muslim untuk
senantiasa mengambil pelajaran dari sejarah Khulafaur Rasyidin, yang dipimpin
oleh sahabat-sahabat Rasulullah.

DAFTAR PUSTAKA

http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/05/makalah-khulafaur-rasyidin.html

http://mudirulachmad.blogspot.co.id/2016/06/makalah-masa-khulafaur-
rasyidin.html

http://riski-gastroid.blogspot.co.id/2015/05/makalah-sejarah-peradaban-Islam-
khulafar-rasyidin.html

https://nadinsani.blogspot.co.id/2015/11/makalah-khulafaur-rasyidin.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Khulafaur_Rasyidin

Anda mungkin juga menyukai