Anda di halaman 1dari 21

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP EKONOMI MODERN

IFT, KARTU KREDIT, DAN PERSAINGAN USAHA


Rifki Lukman Hakim
Fakultas Syariah
IAIN Surakarta

Abstrak
Perkembangan zaman yang semakin maju membuat berbagai macam
inovasi telah bermunculan dalam berbagai bidang tidak hanya dalam bidang
teknologi dan informatika. Dalam bidang ekonomi pun mengalami perubahan
sistem yang signifikan. Munculah beberapa produk baru yang dinilai perlu akan
adanya kajian lebih mendalam mengenai masalah ini diantaranya : Multi Level
Marketing, Waralaba, Perniagaan Secara Elektronik, Electronic Fund Transfer,
Kartu Kredit, dan Persaingan Usaha. Dalam penulisan makalah ini penulis
mengunakan metode literasi dimana sumber utama dari makalah ini adalah buku,
jurnal, ataupun reverensi lain yang terkait dengan pokok masalah yang sedang
dibahas. Dengan studi literasi diyakini lebih mudah dalam memahami pokok
pemhasan yang sedang dilakukan. Dalam makalah ini hanya menyoroti tiga
masalah pokok yaitu : Electronic Fund Transfer, Kartu Kredit, dan Persaingan
Usaha. Dimana perkembangan dari tiga masalah tesebut semakin meningkat.
Disini akan dipaparkan mengenai bagaimana hukum islam memandang fenomena
tersebut melalui kacamata hukum islam dan bagaimana penerapan yang sesuai
syariat islam. Di akhir penulis menyimpulkan bahwasanya dalam penerapan
sistem perekonomian di kanca modern ini senantiasa selalu perpegang teguh
kepada hukum islam, dimana hukum islamlah yang telah mengatur segalanya
baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Perekonomian yang baik adala
perekonomian yang berpegang teguh kepada hukum dan tidak menyalahi atura,

Kata Kunci : Electronic Fund Transfer, Kartu Kredit ,Masalah Persaingan


Usaha. Ekonomi, Hukum Islam.

1
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman membuat berbagai inovasi
muncul tak terkecuali dalam bidang ekonomi baik ekonomi micro maupun
ekonomi macro. Di era milenial ini muncul berbagai kemudahan dalam
bidang ekonomi masyarakat dimudahkan dengan berbagai kemunculan
berbagai macam produk. Disisi lain islam sangat toleran terhadap
kemunculan produk baru dalam ekonomi ini, islam menyoroti
perkembangan di bidang ekonomi ini mengacu kepada salah satu kaidah
fiqh yaitu “

‫األصل ىف املعامالت اإلابحة إال أن يدل الدليل على جحرميها‬


“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh
dilaksanakan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Hal ini membuat proses perkembangan bermuamalah menjadi
bebas selama tidak ada dalil yang melarangnya. Mulai dari sinilah muncul
berbagai persoalan mengenai hal ini diantaranya : Multi Level Marketing,
Waralaba, Perniagaan Secara Elektronik, Electronic Fund Transfer, Kartu
Kredit, dan Persaingan Usaha.
Mengenai banyaknya kemunculan produk-produk diatas membuat
resah dikalangan masyarakat yang mayoritas adalah muslim, hal ini
merupakan salah satu bentuk kehati-hatian. Oleh sebab itu perlunya
pengkajian lebih mendalam lagi mengenai bentuk- bentuk transaksi diatas.
Didalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai fenomena
Electronic Fund Transfer, Kartu Kredit, dan Persaingan Usaha. Bagaiman
islam khusunya memandang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dan Bagaimanakah yang dimasud Electronic Fund Transfer ?
2. Apakah dan Bagaimanakah yang dimasud Kartu Kredit ?
3. Apakah dan Bagaimanakah yang dimasud Masalah Persaingan Usaha ?
C. Tujuan Penulisan

2
1. Untuk mengetahui apakah dan bagaimakah itu yang dimaksud
Electronic Fund Transfer.
2. Untuk mengetahui apakah dan bagaimakah itu yang dimasud Kartu
Kredit.
3. Untuk mengetahui apakah dan bagaimakah itu yang dimasud Masalah
Persaingan Usaha.
4.
PEMBAHASAN
A. Electronic Fund Transfer (EFT)
1. Pengertian
EFT adalah pemindah bukuan sejumlah dana dari suatu rekening
ke rekening lainnya melalui media elektronik. Para nasabah dapat
memanfaatkan teknologi EFT untuk memindahbukukan rekening yang
dimilikinya pada bank kepada pihak lain yang dituju dengan cepat dan
biaya yang relatif murah. Dalam penerapannya pada Bank Syariah, jasa
pelayanan yang memanfaatkan teknologi EFT haruslah selalu di
sesuaikan dengan prinsip Hukum Islam.1
2. Konsep Dasar EFT
Macam dan fungsi EFT yang digunakan oleh tiap-tiap Bank
bervariasi sesuai dengan kebutuhan bank tersebut. Diantara EFT yang
sering digunakan oleh lembaga bank adalah sebagai berikut:
a. Automated Funds Transfer (ATM), yaitu proses pengiriman uang
secara otomatis dan teratur dari satu rekening ke rekening lainnya di
suatu bank berdasarkan instruksi tetap dari nasabah yang rekeningnya
didebit.
b. Debit Card, yaitu pelayanan kartu debit yang dikeluarkan oleh suatu
Bank bagi nasabahnya, dimana dengan menggunakan kartu tersebut
nasabah dapat melakukan transaksi pembelian di “Point of Sale”

1
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). hlm: 218.

3
tertentu yang ditunjuk oleh pihak bank dengan mendebit langsung
rekening nasabah yang bersangkutan.
c. Direct Banking, yaitu layanan bank melalui telepon dengan pesan
terekam, dimana nasabah hanya perlu waktu beberapa menit untuk
melakukan transaksi dari rekeningnya ke seluruh dunia selama 24 jam
sehari.
d. SWIFT (Society for World Interbank Financial Telecommunication),
yaitu suatu sistem transfer dana secara elektronik, di mana pengiriman
pesan transfer dilakukan melalui jaringan komputer, yang proses
perpindahannya hanya membutuhkan waktu beberapa detik.
e. BACH, yaitu terhubungnya suatu bank dengan lembaga kliring secara
otomatis yang mempercepat proses setlement (penyelesaian transaksi
perbankan).
Teknologi EFT digunakan pada saat ada instruksi dari nasabah kepada
pihak bank untuk memindahbukukan sejumlah dana yang dimilikinya pada
rekening bank kepada pihak lain. Sejak adanya instruksi tersebut, maka
sebagai konsekuensinya timbullah hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Komposisi hak dan kewajiban dalam perikatan antara nasabah dan
bank pada pemanfaatan teknologi EFT adalah sebagai berikut :
a. Hak dan Kewajiban pihak nasabah :
Kewajiban pihak nasabah antara lain :
1. Menyetor uang untuk membuka rekening pada bank.
2. Menyetor uang untuk biaya transfer.
Sedangkan hak nasabah adalah:
1. Terjaga uang untuk membuka rekening bank.
2. Dana dipindahbukukan sesuai dnegan perjanjian.
b. Hak dan Kewajiban pihak Bank:
Hak pihak Bank:
1. Menerima uang untuk membuka rekening bank.
2. Menerima uang untuk biaya transfer.
Dan kewajiban pihak Bank adalah:

4
1. Menjaga uang yang ada pada rekening benk.
2. Mengirimkan dana nasabah pada pihak yang dituju sesuai dengan
perjanjian.2
3. Pandangan Hukum Islam terhadap Pemanfaatan EFT
Jasa transfer dengan EFT pada Bank Syariah dapat menggunakan
sistem wakalah atau pemberian kuasa. Dalam hal ini pihak nasabah
merupakan pihak pemberi kuasa, sedangkan pihak bank adalah pihak
yang menerima kuasa untuk melakukan proses transfer. Dasar hukum
pemberian kuasa atau al-wakalah adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
QS. Al-Kahfi (18): 19 yang artinya “.....Maka serulah salah seorang
diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.”
b. Al-Hadits
Dalam sejarah kehidupan pribadi Nabi Muhammad SAW banyak
melakukan pemberian kuasa kepada sahabat-sahabat beliau untuk
melaksanakan urusan yang semestinya urusan pribadi Nabi SAW
sendiri (untuk dan atas nama Nabi SAW). Praktikk pemberian kuasa
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW antara lain adalah
pemberian kuasa membayar utang. Praktik pemberian kuasa (al-
wakalah) dalam EFT terjadi pada saat nasabah memberikan instruksi
pada pihak bank untuk melakukan proses pemindahbukuan. Kemudian
pihak nasabah diberikan tanda bukti.3
B. Kartu kredit
1. Pengertian Kartu Kredit
Pada abad modern dan serba canggih ini, alat pembayaran yang
efektif dan efisien sangatlah dibutuhkan pada transaksi jual beli, orang
yang akan berbelanja tidak perlu lagi membawa uang dalam jumlah yang

2
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). hlm: 219-220.
3
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). hlm: 220.

5
besar tetapi cukup dengan membawa selembar plastik berukuran kecil
yang disebut kartu kredit. Transaksi mendunia tanpa uang tunai ini mulai
menjadi tren sejak ditemukannya kartu kredit (credit card) atau kartu
plastik (plastic card) dan kartu pintar (smart card). Seiring perkembangan
ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai meninggalkan kebiasaaan
memakai uang tunai (cashless society). 4
Kartu kredit adalah kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank atau
lembaga pembiayaan lainya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat
dipergunakan sebagai alat pembayaran dan pengambilan uang tunai.
Dahlan Siamat mendefinisikan kartu kredit sebagai jenis plastik yang
digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa
dimana pelunasan atau pembayarannya dilakukan dengan sekaligus atau
dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu. Sedangkan menurut
Thomas Suyatno, kartu kredit adalah suatu jenis alat pembayaran sebagai
alat pengganti uang tunai atau cek. Dengan kartu kredit tersebut pemegang
kartu dapat membeli apa saja yang diinginkan ditempat yang dapat
menerima kartu kredit.
2. Kartu Kredit Syariah
Kartu kredit dalam bahasa arab adalah bithaqah I’timan. Dalam
Fiqih Muamalah diartikan sebagai memberikan hak kepada orang lain atas
hartanya dengan ikatan kepercayaan, sehingga orang tersebut tidak
bertanggung jawab kecuali bila ia melakukan keteledoran atau
pelanggaran. Transaksi itu sendiri menurut ulama fiqh adalah transaksi
bebas bukan transaksi penyerahan hak. Misalnya dikatakan kepada
seseorang, ”silahkan beli barang saya ini seperti kamu biasa membelinya
dari orang lain karena saya tidak mengerti harga.” maka ia membelinya
dengan harga yang biasa ia keluarkan untuk membeli barang sejenis.
Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni
yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya

4
Indah nuhyatia, kajian fiqh dan perkembangan kartu kredit syariah (syariah card) di
indonesia : economic: jurnal ekonomi dan hukum islam, vol. 5, no. 1. 2015.

6
serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk
pinjaman untuk dibayar secara tertunda.5
Terminologi biasa yang dipakai oleh para ekonom dan praktisi
perbankan mengenai kartu kredit adalah bithoqah al I’timaniyah yang
merupakan terjemahan dari bahasa arab dan dalam bahasa inggris credit
cards.Definisi kartu kredit secara etimologi diambil dari kata bithaqah
(kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari
bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan
kertas itu. Sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi
aman dan saling percaya.6
Pengertian kartu kredit Dalam Expert Dictionary didefinisikan:
“kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk
memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya
secara hutang. Sementara dalam kamus Ekonomi Arab menjelaskan,
”sejenis kartu khusus yang dikeluarkan oleh pihak bank-sebagai pengeluar
kartu-, lalu jumlahnya akan dibayar kemudian. Pihak bank akan
memberikan kepada nasabahnya itu rekening bulanan secara global untuk
dibayar, atau untuk langsung didebet dari rekeningnya yang masih
berfungsi.”
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, pada
Pasal 1 angka (4), yang dimaksud dengan kartu kredit (credit card) adalah
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan
untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk

5
Ulul azmi mustofa, syariah card pesrpektif al-maqasid syariah: jurnal ilmiah ekonomi
islam. vol. 01, no. 01,2015. hlm 17-28
6
Dalam fiqih mu’amalah kalimat ini disebut bithaqah isti’man bukan bithaqah I’timan.
Artinya adalah memberi hak kepada orang lain terhadapa hartanya dengan ikatan kepercayaan,
sehingga orang tersebut tidak bertanggung jawab kecuali bila ia melakukan keteledoran atau
pelanggaran. Transaksi itu sendiri menurut para ulama fiqih atau transaksi bebas bukan
penyerahan hak. Misalnya dikatakan kepada seseorang, “Silahkan beli barang saya ini seperti
kamu biasa membelinya dari orang lain karena saya tidak mengerti harga”. Maka ia membelinya
dengan harga yang biasa dia keluarkan untuk membeli barang sejenis.

7
melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran Pemegang
Kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan Pemegang
Kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut
pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun
secara angsuran.
Syariah Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan
oleh pemegang kartu (hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau
pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar
lunas kepada pihak yang memberikan talangan (mushdir al-bithaqah) pada
waktu yang telah ditetapkan.
Alhasil, Syariah Card dapat diartikan sebagai kartu yang berfungsi
seperti kartu kredit yang hukumnya berdasarkan prinsip Syariah. Adapun
terkaitan para pihak adalah penerbit kartu atau Mushdir al-bithaqah,
pemegang kartu atau hamil al-bithaqah, dan penerima kartu dalam hal ini
merchant baik itu pusat perbelanjaan, took, dan lain sebagainya atau
Tajir/Qabil al-Bithaqah.
Istilah syari’ah card banyak dimunculkan oleh akademisi maupun
praktisi diantaranya ada yang menyebutkan dengan (a) Kartu Kredit
berbasis Syari’ah, (b) Kartu Kredit Syari’ah, (c) Islamic Credit Card, (d)
Kartu Kredit berdasarkan Prinsip Syari’ah. Pada prinsipnya keempat
istilah ini memiliki makna yang sama, dan istilah-istilah tersebut
menggunakan kata kredit, unsur dari kredit itu sendiri mengandung riba,
sehingga keempat istilah tersebut menurut penulis tidak tepat untuk
digunakan. Istilah lain dapat dijumpai dalam Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 yang menggunakan istilah Syari’ah
Card, Istilah ini memiliki kelemahan karena menimbulkan ambiguitas bila
diartikan berdasarkan istilah kata. Syari’ah Card secara kata diterjemahkan
menjadi “Kartu Syari’ah”. Kartu Syari’ah atau Syari’ah Card menurut
praktisi dapat bermakna luas yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu kartu
debit dan kartu pembiayaan (kartu kredit dalam istilah konvensional).

8
Sehingga menurut praktisi, istilah kartu kredit dalam Islam lebih tepat
menggunakan istilah “Kartu Pembiayaan Syari’ah”.
Maksud pembiayaan menurut Pasal 1 Ayat 25 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa (1) transaksi bagi
hasil dalam bentuk mudharabah dan musyara’ah; (2) transaksi sewa
menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik; (3) transaksi jual beli dalam bentuk piutang
murabahah, salam dan isthisna; (4) transaksi pinjam meminjam dalam
bentuk qard; (5) transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multi jasa.
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 54/DSN-
MUI/X/2006 Tentang Syari’ah Card, Syari’ah Card adalah kartu yang
berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem
yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syari’ah
sebagaimana diatur dalam fatwa ini. Syari’ah card dalam fiqh muamalah
disebut dengan Bithaqah I`timan yaitu memberikan hak kepada orang lain
terhadap hartanya dengan ikatan kepercayaan, sehingga orang tersebut
tidak bertanggung jawab kecuali bila ia melakukan keteledoran atau
pelanggaran.7
Alasan diperbolehkanya kartu kredit di indonesia ini mengacu
kepada Fatwa dari DSN-MUI sebagi berikut : 8
a. Fatwa DSN-MUI No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
b. Fatwa DSN-MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
c. Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas
Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
d. Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh.

7
Hengki firmanda, syari’ah card (kartu kredit syariah) ditinjau dari Asas utilitas dan
maslahah : jurnal ilmu hukum . vol 4 no. 2.2014. Hlm 253-287
8
Ulul azmi mustofa, syariah card pesrpektif al-maqasid syariah: jurnal ilmiah ekonomi
islam. vol. 01, no. 01, 2015 hlm 17-28

9
e. Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ta‟widh.
f. Fatwa DSN-MUI No: 42/DSN-MUI/V/2004 tentang Syariah Charge
Card.
g. Fatwa DSN-MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card.
3. Macam-Macam Kartu Kredit
Kartu kredit adalah bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama
finansial. Kartu kredit ini terbagi menjadi dua:
a. Kartu Kredit Pinjaman yang Tidak Dapat Diperbaharui (Charge Card).
Kartu kredit jenis ini adalah kartu yang diharuskan pemegang kartu
untuk menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu
tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut.
Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari,
namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa
kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia
akan dikenai denda keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar,
keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya
diangkat ke pengadilan.9
b. Kartu Kredit Pinjaman yang Bisa Diperbaharui (Revolving Credit
Card). Jenis kartu ini termasuk yang paling popular di berbagai negara
maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua
tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi atau
sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara
ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda
pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga: Pertama bunga
keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau
ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia
hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan
pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya

9
Fitri Anis Wardani , Kartu Kredit Syariah dalam Tinjauan Islam : IQTISHODIA Jurnal
Ekonomi Syariah. Vol. 1, No. 2, 2016. hlm 33-44

10
terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara
simultan.
4. Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian Kartu Kredit
Akad dalam transaction cards biasanya melibatkan beberapa pihak
yaitu :
a. Issuer bank, dalam kartu kredit dinamakan dengan muqaridh (kreditor)
yaitu pihak yang diberikan kuasa oleh undang-undang untuk
menerbitkan kartu kepada nasabahnya, ia menjadi wakil atas card
holder tersebut dalam membayar nilai pembelian yang dilakukannya
kepada merchant.
b. Card Holder adalah pemakai kartu kredit yang dinamakan dengan
muqtaridh (borrower) yaitu orang yang namanya dicantumkan dalam
kartu, atau orang yang diberi kuasa untuk memakainya dan ia
berkewajiban melunasi semua kewajiban yang timbul akibat
pemakaian kartu tersebut kepada pihak issuer bank.
c. Merchant adalah pihak yang menyediakan barang dan jasa (supplier)
yaitu pihak yang terikat dengan issuer bank dengan memberikan
barang dan jasa kepada card holder sesuai dengan kesepakatan
mereka.10
d. Acquirer adalah pengelola , yaitu pihak yang mewakili kepentingan
penerbit untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan kepada
pemegang kartu kredit dan melakukan pembayaran kepada merchant
atau penjual.
5. Kosep dasar penerbitan kartu kredit
Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari
bahan plastic, dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan
penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan
untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau

10
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Card Syari’ah Kartu Debit dan Kredit
dalam Perspektif Fiqih (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), Hlm 19-20

11
barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran,
penjualan tiket pengangkutan, dan lain-lain.
Dalam penggunaannya, kartu kredit melewati beberapa mekanisme atau
prosedur penerbitan yaitu :
a. Pemegang kartu mengadakan perjanjian dengan penerbit kartu kredit,
dan berdasarkan perjanjian ini pihak penerbit menerbitkan kartu kredit
atas nama pemegang kartu. Dengan ini pemegang kartu dapat
berbelanja pada toko-toko atau bidang jasa lainnya yang bersedia
melayani, yang mana sebelumnya pedagang (merchant) telah pula
mengadakan perjanjian dengan pihak penerbit.
b. Pemegang kartu kredit mengadakan perjanjian jual beli dengan
pedagang (merchant).
c. Selanjutnya pedagang (merchant) menagih pembayaran kepada
penerbit kartu kredit dan penerbit kartu mengadakan pembayaran
terlebih dahulu atas hutang pemegang kartu kredit (dalam hal
pembayaran ini perusahaan penerbit kartu kredit mendapat komisi dari
pihak pedagang).
d. Pada waktu yang ditentukan, perusahaan penerbit kartu kredit
melakukan penagihan kepada pemegang kartu kredit.11
6. Ketentuan-Ketentuan Dalam Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006 mengenai syariah card terdapat
beberapa pertimbangan dan ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan
kartu kredit syariah (Syariah Card) sebagai berikut12 :
1) Aktifitas perekonomian yang semakin mendunia dan global dan
kompleks membutuhkan sebuah instrument praktis untuk
melangsungkan transaksi, oleh karena itu adanya kemudahan

11
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.
174
12
Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia, Himpunan fatwa DSN-MUI Jilid 2,
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006,
(Jakarta. CV Gaung Persada, 2006)

12
bermuamalat merupakan kebutuhan umat yang perlu direspon
dengan positif.
2) Kartu kredit yang ada sekarang berjalan dan beroperasi tidak sesuai
dengan syariat islam karena menggunakan prinsip bunga.
3) Perlu adanya instrument pengganti dari kartu kredit konvensional
yang tidak berprinsipkan bunga sebagai produk alternatif yang
aman dan menentramkan
Sesuai dengan ketentuan Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006
mengenai ketentuan syariah card yang dimaksud adalah:
1. Ketentuan Akad :
a. Kafalah : Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang
Kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang
timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan Merchant dan
atau penarikan uang tunai selain Bank atau ATM Bank Penerbit
Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee
(ujrah)
b. Qard : Penerbit kartu adalah pemberi jaminan (muqridh) lepada
Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari Bank
atau ATM Bank penerbit kartu.
c. Ijarah : Penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran
dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas Ijarah ini, pemegang
kartu dikenakan Membership Fee.13
2. Ketentuan fee
a. Iuran keanggotaan (membership fee), penerbit kartu berhak
menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk
perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai
imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

13
Fitri Anis Wardani , Kartu Kredit Syariah dalam Tinjauan Islam : IQTISHODIA Jurnal
Ekonomi Syariah. Vol. 1, No. 2, 2016. hlm 33-44

13
b. Merchant fee, penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari
harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah)
atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan
(tahsil al-dayn).
c. Fee penarikan uang tunai, penerbit kartu boleh menerima fee
penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas
pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan
dengan jumlah penarikan.
d. Fee Kafalah, penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang
kartu atas pemberian Kafalah.
Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad
aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.
3. Batasan (Dhawabith wa Hudud) Syariah Card
a. Tidak menimbulkan riba.
b. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
c. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara
antara lain menetapkan pagu maksimal
d. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan financial untuk
melunasi pada waktunya.
e. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah
4. Ketentuan Ta‟widh dan Denda
a. Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi
terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat
keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya
yang telah jatuh tempo.
b. Denda keterlambatan (late charge) Penerbit kartu dapat
mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui
seluruhnya sebagai dana sosial.
C. Masalah Persaingan Usaha
Dalam suatu sistem ekonomi terdapat bebrapa subsistem yaitu
produksi, distribusi, konsumsi dan sarana penunjang lainya. Dalam islam

14
tentu sudah mengatur masalah hukum dan norma syariat islam mewaranai
interaksi dan transaksi dalam masalah tersebut. Hukum dan norma diatas
bila ditarik dari sumbernya maka Al-Qur’an dan Hadistlah yang menjadi
sumber utamanya.14
Ada beberapa sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai
keislaman yaitu :
1. Islam mendorong penganutnya untuk berjuan mendapatkan harta
dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditentukan
dalam islam. Diantaranya carilah harta yang halal dan baik, tidak
mengunakan cara yang batil, tidak berlebihan, tidak menzalimi
maupun dizalimi, menjauhkan dari unsur riba, maisir, gharar, dll
2. Islam mendorong penganutnya untuk bekerja dan melarang untuk
meminta-minta atau mengemis.
3. Setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusinya
masing-masing dan tidak mengambilkan hak orang lain.
4. Kesenjangan ekonomi harus diatasi melalui antara lain, penghapusan
monopoli, menjamin hak dan kesempatan untuk aktif dalam proses
ekonomi, menjamin pemenuhan kebutuhan dasar hidup setiap anggota
masyarakat, melaksanakan amanah.
5. Kebebasan individu diakui selama tidak bertentangan dengan
kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu tidak
melangkahi orang lain.
Sistem ekonomi islam memiliki pengertian dasar sebagai suatu sistem
ekonomi yang berdasarkan hukum dan norma syariah islam. Kelebihan
dari sistem ekonomi bahwa landasan spiritual selalu merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pratik interaksi dan transaksi antarindividu dan
institusi ekonomi.15 Permasalahan dari sistem ini akan terjadi apabila nilai

14
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). Hlm 228
15
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). Hlm 229

15
dan norma islam tidak dilaksanakan sepenuhnya atau hanya dilaksanakan
sebagian saja.
Masalah dalam Persaingan Usaha
1. Monopoli
Pasar monopoli berasal dari bahasa Yunani yaitu “Monos” adalah
bentuk pasar yang dimana hanya terdapat satu penjual yang menguasai
pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering
disebut dengan monopolis.
Dalam pasar monopoli tidak terdapat pihak lain yang dapat
menyainginya, sehingga hanya menjadi murni monopoli. Pada
perusahaan monopoli hanya menghasilkan produk yang tidak dapat
diproduksi oleh perusahaan lain, dan tidak ada penggantinya yang
mirip.
Permasalahan terhadap sistem monopoli dalam berbisnis menurut
hukum islam sistem monopoli ini bertentangan dengan prinsip kasih
sayang menurut islam. Islam melarang monopoli juga dikarenakan
akibat yang timbul dari monopoli ini adalah :
a. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Barang dan jasa
yang dihasilkan tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli
tidak ada pilihan lain, kalau menginginkan barang tersebut.
b. Barang yang dihasilkan di pasar monopoli tidak dapat di gantikan
oleh barang lain yang ada di dalam pasar.
c. Tidak akan ada kemungkinan perusahaan yang lain masuk kedalam
pasar monopoli ini.
d. Perusahaan monopoli akan menentukan harga. Karena perusahaan
merupakan satu-satunya penjual dalam pasar monopoli.
2. Price Fixing
Price Fixing adalah istilah yang pada umumnya diterapkan
kepada berbagai variasi tindakan yang dilakukan oleh para pesain yang
memiliki dampak langsung terhadap harga. Undang-undang no.5
Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha

16
tidak sehat, melarang untuk melakukan tindakan penetapan harga atau
disebut price fixing.16
Penetapan harga, berdasarkan hukum persaingan tergolong
sebagai suatu perbuatan yang perse ilegal yaitu, suatu tindakan yang
dinyatakan melangar secara hukum dan dilarang secara mutlak, namun
tidak diperlukan pembuktian apa pun apakah tindakan tersebut
memiliki dampak negatif terhadap persaingan atau tidak.
Menurut pandangan hukum islam penetapan harga dalam
bentuk apapun dan dengan alasan apapun jelas akan menghancurkan
persaingan. karena harga yang ditetapkan hari ini belum tentu
merupakan harga yang wajar untuk hari selanjutnya. Dan dalam
ekonomi pasar harusnya harga itu ditentukan oleh pasar.
3. Kartel
Kartel adalah suatu perjanjan kolusi sesama produsen sejenis
untuk menentukan harga, membagi pasar, dan membatasi produksi
pada situasi yang sangat luas untuk meraih laba yang sebear-besarnya.
Dalam Undang-undang no.5 Tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, kartel di kategorikan
sebagai salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat.
Pada umumnya persaingan usaha tidak sehat akan membawa
dampat yang tidak diharapkan. Pratik kartel sebenarnya sangat sulit
untuk dibuktikan keberadaanya karena sifatnya selalu terselubung
dengan adanya unsur konspirasi jahat dalam perjanjian
pembentukanya.
Dalam pandangan islam pratik kartel ini tidak sesuai syariat.
Allah melarang hamba-hamba-Nya memakan harta sesama dengan
cara yang batil, yakni melalui aneka jenis usaha yang tidak di
syariatkan. Dalam konsep perikatan islam terdapat kebebasan untuk
melakukan perikatan. Namun, hal tersebut dibatasi sepanjang tidak

16
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005). Hlm 234

17
menyimpang dari syariat islam. Dalam pratik kartel juga terdapat
benturan antara kepentingan produsen dan konsumen. Hal ini
menyalahi tujuan dasar dari di lakukanya akad dalam perikatan islam.
Masalah Bisnis yang Sering Terjadi
Dalam menjalankan bisnis, pasti adakalanya sebuah masalah
datang menghampiri. Masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Waktu
Waktu adalah salah satu masalah yang paling sering dihadapi
pengusaha. Banyak pengusaha yang tidak bisa membagi waktunya
dengan baik sehingga menyebabkan masalah bisnis lainnya seperti
telat meeting yang bisa menyebabkan kehilangan klien, atau jatuh sakit
karena terlalu banyak memikirkan pekerjaan. Untuk itu, seorang
pengusaha harus mulai menerapkan manajemen waktu yang baik
dengan mencoba membuat jadwal harian sendiri agar semua rencana
pada hari itu dapat berjalan dengan baik.
2. Kurang Percaya Diri
Banyak pengusaha yang kurang percaya diri untuk mengakui
bahwa ia memiliki sebuah bisnis. Hal ini biasanya terjadi ketika baru
memulai bisnis dan bisnisnya masih kecil ataupun belum berkembang.
Karena kurang percaya diri inilah pengusaha jadi tidak mudah dikenali
oleh orang lain. Padahal dengan percaya diri yang tinggi, Anda secara
tidak langsung dapat melakukan branding terhadap diri sendiri sebagai
pengusaha yang menjual produk atau jasa tertentu. Dengan begitu,
Anda dan produk yang dijual pun secara langsung dapat lebih mudah
dikenali orang lain.
3. Tidak Adanya Dukungan Keluarga
Beberapa orang masih berpikir berbisnis itu bukanlah zona aman
dan bisa memberikan kerugian besar. Hal inilah yang membuat banyak
keluarga tidak mendukung anggota keluarganya memulai bisnis.
Padahal, dukungan keluargalah yang dapat mendorong Anda
menjalankan sebuah bisnis. Jadi, jika Anda belum mendapat dukungan

18
keluarga, matangkan diri Anda sendiri dan fokuslah mengelola bisnis
dengan baik. Dengan begitu, keluarga akan melihat bahwa Anda serius
menjalankan bisnis.
4. Pindah Bidang Bisnis
Ada beberapa pengusaha yang mudah menyerah ketika mendapati
bisnisnya sepi dan tidak berkembang. Misalnya Anda menjual sepatu
dan sepi pesanan, lalu pindah ke bisnis furniture tapi tidak
berkembang, kemudian pindah lagi ke bisnis lainnya. Hal inilah yang
sebenarnya membuat bisnis Anda tidak berkembang. Jika Anda
mendapati bisnis yang sepi dan tidak berkembang, yang harus Anda
lakukan adalah fokus dan pikirkan strategi baru untuk
mengembangkan bisnis.
5. Perang Harga
Ini adalah masalah yang sering terjadi saat ini. Banyaknya pesaing
yang berani memberikan harga lebih murah, membuat Anda ingin
menurunkan harga jual. Dengan menurunkan harga, otomatis margin
keuntungan yang didapat menjadi kecil. Untuk keluar dari masalah ini,
jangan pernah Anda menurunkan harga, tapi cobalah memberikan
harga yang cocok sesuai dengan kualitas yang Anda berikan. Lalu
berikan pelayanan yang baik dan membuat pelanggan Anda puas.
Kenapa? Karena tidak semua konsumen menginginkan harga yang
murah, tapi ada juga konsumen yang mencari produk atau barang
dengan kualitas bagus dan bisa memberikan kenyamanan dalam
berbelanja.
6. Manajemen Keuangan yang Buruk
Keuangan adalah salah satu hal penting yang harus dikelola dengan
bijak untuk kelangsungan perusahaan. Jika keuangan tidak dikelola
dengan baik, pendapatan dan pengeluaran tidak akan terkontrol,
sehingga bisa menyebabkan kebangkritan. Dengan manajemen
keuangan yang baik, Anda dapat dengan mudah membuat

19
perencanaan, memonitor dan mengontrol keuangan, hingga mengatur
modal kerja.
Manajemen keuangan yang baik secara tidak langsung dapat
membantu perusahaan membuat penilaian tujuan jangka pendek dan
jangka panjang, serta mengetahui hambatan yang mungkin timbul
dalam pengambilan keputusan finansial. Untuk menerapkan
manajemen keuangan yang baik,
D. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya :
1. Electronic Fund Transfer (EFT)
EFT adalah pemindah bukuan sejumlah dana dari suatu
rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik. Para
nasabah dapat memanfaatkan teknologi EFT untuk
memindahbukukan rekening yang dimilikinya pada bank kepada
pihak lain yang dituju dengan cepat dan biaya yang relatif murah.
Dalam penerapannya pada Bank Syariah, jasa pelayanan yang
memanfaatkan teknologi EFT haruslah selalu di sesuaikan dengan
prinsip Hukum Islam
2. Kartu Kredit Syariah
Syariah Card adalah fasilitas kartu talangan yang
dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil al-bithaqah) sebagai
alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat
tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang memberikan
talangan (mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.
3. Masalah persaingan Usaha
Masalah adalah suatu yang timbuk akibat suatu sistem yang
dijalankan atau sedang berlangsung. Masalah persaingan usaha
yaitu suatu hal yang timbul dalam sebuah usaha baik micro
maupun macro. Masalah persaingan usaha diantaranya : monopoli,
price fixing, dan kartel.

20
Tiga hal pokok diatas merupakan tiga masalah dari berbagai
masalah yang timbul akibat dari munculnya sebuat sistem dalam bidang
ekonomi. Kita sepatutnya lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
setiap melaukan kegiatan muamalah agar tidak menyimpang dari
syariat islam.
Daftar Pustaka
Anis Wardani, Fitri. Kartu Kredit Syariah dalam Tinjauan Islam : IQTISHODIA
Jurnal Ekonomi Syariah. Vol. 1, No. 2, 2016. hlm 33-44
Azmi mustofa, Ulul. syariah card pesrpektif al-maqasid syariah: jurnal ilmiah
ekonomi islam. vol. 01, no. 01,2015. hlm 17-28
Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia, Himpunan fatwa DSN-MUI
Jilid 2, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, (Jakarta. CV Gaung Persada, 2006)
Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia.(Jakarta: Prenada Media Kencana, 2005).
Firmanda, Hengki. syari’ah card (kartu kredit syariah) ditinjau dari Asas utilitas
dan maslahah : jurnal ilmu hukum . vol 4 no. 2.2014. Hlm 253-287
Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2002).
Ibrahim, Johanes. Kartu kredit. (Bandung : Rafika Aditama,2004).
Nuhyatia, Indah. kajian fiqh dan perkembangan kartu kredit syariah (syariah
card) di indonesia : economic: jurnal ekonomi dan hukum islam, vol. 5,
no. 1. 2015.
Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Abdul. Banking Card Syari’ah Kartu Debit dan
Kredit dalam Perspektif Fiqih (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006).
K. Lubis, Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafik, 2004).

21

Anda mungkin juga menyukai