Anda di halaman 1dari 5

“BITCOIN DAN E-MONEY DLAM PERSPEKTIF ISLAM”

MATA KULIAH ETIKA BISNIS ISLAM


Dosen Pengampu: TRI MARYATI, SE.,MM.

Disusun oleh:
Muhammad Raihan Haikal Luthfi
20210410306

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara berkembang yang memiliki keberagaman suku,
budaya dan agama. Salah satu agama yang dominan dan terbesar di Asia Tenggara
adalah Islam. Di dalam agama islam dengan konsep jual beli. Jual beli ini sudah ada
sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pada pembangunan yang semakin berkembang
di Indonesia, banyak teknologi baru yang terus bermunculan dan menarik perhatian
banyak orang, salah satunya adalah pengembangan teknologi internet. Teknologi
internet ini juga mengakomodir dalam bidang jual beli termasuk di dalamnya
transaksi menggunakan uang digital. Uang merupakan bagian yang integral dalam
kehidupan manusia sehari-hari, karena dalam era modern ini mekanisme
perekonomian berdasarkan dari jual beli, ekspor-impor. Dan semua itu membutuhkan
uang untuk memperlancar dan mencapai tujuan dari transaksi tersebut.

Seiring berkembangnya zaman, alat tukar menukar yang biasa dipakai masyarakat
tidak harus menggunakan uang, berkat kemajuan era globalisasi zaman memudahkan
manusia dalam melakukan jual beli menggunakan uang elektronik yang salah satunya
adalah bitcoin. Bitcoin adalah salah satu dari banyaknya berbagai mata uang digital
yang lahir di Indonesia yang di gagas oleh Satoshi Nakamoto yang bebasi mata uang
Crypthography. Pada kenyataanya masyarakat lebih lebih pro dalam bertransaksi
menggunakan uang digital yang mana dimudahkan dalam system pembayaran baik
tunai maupun non tunai. Jika dilhat dari sisi lainnya, suatu uang harus memenuhi
syarat seperti diterima secara umum, sebagai alat pembayaran dan di akui oleh
pemerintah. Bitcoin sendiri belum memenuhi syarat-syarat tersebut.

Maka dari itu, Bitcoin sebagai mata uang dan alat transaksi pembayaran di
masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khusus dari Bank Indonesia. Selain dari
pada itu pengawasan yang dulu sepenuhnya dilakukan oleh Bank sentral yaitu Bank
Indonesia, sekarang diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). sehingga Bank
Indonesia mempunyai wewenang hanya untuk mengatur dan mengontrol peredaran
mata uang saja. Sejak sebagian tugas Bank Indonesia diambil oleh OJK (Otoritas Jasa
Keuangan), banyak hal yang belum tercover seperti adanya penomena baru dalam
bidang keuangan, permodalan, investasi, peredaran mata uang, dan lain-lain. Selain
belum adanya payung hukum terhadap Bitcoin, semakin maraknya
sebagian masyarakat yang transaksi mengunakan Bitcoin, segi keamanan juga perlu
dipertanyakan, perlu adanya aturan dan pengawasan khusus terhadap Bitcoin, ini juga
merupakan suatu kewajiban pemerintah untuk melindungi setiap warganya, sehingga
masyarakat tidak akan merasa dirugikan.

Maka dari uraian di atas, mata uang bitcoin masih belum jelas dalam
bertransaksi jual beli menurut pandangan islam serta masih memerlukan pengakajian
oleh para ulama Indonesia.
Maka dari itu penyusun tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dengan menggunakan dan
pengkajian hukum islam dalam sebuah tugas Etika Bisnis Islam “Pandangan Bitcoin
menurut Islam”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, penyususun mengangkat masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana Transaksi Bitcoin dalam Pandangan Islam?
b. Bagaimana kedudukan Bitcoin sebagai uang Elektronik menurut hukum
islam?
c. Bagaimana perbandingan kedudukan Bitcoin sebagai uang Elektronik Ilegal
menurut Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam?

BAB II
Pembahasan
Uang merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan uang sebagai alat pembayaran
atas sesuatu yang didapatkannya. Sebelum adanya uang, Sistem pembayaran pertama
kali menggunakan sistem barter, yaitu pertukaran suatu barang/komoditi dengan
komoditi lain secara langsung sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Tetapi,
sistem ini mempunyai keterbatasanketerbatasan yakni tidak efisien dan sulit
menentukan nilai barang. Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut dan semakin
berkembangnya perekonomian diperlukanlah suatu benda yang dapat digunakan
sebagai alat tukar tetapi mempunyai nilai tetap, efisien, dan dapat diterima masyarakat
luas. Hingga pada akhirnya uang merupakan alat yang akhirnya menjadi alat tukar.
Sejalan perkembangan teknologi dari waktu ke waktu, bentuk uang semakin
bervariasi. Uang pada masa dulu dengan uang pada masa sekarang sangat berbeda
dari segi bentuk. Jika dahulu bentuk uang adalah logam dan kertas, kini telah
berkembang uang digital atau elektronik dalam bentuk internet banking, debit cards,
ATM, smart cards (penggunaan chips pada sebuah kartu dengan mengisi sejumlah
uang di dalam chips). Hal ini menandakan bahwa perkembangan teknologi semakin
maju dan mendorong berkembangnya alat pembayaran dari yang awalnya dengan
menggunakan alat pembayaran tunai, kini terdapat alat pembayaran non tunai yang
mana alat pembayaran baru ini tidak lagi berbasis kertas ataupun koin.
Uang digital atau uang elektronik ini adalah sarana yang dapat dijadikan
sebagai alat pembayaran atau alat tukar dan transaksi melalui internet. Uang ini
disebut sebagai uang elektronik atau uang digital karena bentuknya yang bersifat tidak
dapat diraba dan dirasakan.
Uang digital atau uang elektronik ini mulai dikenal dan menjadi fenomena di
masyarakat semenjak munculnya mata uang kripto (crypto currency) sebagai
manifestasi dari perkembangan teknologi dalam kegiatan ecommerce. Mata uang
kripto merupakan serangkaian kode kriptografi4 yang dibentuk sedemikian rupa agar
dapat disimpan dalam perangkat komputer dan dapat dipindahtangankan seperti surat
elektronik dan dimungkinkan digunakan sebagai alat pembayaran dalam suatu
transaksi komersial.
Alasan yang memudahkannya sebuah transaksi dengan menggunakan alat
tukar Bitcoin ini mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan mata uang
konvensional, antara lain tidak diatur oleh bank central, Proses pengiriman dari
account ke account lain tidak perlu melalui mekanisme bank, yang mana tidak perlu
melaporkan kepada pihak manapun, dan transaksinya tidak dapat dikenakan pajak
karena peredarannya tidak diatur oleh pemerintah di Negara manapun
Penggunaan Bitcoin sebagai mata uang dalam perspektif ekonomi
Islam, ditinjau menurut hadist, dari Ubadah bin Shamit, Nabi Shallallâhu
Alaihi Wasallam bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum bur (gandum halus) dengan gandum bur, sya’ir (gandum
kasar) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam
(dengan syarat harus sama takaran nya) dan sejenis, serta secara tunai
dari tangan ke tangan. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika
dilakukan secara tunai dari tangan ke tangan.” (Hadits Riwayat Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟i, dan Ibn Majah).
Pada dasarnya dalam kandungan Al-Qur‟an, dan hadist-hadist Nabi SAW.,
para ulama menyatakan bahwa hukum asal jual beli adalah boleh (mubah) atau
(jawaz) apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Berikut dalil di syari’atkan jual beli,
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah [2]:
275). Suatu transaksi hanya sah apabila masing-masing pihak terlibat dalam transaksi
memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan konsekuensi sebuah transaksi, dalam
sebuah akad jual beli seorang penjual harus memberikan barang yang dijual dan
pembeli membayar barang yang dibeli dengan harga yang telah disepakati.
Jika kita dilihat dari segi fiqih, muamalah transaksi jual beli Bitcoin prosesnya
akad bisa dikaitkan dengan model akad ṣ arf akad ṣ arf merupakan akad jual beli mata
uang dengan mata uang, baik mata uang yang sejenis ataupun tidak sejenis, seperti
jual beli emas dengan emas, jual beli perak dengan perak. Namun pada praktiknya
jual beli ṣ arf memiliki aturan dan syarat yaitu, serah terima objek akad sebelum pihak
yang berakad berpisah, sejenis, dan tidak ada khiyar (penipuan) dan tidak
ditangguhkan. Jika dilihat dari segi ketentuan jenis transaksi, maka transaksi Bitcoin
termasuk dalam model transaksi spot. Transaksi spot atau spot transaction adalah
suatu bentuk transaksi penjualan dan pembelian valuta asing untuk penyerahan pada
saat itu, dengan waktu penyelesaiannya sekitar dua hari.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam perspektif hukum Islam mata uang Bitcoin dalam hal penerbitannya.
Menurut teori keuangan Al-ghazali, penerbitan uang merupakan otoritas suatu negara,
mayoritas ulama menyepakati bahwa emas dan perak diberlakukan karena memiliki
status sebagai alat tukar dan alat ukur nilai benda lainnya. Sehingga dalam kondisi
tersebut bukan terfokus pada nilai instrinsik bendanya melainkan kegunaannya.
Sama halnya dengan Bitcoin, bukan hanya dinilai dari segi bentuk saja, tapi
dinilai dari manfaat dan kegunaannya. Dalam suatu hadis pula diriwayatkan bahwa
Umar bin Khattab pernah berkeinginan membuat uang dari kulit unta, akan tetapi
dibatalkan karena dikhawatirkan unta akan punah. Hadis tersebut mengisyaratkan
bolehnya menjadikan suatu hal selain emas dan perak sebagai alat tukar. Dapat
disimpulkan bahwa penggunaan Bitcoin sebagai mata uang secara hukum Islam
diperbolehkan dengan pengecualian. Ditinjau dari aspek kemudharatannya transaksi
jual beli bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Namun
Bitcoin sebagai investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat sepekulasi bukan
untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka bisnis yang menghasilkan.

Anda mungkin juga menyukai