Anda di halaman 1dari 23

LAYANAN REKENING DIGITAL

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sistem Informasi Manajemen Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Aan Ansori, M.M., M. Kom

Disusun oleh Kelompok 12:


AHMAD BAHRUL AZID (181420083)

NUR ADI SAPUTRA (181420107)

DODI (181420118)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH 4 C


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
2020
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, dan
hidayahNya lah sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Begitupula
shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta
sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan
rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian penyusun
hendak menyampaikan ucapan terimah kasih kepada rekan-rekan dan tidak lupa Ibu Dr.
Aan Ansori, M.M., M. Kom selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi Manajemen
Perbankan Syariah, teriring doa agar segenap bantuannya dalam urusan penyelesaian
makalah ini, sehingga bernilai ibadah disisi Allah SWT.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari
segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi, Semoga
tugas makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya. Kritik yang membangun, Sangat penyusun harapkan karena makalah ini
jauh dari kata sempurna. Hanya Allah jua-lah yang maha sempurna.

Serang, 23 Maret

                                                                                                      Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

A. LATAR BELAKANG .................................................................................................

B. RUMUSAN M ASALAH ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. PENGERTIAN DIGITAL BANKING .....................................................................

B. PRODUK DIGITAL BANKING ...............................................................................

C. TRANSFORMASI PERBANKAN DIGITAL UNTUK INKLUSI


KEUANGAN...............................................................................................................

D. INKLUSIVITAS, KENDALA, DAN POTENSI .......................................................

E. RINGKASAN REKOMENDASI ...............................................................................

F. TEMUAN PENTING ..................................................................................................

BAB II PENUTUP.............................................................................................................

A. KESIMPULAN............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi digital berkembang sangat cepat, hampir semua
perbankan dan perusahaan-perusahaan besar bertransaksi dengan menggunakan
bantuan teknologi begitu juga perbankan yang sekarang banyak sekali membuka
produk-produk baru yang dapat di akses melalui teknologi yang mungkin dapat
mempermudah transaksi nasabah.
Teknologi aplikasi dalam perbankan dinamakan digital banking yang
merupakan layanan perbankan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk
memenuhi kebutuhan nasabah demi mewujudkan ekonomi digital seperti yang
dicita-citakan banyak sekali produk baru yang di keluarkan perbankan seperti
internet banking, mobile banking, video banking, sms banking dan phone banking.
Beberapa bank juga telah meluncurkan layanan keuangan tanpa kantor (branchless
banking) sesuai dengan kebijakan OJK yang utamanya ditujukan untuk masyarakat
yang belum memiliki akses ke perbankan lalu bagaimana legalitas dan
moralitasnya, untuk lebih memahami kaitannya dengan legalitas dan moralitas
penulis akan memaparkan tentang hal tersebut dalam makalah ini.
Demikian untuk lebih jelasnya penulis mengajak pembaca untuk memahami
materi yang sudah penulis tulis dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan digital banking?
2. Apa produk digital banking di Indonesia?
3. Bagaimana bisnis perbankan digital berdasarkan legalitas dan moralistis dalam
perbankan?
4. Bagaimana Transformasi Perbankan Digital untuk Inklusi Keuangan?
5. Bagaimana Inklusivitas, Kendala, Dan Potensi?
6. Apa Ringkasan Rekomendasinya?
7. Apa saja Temuan Pentingnya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Digital Banking


Digital banking adalah layanan/kegiatan perbankan melalui kantor bank
tertentu dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik bank dana tau
melalui media digital yang dilakukan secara mandiri oleh nasabah yang
memungkinkan calon nasabah/nasabah bank untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi, registerasi, pembukaan rekening, transaksi bank dan
penutupan rekening. Termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar
produk perbankan, antara lain nasihat keuagan (financial advisory), investasi,
transaksi e-dagang dan kebutuhan lainnya dari nasabah bank.
Digital banking dianggap sebagai cara baru melakukan transaksi perbankan
terutama berkat potensinya untuk menghemat biaya. Bank sebaiknya melihat bahwa
hal tersebut bukan sekedar men-digitalisasi produk yang sudah ada, tapi merubah
pola pikir dan solusi menjadi digital sesuai perilaku dan kebutuhan masyarakat.
Dalam Survei yang dilakukan McKinsey di tahun 2014 menunjukkan
bahwa 92 persen responden menggunakan internet banking jika dibandingkan
dengan tahun 2011 yang hanya 52 persen. Selain itu, 61 persen responden telah
mengakses layanan perbankan dengan menggunakan smartphone, atau meningkat
tiga kali lipat dibandingkan tahun 2011. McKinsey mengungkapkan bahwa di
seluruh Asia, terdapat lebih dari 700 juta pelanggan menggunakan digital banking
dan diperkirakan akan menjadi 1,7 miliar pada tahun 2020.
Indonesia adalah salah satu negara yang masuk dalam daftar 10 besar negara
Asia dengan peningkatan penetrasi digital banking. Hasil survei yang dilakukan
McKinsey pada 2014 lalu menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan
penetrasi digital banking sebesar 36 persen dan diprediksi akan terus mengalami
peningkatan.
Beberapa layanan perbankan digital adalah sebagai berikut:
1. Internet Banking
Nasabah dapat melakukan transaksi perbankan (financial dan non
financial) melalui komputer yang berhubungan dengan jaringan internet bank.
Jenis-jenis transaksi internet banking, antara lain:
a) Transfer dana
b) Informasi saldo, mutasi rekening, informasi nilai tukar
c) Pembayaran tagihan (misal: kartu kredit, telepon, ponsel, listrik)
d) Pembelian (misal: isi ulang pulsa telepon, tiket pesawat, saham).

2. Phone Banking
Nasabah dapat melakukan transaksi perbankan melalui telepon dimana
nasabah menghubung contact center bank. Bank telah menyediakan tenaga staf
khusus yang akan menjalankan transaksi nasabah atau program otomatis yang dapat
berinteraksi dengan nasabah untuk menjalankantransaksi nasabah. Jenis- jenis
transaksi phone banking yang dapat dilakukan oleh nasabah, antara lain:
a) Transfer dana
b) Informasi saldo
c) Mutasi rekening
d) Pembayaran (kartu kredit, PLN, Telepon, ponsel, listrik, asuransi)
e) Pembelian (pulsa isi ulang).

3. SMS Banking
SMS banking adalah layanan transaksi perbankan yang dapat dilakukan
nasabah melalui telepon seluler (ponsel) dengan format Short Message Service
(SMS). Nasabah dapat mengirimkan SMS ke nomor telepon bank atau
menggunakan aplikasi yang dipasang bank pada ponsel nasabah. Jenis-jenis
transaksi melalui SMS banking, antara lain:
a) Transfer dana
b) Informasi Saldo
c) Mutasi rekening
d) Pembayaran (kartu kredit)
e) Pembelian (pulsa isi ulang).

4. Mobile Banking
Mobile banking adalah layanan perbankan yang juga dapat diakses
langsung melalui ponselseperti SMS banking, namun memiliki tingkat kecanggihan
yang lebih tinggi. Bank bekerja sama dengan operator seluler, sehingga dalam SIM
Card (kartu chips seluler) Global for Mobile communication (GSM) sudah
dipasangkan program khusus untuk bisa melakukan transaksi perbankan. Proses
transaksi nasabah akan lebih mudah pada mobile banking dibandingkan dengan
SMSBanking. Beberapa jenis transaksi mobile banking, antara lain:
a) Transfer dana
b) Informasi saldo
c) Mutasi rekening
d) Informasi nilai tukar
e) Pembayaran (kartu kredit,PLN,telepon,handphone,listrik,asuransi)
f) Pembelian (pulsa isi ulang, saham).

B. Produk Digital Bank


Salah satu produk digital banking yang marak adalah tabungan berbasis
digital. Di bidang ini, para pelaku perbankan berlomba-lomba menawarkan fitur
yang menjanjikan kemudahan. Termasuk pembukaan rekening melalui telepon
pintar. Salah satu kebutuhan konsumen di era digital adalah kecepatan dan
kemudahan. Dua insight inilah yang berusaha dijawab perbankan melalui
kecanggihan tabungan digital, Mirip dengan tabungan konvensional, tabungan
digital juga memiliki manfaat utama sebagai tempat menyimpan uang. Bedanya ia
sudah dilengkapi dengan inovasi layanan digital yang memungkinkan nasabah
mengakses saldo rekening hingga transaksi melalui browser di laptop atau
smartphone.
Tentu saja layanannya tetap disesuaikan dengan fitur perbankan
konvensional sesuai dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).dalam hal ini
yang paling banyak pengeluaran produk digital bank yaitu produk tabungan digital,
dimana untuk dapat mengaksesnya nasabah hanya perlu membuat rekening secara
online lewat Andorid atau iOS. Tidak perlu repot, cukup mengunduh aplikasinya di
telepon pintar nasabah.
Dalam hal ini terdapat beberapa bank dengan produk digitalnya :
1. Digital Banking BTPN
Jenius ialah produk tabungan digital banking BTPN yang menawarkan
kemudahan dalam membuka rekening. Nasabah cukup mendaftar secara online
dengan mengunduh aplikasi di Android atau iOS. Setelah mendaftar, Anda akan
didatangi pihak Jenius untuk memperoleh tanda tangan sekaligus memberikan kartu
ATM. Kalau buka rekening (konvensional) di bank butuh waktu 30 sampai 45
menit, selain itu ada fee Rp 15.000, dan harus ada saldo minimal Rp 50.000. Ini
tidak familiar. Di Jenius, nasabah tak perlu pergi ke bank. Begitu daftar di aplikasi,
kartu (debit) diantar langsung ke rumah.

2. Digital Banking BTN Cermat, Bebas Biaya Administrasi


Senada dengan tabungan digital Jenius, segala proses transaksi BTN Cermat
juga cukup dilakukan lewat smartphone seperti mobile banking. Untuk membuka
akun tabungan BTN Cermat, nasabah dapat meminta bantuan Agen Laku Pandai di
kantor Pos Indonesia.Tabungan BTN Cermat ini tidak memiliki kantor fisik,
melainkan hanya menggunakan kartu dan tidak memakai buku tabungan,tabungan
ini juga bebas administrasi.

3. Tyme Digital Banking Commonwealth, Tak Perlu Isi Saldo


Bank Commonwealth menawarkan layanan digital banking dengan
menghadirkan terobosan baru berupa proses pembuatan rekening yang sangat
singkat. Waktu yang dibutuhkan sekitar 10-15 menit. Lewat mesin bernama Tyme
Digital, nasabah dapat membuka rekening hanya dengan membawa KTP dan
NPWP yang akan di-scan. 10 menit kemudian, nasabah sudah siap untuk
menggunakan tyme digital banking tersebut.
Mesin ini memfasilitasi semua proses pembukaan rekening, termasuk
pembuatan kartu ATM yang langsung aktif. Calon nasabah juga tidak perlu mengisi
saldo di ATM untuk dapat mengaksesnya.

4. Woke Digital Banking Bukopin Gandeng 10 Fintech


Bank Bukopin tidak mau ketinggalan turut meramaikan dunia digital
banking dengan meluncurkan produk yang diberi nama Tabungan Woke.Tabungan
digital ini memiliki dua tipe, yakni registered dan unregistered. Tipe registered
adalah jenis tabungan digital yang disimpan di server Bank Bukopin. Sedangkan
untuk tipe unregistered, seluruh transaksi Anda dapat digunakan lewat e-wallet
alias dompet elektronik.
Dalam memasarkan, mengenalkan, dan menunjang produk Tabungan
Woke, Bank Bukopin telah menggandeng sekitar 10 perusahaan startup yang
bergerak di bidang teknologi finansial (fintech).Menurut Adhi Bramantya, Direktur
Pengembangan Bisnis Teknologi Informasi (TI) Bukopin, sebagian fitur dari
produk Tabungan Woke merupakan kontribusi dari startup binaan Bukopin.

5. Bisnis Perbankan Dalam Legalitas Dan Moralistis Digital Banking


Ketua dewan komisioner otoritas jasa keuangan wimboh santoso
mengatakan pemerintah bersama dengan ojk akan membuat fintech center guna
mendukung perkembangan ekonomi digital. fintech center bertujuan membina
sekaligus mengawasi semua perusahaan fintech di indonesia. hal tersebut dilakukan
agar tidak ada blank spot dalam pengaturan dan pengawasan penyelenggaraan
usaha fintech. saat ini sudah ada 24 perusahaan peer-to-peer lending yang
mengantongi izin. sebanyak 16 di antaranya perusahaan lokal dan delapan lainnya
perusahaan asing. selain itu, ada 31 perusahaan peer-to-peer lending dalam proses
pendaftaran ke ojk [5]sehingga dapat di katakana bahwa dengan adanya digital
banking ini sudah dapat dikatakan sesuai dengan legalitas dan moralitas karna telah
diterima oleh masyarakat luas dan di bimbing oleh ojk.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/Pbi/2016 Tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran bahwa perkembangan
teknologi dan sistem informasi terus melahirkan berbagai inovasi, khususnya yang
berkaitan dengan financial technology (fintech) dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat, termasuk di bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi instrumen,
penyelenggara, mekanisme, maupun infrastruktur penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran, inovasi dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi
pembayaran perlu tetap mendukung terciptanya sistem pembayaran yang lancar,
aman, efisien, dan andal, sehingga diperlukan pengaturan terhadap penyelenggara
jasa sistem pembayaran untuk melengkapi ketentuan yang sudah ada dengan
mengedepankan pemenuhan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang
memadai, serta dengan tetap memperhatikan perluasan akses, kepentingan nasional
dan perlindungan konsumen, termasuk standar dan praktik internasional dalam
rangka meningkatkan ketahanan dan daya saing industri sistem pembayaran
nasional, bank indonesia perlu mendorong peran pelaku domestik antara lain
melalui penataan struktur kepemilikan penyelenggara jasa sistem pembayaran,
pengaturan mengenai penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dalam ketentuan
saat ini, perlu terus dilengkapi dan dirumuskan secara lebih komprehensif untuk
memberikan arah dan pedoman yang semakin jelas kepada penyelenggara jasa
sistem pembayaran dan penyelenggara penunjang transaksi pembayaran, serta
kepada masyarakat bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana perlu
menetapkan peraturan bank indonesia tentang penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran. disini banyak sekali pasal yang mendukung tentang digital
banking ini sehingga untuk legalitasnya tak perlu di ragukan lagi.
Tidak pungkiri lagi bahwa kemajuan dan perkembangan teknologi pada era
digital ini sangat memberi manfaat yang besar bagi umat manusia. Era digital
memberi kemudahan, kenyamanan, dan kesenangan bagi manusia, mendekatkan
yang jauh, serta memudahkan manusia dapat saling berkomunikasi dan
berinteraksi.
Namun, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di era digital
ini seperti halnya dua sisi mata pisau. Ada sisi positif dan sisi negatifnya, atau
dengan bahasa lain, the man behind the gun, Apabila user tersebut adalah orang
yang pandai dan bijak, maka ia akan memanfaatkan TIK tersebut secara baik.
Namun, jika user tidak bertanggung jawab, maka kemajuan TIK justru akan
melahirkan masalah-masalah baru yang terkadang menabrak aspek-aspek moralitas
yang selama ini dijaga dan dihormati oleh masyarakat
Begitu juga digital banking dalam kehidupan masyarakat ini sangat baik dan
sangat bermanfaat jika dimanfaatkan sebaik mungkin, banyak perbankan
konvensional serta perbankan syariah membuka digital banking yang salah satunya
bertujuan untuk mempermudah transaksi para nasabahnya sehingga system
pembayaran dan transaksi lainnya berjalan dengan lancar. Ini juga masuk kedalam
membentuk moralitas suatu perbankan untuk kenyamanan nasabah bank di dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari sehingga terhindar dari ha-hal yang
membahayakan seperti perampokan dan lain-lain.

C. Transformasi Perbankan Digital untuk Inklusi Keuangan

Perbankan digital bukan hanya terkait dengan tren pasar perbankan dan
keuangan masa depan. Hal ini merupakan agenda wajib setiap perbankan untuk
memperbaiki pola pendekatan dan hubungan dengan nasabahnya. Pada tahun 1994,
Bill Gates membuat pernyataan provokatif dan sampai saat ini masih menjadi
kontroversi bahwa di masa depan perbankan masih dibutuhkan tapi bank sudah
tidak dibutuhkan lagi. Jack Ma, pendiri Alibaba juga membuat pernyataan yang
kritis bahwa jika bank tidak berubah, maka kita yang akan mengubah bank.

Sebuah penelitian mengukur kapasitas beberapa bank besar di Amerika


Utara, Eropa dan Australia dalam hal pembukaan rekening bank secara digital.
Laporan penelitian tersebut membuat peringkat dan membandingkan kemampuan
akuisisi nasabah secara digital baik dalam hal variasi produk maupun kualitas fitur
layanannya. Sepertiga dari bank yang di survei tersebut telah mampu melakukan
digitalisasi perbankan segmen produk perbankan konsumer dalam hal pembukaan
rekening dan pengajuan pinjaman. Namun demikian, lebih dari separuh bank yang
disurvei tersebut tidak memiliki fitur perbankan konsumer secara digital. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas bank-bank tersebut gagal
mengkapitalisasi investasi mereka di bidang digitalisasi perbankan. Hasilnya 70%
sampai dengan 90% nasabah memilih tidak melanjutkan prosesnya ketika mencoba
untuk membuka rekening secara online.

Inovasi disruptif teknologi telah memaksa seluruh industri untuk melakukan


revisi terhadap model bisnis mereka atau bahkan mengubah bisnis modelnya.
Perbankan yang masih secara konvensional menggunakan IT untuk sekedar
mendukung operasional dan proses automasi telah mengalami ketertinggalan
terhadap inovasi digital terutama pada saat ini nasabah tidak lagi berkenan untuk
membayar fee atas jasa dan layanan perbankan yang merupakan salah satu sumber
utama pendapatan bank. Margin pendapatan bank semakin tipis dengan semakin
berkurangnya tingkat suku bunga dan imbal hasil perbankan akibat semakin
ketatnya persaingan dengan perusahaan non bank dan perusahaan Fintech.
Transformasi digital perbankan sudah menjadi sebuah keharusan.

Perusahaan Ant Financial Services group yang sebelumnya dikenal sebagai


Alipay dana didirikan oleh Jack Ma, saat ini telah memiliki nilai valuasi sejumlah
60 miliar dollar AS merupakan salah satu perusahaan swasta dengan nilai valuasi
tertinggi di dunia. Ant Financial telah memiliki seluruh rangkaian produk dan jasa
keuangan mulai dari jasa pembayaran, pembiayaan, wealth management, credit
scoring, crowdfunding, produk pasar uang sampai asuransi. Produk pasar uang Ant
Financial telah tumbuh menjadi pasar uang terbesar di dunia dengan nilai mencapai
165 milliar dollar AS di kuartal pertama tahun 2016. Penjualan m-commerce nya
juga tumbuh dengan sangat cepat mencapai 150 milliar dollar AS di tahun 2015
dengan jumlah pengguna aktif mencapai 450 juta orang.

Mereka juga menyediakan layanan pembiayaan mikro dengan total


penyaluran mencapai 900 milliar RMB dengan total nasabah 5 juta dengan tingkat
kredit macet yang sangat rendah hanya sekitar 2 sampai 4 persen saja.

Indonesia memiliki potensi ekonomi dan potensi pasar keuangan dan


perbankan yang sangat besar. Penetrasi handphone mencapai 99 persen dengan 28
persen smartphone dan 71 persen mobilephone. Namun demikian level penetrasi
perbankan masih sangat rendah sekitar 30 persen rasio antara total pembiayaan
bank terhadap total PDB. Tingkat inklusi keuangan Indonesia juga masih sangat
rendah, terdapat 83 persen masyarakat yang belum memiliki fasilitas pembiayaan
dari bank dan 53 persen masyarakat yang masih belum memiliki fasilitas produk
tabungan, giro maupun deposito bank. Tingkat kedalaman produk keuangan
Indonesia juga masih sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang
lainnya di ASEAN. Rasio kedalaman keuangan dihitung berdasarkan rasio
kapitalisasi pasar saham terhadap PDB, rasio obligasi terhadap PDB dan rasio pasar
uang terhadap PDB.

Industri perbankan harus membuat terobosan bisnis model perbankan digital


dengan menjadikan kebutuhan nasabah sebagai dasar acuan perubahan yang
mencakup keseluruhan kebutuhan transaksi keuangan nasabah mulai dari
pembayaran uang sekolah, rumah sakit, belanja online, transaksi pembayaran,
transaksi pengiriman uang, transportasi, pembayaran tol, pembayaran angsuran,
pengajuan pembiayaan baik tujuan konsumsi maupun tujuan usaha, pasar uang,
asuransi, produk pasar modal serta wealth management.

Ada empat hal penting dalam menunjang kesuksesan transformasi digital


perbankan yakni mencakup struktur organisasi, teknologi, proses dan SDM.
Struktur, tantangan utama yang dihadapi oleh perbankan adalah perubahan struktur
organisasi agar dapat mendukung transformasi digital tersebut dengan penerapan
data analitik, cloud, kecerdasan buatan (artificial intelligent), big data,
blockchain,dsb. Banyak bank yang gagal untuk melakukan transformasi digital
karena lamban dalam mengadopsi hal tersebut dalam proses manajemen resiko,
kredit, proses bisnis maupun operasional yang mengakibatkan lambannya seluruh
proses bisnis maupun operasional bank tersebut padahal tingkat ekspektasi nasabah
sudah semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi digital tersebut.
Bank masih terkotak-kotak oleh segmen bisnis, jenis produk, pola distribusi dsb.
Oleh karenanya perubahan struktur organisasi merupakan keniscayaan dalam
keberhasilan proyek ini.
Teknologi, data analitik telah digunakan secara massif dalam dunia
marketing, kebijakan kredit dan manajemen resiko. Data analitik digunakan sebagai
sebuah alat untuk lebih memahami perilaku dan preferensi sehingga bank dapat
memberikan penawaran produk dan jasa yang sesuai dengan profil nasabah secara
tepat sasaran, cepat dan akses yang sangat mudah serta proses yang sederhana.
Pengukuran tingkat kelayakan kredit juga dapat dikembangkan dengan assessment
kredit berdasarkan data analitik sehingga hal ini juga bisa mendorong pertumbuhan
kredit perbankan secara massif dengan tingkat kualitas yang dapat ditolerir.

Proses, bank harus bisa mengembangkan suatu mekanisme proses yang


berorientasi pada nasabah sehingga bank dapat memberikan tingkat pelayanan yang
tepat dengan harga yang tepat dan dalam waktu yang singkat sesuai dengan masing-
masing profil resiko dan kelayakan nasabah.

SDM, transformasi digital perbankan membutuhkan karyawan dengan


tingkat keahlian dan kompetensi khusus sesuai dengan kebutuhan proses digitalisasi
tersebut. Oleh karenanya perencanaan SDM menjadi sangat penting untuk
memastikan perubahan organisasi dapat berjalan sesuai dengan visi –misi
organisasi. Pengembangan SDM secara internal merupakan sebuah keharusan
untuk tetap menjaga moral bekerja para karyawan. Namun demikian, rekrutmen
profesional merupakan hal yang tidak dapat dihindari jika tidak terdapat talent yang
memadai untuk memastikan proses transformasi berjalan sesuai rencana.

D. Inklusivitas, Kendala, Dan Potensi

Inklusi keuangan di Indonesia secara garis besar dilakukan melalui medium


Layanan Keuangan Digital (LKD) oleh Bank Indonesia dan Layanan Keuangan
tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Keberhasilan program dari LKD dan Laku Pandai dalam inklusi
keuangan sangat ditentukan dari keberadaan dan kualitas agen dari setiap penerbit
LKD dan Bank Penyelenggara Laku Pandai. Untuk mengetahui perkembangan
inklusi keuangan (akses, penggunaan, dan kualitas) melalui kedua program ini
maka LPEM FEB UI melaksanakan Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research)
melalui survei lapangan di dua kota/kabupaten di Aceh yaitu Lhokseumawe dan
Aceh Utara dan dua kabupaten di NTB yaitu Lombok Timur dan Lombok Barat.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam survey ini bagi regulator adalah: Pertama,
pemerintah, BI, dan OJK harus mendukung terbentuknya pusat informasi dan
pelatihan bagi agen LKD dan Laku Pandai. Kedua, peninjauan kembali terhadap
Peraturan BI terkait penunjukan agen individual dan pemeriksaan ketaatan terhadap
Peraturan OJK. Ketiga, pemerintah harus memperbaiki kualitas layanan listrik,
mendukung perluasan dan perbaikan infrastruktur digital (mobile phone, internet,
dan data). Keempat, keseluruhan program pemerintah baik inklusi keuangan digital
dan digitalisasi bantuan pemerintah tidak bisa dilepaskan dari program inklusi
digital yang menyeluruh. Sementara rekomendasi bagi Penerbit/Mitra adalah:
Pertama, penerbit LKD, dan Bank Penyelenggara diharapkan membangun jaringan
agen (agent networks) pada tingkat kecamatan. Terakhir, penerbit/mitra harus
menggiatkan kegiatan supervisi dan monitoring.

E. Ringkasan Rekomendasi

Dampak positif dari inklusi keuangan sangat besar, baik untuk individu
maupun masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan pelayanan keuangan dasar untuk
seluruh segmen masyarakat merupakan sesuatu yang penting. Walaupun terdapat
sejumlah program keuangan mikro di Indonesia, namun baru 36% dari populasi di
atas 15 tahun yang memiliki akses layanan keuangan pada tahun 2014 (The World
Bank, 2015).Untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, Bank Indonesia
dan OJK mengeluarkan sejumlah regulasi mengenai layanan keuangan, uang
elektronik (LKD), dan Laku Pandai. Bank Indonesia mengeluarkan peraturan
mengenai uang elektronik pada tahun 2009 berupa PBI No. 11/12/PBI/2009 beserta
amandemen pada tahun 2014 dengan PBI No. 16/8/PBI/2014 dan 2016 dengan PBI
No. 18/17/PBI/2016. Amandemen tersebut memungkinkan lebih banyak bank
untuk menyediakan layanan keuangan digital serta meningkatkan batas transaksi
untuk penggunan terdaftar. Sementara itu OJK, berdasarkan POJK
No.19/POJK.03/2014 meluncurkan program Laku Pandai yang bertujuan untuk
menyediakan layanan rekening tabungan tanpa kantor cabang bagi seluruh rakyat
Indonesia.Inklusi keuangan Indonesia mengalami perbaikan sebagai akibat
penerbitan berbagai regulasi tersebut. Populasi di atas 15 tahun yang memiliki
akses layanan keuangan naik dari 20% di tahun 2011 menjadi 36% di tahun 2014
(the World Bank, 2015). Selain itu, jumlah agen LKD naik hampir dua kali lipat
dari 69.000 agen di tahun 2015 menjadi 122.000 agen di tahun 2016. Namun
jumlah rekening uang elektronik terdaftar pada agen LKD hanya mengalami
kenaikan dari 1,15 juta rekening di tahun 2015 menjadi 1,24 juta tahun 2016 (Bank
Indonesia, 2017). Di samping itu, baru 8 % dari masyarakat yang meengetahui
mengenai provider LKD dan hanya 0.4% dari populasi di atas 15 tahun yang
memiliki rekening keuangan digital (Intermedia, 2016). Trend yang mirip juga
terjadi dengan layanan Laku Pandai. Jumlah agen Laku Pandai mengalami
kenaikan pesat dari 60.000 agen di tahun 2015 menjadi 160.000 agen di tahun
2016. Namun jumlah rekening outstanding naik lebih kecil dari proporsi kenaikan
agen yaitu dari 1,2 juta rekening di tahun 2015 menjadi 1,9 juta rekening di tahun
2016 (OJK, 2017). Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan agen belum
terkonversi menjadi kenaikan inklusivitas layanan keuangan (kenaikan jumlah
pengguna layannan LKD dan Laku Pandai).Pemerintah juga mulai menggunakan
fitur uang elektronik untuk distribusi program sosial bagi masyarakat yang
membutuhkan sebagai upaya perluasan inklusi keuangan dan pencegahan
penyelewengan. Contohnya dengan penggunaan Kartu Keluarga Sehat (KKS) yang
diterbitkan Himpunan Bank Negara dalam distribusi dana PKH. Sementara itu,
program Laku Pandai digunakan untuk penyaluran dana Program Simpanan
Keluarga Sejahtera (PSKS). Dengan masih terbatasnya penelitian lapangan
mengenai inklusivitas LKD dan Laku Pandai serta untuk mengetahui potensi serta
kendala yang dihadapi baik agen maupun pengguna kedua layanan tersebut maka
LPEM FEB-UI melaksanakan penelitian pendahuluan pada Bulan Desember 2016
dan Januari 2017. Survei dilaksanakan di dua kota/kabupaten di Aceh yaitu
Lhokseumawe dan Aceh Utara dan dua kabupaten di NTB yaitu Lombok Timur
dan Lombok Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai inklusivitas dari
sisi akses, penggunaan, dan kualitas dari kedua program termasuk potensi dan
kendala yang dihadapi dalam ekspansi agen. Dalam pemilihan daerah survei
didasarkan kepada empat indikator kesiapan dari sisi supply (cakupan listrik yang
luas, sinyal telekomunikasi yang kuat, dan adanya akses internet) dan keberadaan
ATM yang masih rendah.

Jumlah ATM rendah mengindikasikan masih sedikitnya lembaga pelayanan


keuangan yang beroperasi di kota/kabupaten tersebut yang juga merupakan
kesempatan bagi lembaga keuangan untuk beroperasi di pasar yang selama ini
belum terlayani oleh layanan keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan
mewawancara 246 pemilik usaha (154 agen dan 92 non-agen) dan 444 pengguna
(230 pengguna LKD dan 214 pengguna Laku Pandai)1. Beberapa temuan penting
dari survei lapangan adalah sebagai berikut. Pertama, masih terbatasnya jumlah
agen terutama agen LKD telekomunikasi. Kedua, banyak agen masih berlokasi
relatif dekat dengan Bank/ATM. Ketiga, sebagian besar dari pengguna adalah
nasabah bank. Keempat, sebagian besar pengguna menggunakan LKD untuk
pembayaran sedangkan Laku Pandai untuk layanan keuangan dasar, seperti untuk
menabung dan transfer. Kelima, pengguna cukup puas dengan jasa agen. Keenam,
kendala sinyal, pendanaan, dan peralatan masih sering dihadapi oleh agen. Ketujuh,
usaha keagenan memenuhi ekspektasi dan berdampak positif bagi pemilik usaha.
Kedelapan, potensi toko/agen pulsa untuk menjadi agen cukup besar.

F. Temuan Penting

Terbatasnya jumlah agen. Agen LKD masih didominasi oleh hanya


beberapa mitra yaitu BRI diikuti oleh Bank Mandiri dan BNI selain BTPN (Tabel
A1). Survei lapangan juga tidak menemukan sama sekali agen telekomunikasi
kecuali berupa mini market (Indomaret dan Alfamart) yang tidak termasuk dalam
target survei. Berdasarkan badan usaha juga tidak ditemukan adanya agen yang
berbadan hukum PT. Badan usaha Usaha Dagang (UD), CV, dan Koperasi menjadi
sebagian kecil dari mayoritas agen yang berupa agen individual (Tabel A2). Banyak
agen masih berlokasi relatif dekat dengan Bank/ATM. Lokasi agen rata-rata
berjarak 2,31 km atau sekitar 17 menit dari bank terdekat. Separuh dari agen
berjarak kurang dari 1 km dari bank terdekat (Tabel A3). Hal ini merupakan
indikasi bahwa bank memiliki kendala atau keterbatasan sumberdaya dalam
pembentukan dan persebaran agen. Hal ini tentu saja perlu diperbaiki mengingat
salah satu tujuan dari inklusi keuangan adalah memperdekat jarak ke pengguna
(Sekretariat Wakil Presiden RI, 2012). Lebih lanjut, pengguna agen Laku Pandai
menyatakan bahwa lokasi agen lebih dekat dibandingkan bank/ATM namun untuk
pengguna agen LKD hal sebaliknya terjadi. Jarak rata-rata pengguna layanan Laku
Pandai ke agen Laku Pandai adalah 1.49 km sementara jarak mereka ke ATM
terdekat adalah 2.41 km. Jarak antara pengguna LKD ke agen LKD dan ke ATM
terdekat adalah lebih dari 2 km (Tabel A4). Sebagian besar pengguna adalah
nasabah bank. Lebih dari 90% pengguna LKD dan Laku Pandai telah memiliki
rekening bank. Hal ini tidak aneh jika agen berlokasi dekat dengan bank (Tabel
A5). Meskipun sebagian besar telah memiliki rekening bank sekitar 28% pengguna
memiliki pendapatan kurang dari 2 juta rupiah (Grafik B1). Sementara itu, target
dari inklusi keuangan adalah masyarakat miskin dan dekat miskin yang belum
terjangkau layanan keuangan serta bertempat tinggal di daerah terpencil (Bank
Indonesia, 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa LKD dan Laku
Pandai belum cukup inklusif (belum dapat menjangkau masyarakat yang belum
memiliki rekening bank) dan masih merupakan additional services oleh bank
kepada nasabahnya. Sebagian besar pengguna menggunakan LKD untuk
pembayaran sedangkan Laku Pandai untuk layanan keuangan dasar. Sebanyak 83%
agen LKD menyatakan bahwa transaksi pembayaran merupakan transaksi yang
paling sering dilayani(Tabel A6). Hasil ini sejalan dengan penelitian LKD lain di
Indonesia (Nethope (2015) dan Intermedia (2014).

Sedangkan agen Laku Pandai menyatakan bahwa menabung dan transfer


sebagai transaksi paling sering dilayani (Tabel A7). Hal baru yang muncul dalam
studi ini adalah meningkatnya jumlah transaksi pembukaan rekening, di mana pada
studi-studi sebelumnya top up adalah jenis transaksi yang dominan.Sebanyak 20%
dari agen menyatakan bahwa transaksi pembukaan rekening termasuk transaksi
yang paling sering dilayani oleh Laku Pandai dan hanya 7% agen LKD yang
menyatakan demikian. Dengan demikian, Laku Pandai mendorong inklusi
keuangan sedangkan LKD mendorong penggunaan non-tunai.Pengguna cukup puas
dengan jasa agen. Mayoritas pengguna (94%) menyatakan puas terhadap jasa agen
dan hampir semuanya menyatakan tidak pernah mengalami permasalahan transaksi
(Tabel A9). Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan negara-negara lain
(Intermedia (2015)). Mayoritas permasalahan yang dihadapi adalah lambatnya
transaksi dan hanya sekitar 1,08% pengguna yang pernah mengalami dana tidak
sampai (Tabel A10). Kelambatan transaksi (masalah network) dan ketidakcukupan
dana agen juga merupakan masalah terbesar di negara-negara lain yang
mengembangkan DFS. Namun masalah dana tidak sampai ke penerima perlu
ditindaklanjuti lebih lanjut. Kendala sinyal, pendanaan, dan peralatan masih sering
dihadapi oleh agen. Sebagian besar agen terutama agen Laku Pandai menyatakan
kualitas sinyal masih menjadi kendala utama. Kendala berikutnya adalah persediaan
uang tunai yang lebih banyak dialami oleh agen Laku Pandai. Agen Laku Pandai
secara rata-rata memiliki persediaan uang tunai sekitar 2/3 dari persediaan uang
tunai agen LKD. Sedangkan 9-10% agen LKD dan Laku Pandai mengalami
kendala peralatan (telepon genggam, komputer, alat pembaca) (Tabel A8). Dapat
disimpulkan bahwa agen Laku Pandai lebih banyak mengalami kendala
dibandingkan agen LKD. Hal ini mungkin disebabkan lokasi agen Laku Pandai
yang lebih remote dengan kenyataan bahwa mereka terletak lebih jauh dari bank.
Usaha keagenan memenuhi ekspektasi dan berdampak positif bagi pemilik usaha.
Lebih dari 80% agen menyatakan bahwa pendapatan dari usaha keagenan
memenuhi ekspektasi mereka (Tabel A11). Angka ini lebih tinggi dibandingkan
angka kepuasan agen di beberapa negara lain seperti di India dan Zambia, namun
sedikit lebih rendah dibandingkan Pakistan (Helix Institute of Digital Finance
(2014), UNCDF (2015)). Lebih lanjut, 50% dari agen menyatakan bahwa usaha
keagenan memberi dampak positif terhadap usaha utama dan tidak ada yang
menyatakan usaha keagenan berdampak negatif (Tabel A12). Sebagian besar agen
juga menyatakan bahwa usaha agen semakin berkembang. Hal ini menandakan
bahwa ada profitabilitas dan sustainabilitas yang cukup yang diterima oleh agen
dari usaha keagenan untuk ekspansi agen LKD dan Laku Pandai.Potensi toko/agen
pulsa untuk menjadi agen cukup besar. Karakteristik usaha yang belum menjadi
agen memiliki kemiripan dengan usaha yang telah menjadi agen LKD dan Laku
Pandai terutama terkait pendanaan dan pembukuan. Kekurangan paling jelas adalah
terkait literasi keuangan (Tabel A13). Hal ini mengindikasikan adanya proses
pembelajaran bagi pemilik usaha yang menjadi agen. Sementara itu, adanya agen
Laku Pandai yang tidak memiliki pembukuan tidak sesuai dengan peraturan OJK
terkait syarat agen Laku Pandai. Lebih lanjut, alasan belum menjadi agen yang
diutarakan oleh pemilik usaha yang belum terdaftar (individual) adalah
ketidaktahuan atau kurangnya keahlian. Hasil ini sejalan dengan survei yang
dilakukan oleh Nethope dan Intermedia yang juga menemukan hanya 6%-8%
masyarakat yang mengetahui tentang provider LKD dan hanya 2.8% yang
memahami konsep LKD. Selain itu modal juga menjadi pertimbangan bagi mereka
untuk menjadi agen. Sementara pemilik badan usaha (PT, Koperasi, CV, UD) lebih
menyatakan ketiadaan waktu sebagai alasan mereka belum menjadi agen (Tabel
A14).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Digital banking adalah layanan/kegiatan perbankan melalui kantor bank
tertentu dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik bank dana tau
melalui media digital yang dilakukan secara mandiri oleh nasabah yang
memungkinkan calon nasabah/nasabah bank untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi, registerasi, pembukaan rekening, transaksi bank dan
penutupan rekening.
Dalam hal ini terdapat beberapa bank dengan produk digitalnya :
1. Digital Banking BTPN.
2. Digital Banking BTN Cermat, Bebas Biaya Administrasi.
3. Tyme Digital Banking Commonwealth, Tak Perlu Isi Saldo.
4. Woke Digital Banking Bukopin Gandeng 10 Fintech.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/Pbi/2016 Tentang


Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran bahwa perkembangan
teknologi dan sistem informasi terus melahirkan berbagai inovasi, khususnya yang
berkaitan dengan financial technology (fintech) dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat, termasuk di bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi instrumen,
penyelenggara, mekanisme, maupun infrastruktur penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran, inovasi dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi
pembayaran perlu tetap mendukung terciptanya sistem pembayaran yang lancar,
aman, efisien, dan andal. Dengan adanya aturan dari BI dan pengawasan ojk
mampu melegalitas digital banking ini dan membangun moralitas perbankan yang
bermanfaat untuk masyarakat dan perusahaan.
Inovasi disruptif teknologi telah memaksa seluruh industri untuk melakukan
revisi terhadap model bisnis mereka atau bahkan mengubah bisnis modelnya.
Perbankan yang masih secara konvensional menggunakan IT untuk sekedar
mendukung operasional dan proses automasi telah mengalami ketertinggalan
terhadap inovasi digital terutama pada saat ini nasabah tidak lagi berkenan untuk
membayar fee atas jasa dan layanan perbankan yang merupakan salah satu sumber
utama pendapatan bank. Margin pendapatan bank semakin tipis dengan semakin
berkurangnya tingkat suku bunga dan imbal hasil perbankan akibat semakin
ketatnya persaingan dengan perusahaan non bank dan perusahaan Fintech.
Transformasi digital perbankan sudah menjadi sebuah keharusan.
Jumlah ATM rendah mengindikasikan masih sedikitnya lembaga pelayanan
keuangan yang beroperasi di kota/kabupaten tersebut yang juga merupakan
kesempatan bagi lembaga keuangan untuk beroperasi di pasar yang selama ini
belum terlayani oleh layanan keuangan.
Perbankan digital bukan hanya terkait dengan tren pasar perbankan dan
keuangan masa depan. Hal ini merupakan agenda wajib setiap perbankan untuk
memperbaiki pola pendekatan dan hubungan dengan nasabahnya. Pada tahun 1994,
Bill Gates membuat pernyataan provokatif dan sampai saat ini masih menjadi
kontroversi bahwa di masa depan perbankan masih dibutuhkan tapi bank sudah
tidak dibutuhkan lagi. Jack Ma, pendiri Alibaba juga membuat pernyataan yang
kritis bahwa jika bank tidak berubah, maka kita yang akan mengubah bank.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/PBI_184016.pdf
https://dailysocial.id/post/merangkul-talenta-it-untuk-masa-depan-digital-banking
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/345
https://danaxtra.com/artikel/berita-keuangan/ini-tabungan-digital-banking-yang-sedang-
hits.html
https://bisnis.tempo.co/read/1034683/dukung-ekonomi-digital-ojk-buat-fintech-center
http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/15/04/28/nni60714-ancaman-
moralitas-di-era-digital
Ojk, panduan penyelenggaraan digital branch.hal 5

Anda mungkin juga menyukai