Phone Banking
SMS Banking
Mobile Banking
Mobile Banking adalah sebuah layanan yang disediakan oleh bank untuk
melakukan berbagai transaksi perbankan melalui berbagi fitur/menu yang
disediakan pada aplikasi perbankan yang diunduh dan diinstall melalui
smartphone. Mobile banking menawarkan kemudahan jika dibandingkan
dengan SMS banking karena nasabah tidak perlu mengingat format pesan
SMS yang akan dikirimkan ke bank dan juga nomor tujuan SMS banking.
Fitur-fitur layanan mobile banking antara lain layanan informasi (saldo,
mutasi rekening, tagihan kartu kredit, suku bunga, dan lokasi cabang/ATM
terdekat); dan layanan transaksi, seperti transfer, pembayaran tagihan
(listrik, air, pajak, kartu kredit, asuransi, internet), pembelian (pulsa,
tiket), dan berbagai fitur lainnya.
Internet Banking
Nahh, itu dia beberapa layanan perbankan digital yang disediakan oleh
bank untuk memberikan kemudahan transaksi keuangan bagi Sobat Sikapi
selaku nasabah bank. Dengan layanan tersebut, Sobat tidak perlu repot-
repot pergi ke kantor bank untuk melakukan transaksi keuangan karena
berbagai layanan perbankan dapat diakses oleh Sobat Sikapi melalui
aplikasi perbankan di smartphone kapan saja dan dimana saja. Namun,
dengan berbagai kemudahan digital tersebut, Sobat tentunya perlu berhati-
hati dalam melakukan setiap transaksi keuangan. Pastikan penggunaan
aplikasi perbankan di smartphone Sobat Sikapi aman dan hindari untuk
menyebarkan informasi ataupun data perbankan yang Sobat Sikapi miliki.
2.
Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu
(over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah
boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang
tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
Jual beli valuta asing (valas) dalam transaksi keuangan saat ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan
hidup. Sama halnya kebutuhan umat manusia ke pada uang yang berfungsi sebagai nilai tukar. Tak
hanya bank konvensional, sebagian bank lslam juga berperan dalam hal ini.
Para ulama memberikan komentar be ragam terkait hukum fi kih jual beli valas ini dalam Islam. Apakah
hanya se bagai kebutuhan atau menjadikannya sebagai suatu bidang bisnis. Sebenarnya, bagaimana
hukum jual beli valas dalam Islam?
Contoh, bentuk jual beli valas saat sebuah bank Islam ingin membeli dolar Amerika dari bank di Inggris.
Dalam hal ini sudah barang tentu bank lslam itu harus menjual mata uang lain kepada Bank Britania
tersebut, katakan saja mark Jerman (DM). Dan, kita tetapkan saja harga satu dolar Amerika sama
dengan tiga mark Jerman. Misalnya, bank Islam tersebut membeli satu juta dolar dengan membayar tiga
juta mark Jerman kepada Bank Britania.
Tahapan selanjutnya, setelah diten tukan harga mata uang yang di perjualbelikan, sempurnalah serah
terima terhadap nilai yang mereka sepakati de ngan dimasukkannya ke rekening masing-masing kedua
bank itu. Akan te tapi, sebenarnya penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada waktu itu,
tetapi setelah 48 jam kerja (dua hari kerja).
Artinya, jika sebutan tunai dengan cara di atas meski memakan waktu dua hari dan sudah menjadi adat
kebiasaan bersama, kaidah tunai menurut syara’ sudah terealisasi.
Dengan demikian, berlakulah padanya hukum-hukum yang berkaitan dengan ketunaian menurut syara’.
Meskipun realitas tunai itu juga mengikuti kedaruratan waktu, darurat tetap harus diukur dengan
ukurannya. Maka, tidak diperkenankan bagi bank lslam menjual apa yang telah dibelinya kecuali setelah
diterimanya terlebih dahulu barang itu menurut kriteria adat kebiasaan yang berlaku.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) pada 2002 juga telah mengeluarkan fatwa
tentang jual beli mata uang (al-sharf). Dalam kesimpulan umumnya, jual beli mata uang diperbolehkan
dengan beberapa ketentuan. Pertama, tidak untuk spekulasi; kedua, ada kebutuhan tran saksi atau
untuk simpanan; ketiga, apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus
sama dan secara tunai (at-taqabudh). Terakhir, apabila berlainan jenis, harus dilakukan dengan nilai
tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
DSN MUI juga menggarisbawahi beberapa model transaksi valas dan memberikan hukum yang
berbedabeda. Transaksi model spot, yakni transaksi pembelian dan penjualan valas untuk penyerahan
pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
Hukumnya, yakni boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
3.
Bagi laba (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha
lembaga keuangan syariah;
b. Bagi pendapatan (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan
dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga
keuangan syariah.
Aplikasi perbankan syariah menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung
kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Suatu bank
menggunakan sistem profit sharing di mana bagi hasil dihitung dari pendapatan netto setelah dikurangi
biaya bank, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima oleh para
shahibul maal (pemilik dana) akan semakin kecil, tentunya akan mempunyai dampak yang cukup
signifikan apabila ternyata secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi. Kondisi ini akan
mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada bank syariah yang
berdampak menurunnya jumlah dana pihak ketiga,
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib
tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun
bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak
mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul maal. Sedangkan profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat Abu Hanifah, Malik,
Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah bila perdagangan
diperjalanan baik berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Hambali mengatakan bahwa
mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau
bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi besarnya nafkah yang boleh digunakan adalah nafkah yang
telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang dan tidak boros (Wiroso. 2005:118).1
a. Revenue Sharing. Beberapa hal yang perlu diperhatikan prinsip bagi hasil (revenue sharing) adalah
sebagai berikut:
1) Pendapatan operasi utama bank syariah adalah pendapatan dari penyaluran dana pada investasi
yanng dibenarkan syariah yaitu pendapatan penyaluran dana prinsip jual beli, bagi hasil dan prinsip
ijaroh. Besarnya pendapatan yang dibagikan dalam perhitungan distribusi hasil usaha dengan prinsip
bagi hasil (revenue sharing) ini adalah pendapatan (revenue) dari pengelolaan dana (penyaluran)
sebesar porsi dana mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpun tanpa adanya pengurangan
beban-beban yang dikeluarkan oleh bank Syariah.
2) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat. Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak
terikat merupakan porsi bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan oleh bank syariah
kepada pemilik dana mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat). Penentuannya dilakukan dalam
perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut dengan profit distribution.
3) Pendapatan operasi lainnya yaitu fee administrasi atas penyaluran dana yang besarnya disepakati
antara bank dan debitur (mudharib). Pendapatan operasi lain yang diperoleh bank syariah adalah
pendapatan atas kegiatan usaha bank syariah dalam memberikan layanan jasa keuangan dan kegiatan
lain yang berbasis imbalan seperti pendapatan fee inkaso, fee transfer, dan fee kegiatan yang berbasis
imbalan lainnya.
4) Pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing) semua beban yang dikeluarkan
oleh bank syariah sebagai mudharib, baik beban untuk kepentingan bank syariah sendiri maupun untuk
kepentingan pengelolaan dana mudharabah, seperti beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi,
beban operasi lainnya ditanggung oleh bank syariah sebagai mudharib.
4.
rukun yang harus dipenuhi dalam akad jual beli salam yang pertama yaitu dilakukan oleh orang-orang
yang berakal dan baligh.
Kedua, barang yang dipesan harus jelas ciri-ciri, waktu dan harganya. Rukun ketiga adalah adanya ijab
dan kabul.
Adapun syarat-syarat salam menurut Saprida (2016: 125) yaitu:
5.