Zaman sekarang media massa sudah sangat mendominasi kehidupan kita. Media massa
adalah media yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak melalui media
elektronik dan media cetak, bisa berupa hiburan ataupun pendidikan, berfungsi juga untuk
memberikan opini atau pendapat.
Media literasi muncul karena media massa dianggap telah mengabaikan fungsi
mendidik dari media. Media literasi dikenal dengan istilah melek media di Indonesia.
Menurut Potter,W.J; Melek media adalah satu set perspektif yang aktif kita gunakan untuk
membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang kita hadapi. Kita
membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan. Untuk membangun struktur
pengetahuan kita, kita perlu alat dan bahan baku. Alat-alat adalah keterampilan kita. bahan
baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. aktif menggunakan berarti bahwa kita
sadar akan pesan dan berinteraksi dengan mereka secara sadar.
Jadi dapat disimpulkan, media literasi adalah kemampuan untuk menganalisa dan
mengevaluasi informasi yang terdapat di dalam media dan mengomunikasikannya dalam
berbagai macam format. Media literasi dapat menjadi langkah antisipatif dalam menghadapi
konflik.
Media literasi bertujuan untuk:
1. Membatasi PILIHAN
Media telah memprogram kita untuk berpikir bahwa seakan-akan kita memiliki banyak
pilihan, namun pada kenyataannya pilihan yang disediakan sangat terbatas.
2. Memperkuat PENGALAMAN
Di otak kita tertanam bahwa media adalah sarana hiburan. Tetapi, seiring berjalannya
waktu, kita harus mengubah pandangan tersebut untuk menjadikan media bukan hanya sarana
hiburan, melainkan sarana untuk mencari informasi yang bersifat positif. Seringnya kita
memilah informasi di media, maka akan menjadi pengalaman tersendiri yang akan berguna di
kehidupan social kita.
3. Memperkuat PERSEPSI
Agar kita tidak mudah mendapat kesimpulan setelah menerima suatu informasi dari
media masa, baik positif maupun negatif. Kita juga harus mempunyai persepsi dari diri kita
masing-masing terhadap informasi tersebut.
Perkembangan media literasi di Indonesia masih sangat minim dikarenakan masyarakat
lebih mengutamakan media sebagai sarana hiburan dibanding sarana edukasi. Media literasi
belum diedukasikan kepada anak-anak dan remaja melalui kurikulum sekolah, hanya ada
beberapa seminar dan diskusi yang sangat sedikit.
Beberapa kendala yang mengakibatkan terhambatnya media literasi di Indonesia:
- Tingkat ketertarikan untuk membaca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.
Masyarakat cenderung menonton sinetron atau hal-hal lain yang bersifat non edukatif
dibandingkan harus membaca buku yang melibatkan kata-kata yang terkadang sulit dimengerti.
- Tipe pendidikan Indonesia yang menganut interaksi satu arah.
- Masih terdapat golongan rakyat yang buta huruf
Oleh sebab itu, mulai sekarang kita harus membagi informasi kepada kalangan sosial
bahwa media literasi sangat penting, serta memberikan edukasi tambahan seperti seminar,
ceramah dan diskusi mengenai pentingnya media literasi.
Data SMA
Data SMK
Jumlah Siswa
No. Nama Alamat Status
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten
(Dari atas, kiri ke kanan): Alun-alun, Pendopo, Graha Krida Praja, Gapura selamat datang, Patung singa, Masjid agung, Telaga Ngebel
Lambang
Kabupaten Ponorogo
Negara Indonesia
Pemerintahan
Area
Populasi (2015[1])
Total 986,224
Demografi
Agama Islam (98,11%), Kristen (0,33%), Katolik (0,27%), Buddha (0,03%), Hindu (0,01%), Konghuc
u (0.002%)[2]
Plat AE (S,T,U,V,W)
kendaraan
Kabupaten Ponorogo adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten
ini terletak di koordinat 111 17 - 111 52 BT dan 7 49 - 8 20 LS dengan ketinggian antara 92
sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km[3].
Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung
dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 220 km arah barat daya dari ibu kota provinsi
Jawa Timur, Surabaya. Pada tahun 2015 berdasarkan hasil Sensus Penduduk, jumlah penduduk
Kabupaten Ponorogo adalah 986.224 jiwa.[1]
Hari jadi Kabupaten Ponorogo diperingati setiap tanggal 11 Agustus, karena pada tanggal 11
Agustus 1496, Bathara Katong diwisuda/dinobatkan sebagai adipati pertama Kadipaten
Ponorogo. Pada tahun 1837, Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah
menjadi Kabupaten Ponorogo.[4][5] Semenjak tahun 1944 hingga sekarang Kabupaten Ponorogo
sudah berganti kepemimpinan sebanyak 16 kali.
Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini
merupakan daerah asal dari kesenian Reog. Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena
memiliki banyak pondok pesantren, salah satu yang terkenal adalah Pondok Modern
Darussalam Gontor yang terletak di desa Gontor, kecamatan Mlarak.
Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian
acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam
seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka,
dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.[6]
Daftar isi
[sembunyikan]
1Etimologi
2Sejarah
3Pemerintahan
o 3.1Kepala Daerah
o 3.2Perwakilan
o 3.3Pembagian administratif
4Geografi
o 4.1Topografi
o 4.2Iklim
o 4.3Batas-batas administrasi
5Ekonomi
6Komoditas
7Demografi
o 7.1Penduduk
o 7.2Agama
o 7.3Bahasa
8Seni budaya
o 8.1Kesenian
o 8.2Budaya dan adat-istiadat
9Pariwisata
o 9.1Obyek wisata budaya
o 9.2Obyek wisata industri
o 9.3Obyek wisata alam
o 9.4Obyek wisata religius
10Pendidikan
o 10.1Pondok pesantren
o 10.2Perguruan tinggi
o 10.3Sekolah dasar dan menengah
11Transportasi
o 11.1Kendaraan tradisional
o 11.2Bus dalam kota
o 11.3Angkodes
o 11.4Bus antar kota
o 11.5Kereta api
12Makanan khas
13Referensi
14Pranala luar
R. Adipati
1. 1837 1854
Mertohadinegoro
R. Mas Tumenggung
3. 1856 1882
Cokronegoro I
R. Tumenggung menjabat 7
5. 1914 1914
Sasroprawiro Hari
R. Mas
6 1914 1916
Cokrohadinegoro
Mayjen TNI R.
13. Moehamad 1951 1955
Mangoendipradja
R. Dasoeki
16. 1960 1967
Prawirowasito
Yuni
25. 100px H. Amin, SH 2010 2015 Widyaningsih,
SH
Sumber:http://ponorogoinparadise.blogspot.co.id/2011/08/nama-nama-penjabat-bupati-ponorogo.html
Partai Kursi
Partai Golkar 10
7
PKB
Partai Demokrat 6
6
Partai Gerindra
6
PAN
5
PDI-P
2
PKS
1
Partai NasDem
PPP 1
Partai Hanura 1
Total 45
Kecamatan-kecamatan di Ponorogo
1. Kecamatan
Ponorogo
12. Kecamatan Pudak
2. Kecamatan Siman
13. Kecamatan Sooko
3. Kecamatan
Mlarak 14. Kecamatan Sawoo
15. Kecamatan
4. Kecamatan Jetis
Sambit
5. Kecamatan
16. Kecamatan
Balong
Bungkal
6. Kecamatan
17. Kecamatan
Kauman
Ngrayun
7. Kecamatan
18. Kecamatan
Sukorejo
Slahung
8. Kecamatan
Babadan 19. Kecamatan
Jambon
9. Kecamatan
Jenangan 20. Kecamatan
Badegan
10. Kecamatan
Ngebel 21. Kecamatan
Sampung
11. Kecamatan
Pulung
Rata-rata hari
19 16 14 11 6 6 3 3 3 9 12 16 118
hujan
% kelembap
83 83 81 78 74 72 69 66 67 71 77 81 75.2
an
Sumber: Weather2[8]
Jarak ibu kota Ponorogo dengan ibu kota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 200 km
arah timur laut dan ke ibu kota negara (Jakarta) kurang lebih 800 km ke arah barat.[3]
1980 783.356
1990 837.055
2000 841.497
2007 852.534
2008 853.567
2009 854.505
2010 855.281
Sumber:
BPS Kabupaten Ponorogo[15] dan BPS Jawa Timur[16]
Menurut publikasi BPS jumlah penduduk di 21 kecamatan di Kabupaten Ponorogo pada Sensus
penduduk tahun 2010 adalah 855.281 yang terdiri atas 427,592 pria dan 427,689
wanita[1] dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99,97 yang berarti jumlah penduduk laki-
laki hampir sama besarnya dengan jumlah penduduk perempuan. Rasio tertinggi terdapat
di Kecamatan Mlarak yaitu sebesar 128 (setiap 100 perempuan terdapat 128 laki-laki) dan rasio
terendah terdapat di Kecamatan Jetis yaitu sebesar 95 (setiap 100 perempuan terdapat 95 laki-
laki). Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Ponorogo yaitu
sebanyak 3.333 jiwa/km2 dan yang palig rendah adalah Kecamatan Pudak yaitu sebanyak 182
jiwa/km2.[15]
Agama[sunting | sunting sumber]
Agama yang dianut oleh penduduk kabupaten Ponorogo beragam. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk tahun 2010, penganut Islam berjumlah 839.127 jiwa
(98,11%), Kristen berjumlah 2.864 jiwa (0,33%), Katolik berjumlah 2.268 jiwa
(0,27%), Buddha berjumlah 261 jiwa (0,03%), Hindu berjumlah 82 jiwa (0,01%), Kong Hu
Cu berjumlah 14 jiwa (0,002%), agama lainnya berjumlah 25 jiwa (0,003%), tidak terjawab dan
tidak ditanyakan berjumlah 10.640 jiwa (1,24%).[2]
Jumlah keseluruhan tempat peribadatan di Ponorogo pada tahun 2010 adalah sejumlah 4233
buah. Masjid berjumlah 1448 buah, Mushola berjumlah 2754 buah, Gereja Protestan berjumlah
21 buah, Gereja Katolik berjumlah 8 buah, dan Wihara berjumlah 2 buah.[17]
Bahasa[sunting | sunting sumber]
Bahasa yang digunakan di Kabupaten Ponorogo adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi, dan bahasa Jawa Madiun sebagai bahasa sehari-hari.
Seni budaya[sunting | sunting sumber]
Kesenian[sunting | sunting sumber]
Ponorogo memiliki banyak sekali kesenian daerah, salah satu yang terkenal adalah Reog. Seni
Reog merupakan rangkaian tarian yang terdiri dari tarian pembukaan dan tarian inti. Tarian
pembukaan biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam,
dengan muka dipoles warna merah. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis
yang menaiki kuda. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil
yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan. Setelah tarian
pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi di mana seni
reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan
percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan terakhir
adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota
yang terbuat dari bulu burung merak. Namun adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti
skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya
pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang
sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
Selain Reog terdapat juga kesenian lain, yaitu Gajah-gajahan. Jenis kesenian ini mirip dengan
hadroh atau samproh klasik, terutama alat-alat musiknya. Perbedaannya adalah terdapatnya
sebuah patung gajah. Perbedaan lainnya adalah kesenian ini tidak memiliki pakem yang tetap
mulai alat-alat musik, gerak tari, lagu, dan bentuk musiknya berubah seiring perkembangan
zaman.
Budaya dan adat-istiadat[sunting | sunting sumber]
Kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Ponorogo dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat-
istiadat masyarakat Jawa Tengah. Beberapa budaya masyarakat Ponorogo adalah Larung
Risalah Do'a, Grebeg Suro, dan Kirab pusaka. Masyarakat Ponorogo memiliki adat-istiadat yang
sangat khas yaitu, becekan (suatu kegiatan dengan mendatangi dan memberikan bantuan
berupa bahan makanan; beras, gula, dan sejenisnya kepada keluarga, tetangga atau kenalan
yang memiliki hajat pernikahan atau khitanan) dan sejarah (silaturahim ke tetangga dan sanak
saudara pada saat hari raya Idul Fitri yang biasanya dilakukan dengan mendatangi rumah orang
yang berumur lebih tua).
Telaga Ngebel
Telaga Ngebel adalah sebuah danau alami yang terletak di Kecamatan Ngebel,
Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Ngebel terletak di lereng gunung Wilis. Telaga
Ngebel terletak sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo dengan ketinggian 734 meter di
atas permukaan laut. Keliling dari Telaga Ngebel sekitar 5 km dan suhu di telaga ini
berkisar antara 20 - 26 derajat celcius.
Gunung Bayangkaki
Gunung Bayangkaki adalah gunung yang tak aktif yang terletak di Ponorogo Jawa Timur,
tepatnya di Desa Temon, Kecamatan Sawoo. Gunung Bayangkaki memiliki empat
puncak, yakni Puncak Ijo (Gunung Ijo), Puncak Tuo (Gunung Tuo), Puncak Tumpak
(Puncak Bayangkaki) dan Puncak Gentong (Gunung Gentong). Di balik indahnya alam
dan kokohnya batu-batu besar yang menjulang, Bayangkaki memiliki berbagai keunikan
dan masih diselimuti dengan mitos yang terus berkembang dalam masyarakat sampai
sekarang. Salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat adalah ketika Puncak
Gentong sudah terbakar tanpa sebab berarti musim penghujan akan segera tiba.[23]
Gua Lowo
Penggalian situs arkeologi di Gua Lowo, Sampung pada tahun 1929
Gua Lowo terletak di Kecamatan Sampung, sekitar 20 km dari pusat kota Ponorogo. Air
terjun ini dinamakan Gua Lowo karena dihuni oleh banyak kelelawar. Kelelawar yang
hidup di dalam gua ini bebas dan tidak mengganggu masyarakat setempat. Dalam gua
ini juga ditemukan situs arkeologi yang memiliki nilai arkeologis tinggi. Lingkungan
sekitar gua ini sangat alami dan dikelilingi oleh pepohonan dan batu-batuan.[25]
Perguruan
Pendidikan formal TK atau RA SD atau MI SMP atau MTs SMA atau MA SMK Lain-lain
tinggi
Negeri 13 625 63 20 7 0 1