Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Perkembangan dan Politik Islam di Jakarta

Oleh: Muhammad Abdullah Bawazier/ Hubungan Internasional

Islam merupakan agama yang menyebar dengan sangat cepat. Sebagai


agama wahyu atau al-din al-samawi, Islam menyampaikan ajaran-ajarannya
sebagai pedoman hidup, petunjuk bagi siapa saja yang mengharapkan kebahagiaan
kehidupan di dunia dan akhirat.

Sejarawan mencatat bahwa Islam mulai memasuki Jakarta pada abad ke-9,
dan berkembang di sana pada abad ke-15.1 Pada saat itu, Jakarta memiliki nama
lain, yaitu Jayakarta. Penyebaran Islam disana terbilang memiliki dampak yang
besar bagi masyarakat, karena Jayakarta memiliki Sunda Kelapa, yaitu salah satu
pelabuhan penting kala itu.

Islam di Sunda Kelapa


Awal perkembangan Islam di Jakarta erat hubungannya dengan situasi
politik dan perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa peran wilayah dalam posisi
strategis menjadi faktor utama yang menjadikan kota Jakarta sebagai pusat
kegiatan dan perdagangan.2 Hal ini karena Jakarta memiliki pelabuhan Sunda
Kelapa yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Pajajaran menjelang masuknya
agama Islam.
Adanya bangsa pendatang di Sunda Kelapa menjadi cikal bakal
berkembangnya kebudayaan baru. Faktor penyebabnya karena Sunda Kelapa
menjadi tempat pertemuan berbagai macam golongan etnis, suku bangsa dan
kebudayaan.
Apabila dikaitkan dengan jalur sutra maka peran Sunda Kelapa merupakan
pelabuhan yang dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai penjuru. Adanya
kabar mengenai bangsa Arab sebagai bangsa petualang yang mengenal perniagaan
dan melakukan penyebaran agama Islam sejak abad ke-9 merupakan alasan kuat
bahwa bangsa tersebutlah yang membawa Islam ke tanah air terutama di Jawa
Barat.

1
Islamil Yaqob, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Wijaya, 2001), hal. 42.
2
Ibid, hal. 43.

1
Hal ini diperkuat oleh adanya karya Al-Mas’udi dalam bukunya
Murujuzzahab yang menyatakan bahwa bangsa Arab telah terlebih dulu datang ke
Indonesia sebelum kedatangan Belanda.3 Bahkan di Jakarta saat itu sudah ada
Kampung Jawa yang dihuni oleh bangsa Arab untuk melaksanakan dakwah
Islamiyah, yang sekarang berada dalam kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung.

Perkembangan dan Pergolakan Islam di Jakarta


Puncak kejayaan Islam di Jakarta memiliki sejarah yang cukup
menegangkan, karena perkembangan Islam di sana juga diwarnai dengan
perjuangan para pasukan Islam. Saat itu diawali dengan corak perpolitikan antara
Sunda Kelapa (nama sebelum menjadi Jayakarta), Portugis, Kerajaan Islam
Cirebon dan Kerajaan Islam Demak.4 Perkembangan pesat pelabuhan Sunda
Kelapa membuat Portugis berniat untuk menguasainya.
Adanya perjanjian antara pihak Pajajaran dan Portugis membuat
Kerajaan Islam Demak dan pemuka Islam Cirebon mengubah sistem dakwah
dengan memasukkan unsur politik di dalamnya. 5 Hal ini bertujuan untuk
membatasi sekaligus melumpuhkan pihak lawan. Bahkan adanya latihan fisik
dan mental dilaksanakan untuk memperkuat pasukan Islam.
Sasaran utama dari pasukan Islam adalah Pelabuhan sunda Kelapa
yang hampir jatuh ke tangan Portugis. Untuk menaklukan Sunda Kelapa,
pasukan Islam terlebih dahulu menguasai Pelabuhan Banten, hal ini karena
Banten merupakan pintu gerbang pantai Utara Jawa Barat yang menjadi ramai
ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. 6
Setelah menguasai Banten pasukan Cirebon dan Demak berhasil
menaklukan Sunda Kelapa pada 1527. Semangat dan perjuangan Islam
berhasil ditanamkan di Sunda Kelapa, kemenangan atas Portugis tersebut
membuat Fatahillah mengganti Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang
menurut Sukanto, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 22 Juni 1527. 7
Sejak terbentuknya VOC pada tahun 1602. Kedamaian antara
Jayakarta dan Belanda hanya berlangsung singkat. Adanya pertentangan
3
Alfred Wallace, Menjelajah Nusantara, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 39.
4
Yaqob, Op.Cit., hal. 42.
5
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 1995), hal. 76.
6
Djajadiningrat Hoesin, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten (Jakarta: Jambatan, 1983), hal.
66.
7
Ibid, hal. 70.

2
antara pemimpin Jayakarta dengan J.P Coen memunculkan terjadinya
peperangan antara kedua belah pihak.8
Pada tanggal 30 Mei 1619, nama Jayakarta diubah oleh Coen menjadi
Batavia. 9 Hal ini merupakan dampak yang dialami oleh pihak Jayakarta
setelah mengalami kekalahan dalam peperangan. Sejak itu, banyak kaum
pribumi melarikan diri ke pedalaman untuk menghindari penguasaan VOC.

Dakwah Islamiyyah Setelah Jayakarta Menjadi Batavia

Sejak jatuhnya Jayakarta, maka kegiatan agama yang bersifat Islami


tidak lagi dilakukan di pusat kota, melainkan beralih ke daerah pinggiran
seperti Jatinegara. Hal ini merupakan bukti bahwa masyarakat muslim pada
masa itu tidak melakukan interaksi secara langsung dengan pihak Belanda.
Sebelum jatuhnya Jayakarta ke tangan VOC terutama pada 1619, kegiatan
penyebaran Islam dilakukan di wilayah Bandar Sunda Kelapa.

Hal ini karena dahulunya Sunda Kelapa merupakan tempat yang ramai
dengan berbagai aktivitas. Sehingga memungkinkan agama Islam dapat
tersebar dengan cepat. Namun sejak runtuhnya Jayakarta, maka kegiatan
penyebaran agama Islam berpindah ke Kampung Melayu dan wilayah
Jatinegara dan sekitarnya.
Dengan berkembangnya Islam di Kampung Melayu dan wilayah
Jatinegara, hal ini telah mendorong pembangunan sarana ibadah untuk kaum
muslimin setempat. Bukti dari adanya aktivitas keislaman yang terjadi di
wilayah tersebut adalah keberadaan masjid As-Salafiyah di Jatinegara dan
masjid Al-Atiq di Kampung Melayu. 10 Pembangunan masjid Al-Salafiyah di
Jatinegara didirikan oleh Pangeran Jakarta yang merupakan putera Pangeran
Jayakarta Wijayakrama.
Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para Ulama selanjutnya relatif
dapat berjalan mulus. Namun sejak jatuhnya Jayakarta ke pihak Belanda yang
kemudian beralih nama menjadi Batavia membuat terhambatnya kegiatan

8
Yaqob, Op. Cit.
9
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1983), hal. 85.
10
Ibid, hal. 92.

3
penyebaran Islam. Hal ini karena orang-orang Belanda pada masa itu
mencoba menanamkan pengaruhnya terhadap pribumi.
Adanya upaya penanaman ajaran Kristen membuat perkembangan
Islam mendapat tantangan, apalagi pada masa itu pengaruh kebudayaan
Belanda berjalan sangat cepat. 11
Adanya pengajaran melalui gereja yang dilakukan oleh pihak Belanda
tidak membuat perjuangan penyebaran Islam menjadi terhenti. Hal ini
terbukti penduduk pribumi yang masih banyak melakukan kegiatan pengajian
baik itu di langgar, madrasah, maupun di rumah guru ngaji walaupun
jumlahnya lumayan terbatas. 12 
Dengan digantikannya Jayakarta menjadi Batavia, hal itu membuat
wilayah tersebut menjadi berkembang. Apalagi Belanda mendirikan kantor-
kantor pemerintahan, rumah pejabat dan sebagainya.
Adanya semangat Islam yang berkobar di dalam sanubari pribumi
semakin meningkatkan adanya semangat anti penjajahan. Adanya serangan
dari Mataram pada tahun 1628 dan Banten pada tahun 1658 yang tidak
menyukai Batavia memiliki peranan bagi perkembangan Islam, mengingat
dua kerajaan tersebut berada dalam pengaruh Islam, walau akhirnya
kemenangan ada di pihak Belanda. Adanya berbagai peristiwa yang terjadi di
Jayakarta relatif berpengaruh terhadap kegiatan dakwah Islamiyah dan
perkembangan Islam di Jakarta pada abad ke-17.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan pelabuhan Sunda
Kelapa sangatlah berperan bagi penyebaran agama Islam pertama di Jakarta.
Apabila dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Islam lainnya seperti Demak dan
Cirebon, maka kedua Kerajaan tersebut memiliki peran penting dalam penamaan
Jayakarta pada tahun 1527.
Jayakarta yang berada di bawah kepemimpinan para penguasa Islam
membuat penyebaran agama Islam semakin berkembang pesat. Pada abad ke-17
banyak sekali ulama yang berperan dalam menyiarkan agama Islam di Jakarta.
Adapun nama tokoh yang berperan bagi penyebaran Islam di Jakarta antara lain:
Datuk Wan, Datuk Makhtum, Haji Ahmad, Kyai Haji Mahmud serta para raja
yang pernah menjadi pemimpin Jayakarta.

11
Ibid, hal. 90.
12
Hoesin, Op. Cit., hal. 66.

4
6. Daftar Pustaka

Hoesin, D. (1983). Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta: Jambatan.

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

Poesponegoro, Djoened , M., & Notosusanto. (1983). Sejarah Nasional Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Wallace, A. (2000). Menjelajah Nusantara. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Yaqob, I. (2001). Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Wijaya.

Anda mungkin juga menyukai