Anda di halaman 1dari 24

ANALISA REGULASI BITCOIN

SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DI INDONESIA

Oleh :
ANDRI PURNOMO
55416120016
Dosen : DR IR IWAN KRISNADI MBA

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
JANUARI 2018
ANALISA REGULASI BITCOIN
SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DI INDONESIA

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan keberadaan bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia tidak
didukung oleh Bank Indonesia dan menyebabkan kekosongan hukum. Namun dengan
pemakaian bitcoin yang semakin mengingkat di Indonesia diperlukan adanya regulasi
untuk mengatur bitcoin sehingga adanya perlindungan dan kejelasan hukum mengenai
alat pembayaran virtual ini. Bitcoin sebagai salah satu mata uang virtual berbasis
kriptografi yang digunakan sebagai alat pembayaran oleh komunitas tertentu mengalami
perkembangan yang sangat signifikan sejak kemunculannya tahun 2009. Di Indonesia
bitcoin dapat digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial, akan tetapi
belum ada regulasi yang mengatur penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran di
Indonesia. Hal ini akan menimbulkan berbagai permasalahan hukum, antara lain terkait
aspek perlindungan hukum, pengawasan pemerintah terhadap penggunaan bitcoin di
Indonesia dan penerimaan negara. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif
dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
perbandingan. Kemudian seluruh data yang ada diolah secara deskriptif analitis. Urgensi
dari penelitian ini adalah karena belum adanya regulasi yang mengatur tentang bitcoin
sehingga belum adanya kepastian dan perlindungan hukum.

Kata kunci : Bitcoin, transaksi online, mata uang virtual, implikasi yuridis, alat
pembayaran legal
1. LATAR BELAKANG
Pada pembangunan yang semakin berkembang, banyak teknologi baru yang
muncul dan menarik perhatian orang banyak, salah satunya adalah perkembangan
teknologi internet. Internet adalah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang
saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite yang terhubung secara
global, dengan internet ini masyarakat dapat melakukan banyak hal, dari sekedar
main-main sampai mengadakan usaha online. Seiring perkembangannya juga, usaha
online ini turut berubah dalam hal tata cara pembayaran. Pembayaran transaksi online
tidak lagi hanya memakai nominal sejumlah uang, namun memakai alternative
pembayaran yaitu uang virtual yang disebut dengan bitcoin. Bitcoins adalah jaringan
konsensus yang memungkinkan sistem pembayaran baru dan uang yang sepenuhnya
berbentuk digital. Bitcoin merupakan jaringan pembayaran peer-to-peer desentralisasi
pertama yang dikontrol sepenuhnya oleh penggunanya tanpa ada otoritas sentral
ataupun perantara1. Dari sudut pandang pengguna, Bitcoins serupa seperti uang tunai
di dunia internet. Bitcoins tidak dapat diuangkan namun dapat digunakan untuk
membeli kebutuhan barang di internet.

Salah satu transaksi digital yang sedang naik daun adalah Bitcoin. Menurut
www.maxmanroe.com Bitcoin adalah mata uang virtual dengan simbol BTC yang
muncul sejak sekitar tahun 2009 dengan dirintis oleh seseorang atau sekelompok
orang yang menggunakan nama alias Satoshi Nakamoto. Bitcoin tergolong juga mata
uang kripto (cryptocurrency), yaitu jenis mata uang yang beredar tanpa diatur oleh
bank sentral tertentu, tidak dibekingi emas, dan tidak pula dinaungi oleh negara
tertentu. Peredaran dan penggunaannya melalui media jaringan internet. Dengan
Bitcoin ini banyak keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan uang digital
lainnya seperti bitcoin dapat diperoleh tanpa menukarnya dengan uang asli, nilai
harga bitcoins memiliki stadar Internasional sehinnga nilainya sama dimanapun,
waktu transfer yang sangat cepat, dan Bitcoins tidak dimiliki oleh suatu perusahaan
tertentu.
Namun dalam perkembangan bitcoin juga memiliki pro kontra seperti Rusia dan
Islandia yang menyatakan Bitcoins ilegal dan haram karena sulit dilacak dan
berpotensi terjadi pencucian uang, Di China bitcoin beredar bebas dengan peringatan,
mereka memberikan larangan untuk perusahaan-perusahaan, tetapi masyarakat
diperbolehkannya transaksi dengan bitcoin sebagai aktivitas perdagangan komoditas
di internet. Demikian untuk Negara Korea menganggap bahwa bitcoin tidak memiliki
nilai intrinsik sehingga tidak memiliki indikator perbandingan. Amerika Serikat
dimana bitcoin boleh beredar sebagai transaksi elektronik. Sementara di Singapura
bitcoin boleh beredar namun bank sentral tak ikut campur atas transaksi dengan
bitcoin, tetapi akan mengenakan pajak karena bitcoin dianggap komoditas. Di
Indonesia melalui Bank Indonesia (BI) Melakukan siaran pers yang diedarkan pada
tanggal 6 Februari 2014 menyatakan bahwa bitcoin maupun mata uang virtual
currency lainya bukanlah merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di
Indonesia.[4] Kemudian Bank Indonesia menghimbau kepada masyarakat agar
berhati-hati terhadap bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala resiko terkait
kepemilikannya ditanggung sendiri oleh pemilik atau penggunanya. Sebagaimana
Bank Indonesia ungkapkan juga bahwa mata uang haruslah memiliki penangguang
jaminan dan dasar hukum untuk melindungi pemiliknya sementara bitcoin dianggap
lemah dari sisi penanggung jawaban serta pengawasannya.
Bitcoin mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan jika digunakan sebagai
mata uang, yakni tidak adanya payung hukum yang mengatur terhadap peredaran
mata uang Bitcoin. Apabila terjadi penyalahgunaan terhadap Bitcoin seperti
pencurian, money laundry, penipuan, dan tindak pidana lainnya tidak ada satu
lembaga pun yang bertanggungjawab. Selain dari pada itu, jika dilihat dari sisi
lainnya, suatu uang harus memenuhi syarat, seperti yang telah disebutkan oleh
Dumairy yakni, diterima secara umum, sebagai alat pembayaran, dan diakui oleh
pemerintah. Bitcoin sendiri, menurut penyusun belum memenuhi beberapa syarat
uang tersebut, yang mana belum adanya pengakuan dari pemerintah sebagai alat
pembayaran, dikarenakan Bitcoin merupakan suatu fenomena baru oleh sebagian
masyarakat di Indonesia. Selain dari pada itu, Bitcoin sebagai mata uang dan alat
transaksi pembayaran di masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khususnya dari
Bank Indonesia. Lain dari pada itu pengawasan yang dulu sepenuhnya dilakukan oleh
bank sentral yaitu Bank Indonesia, sekarang diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa
Keuangan). Sehingga Bank Indonesia pun hanya memiliki wewenang untuk mengatur
dan mengontrol peredaran mata uang saja. Sejak sebagian tugas dan wewenang Bank
Indonesia diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), banyak hal yang belum
tercover seperti adanya fenomena baru dalam bidang keuangan dalam hal
permodalan, investasi, peredaran mata uang, dan lain-lain. Selain belum ada payung
hukum terhadap Bitcoin, dan semakin merebaknya transaksi dengan menggunakan
Bitcoin yang dilakukan oleh sebagian masyarakat, dilihat dari segi keamananannya
juga perlu dipertanyakan, maka dari itu perlu ada aturan dan pengawasan secara
khusus terhadap Bitcoin, sehingga masyarakat tidak akan merasa dirugikan.
Menurut Bank Indonesia sebagai regulator system pembayaran di Indonesia
bitcoins dinilai belum sesuai dengan beberapa undang-undang yang berlaku dalam
dunia perbankan, yaitu Undang-undang no 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan
Undang-undang no. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang
Mata Uang dinyatakan bahwa mata uang adalah uang yang di keluarkan oleh Bank
Indonesia sebagai bank sentral yang disebut rupiah, dan dalam Undang-undang Bank
Indonesia dinyatakan mata uang yang sah beredar di Negara Republik Indonesia
adalah uang rupiah. Oleh karena itu dari penjelasan yang telah di jelaskan diatas akan
di analisis regulasi bitcoin sebagai alat pembayaran di indonesia

2. PERMASALAHAN
Apakah bitcoins (alat pembayaran virtual di dunia maya) dikategorikan sebagai alat

pembayaran yang legal di Indonesia mengingat belum ada regulasi yang mengatur?

3. KAJIAN LITERATUR
Uang telah dipergunakan sejak berabad-abad yang lalu dan merupakan salah satu
penemuan umat manusia yang dinilai paling menakjubkan. Dalam perkembangannya,
uang memiliki sejarah yang sangat panjang dan telah mengalami berbagai perubahan
yang sangat besar sejak dikenal oleh manusia. Oleh karena itu uang dipandang dapat
memainkan perannya yang baik sebagai alat pembayaran yang sah di dalam suatu
negara maupun sebagai bentuk simbol negara yang digunakan sebagai alat pemersatu,
atau dapat pula menjadi alat untuk menguasai perekonomian atau penjajahan oleh
suatu negara kepada negara lain.5 Dengan kata lain, uang dalam kehidupan
perekonomian suatu negara memiliki fungsi yang penting dan strategis, dimana uang
bukan hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam setiap kegiatan
transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat luas di dalam sebuah negara,
namun uang juga dipandang sebagai suatu alat untuk menunjukkan eksistensi atau
keberadaan dari suatu negara.
Welter B.Wrinson memandang mata uang dari aspek politik dikaitkan dengan
kedaulatan suatu negara. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kokohnya suatu negara
antara lain dapat diukur dari kuatnya mata uang dari negara tersebut. Pandangan
dimaksud kekuasaan negara untuk mengeluarkan mata uang dan menyatakan nilainya
Munculnya mata uang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran merupakan suatu
bentuk respons terhadap timbulnya hambatan atau kendala dalam penerapan sistem
barter di masyarakat. Pada waktu itu pertukaran barang dengan barang lain secara
langsung tanpa menggunakan alat pertukaran dipandang kurang efektif di dalam
pelaksanaannya karena tenaga dan waktu yang relatif lama dalam prosesnya.
Sehingga dalam kenyataannya tidak banyak terjadi transaksi atau kegiatan
perdagangan yang makin dapat dilakukan apabila sistem barter ini digunakan sebagai
satu-satunya media dalam melakukan kegiatan pertukaran
Pada sistem barter murni, salah satu hal yang harus dipenuhi sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar adalah adanya suatu keinginan yang
sama diantara masing-masing pihak menukarkan barang tersebut. Tanpa dibatasi
prinsip tersebut, maka dalam praktiknya akan sulit untuk terjadinya suatu transaksi
atau kegiatan barter. Selain itu menemukan orang-orang yang memiliki keinginan
yang sama, sudah tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan
karena beragam jenis kebutuhan dari masingmasing pihak. Maka penerapan prinsip
kesamaan akan keinginan dan kebutuhan pada sistem barter menimbulkan atau
kendala bagi setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam dari
waktu ke waktu.
Oleh sebab itu dilakukan upaya untuk mengatasi tersebut dengan cara
menggunakan barang atau komiditi tertentu secara umum dapat diterima sebagai alat
pertukaran, misalnya menggunakan komoditi atau barang-barang hasil pertanian,
seperti padi, jagung dan gandum. Penggunaan benda-benda dimaksud sebagai alat
penukar didasarkan pada kesepakatan diantara anggota masyarakat yang
menggunakan pada suatu daerah tertentu.
Menurut D. H Robertson, dengan menggunakan barang atau komoditi tertentu
tersebut, maka kita dapat mengartikan “uang” sebagai alat sesuatu yang diterima
secara umum sebagai pembayaran untuk benda-benda atau untuk melunasi
kewajiban-kewajiban lain yang timbul karena dilaksanakannya sesuatu usaha
(bussiness obligation).
Mengingat dalam perkembangan semakin meluas, maka untuk lebih
memperlancar maka kegiatan transaksi pertukaran jual beli dengan menggunakan
benda-benda seperti logam berharga dan bahan kertas sebagai uang. Seiring dengan
penggunaan logam berharga sebagai bahan baku uang, dalam perkembangannya
ternyata kondisi yang turun naik sejalan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Sehingga perkembangan peran uang sebagai alat pembayaran terus mengalami
perubahan wujud yaitu dalam suatu bentuk uang pembayaran cek dan bilyet giro yang
memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari saldo rekening antar
institusi keuangan khususnya bank. Cek dan bilyet giro merupakan alat pembayaran
paling lama yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia
Cek dan bilyet giro merupakan jenis alat pembayaran non tunai. Seiring dengan
perkembangan teknologi, berbagai instrumen pembayaran non tunai atau elektronik
mulai bermunculan dalam berbagai wujud antara lain: kartu debet, kartu kredit dan
uang elektronik. Sejauh ini seluruh pembayaran elektronis tersebut masih selalu
terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya
4. METODE
A. Metode Pendekatan

Penulisan hukum ini menggunakan metode analitis dengan pendekatan yuridis


normatif yang dilakukan dngan cara mengkaji ketentuan yang berhubungan
dengan penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial
sesuai peraturan yang ada di Indonesia
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, karena hasil penelitian yng
diperoleh dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana implikasi yuridis
terhadap penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial
di Indonesia
Deskriptif analitis ini diawali dengan mengelompokan bahan dan informasi yang
sama menurut sub-aspek dan selanjutnya melakukan interpretasi untuk memberi
makna terhadap tiap sub-aspek dan hubungannya satu sama lain. Kemudian
setelah itu dilakukan analisis keseluruhan aspek untuk memahami makna
hubungan aspek yang satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan aspek
yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif
sehingga memberikan gambaran hasil secara utuh. Disamping memeroleh
gambaran hasil secara utuh, adakalanya ditetapkan langkah selanjutnya dengan
memerhatikan domain khusus yang menarik untuk diteliti. Dengan demikian
memungkinkan bahwa penelitian berikutnya menjadi lebih fokus dan tertuju pada
masalah yang lebih spesifik
C. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian
terhadap data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, data sekunder umum
yang dapat diteliti adalah data sekunder yang bersifat pribadi dan data sekunder
yang bersifat publik.12 Penulis dalam penelitian hukum ini mengambil data
sekunder yang bersifat publik yang terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer:
a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
b. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
c. Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

d. Siaran Pers Bank Indonesia No. 16/6/Dkom Tahun 2014 tentang

Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya

e. Inland Revenue Authority of Singapore E-Tax Guide, Goods and Services


Tax Guide for E-commerce (Third Edition, May 2016)

2. Bahan Hukum Sekunder:


Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer diantaranya abstrak, hasil penelitian dan hasil
karya dari kalangan hukum dan non hukum (politik, ekonomi dan administrasi).
Selain itu bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen resmi, publikasi tentang hukum meliputi buku- buku
teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan

D. Teknik Analisis Bahan Hukum


Data yang diperoleh selama penelitian, akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis data yang berupa metode kualitatif. Metode analisis bahan
menggunakan cara deskriptif kualitatif dengan memberikan gambaran secara
khusus berdasarkan bahan yang dikumpulkan secara sistematis, yaitu membuat
klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum untuk memudahkan analisis dan
kontruksi

5. PEMBAHASAN
Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu meneliti
ketentuan-ketentuan hukum dengan menggunakan studi kepustakaan Penelitian
hukum normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-
undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas . Dengan
digunakannya penelitian aini peneliti akan menganalisis kedudukan dan lelegalan
bitcoin di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statuta
Approach atau pendekatan perundang-undangan. Yaitu pendekatan
yang dilakukan dengan melihat isi pasal 1 nomor 1 undang-undang No.7 tahun 2011
tentang Mata Uang, dan pasal 2 (3) Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani.
Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Kualitatif yaitu suatu Metode
Analisis data Deskriptif Analitis yang menganalisis tentang undang-undang yang
berlaku yang berkaitan dengan pengaturan bitcoin sebagai alat pembayaran yaitu
dengan menggunakan undang-undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Undang-undang no 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

5.1. Alat Tukar/Alat pembayaran dalam hukum


indonesia a. Sistem Pembayaran Di Indonesia.
Sistem pembayaran dijalankan merupakan bentuk dari tugas Bank Indonesia
untuk menjaga stabilitas rupiah sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
undang no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Secara umum sistem pembayaran
memiliki tujuan yaitu dapat mendorong ekonomi nasional dan dapat meningkatkan
aktivitas ekonomi melalui kondisi lingkungan bisnis yang lebih kondusif serta
meningkatkan daya asing dan image perekonomian nasional sehingga dapat
mendorong investor asing masuk ke Indonesia. Dalam sistem pembayaran mencakup
tentang alat pembayaran, prosedur perbankan sehubungan dengan
pembayaran dan juga sistem transfer dana antar bank yang dipakai dalam proses
pembayaran. Sistem pembayaran dapat diartikan sebagai tatacara dalam
pemindahan sejumlah uang dari satu pihak ek pihak lainnya yang disebabkan karena
adanya transaksi ekonomi. Sehingga dapat kaitkan dengan alat pembayaran seperti
cek, Bilyet Giro, wesel-wesel, electronic funds transfer, kartu ATM, kartu debet,
kartu kredit, dan e-money atau uang elektronik seperti bitcoins.
Alat pembayaran adalah komponen penting yang ada dalam sistem pembayaran,
maka dari itu dalam sistem pembayaran diperlukan adanya suatu alat pembayaran
untuk menunjang sistem tersebut tetap berjalan.
Sistem pembayaran tidak lepas dari keterkaitan alat atau instrument pembayaran
yang legal digunakan. Alat pembayaran dapat dikatakan sebagai
media yang digunakan dalam pembayaran. Dalam prakteknya masyarakat masih
banyk menggunakan uang tunai dalam melakukan transaksi, namun dalam
perkembangannya selain alat pembayaran cash based terdapat alat pembayaran baru
yaitu dengan non-cash yang dapat digolongkan lagi menjadi paper based seperti cek
dan bilyet giro. Menurut Bank Indonesia,
Alat pembayaran tunai yang banyak digunakan adalah uang, baik dalam bentuk
uang kertas atau uang logam, karena dinilai masih memainkan peran penting dalam
transaksi bernilai kecil Menurut fungsinya uang dapat diartikan sebagai suatu benda
yang dapat ditukarkan dengan benda lain, dapat digunakan untuk menilai benda lain
dan dapat disimpan.
Syarat-syarat sebuah benda untuk dapat dijadikan uang atau alat tukar adalah
benda tersebut harus diterima secara umum atau bersifat acceptability,
agar dapat diakui sebagai suatu alat tukar umum benda tersebut harus memiliki nilai
tinggi atau dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Suatu benda dapat
dijadikan sebagai alat tukar juga harus tahan lama dan tidak
mudah musnah (durability), mempunyai kualitas yang cenderung sama (uniformity),
benda tersebut jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
serta tidak mudah dipalsukan (scarity), bersifat portable atau mudah dibawa dan
mudah dibagi tanpa mengurangi nilai benda tersebut, benda tersebut juga harus
memiliki nilai yang cenderung sama stabil dari waktu ke waktu (stability)
Undang-undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pada pasal 1 ayat (1)
menjelaskan bahwa Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah
Di dalam Undang-undang no 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pasal 11
disebutkan bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang
melakukan pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan penarikan Rupiah
untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan
memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Dengan demikian, suatu alat pembayaran dapat dikatakan legal dengan memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
Table 1.
Unsur alat pembayaran
Unsur Keterangan
Peraturan yang dikeluarkan BI seperti
Kebijakan/Prangkat Hukum
UU mata uang atau UU BI
Dikeluarkan oleh Bank Sentral,
otoritas lain, perbankan, lembaga
Kelembagaan keuangan lain bukan Bank, kantor
pos, operator mobile phone,
perusahaan lain
Bentuk Fisik Paper-based & card-based
Alat pembayaran Cara Debit transfer & credit transfer
Pembayaran
Sistem kliring & transfer dana via
Mekanisme Operasionla
RTGS
Infrastruktur teknis dalam memproses
Infrastruktur perpindahan dana seperti jaringan
komputer dan perangkat keras/ lunak

Demikian pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oelh suatu barang untuk dapat
menjadi alat tukar dapat dilihat dalam table di bawah ini.
Table 2.
Syarat Alat Pembayaran

Tidak Mudah rusak


Syarat Alat Pembayaran
Mempunyai kualitas yang cendrung sama

Jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan


masyarakat
Tidak dapat dipalsukan
Mudah dibawa
Memiliki nilai yang stabil
b. Bitcoins sebagai alat pembayaran yang legal di Indonesia
Bitcoin berkembang pesat sejak diciptakan tahun 2009 oleh seorang individu
atau kelompok misterius dengan nama samaran Satoshi Nakamoto, kurs bitcoin pun
melonjak naik seiring banyaknya permintaan. Bitcoin muncul karena akibat dari Great
Recession dan krisis keuangan yang terjadi di tahun 2008, bitcoin merupakan reaksi dari
revolusi keuangan yang terjadi selama 20 tahun terakhir. Seperti yang telah diketahui
bitcoin adalah alat pembayaran yang menggunakan peer-to-peer network yang umum di
gunakan oleh para programmer. Bitcoin menggunakan jaringan peer-to-peer atau file-
sharing service karena kita bisa membagi file bitcoin kepada sesama pengguna dengan
media jaringan komputer. Konsep dibalik bitcoin adalah untuk memangkas biaya yang
digunakan untuk membayar makelar yang dibutuhkan dalam transaksi jual beli
konvensional, sehingga dengan memangkas biaya makelar ini penjual dapat menawarkan
barangnya lebih murah. Inti utama dari bitcoin adalah buku besar umum (global ledger)
atau neraca (balance sheet), yang disebut dengan blockchain. Buku besar umum ini
mencatat semua transaksi yang dilakukan menggunakan bitcoin, dari sejak bitcoin
ditambang semua transaksi dicatat, sehingga hal inilah yang membuat bitcoin tidak
mudah dipalsukan.
unsur-unsur bitcoin adalah adanya jaringan peer-to-peer, blok, blockchain dan
miners. Jaringan peer-to-peer dalam bitcoin memperbolehkan pengguna untuk
mentransfer sejumlah nilai bitcoin, transaksi ini disimpan dalam file yang disebut dengan
blok, blok-blok ini akan terjalin satu sama lain sehingga membentuk rantai blok yang
disebut dengan blockchain, dan miners memecahkan formula matematika kompleks
untuk membuktikan kepemilikan bitcoin.
Untuk dapat menggunakan bitcoin sebelumnya pengguna harus mengunduh
wallet atau dompet virtual yang bisa didapatkan dari sumber tertentu. Dompet virtual ini
terdiri dari 3 jenis yaitu dompet perangkat lunak (software wallet), mobile wallet dan
dompet Web (web wallet). Perbedaan dari ketiga wallet tersebut adalah terletak pada
dimana bitcoin itu disimpan. Pada dompet perangkat lunak atau software wallet, bitcoin
akan tersimpan didalam hard drive yang artinya komputer apapun yang digunakan untuk
mengunduh software wallet ini akan menjadi tempat penyimpanan bitcoin.

Apabila komputer yang digunakanrusak maka bitcoin yang tersimpan akan ikut
hilang. Sedangkan mobile wallet sistem kerjanya sama dengan software wallet hanya saja
media yang digunakan adalah mobile phone. Pada web wallet menyediakan akses untuk
dapat menggunakan bitcoin dimana saja dengan menggunakan internet. Tak jauh berbeda
dengan online banking, dengan web wallet pengguna dapat melihat jumlah bitcoin yang
tersimpan kapanpun dimanapun. Wallet ini mempunyai fungsi yang sama dengan bank-
bank konvensional lainnya, yaitu melindungi harta nasabah atau pengguna dari ancaman
penjahat, namun wallet juga memiliki perbedaan yaitu tidak ditanggung oleh pemerintah,
apabila sesuatu terjadi pada wallet pengguna seperti serangan hacker maka bitcoin yang
tersimpan didalam wallet tidak bisa ditanggung resiko oleh pemerintah. Bitcoin
merupakan alat pembayaran yang tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan
transaksi karena bitcoin tidak membutuhkan jasa makelar. Pada mata uang konvensional
dibutuhkan prosedur panjang dan biaya untuk melakukan transaksi.

Perbedaan lain antara bitcoin dan mata uang konvensional dapat dilihat dalam table
berikut:
Table 3.
Perbandingan bitcoin dengan mata uang lain

Bitcoin Mata Uang Lain


Menggunakan teknologi peer-to-peer dan Dikeluarkan oleh bank sentral sebagai
tanpa otoritas pusat atau lembaga untuk bentuk dari kewenangan mengola
mengawasi operasi kebijakan moneter nasional
Bitcoin dirancang untuk menjadi mata uang Diciptakan dalam bentuk fisik
digital
Jumlah bitcoin yang diproduksi dibatasi Dapat diterbitkan dalam tanpa batas
sampai 21 juta sampai 21 juta
Membutuhkan tingkat pengetahuan yang Membutuhkan
Tidak membutuhkan
tingkat pengetahuan
teknologi yang Tidak m
tinggi karena menggunakan teknologi tinggi karena
pemahaaman
menggunakan
mendalam
teknologi pem
cryptocurrency cryptocurrency
Penerimaan masih terbatas, hanya dapat Dapat
Penerimaan
digunakan
masih
danterbatas,
diterimahanya
dimana
dapat
saja Dapat diguna
digunakan di toko-toko tertentu digunakan di toko-toko tertentu
Dengan demikian, dengan membandingkan sistem bitcoin dengan sistem
pembayaran maka, status kelegalan bitcoin untuk dapat digunakan sebagai alat
pembayaran di Indonesia dapat dilihat dalam table berikut:

Table 4.
Kelegalan bitcoin dengan sistem pembayaran

Unsur Keterangan Bitcoin


Kebijakan/perangkat Peraturan yang Belum ada
hukum dikeluarkan BI, kebijakan/perangkat
seperti Uu mata hukum yang
uang dan uu BI mengatur
Kelembagaan Dikeluarkan oleh Dikelola oleh
Bank Sentral, bitcoin.co.id
otoritas lain,
perbankan, lembaga
keuangan lain bukan
bank, kantor pos,
operator mobile
phone, perusahaan
lain
Alat Pembayaran Bentuk Fisik Cara Paper-based & card- Digital-based
Pembayaran based Debit transfer Tidak ada sistem
& credit transfer transfer
Mekansime Operasional Sistem kliring &
transfer dana via
RTGS
Infrastruktur Infrastruktur teknis
dalam memproses
perpindahan dana
seperti jaringan
komputer dan
perangkat
keras/lunak

Sedangkan kelegalan bitcoin menurut syarat-syarat alat pembayaran dapat dilihat dalam
table berikut: Table 5.

Table 5.
Kelegalan bitcoin menurut syarat pembayaran

Syarat alat pembayaran Bitcoin


Diterima secara umum dengan nilai tinggi Tidak
dan dijamin oleh pemerintah
Tidak mudah rusak Ya
Mempunyai kualitas yang cenderung sama Ya
Jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan Tidak
masyarakat
Tidak dapat dipalsukan Ya
Mudah dibawa Ya
Memiliki nilai yang stabil Ya
6. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah di jabarkan pada bab sebelumnya,
maka didapatkan kesimpulan bahwa bitcoin dapat menjadi alat pembayaran yang
legal di Indonesia karena bitcoin memenuhi sebagian besar syarat-syarat suatu benda
dapat dikatakan sebagai alat pembayaran, yaitu: 1. Tidak mudah rusak 2. Mempunyai
kualitas yang cenderung sama 3. Tidak dapat dipalsukan 4. Mudah dibawa 5.
Mempunyai nilai yang stabil
Hanya saja bitcoin terhambat oleh tidak adanya regulasi dari pemerintah dan tidak
ada hukum yang melindungi pengguna bitcoin sehingga apabila terjadi sesuatu pada
para pengguna seperti kehilangan bitcoin, para pengguna tidak dapat meminta
pertanggungjawaban kepada pemerintah.
Namun penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia semakin
meningkat dan tidak dapat dibendung, maka untuk menghindari tindak pidana yang
melanggar undang-undang dan bersifat merugikan penggunaan bitcoin perlu adanya
regulasi yang mengatur baik dari pemerintah atau dari Bank Indonesia.
Pemerintah indonesia bisa mengambil tindakan atas hal ini yaitu meregulasi
bitcoin dengan pengenaan pajak atas segala transaksi yang menggunakan bitcoin
sebagai alat pembayaran untuk menghindari terjadinya tindak pidana pencucian uang
atau kegiatan terorisme. Indonesia dapat mencontoh Singapura dengan meregulasi
bitcoin dengan pengenaan pajak. Hal ini dapat mencegah tindak pidana yang dilarang
oleh undang-undang dan juga dapat membantu meningkatkan perekonomian
Indonesia karena apabila transaksi bitcoin ini meningkat tiap tahunnya maka pajak
atas bitcoin ini akan meningkat pula sehingga dapat menambah pendapatan Negara
dari hasil pajak pengenaan pada transaksi bitcoin.
7. SARAN
1. Bagi pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan terhadap pengaturan
bitcoin sebagai alat pembayaran dengan mengeluarkan regulasi tentang
pengaturan bitcoin sehingga jelas kedudukannya dan masyarakat yang
menggunakan dapat mendapatkan perlindungan hukum.

2. Bagi masyarakat diharapkan untuk dapat lebih berhati-hati dalam pemakaian


bitcoin sebagai alat pembayaran selama belum ada regulasi dari pemerintah atau
Bank Indonesia karena tingkat sekuritas yang lemah disebabkan belum adanya
perlindungan hukum.
8. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Abdurrahman Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang,
UMM Press, 2009.
[2]. Gatot Suparmono, Hukum Uang Di Indonesia, Bekasi, Gramata Publishing,
2014
[3]. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005
[4]. Rahajo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
[5]. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif.
Jakarta: CV Rajawali.
[6]. Hadjon, Phillipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.
Surabaya: PT. Bina Ilmu
[7]. Aby Haryono. Analisis Yuridis Bitcoin Menurut Peraturan Perundang-
Undangan di Indonesia. Skripsi Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2014.
[8]. Heseikel M Morsa. Analisis Pengaruh Transaksi Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu (APMK) Terhadap Perputaran Uang di Indonesia. Skripsi
Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatra Utara,
2015.
[9]. Setiono. Rule of Law. Tesis Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, 2004.

[10]. Sylvia Christina Aswin. Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial


Elektronik. Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, 2006
Peraturan Perundang- Undangan:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia;
4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang;

Peraturan Lain:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik.
3. Siaran Pers Bank Indonesia Nomor 16/6/Dkom Tentang Pernyataan Bank
Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya.
4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR Tentang Bilyet
Giro.
5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/21/DKSP Perihal Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP Perihal Penyelenggaraan Uang
Elektronik.

Anda mungkin juga menyukai