Anda di halaman 1dari 9

Nama: Muhammad panji satrio utomo

NIM:1132000034

Soal

1. Jelaskan pengertian Peradaban Islam

2. Tunjukkan peradaban apa yang mulai muncul pada masa Rasul Muhammad dan
Khulafaurrasyidin

3. Sebut macam macam peradaban yang terjadi pada masa Bani Umayah, Bani Abbasiah dan
tiga kerajaan besar

4. Apa yang menyebabkan peradaban Islam kemudian tenggelam

JAWABAN

1.

Pengertian Sejarah secara Etimologis adalah berasal dari kata Arab “Syajarah” yang berarti pohon
kehidupan. Dalam bahasa asing lainnya, peristilahan sejarah disebut histore (Perancis), geschicte
(Jerman), histoire (Belanda) dan history (Inggris).

Menurut IbnU Khaldun, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting
pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, sejarah ialah memberikan informasi
tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia.

Meskipun terdapat perbedaan dalam penekanan teorinya, namun mereka sepakat, bahwa sejarah
adalah masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga
member interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita.

2.

(peradaban islam pada zaman Rasul Muhammad )

Abstract

Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw telah membawak bangsa arab yang semula
terbelakang, bodoh, tidak beradap dan tidak terkenal,dan di abaikan oleh bangsa lain, menjadi bangsa
yang maju, ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia,membina suatu ke budayaan dan
peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.

Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada usia 35 tahun,
Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan ka’bah di lakukan secara gotong royong, para
penduduk Mekkah membantu perkerjaan itu dengan sukarela. Tetapi pada saat terahir.ketika
perkerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajarul aswad di tembat semula, timbul perselisihan
karena setiap suku merasa berhak melakukan tugas terahir dan terhormat.perselisihan semangkin
memuncak maka pemimpin qurais sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke ka’bah melalui pintu
shafa, akan di jadikan hakim untuk memutuskan perkara. Ternya orang pertama masuk itu adalh nabi
Muhammad Saw.Ia pun di percaya menjadi hakim, Ia lantas membentangkan kain dan meletakkan
hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta seluruh pemimpin suku memengang tepi kain dan
mengangkatnya secara bersama-sama.setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad
meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat di selesaikan
dengan bijaksana, dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.

Nabi Muhammad segera kembali ke Madina. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabila
yang telah memeluk agama islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan
kabila mengajarkan ajaran-ajaran islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah
itu, Nabi menderita sakt demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin 12 Rabi’ul Awal
11 H/8 Juni 632 M., Nabi Muhammad Saw wafat di rumah isterinya aisyah.

Dari perjalan sejarah Nabi ini, dapat di simpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw, di samping
sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap.
Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan jazirah
Arab ke dalam kekuasaannya.

(Peradaban islam pada zaman Khulafaurrasyidin)

KHALIFAH ABU BAKAR (632 – 634 M)

Abu Bakar dilahirkan di mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun Gajah. Abu Bakar terkenal
sebagai seorang yang berperilaku terpuji dan seorang yang pandai menjaga kehormatan diri. Abu
Bakar merupakan orang yang terpandang dikalangan penduduk Mekkah pada zaman jahiliyah, ia juga
seorang ahli silsilah dan sejarah bangsa Arab. Saat masih muda, ia merupakan seorang saudagar kaya,
ia juga orang yang pertama masuk Islam di kalangan kaum laki-laki. Setelah menjadi seorang mukmin
ia meninggalkan dunia dagang dan memusatkan diri dalam kegiatan dakwah bersama Rasulullah.[5]

Kepemimpinan Abu Bakar dimulai setelah dilakukan dua Bai’at (sumpah setia). Bai’at pertama
dilakukan oleh kalangan terkemuka yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar yang dilakukan di Saqifah
Bani Sa’idah, yang kedua merupakan Bai’at umum dilakukan oleh umat Islam yang hadir di masjid.

Awal kepemimpinan Abu Bakar dihadapkan pada masalah warisan Rasulullah SAW, dalam masalah
ini putri Rasulullah yaitu Fatimah tidak dapat memperoleh harta peninggalan Rasulullah, dan Ali ibn
Abi Thalib tidak membaiat Abu Bakar kecuali setelah istrinya, Fatimah meninggal dunia. Selama
memimpin umat islam , Abu Bakar dihadapkan pada beberapa persoalan keagamaan dan kenegaraan.
Diantaranya yaitu:

1. Penolakan Zakat (mani’al-zakat)

Suku atau kabilah yang menolak zakat adalah Abs dan Zubyan. Menurut M. Husein Haikal
kemungkinan penolakan mereka didasarkan pada dua alasan yaitu: kikir atau karena mereka
menganggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika nabi wafat. Selain itu,
mereka juga menunjukkan sifat pembangkangan terhadap politik, yaitu dengan menyatakan tidak
tunduk lagi pada Abu Bakar. Setelah Abu Bakar dihadapkan situasi yang sulit ini, akhirnya diadakan
musyawarah yang dihadiri oleh para sahabat yang membahas masalah pembangkang. Dalam
musyawarah ini timbul dua pendapat, yaitu pendapat yang pertama, membiarkan mereka yang berarti
mentolerir pembangkangan tersebut, sedangkan pendapat yang kedua, memerangi mereka yang
berarti tidak mentolerir pembangkangan dan menambah musuh umat Islam. Dalam hal ini Umar lebih
mendukung pendapat yang pertama, sedangkan Abu Bakar mendukung pendapat yang kedua.

2. Nabi Palsu

Masa kepemimpinan Abu Bakar terdapat sejumlah umat Islam yang melakukan pelanggaran agama
dengan mengaku sebagai nabi dan banyak umat Islam yang murtad. Sejumlah negeri yang
penduduknya murtad dijadikan sasaran dalam rangka mengembalikan mereka ke dalam ajaran yang
di ridhai Allah yaitu agama Islam. Di samping itu Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah
dengan menaklukkan Irak dan Syam, bahkan sudah memasuki wilayah Byzantium (Romawi).

Pada khalifah Abu Bakar, ia telah membuat peraturan peperangan yang di jadikan pegangan para
perwira militer dan pejabat lainnya. Di antaranya yaitu:

a. Orang tua, wanita dan anak-anak tidak boleh dibunuh.

b. Biarawan tidak boleh dianiya dan tempat ibadah mereka tidak boleh di rusak.

c. Mayat yang gugur tidak boleh dirusak.

d. Pohon-pohon tidak boleh ditebang, hasil panen tidak boleh dibakar, dan tempat tinggal tidak boleh
dirusak.

e. Perjanjian- perjanjian dengan agama lain harus di hormati.

f. Orang-orang yang menyerah harus diberi hak yang sama dengan hak-hak penduduk Islam.

3. Pembagian Wilayah

Abu Bakar telah melakukan perluasan wilayah dan disetiap wilayah dibentuk Amir yaitu semacam
gubernur (penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan
perang. Abu Bakar tidak mengangkat perdana menteri dan sekretaris, tetapi ia membentuk Balai Harta
Karun (Bayt al- mal) untuk kepentingan umat islam.

3.

(Bani umayah)

1. Perubahan dari sistem syura untuk menuju ke sistem kerajaan

2. Terjadinya perluasan dari sistem wilayah kekuasaan

3. Terdapat sebuah bentuk dari gerakan politik dan juga keagamaan

4. Pembentuk dari diwan yang digunakan untuk mealkukan pencatatan seperti, pajak,
persuratan, penerimaan hingga stempel

5. Pembuatan barid yang dimana dalam hal ini adalah berupa kantor pos pada saat ini yang
bertugas untuk melakukan pengantaran dari surat yang akan dikirimkan
6. Pembentukan dari kepolisian yang dimana membuat sesoerang yang memiliki wewenang
dalam penelitian dari tindakan militer dan dianggap sebagai seorang penengah

7. Angkatan perang yang dimana memiliki tugas untuk melakukan pengidentifikasian dari
berabgai macam nama, sifat, gaji, hingga pekerjaan

8. Peradilan yang dimana dalam hal ini adalah orang yang dimana sangatlah takut kepada Allah
SWT dan juga orang yang adil dalam melakukan penetapan terhadap keputusan

(bani abbasiah)

• yaitu adanya Majkis Muhadharah yakni tempat berkumpulnya ulama-ulama, para sarjana, ahli pikir
dan para pujangga.

• selanjutnya Darul Hikmah yg didirikan oleh Harun Ar-Rasyid yg dikenal sebagai perpustakaan
terbesar Fungsinya sebagai tempat atau ruang utk belajar.

(tiga kerajaan besar)

• Kerajaan Usmani

Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Ketika abad ke 9/10 Masehi kerjaan Syafawi memutuskan
untuk menetap di Asia Tengah dan memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Pada tahun 923 -- 1342 merupakan masa Usmaniyah, bisa dibailang seperti ini karena kekuasaan
Utsmaniyah merupakan periode terpanjang dari lembaran sejarah peradaban Islam.

Dalam waktu kurang lebih 6 abad pemerintahan Utsmaniyah telah mengambil bagian penting sebagai
satu -- satunya yang menjaga dan melindungi kau muslimin.

Setelah menjalani masa -- masa keemasannya, kerajaan Usmani akhirnya mengalami masa
kemunduran. Kemunduran kerajaan Usmani ini terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al Qonuni. Setelah
wafatnya Sultan Salman terjadi perebutan kekuasaan anatara putranya sendiri.

• Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal adalah kerajaan yang terletak di India. Pada masa keemasannya kerajaan ini
menjadi kerajaan adikuasa dan menjadi salah satu kerajaan terbesar di dunia.

Pada masa kejayannya kerajaan Mughal menguasai wilayah yang ama luas, hal ini dibuktikan ketika
cakupan kerajaan Mughal meliputi Kabul, Lahore, Multan, Delhi, Agra, Oud, Allahabad, Ajmer,
Gujarat, melwa, Bihar, Bengal, Khandes, Berar, Kasmir, Bajipur, Galkanda, Tahore, dan Trichinopoli.
Kerajaan Mughol sendiri merupakan produsen rempah -- rempah, gula, wol, parfum, dan aneka
produk lainnya.
• Kerajaan Syafawi

Berasal dari gerakan Tarekat di Ardabil sebuah kota yang terletak di negara Azerbaijan. Waktu
berdirinya kerajaan Syafawi ini hampir bersamaan dengan berdirinya kerjaan Usmani di Turki.

• Nama kerajaan Syafawi sendiri diambil dari nama pendirinya yaitu Safi Al-Din ( 1252 --
1334 ). Kerajaan Syafawi ini menganut aliran syiah dan aliran syiah tersebut ditetapkan sebagai
mahzab di negaranya.

• Kerajaan Syafawi mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Abbas 1. Pada masa
kekusasaan Abbas 1 ini ia mampu untuk mengatasi berbagai kemelut didalam negeri yang menggangu
stabilitas yang ada di negara tersebut. Pada masa kekuasaan Abbas 1 juga telah berhasil merebut
kembali beberapa wilayah kekuasaannya yang lepas.

4.

a. Krisis politik

Pemimpin tidak mengamalkan ajaran agama

Para ahli sejarah mengajukan hipotesis bahwa kemunduran Islam disebabkan karena gaya hidup para
penguasa yang gemar hidup bermewah-mewah dan berorientasi duniawi saja. Pola hidup serakah, iri
hati, ambisi kekuasaan dan tidak mementingkan kehidupan rohani dan ukhrawi menjadi gaya hidup
para penguasa. Penguasa Islam telah menggunakan tangan besi dalam pemimpin. Ajaran Islam hanya
dalam kehidupan nyata. Yang paling ironis saat itu adalah agar pemimpin ditaati secara mutlak, tidak
boleh dibantah dan harus dihormati, mereka mengklaim dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi
meskipun tidak adil.

Serangan tentara Mongol dan runtuhnya Abbasiyah

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba disalah satu
pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim yang berkuasa saat itu tidak berdaya dan tidak mampu
membendung kekuatan tentara Hulagho Khan. Kota baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan
Hulagho Khan menancapkan kekuasaan-Nya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan
serangannya ke Syiria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khlifah
Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan awal dari massa kemunduran politik dan peradaban islam.
Khalifah sebagai simbol pemersatu umat Islam di dunia mulai hilang. Kejadian yang sangat tragis
yaitu ketika hancurnya perpustakaan terbesar di dunia saat itu, Baitul Hikmah, yang menyimpan
banyak dokumen sejarah dan buku berharga dalam berbagai disiplin ilmu.

Saat tentara Mongol masuk ke Baghdad, para penduduk berusaha kabur, namun berhasil decegat dan
dibantai tanpa ampun. Martin Sicker menyebutkan bahwa hampir 90.000 orang mungkin dibantai.
Beberapa perkiraan lainnya jauh lebih tinggi. Wassaf mengklaim bahwa korban jiwa mencapai 100-an
ribu orang. IanFrazier dari The New Yorker mengatakan bahwa perkiraan korban jiwa bervariasi dari
200.000 hingga 1000.000 orang. Akibat kekejamannya ini Hulagu harus memindahkan
perkemahannya ke luar dari kota karena bau busuk yang sangat menyengat didalam kota. Jumlah
penduduk Baghdad jauh berkurang dan kota itu menjadi reruntuhan selama beberapa abad berikutnya
dan hanya secara perlahan pulih dan memperoleh sedikit dari kejayaan lamanya. Pasukan Mongol
menjarah dan kemudian menghancurkan masjid, istana, perpustakaan, dan rumah sakit. Bangunan-
bangunan besar yang merupakan karya beberapa generasi dibakar sampai habis. Khalifah dipaksa
menonton ketika penduduknya dibantai dan harta bendanya dirampas. Menurut sebagian besar
sumber, Khalifah dibunuh dengan cara di injak-injak oleh kuda. Pasukan Mongol menggulung
Khalifah dalam sebuah karpet, lalu mereka menunggang kuda diatas badannya, karena mereka
percaya bahwa bumi akan marah jika ada darah penguasa yang ditumpahkan.[4]

Terjadi disintegarasi umat Islam

Benih perpeacahan dan disintegrasi sesunguhnya telah muncul di tubuh umat islam sejak periode
akhir pemerintahan Abbasiyah. Hal ini ditandai dengan konflik antara Sunni dan Syi’ah semakin
menajam. Setelah Abbasiyah hancur, esklasi konflik semakin memuncak secara akibat perbedaan
perbedaan paham agama dalam aspek ideologis, teologis dan berujung pada konflik geografis. Umat
Islam mengalami perpecahan menjadi nation-state kecil akibat kuatnya disentegrasi.

Secara umum, di zaman akhir Abbasiyah, wilayah teritorial Islam terbagi dua yaitu: pertama, bagian
Arab yang terdiri dari Arabia, Suriah, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai
pusatnya. Kedua, bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah dengan
Iran sebagai pusatnya. Secara rill, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur –gubernur
bersangkutan. Hubungan denga Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti. Akibatnya
Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tidak saling percaya dikalangan penguasa
dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan
pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan eksepansi. Selain itu, penyebab utama
banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di
pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki. Akibatnya beberapa propinsi di
Persia, Turki, Kurdi, dan lainnya mulai lepas dari genggaman penguasa Banni Abbas.

Perang Salib

Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara
berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari
kekekuasaan kaum Muslim dan mendirikan Gereja, juga kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang
Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada
bahu, lencana dan panji-panji mereka.

Perang salib berlangsung dalam kurun waktu hamper dua abad (200 tahun), yaitu antara tahun 1095-
1291, dengan 8 periode peperangan. Namun Stoddard mengatakan perang Salib tidak berlangsung dua
abad atau lebih, melainkan berlangsung selama enam abad (600 tahun), dan baru berakhir secara pasti
di perbentengan Wina tahun 1683

Perang salib berpengaruh luas terhadap politik, ekonomi dan social, bahkan terasa masih berpengaruh
sampai masa kini. Walaupun umat Islam berhasil memperthankan daerah-daerahnya dari tentara salib,
namun kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Wilayah-wilayah umat Islam terpecah belah dan
ingin memerdekakan diri dari kekuasaan Islam di Abbasiyah.

Dalam konteks hubungan antaragama, perang salib meninggalkan trauma yang mendalam antara
Islam dan Kristen sampai sekarang. Akibatnya Negara-negar barat masih membenci Islam.
Persaingan antar bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah
berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas
tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas
memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Persia
daripada orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga
kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ‘ashabiyyah kesukuan.
Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia, tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti
dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang
mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-
Arab di dunia Islam.

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi bebrbagai bangsa
yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan
bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang
bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga
fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakkan syu’ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para
khalifah menjalankan sistem perbudakkan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan
pegawai tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Banni Abbas, mereka dianggap
sebagai hamba. Sistem perbudakkan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki.
Karena jumlahnya dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik
mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuatan khalifah.

Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal
khilafah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi,karena para khilafah adalah oang –orang kuat yang mampu
menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang
khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuatan Banni
Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada ditangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian
direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutya beralih kepada dinasti
Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran
dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintah Banni Abbas merupakan pemerintahan yang kaya.
Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta.
Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaja, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun, sementara pengeluaran
meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempintnya
wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat,
diperingannya pajak, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan dan tidak lagi
membayar upeti. Sedangkan, pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan
korupsi.

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi
ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, kedua faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.

Konflik keagamaan

Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia
tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran
Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dkenal dengan gerakan Zindiq
ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi
bahkan merasa perlu mendirikan jewatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan
melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan
kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk
yang sangat sederhana seperti, polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik
bersenjata itu.

Pada saat ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung dibalik ajaran Syi’ah, sehingga
banyak aliran Syi;ah yang dipandang Ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut
Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan
dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya, sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga
melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil misalnya, memerintahkan agar makam Hussein di Karbela
dihancurkan. Namun, anaknya Al-Muntashir (861-862 M), kembali memperkenankan orang Syi’ah
menziarahi makamnya Husein tersebut. Syi’ah perah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui
Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Maroko dan khilafah Fathimiyah di Mesir
adalah dua dinasti Syi’ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.

Kehadiran golongan Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh
golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh Al-ma’mun, khalifa ketujuh
dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadiakan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
melakukan mihnah. Pada masa Al-Mutawakkil (847-861), aliran Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran
negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut hanbali itu (salaf) terhadap
Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.

Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa dinasti Buwaih. Namun, pada masa dinasti Seljuk yang
menganut aliran Asy’ariyah, pengikiran golongan Mu’tazilah mulai dilakukan secara sistematis.
Dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran Al-Ghazali
yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut
mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam, konon
sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan :“ Agama Muhammad Saw.
Seperti juga agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam perbedaan
pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu yang
kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan
yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan
pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam
Islam. Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah. Menjadi sebab binasanya
jiwa-jiwa berharga.

Ancaman dari luar

Apa yang disebut diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor eksternal
yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang
berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara
Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Namun, diantara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya
Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara
Salib itu.

Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan,
panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang
Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang
anti-Islam itu diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur
leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.

Anda mungkin juga menyukai