Anda di halaman 1dari 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PENYIMPAN DANA YANG

MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT PEMBOBOLAN REKENING MELALUI INTERNET


BANKING

Achmad Tri Hatmaja, Alban Simanjuntak, Iman Los Santos


Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Abstrak

Abstrack
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi di dunia mengalami kemajuan yang begitu
pesat. Mulai dari perkembangan teknologi informasi itu sendiri telah menciptakan
perubahan sosial, ekonomi dan budaya. 1 Perkembangan teknologi ini tentu membawa
dampak yang sangat besar kepada seIuruh sektor perekonomian, tidak terkecuaIi
sektor perbankan. Perkembangan teknoIogi tentunya membawa angin segar, terbukti
memberikan banyak kegunaan seperti dari segi keamanan, kecepatan serta
kenyamanan daIam meIakukan aktivitas. 2 Perkembangan ekonomi di Indonesia tidak
terlepas dari peran strategis yang dimiliki oleh lembaga perbankan.
Mengenai perbankan itu sendiri, menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan, bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana
tersebut ke dalam bentuk pinjaman atau kredit bagi masyarakat. Secara sederhana,
bank juga dapat diartikan sebagai tempat untuk masyarakat menabung dengan aman,
dan kemudian uang yang ditabung tersebut akan digunakan kembali oleh pihak bank
untuk memberikan pinjaman dan kredit kepada masyarakat. Undang-Undang
Perbankan berisikan tentang ketentuan umum perbankan yang berlaku di Indonesia.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang ada di Indonesia, berfungsi
sebagai perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana. Posisi penting yang dimiliki bank dalam mendukung kegiatan
ekonomi masyarakat melahirkan orientasi bisnis bagi bank dalam melakukan berbagai
macam transaksi. Transaksi perbankan yang utama adalah menghimpun dana
(funding) dan menyalurkan dana (lending), disamping itu transaksi perbankan lainnya
dalam rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah
memberikan jasa-jasa bank lainnya (services).3
Berkaitan dengan bisnis yang dijalankan, bank turut menggunakan kemajuan
teknologi untuk pengembangan sistem bank dan meningkatkan pelayanan kepada
nasabah. Pelayanan melalui fasilitas electronic banking dalam bentuk internet banking
yang merupakan salah satu bentuk dari delivery channel pelayanan bank yang
mengubah konsep pelayanan dengan transaksi manual menjadi pelayanan dengan
transaksi berbasis teknologi. Kehadiran layanan internet banking dalam bisnis
perbankan diharapkan menjadi solusi yang efektif dalam era informasi seperti saat ini,
bahwa konsumen (nasabah) sangat mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas,
1 Ferry Satya Nugraha, “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Pembobolan Internet Banking
Melalui Metode Malware”, Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3 (2016), hal. 2.
2 Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.19.

3 Onno W Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, (Jakarta: Elek Media Komputindo,
2001), h. 85.
efisiensi, dan kesederhanaan dalam melakukan suatu transaksi. Kemudahan dan
efisiensi yang ditawarkan layanan internet banking tidak selamanya berjalan lancar
tanpa ada kendala.
Internet banking ini berbeda dengan perbankan secara konvensionaI. DaIam
internet banking, proses yang tak kasat mata menimbuIkan banyak pertanyaan terkait
dengan pengaturan hukum data pribadi para nasabah. Transaksi daIam internet
banking tidak hanya meIibatkan pihak bank dengan nasabah, meIainkan meIibatkan
banyak pihak, yaitu antara Iain pihak bank) yaitu pihak internet service provider¸ pihak
merchant maupun nasabah yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, penggunaan layanan ini terkadang timbul masalah atau
kesalahan yang penyebabnya bukan hanya muncul dari pihak nasabah sendiri, tetapi
juga bisa dari pihak bank maupun pihak ketiga. Penyalahgunaan data pribadi nasabah
merupakan salah satu pintu masuk dalam kejahatan yang berkaitan dengan internet
banking. Prinsip kerahasiaan dalam konteks perlindungan hukum atas data pribadi
nasabah sudah sewajibnya diterapkan, akan tetapi masih didapati kejahatan dalam
internet banking juga disebabkan oleh minimnya pengamanan yang dilakukan oleh
bank sebagai penyedia jasa dalam melindungi data dan dana nasabah dengan dalih
untuk mengejar kemudahan bagi nasabah.
Nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank, sehingga nasabah
berpengaruh besar terhadap jalannya operasional suatu bank. Merujuk pada Undang-
Undang Perbankan, terdapat dua macam nasabah yaitu nasabah penyimpan dan
nasabah debitur. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan. Sedangkan, Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Perlindungan terhadap nasabah perbankan merupakan salah satu permasalahan
yang sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan
nasional.4 Nasabah seringkali berada di posisi yang tidak diuntungkan apabila terjadi
perselisihan antara bank dengan nasabahnya. Pemahaman mengenai bentuk tanggung
jawab para pelaku, dimulai dari adanya hubungan hukum yang terjadi diantara kedua
belah pihak dalam suatu perikatan. Hubungan antara bank dengan masyarakat selain
dilandasi hubungan kepercayaan masyarakat (fiduciary relationship) kepada perbankan
juga membawa konsekuensi hukum sebagai akibat adanya hubungan tersebut. 5
Sebagai contoh dalam kasus Gugatan Perbuatan Melawan Hukum antara Tjho
Winarto sebagai Penggugat melawan PT. Bank Permata, Tbk selaku Tergugat dan PT.

4 Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.1.
5 Kuwido Prahoro, “tanggung Gugat Dalam Transaksi Melalui Internet Banking”, Hukum Bisnis, Vol. 3,
No. 2 (2019), hal. 5.
Grapari Telkomsel selaku Turut Tergugat atas penyalahgunaan layanan internet
banking, di mana gugatan terkait telah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dengan Salinan Putusan Nomor 92/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel. yang selanjutnya
putusan Majelis Hakim juga telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1731 K/Pdt/2017, dalam hal ini Penggugat telah kehilangan
dana/simpanan di rekening tabungan yang telah disimpan di tempat Tergugat yang
selanjutnya Penggugat menuntut ganti rugi kepada Tergugat atas hilangnya
dana/simpanan di rekeningnya. Hilangnya dana/simpanan Penggugat ini ditengarai
karena ada pihak yang tidak bertanggung jawab dapat mengakses rekening Penggugat
melalui internet banking di mana pelaku dapat mengetahui data pribadi milik Penggugat
yang mana data tersebut harusnya disimpan dan dirahasiakan dengan baik oleh
Tergugat.
Adanya bentuk kejahatan dalam layanan internet banking tersebut menuntut
perbaikan sistem hukum yang efektif dan handal dalam mencegah dan menanggulangi
berbagai kejahatan cyber ke depan. Perbankan perlu meningkatkan keamanan layanan
internet banking antara lain melalui standarisasi pembuatan aplikasi internet banking
dan adanya deteksi dini mengenai panduan apabila terjadi fraud dengan pemberian
informasi yang jelas kepada nasabah tentang segala hal yang berkaitan dengan
transaksi melalui layanan internet banking. Hal ini berkaitan dengan perlindungan dan
tanggung jawab bank kepada nasabah jika terjadi kerugian yang disebabkan
penggunaan produk maupun layanan internet banking tersebut, sehingga bank sebagai
lembaga keuangan tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini ingin membahas terkait bentuk
penyalahgunaan transaksi dalam layanan internet banking serta perlindungan hukum
bagi nasabah penyimpan dana yang mengalami kerugian akibat pembobolan rekening
melalui internet banking.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka penulis mengidentifikasi
topik yang akan dijadikan pembahasan sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk penyalahgunaan transaksi melalui Internet Banking?
2. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana yang
mengalami kerugian akibat pembobolan rekening melalui internet banking?

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif
yaitu pendekatan yang maksudnya mencari penyelesaian masalah dengan meneliti dan
mengkaji norma hukum positif dengan menggunakan konsep Law in book.
B. PEMBAHASAN

Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Transaksi Melalui Internet Banking

Informasi saat ini oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai kebutuhan, bahkan
ada pepatah yang menyatakan siapa menguasai informasi dialah yang menguasai
dunia. Pemenuhan kebutuhan informasi dapat melalui media massa berupa surat
kabar, majalah, radio, dan televisi. Namun demikian pemenuhan kebutuhan informasi
melalui media tersebut bagi sebagian masyarakat saat ini dirasa tidak mencukupi,
sehingga sebagian masyarakat tersebut memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengakses informasi terkini maupun bertukar informasi dengan para koleganya dengan
apa yang saat ini disebut dengan internet.
Internet yang merupakan jaringan global saat ini tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia dimana telah digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Melalui
internet, seseorang dapat berkomunikasi, memperoleh berbagai informasi yang
dibutuhkan dan bahkan dapat melakukan perdagangan dengan pihak yang berada di
belahan dunia lain dengan aman, cepat dan mudah. Karena itu, internet banyak
dipergunakan di negara maju sebagai alat untuk mengakses data maupun informasi
dari seluruh penjuru dunia. Electronic Fund Transfer merupakan salah satu contoh
inovasi dari penggunaan teknologi internet yang mendasar dalam Teknologi Sistem
Informasi (TSI) dalam bidang perbankan. Contoh dari produk EFT antara lain meliputi
Anjungan Tunai Mandiri, electronic home banking (dikenal dengan internet banking),
dan money tansfer network.6
Internet Banking merupakan salah satu layanan perbankan tanpa cabang, yaitu
fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan tanpa
perlu datang ke kantor cabang. Menurut Bank Indonesia, internet banking adalah salah
satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabahnya untuk memperoleh
informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan
internet. Internet banking adalah wujud nyata dari perkembangan teknologi yang
dimanfaatkan dalam dunia perbankan. Operasional internet banking memanfaatkan
teknologi jaringan internet yang semakin canggih dan terus berkembang. 7
Layanan yang diberikan internet banking kepada nasabah ialah berupa transaksi
pembayaran tagihan, informasi rekening, pemindahbukuan antar rekening, informasi
terbaru mengenai suku bunga dan nilai tukar valutas asing, administrasi mengenai
6 Direktorat Hukum Bank Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Rekonstruksi Hukum
Dalam Menanggulangi Kejahatan Dunia Maya di Bidang Perbankan, (T.t: Interim Report, 2003), hal. 82.
7 Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, Hukum Perbankan, (Surabaya: Lutfansah
Mediatama, 2015), hal. 15.
perubahan Personal Identification Number (PIN), alamat rekening atau kartu, data
pribadi dan lain-lain, terkecuali pengambilan atau penyetoran uang. Karena
pengambilan masih memerlukan layanan ATM dan penyetoran uang masih
memerlukan bantuan bank cabang.8
Merujuk pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP/2004 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Melalui Internet (Internet
Banking) angka I.2, jaringan kegiatan internet banking dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Informational Internet Banking
Pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui eksekusi
transaksi.
2. Communicative Internet Banking
Pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan
interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak
melakukan eksekusi transaksi.
3. Transactional Internet Banking
Pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan penyedia
layanan internet banking dan melakukan eksekusi serta transaksi.
Pemanfaatan teknologi internet banking dalam perkembangannya semakin banyak
diaplikasikan pada industri perbankan. Hal ini tentu tidak terlepas dari banyaknya
kemudahan yang didapat dengan keunggulan internet. Sebagai produk perbankan yang
mengalami kemajuan sangat pesat, internet banking dalam penggunaannya harus
diawasi oleh peraturan-peraturan yang relevan dan oleh regulator perbankan.
Penggunaan layanan internet banking perlu diawasi karena dalam menggunakan
teknologi informasi atau internet sangat rawan oleh tindak kejahatan. Masih terdapat
beberapa kelemahan oleh sistem teknologi perbankan yang dapat dimanfaatkan oleh
pihak tidak bertanggungjawab untuk melakukan cybercrime.
Cybercrime merupakan sisi gelap dari adanya kemajuan teknologi yang memiliki
dampak negatif bagi seluruh bidang kehidupan modern, tak terkecuali bidang
perbankan. Cybercrime merupakan bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini.
Beberapa julukan atau sebutan lain yang ditujukan kepada jenis kejahatan baru ini
antara lain, sebagai kejahatan dunia maya (cyberspace/virtual space offence), dimensi
baru dari high tech crime, dimensi baru dari transnational crime, dan dimensi baru dari
white collar crime.9
Cybercrime di bidang perbankan muncul dengan memanfaatkan kelalaian atau
kelengahan pihak bank, merchant maupun pihak nasabah. Oleh karena itu yang
menjadi korban bisa siapapun baik itu pihak bank, merchant, atau pihak nasabah,

8 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT Bina


Ilmu, 1987), hal. 157.
9 Mahesa J.K., Hukum Perlindungan Nasabah Bank (Hukum Melindungi Nasabah Bank
terhadap Tindak Kejahatan ITE di Bidang Perbankan), (Bandung: Nusa Media, 2015),
hal. 56.
tergantung dari jenis kejahatannya. Secara garis besar bentuk tindak kejahatan yang
terjadi dalam penyalahgunaan terhadap suatu sistem atau jaringan komputer dan yang
menggunakan komputer sebagai instrument delicti, juga dapat terjadi di dunia
perbankan.10
Terdapat berbagai macam bentuk kejahatan dalam internet banking yang antara lain
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Typo Site
Dalam kejahatan ini pelaku membuat nama situs palsu yang sama persis dengan
situs asli dan membuat alamat yang mirip dengan situs asli. Pelaku menunggu
kesempatan jika ada nasabah yang salah mengetikkan alamat dari situs palsu
buatannya. Jika hal ini terjadi maka pelaku akan memperoleh informasi user dan
password nasabah tersebut dan dapat dimanfaatkan untuk merugikan korban
(nasabah). Contoh typo site adalah: www.klikbca.com (situs asli BCA) dibuat
tiruannya yang hampir serupa menjadi www.klickbca.co.id
2. Keylogger/keystroke logger
Awalnya merupakan suatu program yang diciptakan dengan tujuan untuk
parental control agar para orangtua yang bekerja siang dan malam dapat
mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anaknya dalam jaringan komputer
tersebut. namun pada perkembangannya program ini justru disalahgunakan.
Dalam kejahatan ini program digunakan untuk merekam karakter apa saja yang
diketikkan oleh pengguna komputer. Hal ini sering terjadi pada tempat
mengakses internet umum seperti di warnet. Program ini akan merekam
karakter-karakter yang diketik oleh user dan berharap akan mendapatkan data
penting seperti user ID maupun password. Semakin sering mengakses internet
di tempat umum semakin rentan pula terkena modus operandi yang dikenal
dengan istilah keylogger atau keystroke di komputer-komputer umum sehingga
akan merekam semua tombol keyboard yang ditekan oleh pengguna berikutnya.
Karena itu, pihak bank dalam melakukan edukasi kepada nasabah, harus selalu
memberitahukan untuk tidak melakukan transaksi internet banking di komputer-
komputer umum.
3. Sniffing
Usaha untuk mendapatkan user ID dan password dengan jalan mengamati paket
data yang diunggah maupun diunduh pada jaringan komputer. Kejahatan ini
biasanya dilakukan oleh orang yang sudah sangat ahli.
4. Brute Force Attacking
Usaha untuk mendapatkan password atau key dengan mencoba semua
kombinasi angka, huruf, tanda baca dan simbol lainnya.
5. Web Deface
10 Mahesa J.K., Hukum Perlindungan Nasabah Bank (Hukum Melindungi Nasabah
Bank terhadap Tindak Kejahatan ITE di Bidang Perbankan), (Bandung: Nusa Media,
2015), hal. 56.
Sistem ecpploitation dengan tujuan mengganti tampilan halaman muka suatu
situs persis dengan tampilan halaman muka situs internet banking suatu bank.
Pelaku mengelabui nasabah dengan membuat situs yang berbeda dengan situs
asli dari suatu bank. Namun, pelaku membuat halaman muka situs yang dibuat
olehnya sama dengan halaman muka situs suatu bank. Jadi pelaku meng-
hyperlink situs tersebut sehingga apabila nasabah tidak memperhatikan situs
tersebut dan tertipu oleh tampilan halaman muka yang mirip dengan situs asli
suatu bank, maka nasabah tersebut akan masuk jebakan si pelaku.
6. Email Spamming
Mengirimkan junk e-mail berupa iklan produk dan sejenisnya pada alamat e-mail
seseorang. Pelaku mengirimkan e-mail yang mengatasnamakan situs suatu
bank yang seolah-olah e-mail tersebut dikirimkan oleh pihak bank. E-mail
tersebut biasanya berupa penawaran iklan produk bank atau meminta nasabah
tersebut untuk mengkonfirmasi ulang data-datanya dengan alasan untuk
keperluan bank sehingga jika ada nasabah yang tertipu dan mengikuti pesan dari
e-mail palsu tersebut maka pelaku dapat mengetahui data-data yang dimiliki oleh
nasabah tersebut.
7. Denial of Service
Membanjiri data dalam jumlah yang sangat besar dengan maksud untuk
melemahkan sistem sasaran. Jika data yang sudah dimasukkan melebihi dari
kapasitas sistem tersebut maka sistem tersebut akan terganggu, sehingga saat
sistem terganggu maka pelaku akan lebih mudah menerobos sistem tersebut.
8. Virus, Worm Trojan
Menyebarkan virus, worm maupun trojan dengan tujuan untuk melemahkan
sistem komputer, memperoleh data-data dari sistem korban dan untuk
mencemarkan nama baik pembuat perangkat lunak tertentu. 11
Berdasarkan uraian di atas, bentuk penyalahgunaan dalam layanan internet banking
dapat dipengaruhi oleh faktor kesalahan dari pengguna maupun kelemahan pada
sistem perbankan. Keamanan dalam penggunaan layanan internet banking seyogyanya
menjadi fokus pihak bank yang menyediakan fasilitas layanan internet banking, yang
dapat dilakukan dengan membuat sistem pengamanan berlapis yang sulit untuk diretas
atau disusupi oleh tindakan yang bersifat ilegal.

Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana Yang


Mengalami Kerugian Akibat Pembobolan Rekening Melalui Internet Banking
11 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan DaIam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013,
HIm. 52
Bank adalah badan usaha yang menghimpun uang dari masyarakat dan
menjalankan usahanya dari dana masyarakat, kemudian disalurkan kembali kepada
masyarakat. Selain itu, bank juga menyediakan layanan keuangan dan pembayaran
lainnya. Bank memainkan dua peran penting, sebagai penjaga dana masyarakat dan
sebagai penyedia modal bagi masyarakat. Sehubungan dengan asas yang melandasi
hubungan hukum antara bank dengan nasabah, sebagaimana penjelasan Pasal 29
ayat (3) dan (4) Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa hubungan antara bank
dengan nasabah didasarkan sebagai suatu hubungan kepercayaan (fiduciary
relationship).12

Internet banking merupakan saIah satu penerapan teknoIogi informasi di bidang


perbankan. Tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran internet banking memberikan
kemudahan bagi setiap nasabahnya. Dengan banyaknya kemudahan yang diberikan
oIeh internet banking akibat perkembangan teknoIogi, maka akan diikuti puIa dengan
banyaknya risiko daIam setiap penggunaannya. ReguIasi terhadap perbankan
dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan dinamika bisnis sektor perbankan. 13
SaIah satu permasaIahan daIam internet banking yang berkaitan dengan penggunaan
internet oIeh sektor perbankan saIah satunya adaIah kerahasiaan data pribadi. 14 HaI ini
tentu sesuai dengan ketentuan di PasaI 28 huruf G Undang-Undang Dasar RepubIik
lndonesia Tahun 1945 yang pada intinya memberikan perlindungan atas seluruh
rakyatnya atas rasa aman dari ancaman yang berkaitan dengan hak asasi manusia.

Philipus M Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum dibedakan menjadi


dua macam, yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang
represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif terhadap nasabah dalam
transaksi internet banking yaitu melakukan upaya-upaya pencegahan yang merupakan
kebijakan internal perbankan berupa pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank
12 Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, Jakarta: UII Press, 2003, HIm. 186.
13 I Made Aditya Mantara Putra, Tanggung Jawab Hukum Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal
Terjadinya Kegagalan Transaksi Pada Sistem Mobile Banking, KERTHA WICAKSANA: Sarana
Komunikasi Dosen dan Mahasiswa, Vol. 14, No. 2, Hal. 137.
14 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), Hal. 5.
umum dalam melakukan transaksi elektronik. Perlindungan hukum represif yaitu
perlindungan hukum yang dilakukan dengan menerapkan sanksi terhadap pelaku agar
dapat memulihkan hukum dalam keadaan yang sebenarnya. 15

Pada dasarnya perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana artinya


melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya dalam bank, serta
resiko kerugian yang menimpanya. Perlindungan hukum ini juga merupakan upaya
untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah,
maka sudah sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan hukum. 16

Di Indonesia sendiri belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai


internet banking. Namun, terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan
perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pengguna internet banking
meliputi Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi EIektronik Peraturan Bank lndonesia No. 9/15/PBI/2007
Penerapan Manajemen Risiko DaIam Penggunaan TeknoIogi lnformasi oIeh Bank
Umum dan Iampiran, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
PenyeIenggaraan Sistem dan Transaksi EIektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi
dan lnformatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang PerIindungan Data Pribadi DaIam
Sistem EIektronik.

Pasal 29 Undang-Undang Perbankan mengatur mengenai perlindungan hukum


dalam kegiatan usaha perbankan, dimana menyebutkan bahwa:

1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan


kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

15 Dikdik M. Arief Mansur, Cyber Iaw Aspek Hukum TeknoIogi Informasi, Bandung: Refika Aditama,
2005, HIm. 84”
16 Trisadini Prasastinah Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, Airlangga University
Press, Surabaya, 2013, h.1.
3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank.

4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai


kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.

5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 29 angka (2) diatas menyebutkan mengenai prinsip kehati-hatian. Prinsip


kehati-hatian ini merupakan salah satu prinsip terpenting yang wajib diterapkan atau
dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan ketentuan
Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk
tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan
wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Prinsip kehatian-hatian tersebut
mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan
usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme. 17

Sebenarnya telah dikembangkan prinsip strict liability guna tercapainya


perlindungan dan meningkatkan kedudukan nasabah dengan cara menerapkan
tanggung jawab produsen dalam hal ini adalah pihak bank. Pihak bank pada posisi ini
sebagai produsen penyedia jasa layanan transaksi elektronik internet banking sudah
sewajarnya dibebani dengan tanggung jawab mutlak oleh karena resiko dalam
transaksi internet banking ini sangat tinggi dan bermacam-macam jenisnya. Sehingga
bank diberikan tekanan agar dapat lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
melaksanakan penggunaan internet banking oleh penggunanya. Namun dengan
pemberlakuan prinsip strict liability dalam hukum terhadap produknya terutama
terhadap pihak bank, bukan berarti pihak bank tidak mendapat perlindungan hukum
melainkan pihak bank diberi kesempatan untuk membebaskan dirinya dari tanggung
jawab ketika nasabah tidak dapat membuktikan bahwa memang betul kesalahan
dilakukan oleh sistem pihak bank, adanya keadaan yang memaksa ataupun kelalaian
dari pihak bank.18

17 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2000,
h.130.
18 Agus Yudha Hernoko, “Lembaga Jaminan Hak Tanggungan sebagai Penunjang Kegiatan Perkreditan
Bank memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan Nasabahnya. Hal ini
disebutkan dalam Pasal 40 angka (1) Undang-Undang Perbankan yang berbunyi:
“Bank Wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A,
Pasal 42, Pasal 44, dan Pasal 44A.”
Hal-hal rahasia atau yang tidak dapat diungkap oleh bank sebagaimana diatur
dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan tidak dapat diterapkan secara maksimaI di
daIam penyeIenggaraan internet banking. PerIindungan terkait kerahasiaan bank pada
dasarnya hanya terbatas pada data yang diarsipkan dan dikumpuIkan oIeh bank,
sedangkan di Iayanan internet banking serta layanan kartu kredit data pribadi tidak
hanya disimpan dan dikumpuIkan meIainkan juga ditransfer oIeh nasabah di tempat ia
melakukan transaksi. Sehingga Undang-Undang Perbankan dianggap beIum dapat
berkontribusi dalam hal perIindungan hak atas data pribadi nasabah daIam
penyeIenggaraan Iayanan internet banking. 19
Secara khusus tidak terdapat pengaturan rinci terkait pertanggungjawaban pihak
bank terhadap kerugian privasi atau materiil yang dialami oleh nasabah. Namun bila
merujuk pada Pasal 21 Ayat 2-4 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, kita akan menemukan bentuk dasar hukum
pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan internet banking. Pasal 21 Ayat 2 sampai
4 menegaskan:
(1) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. Jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(2) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik,
segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Ketentuan di atas menegaskan bahwa beban tanggung jawab atas kerugian yang
dialami nasabah penyimpan dana akibat pembobolan rekening melalui internet banking
tergantung pada kesalahan pihak yang melakukannya atau si pelaku. Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan cenderung mengharuskan pihak bank untuk lebih

Nasional, Tesis, Program Pascasarjana, Unair Surabaya, 1998, h.44.


19 Ramadhan Wardhana, Dwi Desi Yayi Tarina, “Perlindungan Konsumen Jual Beli Online Masker Di
Marketplace Facebook”, Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8, No. 5 (2021), hal. 1.
memperkuat sistem yang dimilikinya dan memberikan penjelasan terkait resiko-resiko
yang dapat muncul dalam transaksi internet banking kepada nasabah. Oleh karena itu,
apabila di kemudian hari terjadi peristiwa yang merugikan nasabah, beban tanggung
jawab tidak diberikan kepada pihak bank.
Dalam hal nasabah telah mengalami kerugian akibat transaksi melalui layanan
internet banking, bentuk tanggung jawab bank kepada nasabah diupayakan dalam hal
penanganan dan penyelesaian berbagai keluhan dan pengaduan nasabah akibat
adanya kerugian tersebut. Bank harus merespon keluhan dan pengaduan nasabah
dengan sigap, serta menetapkan standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di
setiap bank dalam proses menyelesaikan setiap aduan dari nasabah. Upaya
penyelesaian untuk nasabah yang mengalami kerugian dapat dilakukan dengan:
1. Komplain;
2. Upaya damai;
3. Mediasi perbankan;
4. Jalur pengadilan.
Terkait sengketa yang terjadi antara Tjho Winarto sebagai Penggugat melawan PT.
Bank Permata, Tbk selaku Tergugat dan PT. Grapari Telkomsel selaku Turut Tergugat
atas penyalahgunaan layanan internet banking, dalam petitumnya penggugat
menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak
melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya sehingga
data pribadi Penggugat bisa diketahui oleh orang lain dan berdampak pada hilangnya
dana simpanan/tabungan milik Penggugat.
Sebelum menempuh jalur pengadilan Penggugat telah mengajukan komplain
kepada Tergugat akan tetapi tidak memberikan hasil yang diinginkan Penggugat.
Upaya damai dan mediasi juga telah ditempuh kedua belah pihak, namun kedua upaya
tersebut juga tidak menghasilkan kesepakatan di antara para pihak. Oleh karena itu,
selanjutnya Penggugat pun mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dan telah diputus dengan Putusan Nomor 92/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel. Putusan tersebut
juga dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1731 K/Pdt/2017 yang
menyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah tepat dalam
menerapkan hukum dan mengambil keputusan.
Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa, gugatan Penggugat Error in Persona
karena Penggugat mendalilkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yaitu
pembobolan rekening yang dilakukan oleh seseorang pelaku akan tetapi dalam
petitumnya Penggugat meminta ganti kerugian kepada Tergugat. Maka dari itu, gugatan
Penggugat dianggap gugatan yang cacat hukum karena pertanggungjawaban akibat
adanya perbuatan melawan hukum yang didalilkan Penggugat hanya dapat diminta
pertanggungjawaban kepada yang melakukan kesalahan atau pelaku, dengan demikian
gugatan Penggugat pun dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.
Selain itu, majelis hakim juga menimbang bahwa maksud dan tujuan gugatan
Penggugat adalah mendalilkan Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum karena
tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian saat menjalankan kegiatan usahanya,
sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian pada Penggugat. Akan tetapi, dengan
adanya alat bukti berupa print screen percakapan BBM antara perwakilan Tergugat
dengan Penggugat yang pada intinya menyatakan bahwa nomor handphone
Penggugat berada di bawah penguasaan orang lain sehingga dapat digunakan untuk
melakukan kejahatan dalam transaksi internet banking, maka Majelis Hakim
mempertimbangkan bahwa bobolnya rekening Penggugat tersebut tidak disebabkan
oleh Tergugat. Dengan demikian, karena tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya
gugatan Penggugat ditolak seluruhnya.

C. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dijelaskan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa
1. Penggunaan internet banking memberi banyak kemudahan serta efisiensi kepada
nasabah yang melakukan transaksi pada bank tersebut. Namun, hal tersebut juga
membuka celah kejahatan yang dilakukan oleh para pihak yang tidak bertanggung
jawab untuk melakukan penyalahgunaan terhadap layanan internet banking yang
antara lain adalah typo site, keylogger, sniffing, brute force attacking, web deface,
email spamming, denial of service, dan virus, worm, trojan. Bentuk penyalahgunaan
dalam layanan internet banking tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor kesalahan
dari pengguna maupun kelemahan pada sistem perbankan.
2. Di Indonesia sendiri belum ada pengaturan khusus yang mengatur mengenai
perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana yang mengalami kerugian
akibat pembobolan rekening melalui internet banking. Namun terdapat beberapa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan terkait permasalahan tersebut.
Pasal 29 angka (2) Undang-Undang Perbankan menyebutkan mengenai prinsip
kehati-hatian. Prinsip kehatian-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk
selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya sehingga di kemudian hari
tidak terjadi peristiwa yang merugikan nasabah. Selain itu, Pasal 21 Ayat 2-4
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
menegaskan bahwa beban tanggung jawab atas kerugian yang dialami nasabah
penyimpan dana akibat pembobolan rekening melalui internet banking tergantung
pada pihak yang melakukan kesalahan atau si pelaku. Dalam hal nasabah telah
mengalami kerugian akibat transaksi melalui layanan internet banking, upaya
penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan komplain, upaya damai, mediasi
perbankan, dan Jalur pengadilan.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka hendaknya pemerintah
membuat ketentuan khusus yang secara tegas mengatur terkait perlindungan hukum
bagi nasabah yang mengalami kerugian dalam internet banking. Peraturan yang dibuat
tidak hanya mengatur pihak intervensi saja akan tetapi mengatur internet banking
secara keseluruhan sehingga nasabah mendapat perlindungan secara utuh serta
kepastian hukum atas segala hal yang berkaitan dengan penggunaan internet banking.
Sehingga baik dari pihak bank maupun nasabah yang menjalankan perikatan mendapat
perlindungan hukum yang pasti dan adil bagi masing-masing pihak. Untuk nasabah
pengguna internet banking juga harus mengutamakan prinsip kehati-hatian sebab
walaupun penggunaan internet banking memberikan banyak kemudahan tetapi tetap
memiliki resiko dalam penggunaannya yang dapat merugikan nasabah itu sendiri.

Daftar Pustaka

Buku

Arief, Barda Nawawi. 2006. Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber
Crime di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djumhana, Muhammad. 1996. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

Hadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT


Bina Ilmu.

Hermansyah. 2000. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Kusuma, Mahesa Jati. 2015. Hukum Perlindungan Nasabah Bank (Hukum Melindungi
Nasabah Bank terhadap Tindak Kejahatan ITE di Bidang Perbankan). Bandung: Nusa
Media.

Mansur, Dikdik M. Arief. 2005. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung:
Refika Aditama.

Purbo, Onno W. dan Aang Arif Wahyudi. 2001. Mengenal E-Commerce. Jakarta: Elek
Media Komputindo.

Riswandi, Budi Agus. 2003. Hukum dan Internet di Indonesia. Jakarta: UII Press.
_________________. 2005. Aspek Hukum Internet Banking. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Suhardi, Gunarto. 2013. Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius.

Usanti, Trisadini P. 2013. Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan. Surabaya:


Airlangga University Press.

Usanti, Trisadini P. dan Abd. Shomad. 2015. Hukum Perbankan. Surabaya: Lutfansah
Mediatama.

Artikel Ilmiah

Direktorat Hukum Bank Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2003.
Rekonstruksi Hukum Dalam Menanggulangi Kejahatan Dunia Maya di Bidang
Perbankan. T.t: Interim Report.

Hernoko, Agus Yudha. 1998. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan sebagai Penunjang
Kegiatan Perkreditan Nasional. Tesis. Program Pascasarjana. Unair Surabaya.
Nugraha, Ferry Satya. 2016. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam
Pembobolan Internet Banking Melalui Metode Malware. Diponegoro Law Journal. Vol.
5, No. 3.

Prahoro, Kuwido. 2019. Tanggung Gugat Dalam Transaksi Melalui Internet Banking.
Hukum Bisnis. Vol. 3, No. 2.

Putra, I Made Aditya Mantara. 2020. Tanggung Jawab Hukum Bank Terhadap Nasabah
Dalam Hal Terjadinya Kegagalan Transaksi Pada Sistem Mobile Banking. KERTHA
WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa. Vol. 14, No. 2.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Anda mungkin juga menyukai