Anda di halaman 1dari 18

LEGALITAS INVESTASI BITCOIN MENURUT HUKUM

INVESTASI DI INDONESIA

Kelompok F

Nama Anggota Kelompok :

1. Esther Fania Dewi 200710101310

2. Ardhan Ridwanullah Kahfi 200710101377

3. Regita Intan Paramita 200710101334

4.Nensi Thania 200710101056

5. Rizal Nazhmi 200710101293

6. Violla Stefany Nomeruno Sipahelut 200710101019

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS JEMBER


2022
ABSTRAK

Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih dikenal
dengan istilah digital economics atau ekonomi digital. Keberadaannya ditandai dengan
semakin maraknya kegiatan perekonomian yang memanfaatkan internet sebagai media
komunikasi, kolaborasi, dan koorporasi. Perdagangan misalnya, semakin banyaknya
mengandalkan perdagangan elektronik/electronic commerce (e-commerce) sebagai
media transaksi. Kecanggihan teknologi yang terus berkembang telah mempengaruhi
bentuk sistem pembayaran perekonomian yang berdampak dalam kehidupan
masyarakat saat ini. Pada zaman modern, masyarakat lebih memilih menggunakan
sistem pembayaran secara elektronik dari pada menggunakan transaksi dengan cash
system, karena kemudahan dari pembayaran elektronik yang ditawarkan. Di dalam
penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan-pendekatan yang
digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute
approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach).
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara menganalisis permasalahan dengan
menggunakan instrument peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perlindungan lingkungan hidup. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui
legalitas investasi bitcoin dan untuk mengetahui penyelesaian sengketa dalam investasi
bitcoin yang terus mengalami peningkatan. Seiring perkembangan teknologi,
diciptakannya mata uang virtual untuk mempermudah dalam proses transaksi
elektronik. Bitcoin merupakan mata uang virtual dengan menggunakan jaringan peer to
peer yang sepenuhnya dikontrol oleh pengguna.

Kata Kunci : Bitcoin, Ekonomi Digital, Legalitas Investasi

ABSRACT

The internet has brought the world economy into a new chapter, which is better known
as digital economics or digital economy. Its existence is marked by the increasingly
widespread economic activity that utilizes the internet as a medium of communication,
collaboration and corporations. Trade, for example, is increasingly relying on electronic
commerce/electronic commerce (e-commerce) as a transaction medium. Technological
sophistication that continues to develop has affected the form of the economic payment
system which has an impact on people's lives today. In modern times, people prefer to
use electronic payment systems instead of using transactions with a cash system, because
of the convenience offered by electronic payments. In legal research there are several
approaches, the approaches used in legal research are statutory approaches (statute
approach), case approach, historical approach (historical approach). The statutory
approach is carried out by analyzing the problem by using statutory regulatory
instruments that regulate environmental protection. The purpose of this research is to
determine the legality of bitcoin investment and to find out the dispute resolution in
bitcoin investment which continues to increase. As technology develops, virtual currency
is created to make it easier to process electronic transactions. Bitcoin is a virtual currency
using a peer to peer network that is fully controlled by the user.

Keywords : Bitcoin, Digital Economy, Investment Legality


A. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri 5.0 dianggap sebagai evolusi industri berikutnya, tujuannya adalah untuk
memanfaatkan kreativitas ahli manusia dalam kolaborasi dengan mesin yang efisien,
cerdas, dan akurat, untuk mendapatkan solusi manufaktur yang hemat sumber daya dan
disukai pengguna dibandingkan dengan Industri 4.0. Berbagai teknologi dan aplikasi
yang menjanjikan diharapkan dapat membantu Industri 5.0 untuk meningkatkan
produksi dan menghadirkan produk yang disesuaikan secara spontan. Untuk
memberikan diskusi pertama tentang Industri 5.0, dalam makalah ini, kami bertujuan
untuk memberikan tutorial berbasis survei tentang aplikasi potensial dan teknologi
pendukung Industri 5.0. Kami pertama kali memperkenalkan beberapa konsep dan
definisi baru Industri 5.0 dari perspektif praktisi dan peneliti industri yang berbeda.
Kami kemudian membahas secara rinci potensi penerapan Industri 5.0, seperti layanan
kesehatan cerdas, manufaktur cloud, manajemen rantai pasokan, dan produksi
manufaktur. Selanjutnya, kami membahas beberapa teknologi pendukung untuk
Industri 5.0, seperti edge computing, digital twins, collaborative robots, Internet of
everything, blockchain, dan 6G and beyond network. Terakhir, kami menyoroti beberapa
tantangan penelitian dan isu terbuka yang harus dikembangkan lebih lanjut untuk
mewujudkan Industri 5.0.
Salah satu produk dari industry 5.0 adalah Cryptocurrency, terkadang disebut
crypto-currency atau crypto, adalah segala bentuk mata uang yang ada secara digital
atau virtual dan menggunakan kriptografi untuk mengamankan transaksi.
Cryptocurrency tidak memiliki otoritas penerbit atau pengatur pusat, melainkan
menggunakan sistem terdesentralisasi untuk mencatat transaksi dan mengeluarkan unit
baru. Cryptocurrency adalah sistem pembayaran digital yang tidak bergantung pada
bank untuk memverifikasi transaksi. Ini adalah sistem peer-to-peer yang memungkinkan
siapa saja di mana saja untuk mengirim dan menerima pembayaran. Alih-alih menjadi
uang fisik yang dibawa-bawa dan dipertukarkan di dunia nyata, pembayaran
cryptocurrency ada murni sebagai entri digital ke database online yang menjelaskan
transaksi tertentu. Saat Anda mentransfer dana cryptocurrency, transaksi dicatat dalam
buku besar publik. Cryptocurrency disimpan dalam dompet digital.
Bitcoin (BTC) adalah cryptocurrency, mata uang virtual yang dirancang untuk
bertindak sebagai uang dan bentuk pembayaran di luar kendali satu orang, kelompok,
atau entitas, dan dengan demikian menghilangkan kebutuhan akan keterlibatan pihak
ketiga dalam transaksi keuangan. Ini diberikan kepada penambang blockchain untuk
pekerjaan yang dilakukan untuk memverifikasi transaksi dan dapat dibeli di beberapa
bursa.Bitcoin diperkenalkan ke publik pada tahun 2009 oleh pengembang anonim atau
kelompok pengembang yang menggunakan nama Satoshi Nakamoto.
Sejak itu bitcoin menjadi cryptocurrency paling terkenal di dunia. Popularitasnya
telah mengilhami pengembangan banyak cryptocurrency lainnya. Pesaing ini mencoba
untuk menggantikannya sebagai sistem pembayaran atau digunakan sebagai utilitas
atau token keamanan di blockchain lain dan teknologi keuangan yang muncul.
B. PEMBAHASAN

Bagaimana Perkembangan Bitcoin di Indonesia


1Bitcoin adalah mata uang digital yang tidak terikat kepada bank atau pemerintah

dan memungkinkan para penggunanya untuk berbelanja tanpa mengungkapkan jati diri
mereka. Koin ini diciptakan oleh para pengguna yang menambang mata uang mereka
dengan meminjamkan kekuatan komputasi untuk memverifikasi transaksi pengguna
lainnya. Mereka menerima bitcoin sebagai imbalannya. Koin ini juga bisa dibeli dan
dijual dengan menukarkan mata uang dollar AS dan mata uang lainnya. Bitcoin adalah
salah satu cryptocurency yang pada dasarnya adalah sebuah mata uang digital.
(Firmansyah dan M. Ikhsan Dacolfany,2018). Mata uang ini bentuk dan penyimpanannya
adalah digital. Penemu bitcoin pertama kali adalah seorang programmer bernama
Satoshi Nakamoto. Bitcoin dapat digunakan untuk melakukan pembelian seperti
berbelanja, membayar makanan, membayar biaya perkuliahan, membeli peralatan game
sampai dengan hosting website. Bitcoin menjadi cryptocurrency desentralisasi pertama
di tahun 2009 kemudian banyak cryptocurrency telah tercipta salah satunya altcoins
sebagai campuran alternative bitcoin. Cryptocurrency menggunakan kontrol
desentralisasi sebagai lawan terpusat uang elektronik/sistem perbankan terpusat. Pada
dasarnya bitcoin adalah satu jurnal digital yang mencatat siapa mempunyai beberapa
bitcoin. Bank pada umumnya juga mempunyai jurnal untuk mencatat nasabah
mempunyai berapa banyak uang. Yang membedakan bitcoin adalah jurnal digital ini
tidak disimpan disebuah instansi atau pihak tertentu. Di bitcoin, jurnal digital ini
disimpan masingmasing orang atau siapapun yang memiliki dan membantu proses
transaksi. Jadi, ketika jurnal digital rusak maka pengguna mempunyai cadangan dari
seluruh pengguna lainnya. Tidak satu pihak yang mengontrol jurnal ini, semuanya
berpartisipasi.

Terdapat alasan mengapa bitcoin lebih unggul dibandingkan uang tradisional,


salah satunya adalah biaya transaksi yang sangat rendah. Sebuah transaksi internasional
biasanya dikenai biaya sebesar 5% dari total nilai yang ditransaksikan. Namun
menggunakan bitcoin, biaya tersebut bisa ditekan menjadi sangat rendah tergantung
pada ukuran transaksi. Mudahnya, sebuah transaksi yang hanya melibatkan 1 alamat
pengirim dan 1 alamat tujuan hanya menghabiskan biaya Rp. 1.500 berapapun jumlah
bitcoin yang dikirimkan. Pemerintah melalui Bank Sentral agar terpenuhinya kebutuhan
masyarakat akan uang, menciptakan uang kartal dalam bentuk uang logam maupun
uang kertas dan tidak hanya sampai pada uang kartal dengan berkembangnya teknologi

1
Lex Jurnalica Volume 18 Nomor 2, Agustus 2021
munculah uang giral yang di terbitkan oleh bank umum dalam bentuk cek, bilyet giro,
maupun kredit card. Bahkan dalam perkembangannya di Indonesia muncul pula e-
money (electronic money) yang telah di akui dengan terbitnya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) Kehadiran bitcoin
sebagai mata uang virtual menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahannya dalam
hukum di Indonesia, sebagian masyarakat menilai bahwa Bitcoin merupakan suatu
inovasi baru dalam hal perekonomian khususnya di bidang perdagangan barang dan
jasayang berfungsi sebagai alat pembayaran bagi para penggunanya dan selain itu
bitcoin dapat menjadi sebuah tujuan investasi. Proses perdagangan bitcoin tersebut
mempunyai mekanisme pertanggung jawaban secara personal oleh para user bitcoin.
Masyarakat menjalankan server sendiri serta mengelola transaksi perdagangan sendiri.
Penjualan dan pembelian serta harga ditentukan oleh kedua belah pihak dalam bentuk
kesepakatan. Sistem yang bersifat desentralisasi ini menjadikan komputer user menjadi
server sehingga setiap orang bertanggung jawab atas kekayaannya sendiri, sehingga
kerugian seperti pencurian wallet, negara tidak ikut andil dalam menyelesaikan perkara
tersebut. Selain itu, sistem desentralisasi yang berada dalam mekanisme blockchain,
menjadikan tidak adanya lembaga atau negara yang sepenuhnya mengkontrol serta
menguasai teknologi cryptocurrency.

Aturan yang dikeluarkan oleh pihak Indonesia belum menjelaskan secara spesifik
bagaimana kedudukan bitcoin dalam penggunaan di Indonesia. Lembaga penyelenggara
komoditas keuangan seperti Bank Indonesia menyatakan jadi tidak dibuat aturan
mengenai virtual currency tapi menegaskan bahwa undang-undang khususnya undang-
undang mata uang mengatakan untuk melakukan pembayaran di Indonesia itu harus
rupiah, dan virtual currency itu dilarang. (lyas Istianur Praditya.2018). Pernyataan
tersebut menjelaskan bahwa terkait penggunaan bitcoin di wilayah Indonesia, pihak
Bank Indonesia melarang terkait transaksi yang khusus digolongkan dalam hal
pembayaran dengan menggunakan bitcoindan dalam kaitannya dengan teknologi,
Indonesia memfasilitasi segala bentuk pemanfaatan di bidang teknologi, seperti dalam
pasal 40 ayat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ayat
(1)menyatakan “Pemerintah memfasislitasi pemanfaatan Teknologi Informasi masi dan
Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
dalam ayat (2) menyatakan “Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala
jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik yang menganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Legalitas Bitcoin di Indonesia
Perkembangan teknologi global semakin meningkat secacar siginifikan selama
sepuluh tahun terakhir di abad 20 ini. Konsekuensi dari perkembangan teknologi ini
memunculkan paradigma inovasi pembaruan teknologi scara terus menerus, dari
teknologi hardware seperti gadget, laptop, dan komputer. Dari kelompok software
muncul inovasi seperti aplikasiaplikasi penunjang kehidupan antara lain seperti
software aplikasi stellarium mobile sky map yang kegunaannya melihat rotasi bulan
ataupun melihat gerhana bulan tanpa harus menggunakan teropong bintang. Selain
pembaharuan teknologi dari segi perangkat software dan hardware tersebut, dunia
teknologi juga mengalami suatu new creation (penciptaan baru) dibidang finansial
sebagai penunjang suatu transaksi perekonomian digital, seperti transaksi perbankan
dalam proses transfer uang dari bank satu ke bank yang lainnya. Transaksi digital di
Indonesia dalam hal pembayaran online ataupun transfer berlandaskan pada
penggunaan mata uang rupiah sebagai keharusan dalam setiap transaksi ataupun
pembayaran di wilayah Indonesia. Landasan hukum tersebut tertuang dalam :
1. UU No. 7 tahun 2011 mengenai mata uang;
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial;
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Pembayaran;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank
Indonesia; serta merujuk pada Siaran Pers Kementrian Keuangan Republik
Indonesia Nomor 3/KLI/2018.

Terlepas dari adanya mode transaksi digital tersebut, komoditas finansial dikejutkan
dengan sebuah inovasi mata uang digital formless (tidak berbentuk) yaitu bitcoin. Bitcoin
tidak dikategorikan sebagai barang komoditas logam maupun kertas seperti uang pada
umumnya, karena mata uang ini tersusun dari sistem komputasi alogaritma kompleks,
dan murni berbentuk digital. Indonesia menjadi salah satu negara pengguna bitcoin
dalam hal jual beli atau digital asset. Penggunaan bitcoin menjadi hal sangat
menggiurkan terutama dalam hal ladang bisnis ataupun investasi, ditandai dengan lebih
dari satu juta pengguna perdagangan bitcoin di Indonesia. Disadur dari Kompas.com,2
Oscar Darmawan CEO Bitcoin menyatakan kebanyakan dari para pengguna bitcoin ini
muncul dari generasi millenial antara 17 sampai 35 tahun. Pemasaran perdagangan
bitcoin di Indonesia sendiri dapat diakatan cukup besar dalam kategori jual beli atau
perdagangan bitcoin, sedikitnya ada lebih dari satu juta investor yang aktif dalam
perdagangan bitcoin. Para user (pengguna) tersbut menukarkan bitcoin mereka

2
Sakina Rakhma Diah Setiawan (2017), Pengguna Bitcoin Indonesia Didominasi Generasi Milenial, Kompas.com.
menggunakan mekanisme pertukaran melalui suatu otoritas atau perusahaan market
place.
Terdapat mekanisme penggiat Bitcoin dalam mendapatkan serta merupiahkan mata
uang virtual tersebut. Pertama, para user ini melakukan penambangan (minning) untuk
mencari pundi-pundi bitcoin dari suatu sistem alogaritma yang kompleks. Kedua,
setelah bitcoin tersebut didapat oleh user, bitcoin tersebut disimpan dalam dompet
virtual atau lebih dikenal dengan wallet. Ketiga, apabila user ingin menukarkan bitcoin
tersebut ke dalam rupiah, para user mengunjungi sebuah situs market place yang berada
di internet antara lain bitcoin.co.id, luno.com, dan triv.co.id. Adanya market place
tersebut adalah menjadi wadah serta menjamin bersihnya transaksi dalam hal
perdagangan di Indonesia, padahal hal tersebut seharusnya dilakukan oleh pemerintah
Indonesia sebagai regulator masyarakat.
Perlu dicermati bahwa ada beberapa kerugian serta keuntungan yang ada pada
munculnya serta penggunaan bitcoin. Terkait keamanan bitcoin, pemalsuan sangat sulit
dilakakukan karena basis dari bitcoin mengunakan alogaritma kriptografi yang sangat
rumit serta kompleks, sehingga kemungkinan pemalsuan sulit. Tidak ada campur tangan
dari pihak ketiga karena transaksi menggunakan system peer to peer atau bisa
dianalogikan hanya orang dengan orang atau pedagang dan penjual tanpa ada
pengawasan ataupun kontrol dari negara dan perundang undangan. Kemudahan serta
transaksi yang cepat dan murah karena diakomodir oleh internet yang pada dasarnya
memudahkan manusia dalam kehidupan. Dalam hal kekurangan, ada beberapa poin
yang penting untuk dicermati sebelum bergelut pada komoditas virtual ini, antara lain
resiko kehilangan asset atau bitcoin itu sendiri yang disebabkan karena rusaknya file atau
kegagalan pada hardrive dan kesalahan, karena satu-satunya catatan bitcoin yang
dimiliki terdapat dalam dompet virtual (wallet) dimana mereka disimpan, kehilangan
dompet tersebut berarti kehilangan bitcoin yang ada didalamnya.
Selain itu apabila komputer yang digunakan untuk proses minning serta
penyimpanan data terkait bitcoin rusak maka bitcoin akan hilang3 jika tidak ada
pembackupan. Proses perdagangan bitcoin tersebut mempunyai mekanisme
pertanggung jawaban secara personal oleh para user bitcoin. Masyarakat menjalankan
server sendiri serta mengelola transaksi perdagangan sendiri. Penjualan dan pembelian
serta harga ditentukan oleh kedua belah pihak dalam bentuk kesepakatan. Sistem yang
bersifat desentralisasi ini menjadikan komputer user menjadi server sehingga setiap
orang bertanggung jawab atas kekayaannya sendiri, sehingga kerugian seperti pencurian
wallet, negara tidak ikut andil dalam menyelesaikan perkara tersebut. Selain itu, sistem
desentralisasi yang berada dalam mekanisme blockchain, menjadikan tidak adanya

3
Tiara Dhana Danella, Dr. Sihabbudin, SH, MH, Siti Hamidah, SH, MM. (2015), Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran
Yang Legal Dalam Transaksi Online, hlm. 8-9.
lembaga atau negara yang sepenuhnya mengkontrol serta menguasai teknologi
cryptocurrency.
Permasalahan lainnya yang mungkin terjadi adalah sistem peredaran uang ini yang
dikirimkan dari orang ke orang (peer-to-peer). Walaupun dapat diciptakan sistem
transaksi yang lebih kompleks untuk Bitcoin, sistem pengiriman sederhana yang
digunakan dalam mayoritas transaksi Bitcoin tidak memiliki system keamanan yang
cukup. Hal ini berarti seluruh transaksi yang sudah dilakukan tidak dapat dibatalkan
lagi, yang mana akan menguntungkan bagi seseorang yang hendak melakukan
penipuan, sekali uang telah hilang, hampir tidak mungkin lagi untuk mendapatkannya
kembali kecuali pihak lain yang mengembalikannya dengan sukarela. Tidak ada bank
ataupun perusahaan kartu kredit yang dapat dimintai bantuan.4 Kerugian lainnya dalam
menggunakan Bitcoin, yaitu kemungkinan terjadinya pencurian bitcoin dari wallet.
Pengguna rawan terhadap peretas (hacker) dan virus serta rawan mendapatkan itikad
buruk dari sesama penggiat bitcoin atau dalam hal transaksi karena sifatnya
anonymous/pseudonymus. Terkait permasalahan legalitas, Indonesia sebagai regulator
warga negaranya masih mengatur hal ini dalam keadaan yang implisit, beberapa
undang-undang seperti UU No. 7 Tahun 2011 pasal 2 dan pasal 5, hanya mengatur
mengenai mata uang, yang secara substansial berisi keharusan warga negara Indonesia
menggunakan rupiah di wilayah Indonesia, serta menyatakan bahwa hanya rupiah mata
uang yang sah di Indonesia dalam hal transaksi pembayaran. Aturan yang dikeluarkan
oleh pihak Indonesia belum menjelaskan secara spesifik bagaimana kedudukan bitcoin
dalam penggunaan di Indonesia.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa terkait penggunaan bitcoin di wilayah
Indonesia, pihak Bank Indonesia melarang dengan keras terkait transaksi yang khusus
digolongkan dalam hal pembayaran dengan menggunakan bitcoin. Dalam kaitannya
dengan teknologi, tidak dapat dupungkiri bahwa Indonesia memfasilitasi segala bentuk
pemanfaatan di bidang teknologi, seperti dalam pasal 40 ayat Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik ayat (1) menyatakan “Pemerintah memfasislitasi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”, dan dalam ayat (2) menyatakan “Pemerintah
melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang menganggu
ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Perlu
digaris bawahi, mengenai pengakomodiran legalitas pemasaran bitcoin yang dapat
dikategorikan sebagai produk system elektronik.

4
Dwikky Ananda Rinaldi, Mokhamad Khoirul Huda (2016) Jurnal Ilmiah: Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Online
Dalam Perdagangan Internasional, hlm. 11.
Ditinjau dari pasal 15 ayat (1) Undang-Undang ITE yang menyatakan bahwa “Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara
andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya”, Pasal 4 huruf (e) yang menyatakan “Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengantujuan untuk: e. memberikan
rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi
Informasi”, pasal 16 huruf (e) mengenai persyaratan pengoperasian system elektronik
dan sanksi termuat mulai pada pasal 30 dan setersunya. Maka dapat disimpulkan bahwa
eksistensi bitcoin tidak sejalan dengan prinsip UndangUndang Nomor. 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik khususnya dalam pasal 4 huruf (e) dalam memberikan rasa aman,
keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Dampak dari adanya regulasi yang
secara implisit mengenai bitcoin tidak menimbulkan suatu kejelasan mengenai
perlindungan serta pengawasan mengenai polemik komoditas digital ini dalam aspek
perdagangan atau jual beli, sehingga menimbulkan beberapa konsekuensi secara nyata
bagi negara Indonesia langkah Indonesia sampai pada tahun 2018 belum memberikan
kejelasan secara eksplisit dan spesifik mengenai regulasi bitcoin. Mengenai pelarangan
yang berisi penegasan baru merujuk pada sebuah pernyataan yang berisi penegasan
dalam Siaran Pers. Diktum tersebut termuat dalam Siaran pers Kementrian Keuangan
Republik Indonesia Nomor 3/KLI/2018 yang merujuk pada UU No 7 Tahun 2011 dan
menyatakan dalam frasa “mengingat belum adanya otoritas yang menngatur dan
mengawasinya, penggunaan mata uang virtual rawan dipergunakan untuk transaksi
ilegal, pencucian uang, dan pendanaan terorisme.
Kondisi transaksi semacam ini dapat membuka peluang terhadap tindak penipuan
dan kejaharan dalam bentuk yang dapat merugikan masyarakat, serta selain resiko yang
diperoleh dari memiliki dan memperjual belikan mata uang virtual yang memiliki
ketidakjelasan underlying asset yang mendasari nilainya, transaksi mata uang virtual
yang spekulasi dapat menimbulkan resiko penggelembungan nilai (bubble) yang tidak
hanya merugikan masyarakat namun juga berpotensi menganggu stabilitas sistem
keuangan”. Dari penjelasan diatas sudah sangat jelas dan meyakinkan dan sudah sangat
mepertegas bahwa penggunaan bitcoin di Indonesia dilarang karena beberapa
pertimbangan faktor diatas. Selain faktor kekurangan dan kelebihan yang telah
dipaparkan diatas yang dapa dijadikan pertimbangan bahwa bitcoin ditempatkan
sebagai ilegal payment di Indonesia. Kemudian, ada beberapa regulasi yang kirannya
bisa digunakan untuk mendudukkan bitcoin dalam posisi illegal payment.
Tindakan Elaborasi yang memperkuat bahwa bitcoin illegal terdapat pada penjelasan
UU No. 7 tahun 2011 yaitu “Mata Uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Negara
Republik Indonesia adalah Rupiah. Rupiah dipergunakan sebagai alat pembayara yang
sah dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016
Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Pasal 27 huruf (a)
menyatakan “Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran selain tunduk pada Peraturan
Bank Indonesia ini juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,
antara lain ketentuan yang mengatur mengenai “kewajiban penggunaan Rupiah untuk
transaks pembayaran yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 34 menyatakan “Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang : a. melakukan
pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency, dan
penjelasannya yaitu : “Yang dimaksud dengan “virtual currency” adalah uang digital
yang Selain faktor kekurangan dan kelebihan yang telah dipaparkan diatas yang dapa
dijadikan pertimbangan bahwa bitcoin ditempatkan sebagai ilegal payment di Indonesia.
Kemudian, ada beberapa regulasi yang kirannya bisa digunakan untuk mendudukkan
bitcoin dalam posisi illegal payment. Tindakan Elaborasi yang memperkuat bahwa
bitcoin illegal terdapat pada penjelasan UU No. 7 tahun 2011 yaitu “Mata Uang yang
dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah Rupiah.
Rupiah dipergunakan sebagai alat pembayara yang sah dalam kegiatan
perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Pasal 27 huruf (a) menyatakan
“Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran selain tunduk pada Peraturan Bank Indonesia
ini juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain
ketentuan yang mengatur mengenai “kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaks
pembayaran yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pasal 34
menyatakan “Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang : a. melakukan
pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency, dan
penjelasannya yaitu : “Yang dimaksud dengan “virtual currency” adalah uang digital
yang Menyikapi hal tersebut, peran pemerintah dalam menegakkan peraturan dianggap
belum sempurna dan masih banyak ketimpangan-ketimpangan hukum, ditandai masih
banyaknya badan usaha yang masih menggunakan bitcoin sebagai alat transaksi.
Konsekuensi dari tindakan unilateral yang dilakukan oleh badan-badan usaha tersebut
mengakibatkan suatu tindakan yang dapat diakatakan melawan hukum didasarkan
pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur dan harus segera ada penindakan mengenai
hal tersebut.
Terdapat beberapa resiko yang sangat signifikan jika masih dilakukan pembiaran
penggunaan bitcoin antara lain terkait gejala dalam aspek penggunnaan bitcoin tersebut,
yaitu unsur kejahatan, menghilangkan jejak kejahatan, serangan malware, hacker dan
virus serta factor keamanan nasional. Dalam kaitannya dengan faktor kemanan nasioanl
menjadi hal yang sangat genting.
Namun, terkait regulasi mengenai kemanan nasional masih dalam tahap rancangan
saja. Hal-hal yang bernuansa legal vacuum seolah-olah menjadi suau hal yang
konservatif di Indonesia, padahal dampak yang ditimbulkan dari modernisasi
cryptocurency sangat berbahaya. Mengambil kasus yang telah dipaparkan diatas
menegenai penggunaan bitcoin di Bali, apabila terjadi suatu transaksi bitcoin antara WNI
dan WNA bukan tidak mungkin ada agenda penyusupan tindak kejahatan di dialam
transkasi tersebut seperti disusupi malware ataupun virus seperti mengenai kasus
ransomeware wannacry diatas sehingga dapat melumpuhkan sistem jaringan di
Indonesia. Selain itu, bentuk kejahatan Internasional lain yang sangat mengkhawatirakan
adalah spionase. Ketakutan dari hal ini adalah kerawanan terhadap hilangnya atau
tercurinya data-data atau dokumen-dokumen penting negara serta penylahgunaan data
untuk melawan hukum. Hal tersebut secara tidak langsung mencederai kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Polemik mengenai bitcoin harus disikapi pemerrintah dengan sangat serius terkait
penanganan dan tindakan yang harus ditempuh sehingga peraturan-peraturan yang lain
lambat laun akan teerbentuk sebagai bentuk tanggung jawab Negara dalam hal
pencegahan kejahatan, perlindungan, serta regulasi. Selain itu, teerkait dengan
konsumen, investor maupun CEO dari sebuah perusahaan market place perdagangan
bitcoin mengaharapkan regulasi ini segera dibentuk agar mekanisme pelaporan transaksi
serta menjaminnya transaksi yang bersih dapat tercapai, dan juga kontrol negara secara
penuh dapat tercapai. Namun hal ini jelas-jelas berbenturan dengan aturan dan
pernyataan yang telah dikeluarkan oleh lembaga Negara serta peraturan perundang-
undangan.

Apakah bitcoin dapat menjadi investasi yang aman bagi penggunanya


Dalam peraturan di Indonesa hingga sekarang tidak ada satu aturan pun
melandasi legalnya penggunaan Bitcoin baik sebagai alat pembayaran maupun sebagai
investasi. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dijelaskan Virtual Currency
merupakan uang digital yang dikeluarkan pihak di luar otoritas moneter yang
didapatkan menggunakan teknik mining, membeli atau memberi reward antara lain
Letecoin dan Bitcoin. Dengan keadaan yang sangat cepat berkembang di masyarakat
mengenai Bitcoin ini pihak lembaga yang berwenang di Indonesia yakni BI melakukan
pengumuman pers resmi mengenai Bitcoin dan Virtual Currency yang lain sebagai
berikut : No.16/6/Dkom berbunyi mengacu Undang-Undang No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang BI selanjutnya
dirubah menjadi Undang-Undang No.6 Tahun 2009 tentang BI, Pernyataan BI bahwa
Bitcoin dan virtual currency yang lain bukanlah mata uang ataupun alat bayar sah di
Indonesa. Pemilik/pengguna Bitcoin menanggung sendiri seluruh akibat dari memiliki
atau memakai Bitcoin dan virtual currency yang lainnya. Berdasakan aturan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tindakan
konsumen dalam pemakaian barang dan atau jasa. Mengenai hal ini Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian
tentang perlindungan konsumen secara cukup luas, perlindungan konsumen
didefinisikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen.5 Jika terjadi masalah dikemudian hari
dalam investas Bitcoin masyarakat masih bisa menggunakan aturan dari Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tetapi menggunakan
aturan Perlindungan Konsumen pun masih kurang karena pemerintah belum
melegalkan investasi Bitcoin sehingga investasi Bitcoin masih lemah dalam hal legalitas
dan instrumen perlindungan konsumen pun hanya mengacu pada Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sehingga belum maksimalnya
perlindungan kepada konsumen pada segi hukum dari Bitcoin ini mengakibatkan
masih lemahnya perlindungan hukum.

Jika di kemudian hari terdapat masalah hukum, maka yang bisa diajukan ke
penegak hukum hanyalah bukti berupa kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
Konsumen bisa menjadikan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen sebagai pemerkuat jika muncul permasalahan hukum mengenai investasi
Bitcoin di masa mendatang selama pemerintah belum melegalkan Bitcoin dengan
menerapkan aturan khusus mengenai tata cara investasi Bitcoin. Dalam penyelesaian
masalah hukum yang ditimbulkan nantinya pada investasi bitcoin, dapat diatasi
melalui penyelesaian non-litigasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan
terhadap bentuk serta jumlah ganti rugi dan/atau tentang tindakan tertentu guna
menjamin tidak terjadi lagi kerugian yang didapatkan konsumen (UUPK Pasal 47).
Penyelesaian non litigasi, dapat juga disebut dengan penyelesaian sengketa alternaif
yang dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada Pasal 1 angka 10.

Penjelasan alternaif dalam menyelesaikan perkara diluar pengadilan yaitu:

5
A.A. Gde Agung Brahmanta, Ibrahim R, dan I Made Sarjana, 2015, “Perlindungan Hukum
Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan Dengan Pihak Pengembang di
Bali”, Jurnal Magister Kenotariatan Universitas Udayana, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas/article/view/24953/16186
1. Arbitase
2. Konsultasi
3. Negosiasi
4. Mediasi
5. Konsiliasi
6. Pendapat ahli

Dengan menjalankan proses litigasi dan non litigasi pihak yang merugikan atau
dirugikan dapat memperoleh kepastian hukum sesuai dengan pelanggaran hukum
yang dibuat pihak yang melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya serta pihak
dirugikan mendapatkan kepastian hukum, dan menjadikannya mendapat keadilan
setara dengan kerugian yang telah diperbuat oleh pihak yang melanggar perjanjian
yang telah dibuat sebelumnya.
C. PENUTUP

KESIMPULAN
Bitcoin adalah mata uang digital yang tidak terikat kepada bank atau pemerintah
dan memungkinkan para penggunanya untuk berbelanja tanpa mengungkapkan jati diri
mereka. Koin ini diciptakan oleh para pengguna yang menambang mata uang mereka
dengan meminjamkan kekuatan komputasi untuk memverifikasi transaksi pengguna
lainnya. Mereka menerima bitcoin sebagai imbalannya. Bitcoin tidak dikategorikan
sebagai barang komoditas logam maupun kertas seperti uang pada umumnya, karena
mata uang ini tersusun dari sistem komputasi alogaritma kompleks, dan murni
berbentuk digital. Indonesia menjadi salah satu negara pengguna bitcoin dalam hal jual
beli atau digital asset.
Dalam peraturan di Indonesa hingga sekarang tidak ada satu aturan pun
melandasi legalnya penggunaan Bitcoin baik sebagai alat pembayaran maupun sebagai
investasi. Pemilik/pengguna Bitcoin menanggung sendiri seluruh akibat dari memiliki
atau memakai Bitcoin dan virtual currency yang lainnya. Berdasakan aturan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tindakan
konsumen dalam pemakaian barang dan atau jasa. Konsumen bisa menjadikan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai pemerkuat jika
muncul permasalahan hukum mengenai investasi Bitcoin di masa mendatang selama
pemerintah belum melegalkan Bitcoin dengan menerapkan aturan khusus mengenai tata
cara investasi Bitcoin.
SARAN
Polemik mengenai bitcoin harus disikapi pemerrintah dengan sangat serius terkait
penanganan dan tindakan yang harus ditempuh sehingga peraturan-peraturan yang lain
lambat laun akan teerbentuk sebagai bentuk tanggung jawab Negara dalam hal
pencegahan kejahatan, perlindungan, serta regulasi. Selain itu, teerkait dengan
konsumen, investor maupun CEO dari sebuah perusahaan market place perdagangan
bitcoin mengaharapkan regulasi ini segera dibentuk agar mekanisme pelaporan transaksi
serta menjaminnya transaksi yang bersih dapat tercapai, dan juga kontrol negara secara
penuh dapat tercapai. Namun hal ini jelas-jelas berbenturan dengan aturan dan
pernyataan yang telah dikeluarkan oleh lembaga Negara serta peraturan perundang-
undangan.
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah dan M. Ikhsan Dacolfany, (2018). Uang Elektronik dalam Perspekti Islam. Kota Metro
Lampung: CV IQRO.

Kalvian Sofian et.al, “Implementasi Pembayaran Menggunakan Bitcoin Pada Toko Online
Berbasis Peer To Peer” SCRIPT, (Yogyakarta: Teknik Informatika, Institut Sains dan Teknologi
AKPRIND), Vol. 3, No. 2/Juni 2016.

lyas Istianur Praditya.2018. BI Tegaskan Tak Buat Aturan soal Mata Uang Digital,Diakses dari
Liputan6.com.

R.M.A, Ilyasa .(2019). “Legalitas Bitcoin Dalam Transaksi Bisnis di Indonesia”, Lex Scientia Law
Review. Volume 3 Nomor 2, November2019.
Sakina Rakhma Diah Setiawan (2017), Pengguna Bitcoin Indonesia Didominasi Generasi
Milenial, Kompas.com.

Tiara Dhana Danella, Dr. Sihabbudin, SH, MH, Siti Hamidah, SH, MM. (2015), Bitcoin Sebagai
Alat Pembayaran Yang Legal Dalam Transaksi Online, hlm. 8-9.

Dwikky Ananda Rinaldi, Mokhamad Khoirul Huda (2016) Jurnal Ilmiah: Bitcoin Sebagai Alat
Pembayaran Online Dalam Perdagangan Internasional, hlm. 11.

Peraturan Perundang-Undangan:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
Siaran pers Kementrian Keuangan Republik Indonesia Nomor 3/KLI/2018
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008
UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undangundang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia &
Internasional, SinarGrafika, Jakarta, h.7

Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, Citraditya Bakti, Bandung, (selanjutnya
disingkat Munir Fuady II) h. 314.

Mulyani Zulaeha, 2016, “Mediasi Interest Based Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah”, Kertha
Patrika Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/view/30093/18464 diakses tangal 30
Maret 2019.

Frans Hendra Winarta, Op.Cit., h. 8

A.A. Gde Agung Brahmanta, Ibrahim R, dan I Made Sarjana, 2015, “Perlindungan Hukum Bagi
Konsumen Dalam Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan Dengan Pihak Pengembang di Bali”,
Jurnal Magister Kenotariatan Universitas Udayana, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas/article/view/24953/16186

Anda mungkin juga menyukai