Anda di halaman 1dari 14

PERADABAN ISLAM MASA KHALIFAH DAN PERKEMBANGANNYA

(Analisis Historis dan Teori)

Muhammad Thoriqul Islam


Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta
islamthoriqul95@gmail.com

Dr. H. Amir Mahmud, M.Ag.


Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta

Pendahuluan
Awal mula munculnya khalifah setelah Rasulullah Saw wafat. Pasca rasulullah
wafat, tidak ada keterangan yang pasti darinya tentang siapa yang menggantikan
kepemimpinannya (kekhalifahan). Ada beberapa pendapat mengatakan bahwa kaum
anshar memandang bahwa merekalah yang paling berhak menjadi khalifah, mereka
telah menyambut dan menolong Nabi serta penyelamat Islam. Pendapat lain dari Abu
Bakar dan Umar memandang bahwa kekhalifahan khusus bagi kaum Muhajirin, karena
mereka lebih dulu masuk Islam dan bangsa Arab tidak akan memeluk Islam kalau
bukan bangsa Quraisy. Selain itu ada yang mengatakan bahwa kekhalifahan harus
berada di tangan Bani Hasyim, yaitu Ahlul bait Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin
Abbas atau Ali bin Abu Thalib.1
Berdasarkan hasil musyawarah dari 3 pendapat tersebut, maka memutuskan bahwa
dukungan paling banyak dari para sahabat dan luar adalah Abu Bakar dan Umar
sekaligus dibaiat secara Ijma’ di balai pertemuan (Tsaqifah) Bani Sa’adah.2

Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)


Adalah salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad saw dengan julukan Bapak
Pemagi, karena pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk agama Islam
(assabiqunal awwaluun) dari suku Quraisy, yaitu Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi.
Gelarnya Ash-Shiddiq, karena berjiwa siddiq dan amanah sebagai pengganti Rasulullah
1
Abu Zahrah, Tarikh al-Muzahib al-Islam, terj. Politik Aqidah dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Logos
Publishing House, 1996), h. 22-23. Lihat, Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari
Yaumul Islam), (Bandung: Rosda, 1987), h. 80. Lihat juga, Amin Said, Nasy’atud Daulat Al-Islamiyah,
(Isa Al-Halabi, Mesir, t.t), h. 193.
2
Abu Zahrah, Tarikh al-Muzahib..., h. 25. Lihat, Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Jakarta: Logos, 1997, hln. 45. Lihat juga, Bernard Lewis, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, Pedoman
Ilmu, 1998, hlm. 38. 5
saw dalam menangani tugas-tugas keagamaan dan atau mengurusi persoalan-persoalan
aktual di Madinah serta persoalan Isra’ dan Mi’raj.3

PERKEMBANGAN KHALIFAH ABU BAKAR


Perkembangan Islam masa khalifah Abu Bakar merupakan awal mula lahirnya
sistem politik dan pemerintahan. Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada
persoalan politik keagamaan, terutama penentangan dari kaum murtad (riddah),
memberantas nabi palsu, dan mereka yang enggan membayar zakat. Untuk mengatasi
hal tersebut, Abu Bakar melakukkan musyawarah dengan para sahabat. 4 Abu Bakar
dengan tegas mengatakan bahwa ia akan memerangi semua golongan yang menyimpang
dari kebenaran, sehingga semuanya kembali ke jalan yang benar.5
Ketegasan Abu bakar ini disambut oleh hampir seluruh kaum muslimin. Untuk
memerangi kemurtadan (riddah) ini dibentuklah sebelas pasukan. Sebelum pasukan
dikirim ke daerah yang dituju, terlebih dahulu dikirim surat yang menyeru agar mereka
kembali pada ajaran Islam. Namun karena tidak mendapat sambutan, terpaksa pasukan
dikirim untuk menumpasnya dan membawa hasil yang gemilang.6
Dalam memerangi kaum murtad, dari kalangan muslimin banyak hafiz (penghafal
Alquran) yang syahid, karenanya Umar merasa resah dan khawatir kalau sebagian
Alquran nantinya akan musnah. Oleh sebab itu, ia menasehati Abu Bakar untuk
membuat suatu kumpulan Alquran. Meskipun pada awalnya Abu Bakar agak ragu untuk
melakukannya, namun akhirnya ia memberi persetujuan dengan menugaskan Zaid bin
Tsabit. Menurut Jalaluddin al-Suyuti bahwa pengumpulan Alquran ini termasuk jasa
besar Khalifah Abu Bakar.7

3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 93. A. Syalibi, Sejarah
dan Kebudayan Islam, terj. Mukhtar Yahya, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), Jilid I, h. 226.
4
Pernyataan di atas nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa rasulullah, bersifat sentral (kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat
pada pemimpin tertinggi). Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum.
Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad saw, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat
besarnya untuk bermusyawarah. Lihat, Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa
Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2009), Cet. ke-3, h. 48.
5
A. Syalabi, ibid, h. 232.
6
Ibid, h. 233.
7
Jalaluddin As-Syuyuti, Tarikh al-Khulafa, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), h. 67.
Selain itu, tahun belakangan terakhir kehidupan Nabi saw, telah muncul nabi-nabi
palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku dirinya
memegang peran kenabian muncul di Yaman, yang bernama Aswad Ansi. Berikutnya
ialah Musailmah si pendusta yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah
mengangkat dirinya sebagai mitra di dalam kenabian. Penganggap lainnya adalah
Tulaihah dan Sajjah ibn Haris, seorang wanita dari Arabia tengah.8
Persoalan lainnya terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat, diantaranya
mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya
ke perbendaharaan pusat di Madinah sama artinya dengan penurunan kekuasaan, suatu
sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan karakter
mereka yang independen.9
Untuk memerangi masalah ini, dibentuklah sebelas pasukan. Ada langkah strategis
yang dilakukkan pemerintah sebelum melakukkan serangan, yaitu pengiriman surat.
Khalifah Abu Bakar mengirim surat kepada mereka dan mengajak untuk kembali
kepada ajaran Islam yang benar, sesuai dengan tutunan Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Namun usaha tersebut tidak mendapat respons positif, bahkan mereka menunjukkan
penentangannya. Kemudian Abu Bakar menyusun kekuatan di Madinah dan
membaginya menjadi sebelas batalion untuk dikirim ke berbagai daerah pemberontakan.
Kepada masing-masing batalion, Abu Bakar menyampaikan instruksi mengajak mereka
yang terlibat dalam pemberontakkan agar kembali kepada ajaran Islam. Apabila mereka
menolak ajakan tersebut, maka mereka boleh diperangi sampai habis.10
Sebagian mereka ada yang menerima ajakan tersebut dan kembali kepada ajaran
Islam tanpa peperangan, namun sebagian besar mereka mereka bertahan pada sikapnya
melawan Islam, sehingga peperangan mereka bertahan pada sikapnya melawan Islam,
dan akhirnya peperangan tidak dapat dihindarkan. Khalid bin al-Walid merupakan salah
seorang komandan yang pertama kali diperintahkan untuk memerangi Thulaihah dalam
peperangan Buzaka.11 Khalid berhasil mengalahkan mereka, dan suku-suku yang
tadinya terlibat dalam pemberontakan, akhirnya menerima kembali ajakan untuk

8
Amin Said, Nasy’atud Daulat al-Islamiyah, (Mesir: Isa Al-Halabi), h. 210-211.
9
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Rosda Karya, 1991), h. 163.
10
A. Syalabi, ibid, h. 268.
11
Ibid.
memeluk Islam, termasuk suku bani As’ad. Gerakan para nabi palsu juga dipatahkan
oleh Khalid bin al-Walid, setelah Ikrimah dan Musailamah al-Kazzab. Pasukan
Musailamah dapat dipukul mundur oleh Khalid bin al-Walid dalam pertempuran di
Yamamah tahun 633 M. Muslimah dan ribuan pasukannya tewas mengenaskan di dalam
benteng pertahanan mereka.12
Dari empat tokoh gerakan anti Islam, dua diantaranya tewas terbunuh dalam
peperangan, yaitu Aswad al-Ansi dan Musalimah al-Kazzab. Sedangkan dua tokoh
lainnya, yaitu Saj’ah dan Thulaihah selamat dan kembali kepada ajaran Islam. Setelah
berhasil mengalahkan pasukan pemberontak, pada tahun 633 Abu Bakar memerintahkan
Khalid bin al-Walid untuk menaklukkan wilayah-wilayah perbatasan Syiria dan berhasil
melebarkan wilayah kekuasaan Islam hingga ke berbagai tempat bekas kekuasaan Persia
dan Byzantium. Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan
Hirah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka
kemungkinan-kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya. Khalifah Abu Bakar
meninggal dunia senin, 23 Agustus 624 M setelah lebih kurang 15 hari terbaring di
tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11
hari.13

Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)


Nama lengkapanya ialah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan Abdul ‘Uzza al-
Quraisy dari suku ‘Adi. Lahir di Makkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi saw. Dia
adalah seorang yang berbudi luhur, fasih, dan adil serta pemberani. Umar masuk Islam
pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi serta
dijadikan sebagai rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal penting. Dengan memilih dan
membaiat Abu Bakar, ia mendapat penghormatan yang tinggi dan menjadi “tangan
kanan” Abu Bakar.14
Dua tahun kepemimpinan Abu bakar belum cukup menjamin stabilitas keamanan
terkendali, sehingga ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai
12
A. Syalibi, ibid, h. 267.
13
Samsul Munir, ibid, h. 98.
14
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan, (Jakarta: Logus, 1997), h. 54.
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata di
terima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut
dirinya khalifah rasulillah (pengganti dari rasulullah). Ia juga mendapat gelar Amir al-
Mu’minîn (komandan/ pemimpin orang-orang yang beriman) sehubungan dengan
penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahannya.15

PERKEMBANGAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB


Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu
Bakar, maka Umar menganggap bahwa tugasnya yang pertama adalah mensukseskan
ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya. Di zaman Umar, gelombang ekspansi
(perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syiria, Damaskus yang jatuh
tahun 635 M. Setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran
Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai
Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amru bin `Ash
dan ke Irak di bawah pimpinan Sa`ad bin Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir
ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq juga ditaklukkan tahun 637 M. Dari sana
serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada
tahun 641 M, Mosul pun dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan
Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.16
Perebutan atas kekuatan yang strategis tersebut berlangsung dengan cepat dan
memberi prestise di mata dunia. Suatu tenaga yang digerakkan oleh kekuatan ghaib
telah meluluh lantakkan kerajaan Persia dan Romawi. Operasi-operasi yang dilakukan
di Irak, Syiria, dan Mesir termasuk yang paling gemilang dalam sejarah ilmu siasat
perang yang tidak kalah dibandingkan dengan Napoleon, Hanibal, atau Iskandar
Zulkarnain.17

15
Samsul Munir, ibid, h. 99.
16
Ibid, h. 99-101.
17
Philip K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas, terj. Ushuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,
(Bandung: Sumur Bandung, 1970), h. 59.
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan pesat. Umar telah
berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani
masyarakat baru yang terus berkembang. Tindakan yang dilakukan umar adalah menata
pemerintahan dengan membentuk Departemen-departemen (diwan), mengadopsi model
Persia. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke daerah-
daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan penguasa daerah
kepada khalifah.18 Untuk memperlancar hubungan antar daerah, wilayah negara dibagi
menjadi 8 propinsi meliputi Mekkah, Madinah, Syiria, Basrah, Kufah, Palestina, Mesir.
Masa inilah mulai diatur pembayaran gaji dan pajak tanah. 19 Pada masa Umar, lembaga
yudikatif dipisahkan dengan didirikannya lembaga pengadilan, bahkan hingga di
daerah-daerah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, dibentuk jawatan kepolisian
dan juga jawatan pekerjaan umum.20
Khalifah meletakkan prinsip-prinsip dasar demokratis dalam pemerintahannya
dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna, dan menjamin
kesamaan hak. Selain mahir dalam menciptakan pemerintahan baru, ia juga
memperbaiki dan mengkaji ulang ke bijakannya yang lalu untuk kemaslahatan umat.
Misalnya mengenai tanah yang diperoleh dari hasil peperangan, Umar membiarkan
tanah digarap oleh pemiliknya sendiri, sebagai gantinya, terhadap tanah itu dikenakan
pajak (al-kharaj).21
Umar memerintah selama sepuluh tahun 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya berakhir
dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah.
Saat terluka parah, dari pembaringannya ia mengangkat syura (komisi pemilih) yang
akan memilih penerus pemerintahannya. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak
menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Tapi ia justru menunjuk enam orang
sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi
khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa`ad bin Abi
Waqqash, dan Abdurrahman bin `Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan

18
A. Syalabi, ibid, h. 237-238.
19
Syibli Nu’man, Umar yang Agung, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1981), h. 264-276.
20
Ibid, h. 324-418.
21
Abbas Makmud al-Akkad, Kecemerlangan Umar bin Khattab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.
169.
berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan
Ali bin Abi Thalib.22

Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)


Ia adalah Usman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umaiyah dari suku Quraisy. Ia
memeluk Islam lantaran Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat terdekat Nabi.
Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan
untuk kepentingan Islam. Selain itu, ia diberi gelar zu al-nurain, artinya orang yang
memiliki dua cahaya, karena ia menikahi dua putri nabi secara berurutan setelah yang
satu meninggal. Ia menjadi khalifah setelah melalui proses pemilihan badan syûra yang
dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya, dan memerintah selama 12 tahun.

PERKEMBANGAN KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN


Penulis sejarah membagi zaman pemerintahan Usman menjadi dua periode, yaitu
enam tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya, dan enam tahun
terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk.23
Awal pemerintahan Usman diwarnai dengan suasana yang kurang kondusif,
masyarakat terpecah menjadi dua kelompok: kelompok pendukung Ali yang kurang
mendukung pemerintahan Usman, dan pendukung Usman yang mendukung
kepemimpinannya. Mereka mendukung Usman bukan karena memberi penghargaan
kepadanya, tetapi karena ingin menyatukan keinginan masing-masing.24 Beberapa tahun
pertama pemerintahannya, Usman melanjutkan kebijakan-kebijakan Umar, terutama
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang telah dikuasai
Islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi.
Di masa pemerintahan Usman, wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi
Islam pertama berhenti sampai di sini.25

22
Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 53.
23
Samsul Munir Amin, ibid, h. 105.
24
A. Syalabi, ibid, h. 274.
25
Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban..., h. 52.
Karya monumental lain yang dipersembahkan oleh Utsman adalah penyusunan
kitab suci Alquran. Penyusunan Alquran dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-
perbedaan serius dalam bacaan Alquran. Pemerintahan Utsman yang berlangsung
selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas
dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya karena ia mulai mengambil kebijakan
lain dari sebelumnya. Utsman mengangkat keluarganya (dari Bani Umayyah) pada
kedudukan yang tinggi. Utsman menekankan sistem kekuasaan sentralistik yang
menguasai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari
keluarganya sendiri.26 Utsman lalu membentuk lembaga pertukaran tanah untuk
membagi-bagi tanah itu agar produktif, dan membangun angkatan laut sehingga
menambah tinggi beban pajak rakyat, karena memerlukan biaya besar. Hal lain yang
dilakukannya adalah membangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi
Madinah dari bahaya banjir dan mengatur persediaan air untuk kota itu. Ia juga
membangun jalan, jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid
Nabawi.27
Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini
mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang
lemah lembut. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam
kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan bin Hakam. Dialah
pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang
gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat
banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan
bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh
Utsman sendiri.28
Pergantian Umar dengan Utsman dapat diartikan dengan perubahan keradikalan
dengan kelonggaran, kelemahan, dan sikap ragu-ragu. Akibatnya banyak kaum
Muslimin yang meninggalkan Utsman, yang berarti hilangnya kawan-kawan dan orang-
26
Dudung Abdurrahman dkk., Sejarah Peradaban…, h. 48.
27
Ibid.
28
Ibid, h. 55.
orang tempat ia menumpahkan kepercayaan, kecuali kaum kerabatnya. Kesetiaan para
pejabat kepada Utsman mulai berkurang, sehingga sedikit sekali orang yang dapat
dijamin kesetiaannya, kecuali dari kerabatnya sendiri. Oleh sebab itu, banyak pejabat
yang dipecat dan diganti oleh kaum kerabatnya. Pada saat itulah, oleh lawan politiknya
ia dituduh melakukan nepotisme. Ia juga menggunakan uang negara secara tidak patut,
menghina sahabat dan menyalahgunakan wewenang atas tuduhan itu. Namun Usman
mengatakan bahwa ia tidak mengambil apapun dari kekayaan negara, apa yang
diberikan kepada kerabatnya adalah dari harta pribadinya.29
Perubahan sistem pemerintahan ini memicu semangat perlawanan terhadap
kebijakan pemerintah yang menyebabkan pemberontakan di Madinah dan daerah-
daerah Arab yang lain. Klimaksnya pada tahun 17 juni 656 M (35H), para pemberontak
menyerbu rumah khalifah, dan dua orang bangsa Mesir membunuh Usman. Kematian
Utsman dengan cara tersebut menyebabkan huru-hara di kalangan kaum muslimin
sehingga ribuan pemuda yang tidak berdosa telah menjadi korban.30

Ali bin Abi Thalib (36 H/656-661 M)


Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Mutalib. Ia adalah sepupu dan menantu Nabi
saw. Lahir di Mekkah pada hari Jumat tanggal 13 Rajab. 31 Ia telah masuk Islam pada
usia muda dan menemani nabi dalam perjuangan menegakkan Islam baik di Mekkah
maupun Madinah. Ali adalah orang yang banyak memiliki kelebihan, pribadinya penuh
vitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan wawasan ke depan, seorang pahlawan
yang gagah berani, penasehat hukum yang ulung, pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras hingga akhir
hayatnya dan merupakan orang kedua paling berpengaruh setelah nabi Muhammad
saw.32

29
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Dadang Afandi, (Bandung: CV
Rosida, 1988), h. 187.
30
A. Syalabi, ibid, h. 278-280.
31
Syed Hussain Moh. Jafri, Moralitas Politk Islam, terj. Ilyas Hasan, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003),
h. 13.
32
Syamsul Munir Amin, ibid, h. 109.
Setelah Utsman wafat, kaum muslimin secara aklamasi memilih Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali memerintah kurang lebih 4 tahun 9 bulan, mengikuti cara nabi dan
mulai menyusun sistem yang islami.33

PERKEMBANGAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB


Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada
masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah
menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman.
Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.
Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem
distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan
Umar.
Oposisi terhadap Ali secara terang-terangan dimulai dari Aisyah, Thalhah, dan
Zubair. Meskipun mereka mempunyai alasan pribadi sehubungan dengan penentangan
terhadap Ali, mereka menuntut Khalifah menghukum para pembunuh Usman. Tuntutan
yang sama juga diajukan Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu
untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali, dengan membangkitkan kemarahan rakyat
dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi pembunuhan Usman, jika Ali tidak
bisa menemukan dan menghukum yang sesungguhnya.34
Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu
secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam
pertempuran itu menunggang unta, dan Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan
Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim
kembali ke Madinah.
Perang Unta menjadi sangat Penting dalam catatan sejarah Islam, karena peristiwa
ini memperlihatkan sesuatu yang baru dalam Islam, yaitu untuk pertama kalinya

33
Syed Hussain Moh. Jafri, ibid, h. 16.
34
Syamsul Munir Amin, ibid, h. 110.
khalifah turun ke medan perang untuk memimpin langsung angkatan perang, dan justru
bertikai melawan saudara sesama muslim sendiri.35
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah, yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kehormatan.
Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah, dan Aisyah, Ali pun
bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya
bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal
dengan nama perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, Khawarij yaitu orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan
politik, yaitu Muawiyah, Syi`ah (pengikut) Ali, dan Khawarij (orang-orang yang keluar
dari barisan Ali). Keadaan ini jelas tidak menguntungkan bagi Ali. Munculnya
kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Muawiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh
salah seorang anggota Khawarij.36
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Muawiyah semakin
kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat
Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufyan.
Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut
dalam Islam tahun 41 H (661 M). Tahun persatuan ini, dikenal dalam sejarah sebagai
tahun jamaah (‘am jama`ah). Dengan demikian, berakhirlah masa yang disebut dengan
masa Khulafaurrasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik
Islam.37

35
Ibid, h. 111.
36
Syamsul Munir Amin, ibid, h. 112.
37
Ibid, h. 113.
PERKEMBANGAN ISLAM MASA KHALIFAH
Secara umum, masa kekuasaan khulafaurrasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar
Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan khalifah Islam
yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW
yang telah meletakkan dasar agama Islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan
ide-idenya diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan agama Islam yang
dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang relatif singkat telah
membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Dari wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan
Islam menembus ke luar Arabia memasuki wilayah-wilayah Afrika, Syiria, Persia,
bahkan menembus ke Bizantium dan Hindia.
Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan, dalam waktu
tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa
sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain
sebagai berikut. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat. Dalam
dada para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping itu,
suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang
tersebut membentuk satu kesatuan yang terpadu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu
mulai kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara
keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
Pertentangan aliran agama wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan
beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksa aliran yang
dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan
melawan Persia. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap
simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk
Islam. Bangsa Sami di Syiria dan Palestina, dan bangsa Hami di Mesir memandang
bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang
memerintah mereka. Mesir, Syiria, dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan
itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.38
Pada masa kekuasaan para khulafaur rasyidin, banyak kemajuan peradaban telah
dicapai. Di antaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Diantara
pemikiran yang menonjol pada masa khulafaur rasyidin adalah sebagai berikut.
Menjaga keutuhan Alquran Al-Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf
pada masa Abu Bakar. Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan.
Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan
berislam para penduduk negeri. Oleh sebeb itu, para sahabat pada masa Utsman dikirim
ke berbagai pelosok untuk menyiarkan Islam. Mereka mengajarkan Alquran dan As-
Sunnah kepada banyak penduduk negeri yang sudah dibuka. Sebagian orang yang tidak
senang kepada Islam, terutama dari pihak orientalis abad ke-19 banyak yang
mempelajari fenomena futuhat al-Islamiyah39 dan menafsirkannya dengan motif
bendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat adalah perang dengan motif ekonomi,
yaitu mencari dan mengeruk kekayaan negeri yang di tundukkan. Interpretasi ini tidak
sesuai dengan kenyataan sejarah yang berbicara bahwa berperangnya sahabat adalah
karena iman yang bersemayam di dada mereka.
Islam pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara
da’I maupun panglima. Tidak dikenal orang yang berprofesi sebagai da’i. para khalifah
adalah penguasa, imam shalat, mengadili orang yang berselisih, da’I, dan juga panglima
perang.40
Di samping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi negara atau
lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung
kemaslahatan kaum muslimin. Organisasi negara tersebut telah dibina lebih sempurna,
telah di jadikan sebagai suatu nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan dan
lembaga-lembaga menurut ukuran zamannya telah cukup baik.41

38
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raya Grofindo Persada, 2000), h. 41-42.
39
Futuhat al-Islamiyah, adalah penaklukkan-penaklukkan negeri atau wilayah non Islam oleh
pasukan kaum muslilimin
40
Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, (Rahmat semesta dan Kencana,
2007), h. 105-106.
41
A. Hasymi, Dustur Da’wah menurut Alquran, Jakarta: Bulan Bintang, h. 334.
Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”,42 menjelaskan
bahwa organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga negara yang ada pada masa
khulafaur rasyidin, di antaranya sebagai berikut.
Lembaga Politik.
Termasuk dalam lembaga politik khilafah (jabatan kepala negara), wizarah
(kementrian negara), kitabah (seketaris negara).
Lembaga Tata Usaha Negara
Termasuk dalam urusan lembaga tata usaha negara, Idaratul Aqalim (pengelolaan
pemerintah daerah) dan diwan (pengurus departemen) seperti diwan kharaj (kantor
urusan keuangan), diwan rasail (kantor urusan arsip), diwanul barid (kantor urusan pos),
diwan syurthah (kantor urusan kepolisian) dan departemen lainnya
Lembaga Keuangan Negara
Termasuk dalam lembaga kehakiman negara, urusan-urusan keuangan dalam
masalah ketentaraan, baik angkatan laut, serta perlengkapan dan persenjataannya.
Lembaga Kehakiman Negara
Termasuk dalam lembaga kehakiman negara, urusan-urusan mengenai Qadhi
(pengadilan negeri), Madhakim (pengadilan banding), dan Hisabah (pengadilan perkara
yang bersifat lurus dan terkadang juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan
segera.

42
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islam As-Siyasi, h.336-382. Lihat juga, A. Hasymi, Dustur
Da’wah menurut Alquran, h. 334-335.

Anda mungkin juga menyukai