Anda di halaman 1dari 22

MASA KEPEMIMPINAN KHALIFAH ABU BAKAR As-SIDIQ ra

DAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB ra


MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
MAHASISWA PROGRAM MAGISTER – S2 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
DOSEN PENGAMPU
Dr. KURTBUDDIN AIBAK, M.HI

DISUSUN OLEH

MOCH. LUTHFI MURTADLHO

NIM. 12502184005

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN) TULUNGAGUNG

TAHUN 2018
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami,
sehinggakami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Sejarah Peradaban Islam
dengan judul Masa Kemepimpinan Khalifah Abu Bakar As Siddiq ra Dan Khalifah Umar
Bin Khattab ra
Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk Dr.
Kuthbuddin Aibak , M.H.I selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Progam Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah Sejarah Peradaban Islam Masa Kemepimpinan Khalifah Abu Bakar As
Siddiq ra Dan Khalifah Umar Bin Khattab ra ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang dibimbing oleh Bpk Bpk Dr. Kuthbuddin Aibak ,
M.H.I
Dalam makalah dengan tema Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Kemepimpinan
Khalifah Abu Bakar As Siddiq ra Dan Khalifah Umar Bin Khattab ra ini, kami akan
membahas tentang Masa Kemepimpinan Khalifah Abu Bakar As Siddiq ra Dan Khalifah
Umar Bin Khatta bra.

Penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.

Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi
kami penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

Tulungagung, 13 September 2019

Penyusun
Daftar isi
Masa Kemepimpinan

Khalifah Abu Bakar As Siddiq Dan Khalifah Umar Bin Khattab

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kepemimpinan adalah amanah.dan karena itu, dalam suatu system yang islami,
seseorang tak boleh menuntut suatu jabatan.[1] Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kelompok masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu komunitas masyarakat,
bangsa dan negara tidak akan maju, aman dan terarah jika tidak adanya seorang pemimpin.
Pemimpin menjadi kunci keberhasilan dalam suatu komunitas masyarakat, pemimpin yang
mampu memberi rasa aman, tentram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya, itulah yang
dianggap sebagai pemimpin yang sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang
dicintai oleh yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu
diikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu.
Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah kepemimpinan
Rasulullah saw beserta para sahabatnya (Khulafaur Rasyidin). Abu Bakar terpilih menjadi
kalifah untuk mengganti kepemimpinan setelah Rasulullah saw merupakan anugrah
tersendiri, dan semacam ini merupakan keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya. Pada
dasarnya sahabat Rasulullah saw merupakan orang yang akan mewarisi dakwah Islamiyah/
risalah bagi seluruh umat manusia, sekaligus menjadi pemimpin bagi dirinya dengan
keteladanan yang mereka unggulkan dan keistiqamahan di dalam menjalankan syari’at Allah
swt dan Rasul-Nya, baik melalui kitabullah maupun sunnah Rasulullah.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana kiprah kepemimpinan pada masa khalifahan Abu
Bakar dan Khalifah umar bin Khattab selama menjadi pemimpin, problematika yang
dihadapi sekaligus kemajuan yang telah dicapai dalam memperjuangkan dan memperluas
daerah kekuasaan Islam, sehingga Islam bisa jaya ketika itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kepemimpinan Abu bakar As shidiq?
2.      Bagaimana kepemimpinan Umar bin Khattab?
C.    TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk :
(1). Mengetahui bagaiman kepemimpinan Abu Bakar As shidiq ra,
(2). Mengetahui bagaiman kepemimpinan Umar bin Khattab ra

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Abu Bakar As Siddiq 

1. Riwayat Singkat Abu Bakar  As Siddiq  (632-634 M/11-13 H)


Abu Bakar merupakan sahabat terdekat Nabi saw, beliau yang menemani Nabi berhijrah dari
Makkah ke Madinah, selain itu beliau juga merupakan mertua dari Nabi saw, karena Nabi
menikah dengan putri beliau yaitu Siti ‘Aisyah. Abu Bakar mendapatkan gelar ash
Shiddiq, artinya orang yang membenarkan dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad
SAW.[2] Nama Abu Bakar yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (hamba ka’bah), yang
kemudian diganti oleh Rasulullah saw menjadi Abdullah (hamba Allah). Abu Bakar as Siddiq
atau Abdullah bin Abi Quhafah (Usman) bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim
bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al Quraisy at Tamimi. Nasabnya bertemu
dengan Nabi saw dikakeknya yang keenam yaitu Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Dan ibunya,
Ummul Khair sebenarnya bernama Salma binti Sakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin
Taim. Abu Bakar Ash Siddiq tumbuh besar di Mekah dan tidak pernah keluar dari Mekah
kecuali untuk tujuan dagang dan bisnis. Beliau memiliki harta kekayaan yang sangat banyak
dan kepribadian yang sangat menarik, memiliki kebaikan yang sangat banyak, dan sering
melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Setelah meninggalnya nabi Muhammad SAW Abu bakar terpilih menjadi pemimpin
untuk menggantikan nabi Muhammad Abu bakar melanjutkan tugas-tugaas sebagai
pemimpin agama dan kepala kepemerintahan.Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata
diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut
dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilahAmir
al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman) Abu bakar menjadi khalifah hanya 2
tahun.
Pada tahun 634M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab
yang tidak mau tunduk lagi kepada kepemerintahan madinah. Mereka menganggap perjanjian
yang dibuat dengan nabi Muhammad dengan sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu,
mereka menantang Abu bakar. Karena sikap keraskepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama,dan pemerintahan, Abu bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa
yang disebut perang riddah (perang melawan kemurtadan).[3]

2. Kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq


Pemerintahan Abu Bakar adalah pemerintahan pertama yang mengobarkan
peperangan dan memepersenjatai bala tentara untuk membela hak-hak kaum kafir yang
lemah. Dalam hal ini Abu Bakar sangat di kenal dengan sebuah ungkapannya sekaligus yang
menjadi komitmennya : “Demi Allah jika mereka tidak mau membayar zakat dari harta yang
mampu mereka bayar , padahal (dahulu) mereka membayarkannya kepada Rasulullah SAW.
Maka niscaya aku akan memerangi mereka.” Abu Bakar yang memulai penakhlukan dan
perluasan Islam pada masanya, Islam mampu menakhlukan Persia dan Romawi, bahkan
beliau meninggal pada saat perang yarmuk melawan imperium Romawi. Dalam setiap
peperangan yang diperintahkan beliau adalah selalu menanamkan nilai-nilai etika yang
berdasar al Qur’an dan as sunnah. Beliau mewasiatkan pada kaum Muslimin : “Janganlah
sekali-kali membunuh pendeta biarlah mereka melaksanakan peribadatan sesuai keyakinan
mereka
Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu bakar, sebagaimana pada masa
rasulullah, bersifat sentral. Kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan
khalifah.[4] Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga menjalankan hukum. Abu
bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya untuk bermusyawarah seperti nabi Muhammad
dulu.
Setelah menyelesaikan perang dalam negeri, barulah Abu bakar mengirim kekuatan
ke luar arabiah.khalid bin walid dikirim ke irak  dan dapat menguasai Al-Hirah ditahun 634M
ke Syiriah dikirim ekspedisi dibawah pimpinan 4 jendral yaitu Abu Ubaida, Amr ibn’Ash,
yazid ibn Abi Sufian dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan di pimpin oleh Usamah yang masih
berusia18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan
meninggalkan Irak untuk pergi ke Syiria.
Abu bakar meninggal dunia, sementara barisan pasukan depan sedang mengancam
palestina, irak dan kerajaan Hirah. Ia digantikan oleh tangan kanannya yaitu Umar bin
Khatab. 
Dimasa pemerintahan khalifah pertama yaitu Abu Bakar Asidik masih terdapat
pertentangan dan perselisihan antara Negara islam dan sisa-sisa tabilah arab yang masih
berpegang teguh pada warisan jahiliyah. Namun demikian, kegiatan (proses) pengaturan
menejemen pemerintahan khalifah Abu Bakar telah dimulai.
Dalam menejemen pemerintahan yang terpusat, kekuasaan khalifah dibatasi pada
penegakan keadilan diantara manusia, penciptaan stabilitas keamanan, system pertahanan,
dan pemilihan pegawaidan pendelegasian tugas diantara sahabat dan kegiatan musyawarah
dengan mereka. Khalifah Abu Bakar senantiasa melakukan infestigasi dan pengawasan
terhadap kinerja pegawainya. Abu Bakar ash Sidiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks
tertulis al Quran. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan
Musailamah dalam perang Ridda, banyak penghafal al Qur’an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Abu Bakar ash Sidiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan
koleksi dari al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal al
Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan
oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad saw. Kemudian
pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al
Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
sahabat untuk bermusyawarah.

Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya
yaitu:

1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum
Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya
dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan
kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu
timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam
dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi,
sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah
ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis
dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam
dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan
Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga
dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al
Qathani, 1994:166-167).
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
1. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang
yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
2. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban
zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu
memerangi mereka sampai tuntas.

1. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar
menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus,
Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.
Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta
Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan
ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan
melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari
Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1.                   Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika
beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam
suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-
tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka
setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu
keputusan dan suatu peraturan.
2.                        Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum
muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan
pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at.
Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi.
3.                        Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak
dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan
urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat
menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah,
maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat
sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4.                         Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak
pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan
mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum
Muslim maupun non Muslim.
5.      Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum
muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka
Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah
mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun
keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap
usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar
mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua
menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah
berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan
rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul
Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai
pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.
3. Kemajuan yang telah dicapai
Pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun di dalam pengembangan
Islam, antara lain :
a.       Perbaikan sosial (masyarakat)
b.      Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
c.       Mengumpulkan ayat-ayat al Qur’an
d.      Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
e.       Meningkatkan kesejahteraan umat perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar, ialah usaha
untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan Tanah Arab
dari para penyelewengan (orang  murtad, nabi palsu dan orang yang enggan membayar
zakat).  Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu
Bakar melakukan perluasan wilayah luar jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Iraq dan
Syria yamg berbatasan langsung dengan wilayah kekuasan Islam.

4.      Prestasi atau keberhasilan  yang telah dilakukan Khalifah Abu Bakar ash Shidiq,
sebagai berikut :

a. Perbaikan Sosial Masyarakat

1)      Memerangi kaum murtad


Setelah Rasulullah wafat, sekelompok orang Madinah menyatakan keluar dari Islam dan
melakukan pemberontakan. Kelompok inilah yang disebut Kaum Riddah.
2)      Mengatasi orang yang tidak mau membayar zakat
Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi
Muhammad, oleh karena itu setelah Nabi Muhammad wafat mereka enggan membayar zakat.
3)      Memberantas Nabi-nabi palsu
Orang-orang yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada semenjak Nabi Muhammad
masih hidup. Namun setelah Nabi saw wafat mereka semakin berani, diantara orang-orang
yang mengaku sebagai Nabi adalah :
a)      Aswad al Ansi, orang yang pertama kali mengaku sebagai nabi
b)      Musailamah al Kazzab, pada waktu terjadi Perang Yamamah yang menyebabkan banyak
penghafal al Qur’an wafat
c)      Saj’ah, wanita Kristen yang mengaku sebagai nabi
d)     Thulaihah bin Khuwailid, dalam pertempuran ia kalah dan akhirnya masuk Islam

b.      Pengumpulan Ayat-ayat al Qur’an


Dalam perang Yamamah, banyak sekali para sahabat penghafal al Qur’an yang wafat, oleh
karena itu Sahabat Umar mengusulkan agar dilakukan pembukuan al Qur’an karena khawatir
al Qur’an akan musnah. Oleh karena itu Khalifah Abu Bakar memberikan tugas kepada Zaid
bin Tsabit untuk menuliskannya kedalam satu mushaf dan disimpan di kediaman Abu Bakar.

c.       Perluasan wilayah Islam


1)      Perluasan ke wilayah Irak dan Persia, dipimpin oleh Khalid bin Walid
2)   Perluasan ke wilayah Syiria, dipimpin oleh Usamah bin Zaid
3)   Perluasan ke wilayah Palestina, dipimpin oleh Amr bin Ash
4)   Perluasan ke wilayah Roma, dipimpin oleh Ubaidah bin Jarrah
5)   Perluasan ke wilayah Damaskus, dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah
6)   Perluasan ke wilayah Yordania, dipimpin oleh Surahbin bin Hasanah
Ibrah dari kisah khalifah Abu Bakar ash Shidiq, sebagai berikut :
1.    Menciptakan stabilitas sosial dengan cara mengatasi orang-orang murtad dan para
pemberontak.
2.    Menerima masukan dari orang lain demi kebaikan, hal ini ditunjukkan dalam usaha
pembukuan al Qur’an
3.    Menyebarkan Islam dengan cara damai, karena selain dengan cara perang, penyebaran
agama Islam dapat dilakukan dengan dakwah dan suri teladan yang baik.
B.     Umar bin Khattab

1. Riwayat Singkat Umar Bin Khattab


Umar bin Khatab (583-644) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin
Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay,
adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk
kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan
berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki postur
tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai
berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki
kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang
akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya
yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta
yang diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika
tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Isalm belum tentu
bisa berkembang seperti zaman sekarang.
            Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi
rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu
kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota
mengawasi kehidupan rakyatnya. Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai
tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki
Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga
kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan
dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.

2. Kepemimpinan Umar Bin Khatab

            
       Ketika Abu Bakar r.a sebelum wafat, dia mengangkat Umar sebagai khalifah setelah
bermusyawarah dengan para sahabat senior dan persetujuan mereka dalam hal itu  (Ath-
Thabari, di dalam Al haritsi, 2006). Hal ini dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian
politik antar umat Islam sendiri.Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui
proses pemilihan pada masanya maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan
terdapat banyak  kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak
stabil sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Pada
saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai
khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan
kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai
khlifah pada tahun 13H/634M.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan
khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka
disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau.
Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a
dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti
khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya,
setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah
meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan
sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan
terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil
sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.
Kebijakan-kebijakan politik dan pengaturan pemerintahan Umar bin Khattab.
1.      Mengatur seluruh strategi perluasan islam bahkan pada beberapa hal sampai dengan strategi
teknis.
2.      Menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, menindak orang-orang yang dholim dengann
tegas (dicopot jabatannya, dll).
3.      Membentuk Hakim (Qadhi) di kota besar (Madinah, Syam, Mesir, dan Persia).
4.      Membentuk lembaga keuangan dan melakukan sensus penduduk.
5.      Mengendalikan seluruh sistem pemerintahan dengan ketat (supervise/ pengendalian ketat).
6.      Menekankan keimanan, tanggung jawab sosial diatas pribadi hidup sederhana, keteladanan
kepada seluruh wakil-wakilnya didaerah.
7.       Umar melarang memberi zakat pada muallaf.
8.       Dimulai penanggalan Hijriyah berdasarkan Hijrahnya Umat Islam, sebagai upaya
penguatan identitas muslim.
9.      Talak tiga sekali ucapan
10.  Pembagian harta ghonimah yang tersentral & membentuk departemen keuangan.
11.   Melakukan sensus penduduk.
12.    Penghapusan nikah mut’ah
13.   Melarang mengumpulkan hadits, kemudian membiarkannya

Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu


kozta Syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah dipertempuran Yarmuk,seluruh daerah Syiriah jatuh kebawahkekuasaan islam. Dengan
memakai Syiriah sebagai basis ekspansi diteruskan ke mesir dibawah pimpinan ‘Amr ibn
‘Ash dan ke Irak dibawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandariyah,ibu kota Mesir,
ditaklukkan tahun 641M. dengan demikian, Mesir jatuh kebawah kekuasaan islam. Al-
Qadisiyah,  sebuah kota dekat Hirah di Irak,jatuh pada tahun 637M. dari sana serangan
dilanjutkan ke ibukota Persia. Pada tahun 641M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian,
pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi Jazirah Arabiyah,
Plastina, Syiriah,sebagaian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi
Negara dengan mencontohkan administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah,
Syria, Jaziriah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang
perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan diterbitkan system pembayaran gaji dan pajak
tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum.[5]Umar juga mendirikan Bait Al-mal, menempa mata uang
dan menciptakan tahun hijrah.[6]
Umar memerintah selama 10 tahun (13 sampai 23 H-634 sampai 644M). Masajabatannya
berakhir dengan kematian. Ia dibunuh oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu’lu’ah.
Untuk menentukan penggantinya, dia menunjuk 6 orang sahabat dan meminta kepada mereka
untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah yaitu Usman, Ali, Thalahah,
Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, dan Abdurrahman ibn’Auf. Setelah Umar wafat tim ini
bermusyawarah danberhasildan menunjuk Usman sebagai khalifah.
Pada zaman kepemerintahan Umar bin Khatab sudah diperhatikan konsep dasar
hubungan antara Negara dan rakyat, pentingnya tugas pegawai pelayanan public dan menjaga
kepentingan rakyat dari otoritas pemimpin. Umar melakukan pemisahan antara kekuasaan
peradilan dengan kekuasaan eksekutif,beliau memilih hakim dalam system yang independen
guna memutuskan persoalan masyarakat. System peradilan ini terpisah dari kekuasaan
eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara langsung.
Khalifah Umar menjelaskan dasar-dasar system peradilan. Surat yang dikirimkan beliau
kepada Abdullah bin Qais (Abu Musa al-Asy’ari) hakim kota bashrah, menjelaskan dasar-
dasar, prinsip dan karakter  yang harus melekat dalam system peradilan. Para hakim
merupakan golongan yang memiliki peranan penting dan bertanggung jawab untuk
merealisasikan keadilan dalam masyarakat muslim, dan mereka merupakan bagian dari
pegawai Negara.[7]
Dasar-dasar sitem yang dijelaskan Umar dalam surat tersebut mecerminkan
kesadaran,intelektual dan kemampuan yang tinggi dari diri sahabat Umar. Surat ini dijadikan
sebagai dasar system peradilan. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ditelorkan
pemikiran adanya pengawasan manajemen terhadap kinerja pegawai public. Pengawasan ini
dimaksudkan untuk menjaga penduduk (masyarakat) tindak kedzaliman dan kesewenangan
pegawai pelayanan publik atau seorang pemimpin. Pemikiran ini kemudian dikembangkan
dengan membentuk lembaga pengawasan pada masa abbasiyah. Dengan mendirikan diwan
(lembaga) khusus dengan orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakanyayang
kemudian dikenal dengan ‘Shahib al Madzalim’. Khalifah umar menjelaskan ketakutan
khalifah terhadap kedzaliman dan kesewenangan pemimpin terhadap umatnya.
Khalifah Umar tidak akan mengangkat seorang pemimpin kecuali ia telah menuliskan
perjanjian yang disaksikan oleh beberapa sahabat muhajirin dan Anshor. Khalifah juga
memberikan syarat untuk makan-makanan yang baik dan bersih, memakai pakaian tebal dan
khalifah umar juga senantiasa mengelilingi rumah-rumah kaum muslimin untuk mengetahui
kondisi rakyat yang sebenarnya, juga berkeliling dipasar dan memberikan putusan terhadap
pelaku pasar yang sedang berselisih. Bahkan beliau memiliki tekad untuk melakukan inspeksi
langsung di provinsi dan wilayah kekuasaan islam untuk mengetahui kondisi rakyat yang
sebenarnya. Khalifah umar mempunyai pemikiran untuk memisahkan administrasi, penarikan
harta kaum muslimin dari system peradilan dan kekuasaan ekskutif. Lembaga keuangan
Negara ini tepisah dan independen dari kekuasaan pemimpin ekskutif, system peradilan
ataupun pemimpin tetara perang.
Lembaga keuangan ini memiliki pegawai yang akan mengatur keuangan Negara sesuai
dengan pos-pos yang telah disepakati  jika masih dapat kelebihan, dana itu dikumpulkan dan
diserahkan kerumah khalifah untuk disimpan ke baitul Mal kaum muslimin. Di masa
kekhalifahan umar wilayan kekuasaan islam semakin luas, sehingga wilayah tersebut dibagi
beberapa provinsi untuk mempermudah pengaturannya dan pemberdayaan sumberdaya yang
ada.[8]

Umar mengendalikan islam saat itu dengan pola kepemimpinan sosial yang baik, yakni:
1.      Pola hidup Umar yang sederhana, dan sangat mengutamakan kesejahteraan umatnya
khususnya orang fakir miskin daripada keluarganya sendiri.
2.        Kasus saudara Umar yang minta bagian maal lebih banyak, yang ditolak, karena lebih
mendahulukan muslim yang mempunyai jasa terhada islam terlebih dahulu, berdasarkan
masuknya, dan kualitas jasanya.
3.      Kasus anaknya Amr bin Ash yang menganiaya orang miskin yang kemudian dihukum
dengan keras.
4.      Kasus seorang Yahudi yang mengadu ke Umar karena rumahnya digusur oleh Amr di
Mesir, yang kemudian Amr diperingatkan oleh Umar dengan tulang yang digaris dengan
pedangnya.
5.       Kasus pembantu yang mencuri malah dibela, malah juragannya yang dihukum sebab tidak
melaksanakan haknya.
6.       Kasus anaknya Umar bin Khattab yang minum Khamr kemudia dihukum 2 kali lipat oleh
umar langsung kemudian sakit & meninggal.
7.        Saat perjalanan menuju ke Palestina gantian dengan pembantunya serta sikap Umar
melihat sambutan mewahnya Muawiyah
8.      Kasus saat paceklik Umar hidup prihatin sama seperti rakyatnya, dan senantiasa
mengontrol keadaan umatnya, bahkan pada suatu malam ada seorang ibu yang memasak batu
untuk menenangkan anaknya karena tidak punya makanan, ketika Umar tahu hal itu, maka
dia langsung turun tangan menyelesaikannya saat itu juga. Karena takut akan pertanggung
jawaban nantinya diakherat.
9.       Sangat takut akan pertanggung jawaban sebagai pemimpin di akherat, sehingga dia benar-
benar totalitas untuk membantu umatnya
·         Menata administrasi  dan keuangan pemerintahan
Selama pemerinatahannya, Umar melakukan banyak reformasi secara administratif .
antara lain dengan pembentukan:
1)      Baitul Mal sebagai lembaga yang mengurusi keuangan negara
2)      Dewan Perang lembaga administrasi ketentaraan
Selain itu, Umar juga memberikan santunan kepada seluruh rakyat berdasarkan lamanya
memeluk Islam
·         Penetapan kalender hijriyah
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan tentang aturan penanggalan Islam, bahwa:
1)      Awal penghitungan tahun hijriyah berdasarkan hijrah Rasul ke Madinah
2)      Hijrah adalah simbol titik balik kemenangan Islam
3)      Hijrah menandai pembagian surah-surah al-Qur’an
4)      Hijrah menandai dua periode dakwah
3.        Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala
zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap
kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa,
tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya
dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah(syariat)
sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak
heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa
mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).
Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh
mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik
terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai
dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid,
1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga
menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200
dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60
dinar disamping tunjangan (al-jizyaat)  karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg Islam) sebagai
pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :

1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.


2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..
Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat keme-
nangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan
dari assalb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund,
sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi
menurut ijtihad beliau.
Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki
dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah.
Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin
diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar
mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi
bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-
bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
Di samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya mengilhami
dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Disamping itu Nidzamul
Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali
bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat
berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta
tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek
kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan
minoritas (Yahudi- Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak
ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada
masa Umar.
Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan
ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada
muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana
penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah
ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan


sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan
militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.
Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi
idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.

Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu :


1. 1.          Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun
naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis,
kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah  (tarikh).
2. 2.          Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair
dan khitabah  (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan
pesat pada masa permulaan Islam.
3. 3.          Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan
filsafat.
Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:

¶   Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an

¶   Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.

¶   Dibutuhkan dalam istimbath  (pengambilan) hukum.


¶   Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.

Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong
oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang
menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu
pengetahuan Islam”.

Dalam masaklah peradilan Umar bin Khattamb melimpahkan wewenang kepada haikm
daerah yang ditunjukan melalui, surat yang Beliau kirim kepada Abu Musa Al-Asy’ari
(hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip berperkara di
persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat tersebut adalah:
¶   Memutuskan perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah
yang harus diikuti.

¶   Sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat
bertindak adil. Sesungguhnya berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat.

¶   Pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, baik dalam persidangan maupun
dalam menetapkan keputusan, sehingga pejabat tidak mengharap menang (karena ketidak
adilan peradilan) dan orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan.
¶   Alat bukti dibebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak
tergugat. Kelima, damai –sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

¶   Berilah waktu kepada penggugat untuk mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan
diputuskan harus berdasarkan alat-alat bukti.

¶   Hakim harus berani mengakui kesalahan apabila ternyata dalam keputusannya terdapat
kekeliruan (prinsip peninjauan kembali).

¶   Kesaksian seorang muslim dapat diterima kecuali muslim yang pernah memberikan
kesaksian palsu, pernah dijatuhi hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan,
seorang hakim dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila
perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
¶   Dalam proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan
marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan perkara
dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT

Dalam masa kekhalifahannya pula, Umar bin Khatab telah membuat masyarakat semakin
makmur. Umar memperlihatkan kegeniusan dalam mengatur administrasi sipil. Setiap negeri
dibagi menjadi propinsi-propinsi, pendataan tanah dan sensus diadakan, kantor-kantor
didirikan,angkatan kepolisian disusun, saluran-saluran digali, kas negara dimulai. Kalender
Hijriyah yang sangat membantu pencatatan sejarah juga mulai dikenalkan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama
lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria
yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya atau kewenangannya yang dimiliki yang
sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkannya.
Rahasia utama kepemimpinan yaitu kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan hanya dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati
selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh
dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal.
Gaya Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar ash Shidiq merupakan seorang khalifah penerus
perjuangan Nabi yang berusaha menciptakan sebuah masyarakat yang hidup dalam zaman
“Baldatun tayyibatun warabbun ghafur”. Dengan dua sifat yang menonjol yaitu,
kelembutannya beliau menginsyafkan orang yang berbuat munkar dengan ketegasannya
beliau mengatasi orang yang memberontak.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi
rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu
kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota
mengawasi kehidupan rakyatnya. Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai
tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki
Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga
kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan
dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”

DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. 1993. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.


Ibrahim, Ahmad, Abu sinn. Manajemen syariah. 2006. PT RajaGrafindo
Persada.              Jakarta.
Badi’, shaqqar, Abdul. Kepemimpinan Islami. 1970. Cet.II. Pustaka
Progessif.                   Surabaya.
Nu’man, Syibli. Umar Yang Agung. 1981. Pustaka. Bandung.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid 1. 1987. Pustaka
Alhusna.                        Jakarta.
[1] Abdul Badi’ shaqar, Kepemimpinan Islami, 1970, Cet.II, hlm vi.
[2] Ibid, hlm.155.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam., 1993,  hlm 35-36.
[4] Ibid, hlm 36.
[5] Syibli Nu’man,.Umar Yang Agung,   hlm. 264-276 dan 324-418.
[6]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid 1, hlm. 263.
[7] Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah, hlm. 39.
[8] Ibid, hlm. 43

Anda mungkin juga menyukai