Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOSEN PENGEMPU : Rosanita Dewi harahap, M.Pd

Kelompok III

1. Meitarinda 12040322124
2. M Zaki Riyadillah 12040313278
3. Oktabi Pratama 12040313449

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM (UIN


SUSKA) RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb
Segala puji kehadirat Allah SWT karena kehendak dan ridhanya, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya berupa nikmat iman dan nikmat islam, kesehatan dan kemampuan
berfikir serta nikmat-nikmat lainnya yang tak terhitung banyaknya. Sehingga makalah ini
dapat tersusun dan terselesaikan dengan lancar. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan
kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup
yakni Al-qur’an dan Sunnah untuk keselamatan didunia dan akherat.
Alhamdulilah, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Sejarah Nabi Muhammad
SAW”. Makalah ini merupakan tugas terstuktur dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
yang dipegang oleh dosen pengampu ibu Rosanita Dewi harahap, M.Pd . kami mengucapkan
banyak berterima kasih kepada beliau yang telah membimbing dalam proses pembelajaran.
Dalam makalah ini sekiranya masih banyak kekurangan dan kesalahan, hal ini dikarenakan
kami masih dalam proes belajar. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan,
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.

PEKANBARU,September,2014

BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang masalah
Sejarah dalam bahasa arab, Tarikh atau history (inggis), adalah cabang ilmu pengetahuan
yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa di ungkapkan oleh
Abd. Ar-Rahman As-Sakhawi bahwa sejarah adalah seni yang berkaitan dengan serangkaian
anekdot yang berbentuk kronologi peristiwa. Secara teknis formula, Nisar Ahmad Faruqi
menjelaskan formula yang di gunakan dikalangan sarjana barat bahwa sejarah terdiri dari
(man + time +space = History).
Secara esensial, kelahiran Nabi Muhammad pada masyartakat Arab adalah terjadinya
kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang memengaruhi segala aspek
kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang di gunakan pada masa itu.
Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam menegakan kepercayaan bangsa arab pada waktu
yang relative singkat kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang arab.
Sebagian dari nilai dan budaya arab Pra-islam, untuk beberapa hal di ubah dan di teruskan
oleh masyarakat Muhammad kedalam tatanan moral islam. Secara geonologis, ia merupakan
keturunan suku Quraisy, suku yang terkuat dan berpengaruh di Arab.

A. Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)


1. Awal Pemerintahan Abu Bakar

Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar
ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai
indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya (632
M), dilakukan musyawarah dikalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di
Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat
islam atau khalifah islam.

Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu
Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber
perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah menjadi kaum sunni dan
syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi
pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni
berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni
berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin,
sementara muslim syi’ah berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil
seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya
tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga banyak
hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta
jumlah pemimpin islam yang dua belas.

Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri
secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua Khalifah
setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai
pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan
Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro
forma, mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-
bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan
publik.

Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan
gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai
pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang
pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah
Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi
dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam
telah berakhir.

2. Perang Riddah

Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dab
stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul. Beberapa suku arab yang berasal dari
Hijaz dan Nejed membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa
diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama islam secara utuh.
Beberapa yang lain kembali memeluk berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya
memiliki komitmen denan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak
berlaku lagi.

Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit.
Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di
wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-
Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung.
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna
menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa.
Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang
kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan
Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan
membelakangi agama Islam.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau
memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para
prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalion dengan komando masing-masing
panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar
mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.

Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau
menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan
melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan
Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang
penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi
mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk
melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan
pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga
taman disebut “Taman Maut”

3. Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an.

Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al-Qur’an. Atas saran
dan usul dari Umar bin Khattab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar
mengumpulkan ayat suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid
bin Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang gugur
syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang dari tujuh
ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun, kayu-kayu,
tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak, dikhawatirkan
kemurnian Al-Qur’an akan hilang.

Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al
Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan
tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh
sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak
dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa
pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga
yang dikenal hingga saat ini.
4. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada
peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan
atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga
terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan
kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam
memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya
yaitu:

1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum
Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup.
Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju
dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada
saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah
untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW.
Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan
langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan
Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul
interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para
pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat
Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
1. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang
yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
2. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban
zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu
memerangi mereka sampai tuntas.

1. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar
menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di
Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin
Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan
pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil
mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9).
Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini
karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:

1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah

Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika
beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam
suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-
tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka
setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu
keputusan dan suatu peraturan.

2. Amanat Baitul Mal

Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum
muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan
pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at.
Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi.

3. Konsep Pemerintahan

Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak
dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan
urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat
menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah,
maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat
sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.

4. Kekuasaan Undang-undang

Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak
pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan
mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum
Muslim maupun non Muslim.

5. Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar

Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum
muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka
Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah
mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun
keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap
usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar
mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua
menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah
berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan
rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul
Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai
pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.
B. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
1. Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab

Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti
posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat
seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah. Masa pemerintahan Umar
bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun
23H/644M. Beliau wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahannya oleh Khalifah
Umar dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh
semenanjung Arab.

2. Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi

Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa.
Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota
majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang
menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal
aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan.
Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam,
badan ini belum dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194).

Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi
dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-
orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang
yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261).

Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga
dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:

1. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :

¶Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain
Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit,
Tolhah dan Zubair.
¶ Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka
berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.

¶ Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan
Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.

1. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.


2. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan
pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
3. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan
kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji
pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
4. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam
negara.
5. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123). Pada masa Umar,
badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de
jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut.
Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa
mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).

3. Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik

Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala
zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap
kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa,
tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya
dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat)
sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak
heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa
mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).

Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh
mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik
terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai
dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid,
1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga
menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200
dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60
dinar disamping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).

Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg Islam) sebagai
pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :

1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.


2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..

Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat keme-
nangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan
dari assalb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund,
sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi
menurut ijtihad beliau.

Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki
dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah.
Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin
diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar
mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi
bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-
bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
Di samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya mengilhami
dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Disamping itu Nidzamul
Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali
bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat
berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta
tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek
kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan
minoritas (Yahudi- Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak
ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada
masa Umar.

Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan
ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada
muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana
penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah
ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

C. Usman Bin Affan

Usman bin Affan merupakan orang yang pertama masuk Islam sejak kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. Usman bin Affan keluarga dari suku Qurays yang lahir pada tahun ke-6
setelah lahirnya Nabi Muhammad saw, dikota Mekkah. Ia diberi gelar Dzun Nuraini Wal
Hijrotaini yang artinya memiliki cahaya karena menikah dengan anak Nabi saw dan
berhijrah dua kali ke Habsyi dan ke Madinah.

Menjelang wafatnya, Umar bin Khatthab dilakukan pembentukan sebuah dewan untuk
membahas penggantian beliau. Anggota dewan tersebut terdiri dari 6 orang yaitu Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Tahlah bin Ubaidah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf
dan Sa’ad bin Waqqas.

Ternyata pemilihan berjalan dengan lancar dan suara seimbang, maka keputusan akhir berada
pada ketua. Akhirnya khalifah Usman bin Affan terpilih.
Kepemimpinan Usman bin Affan berlangsung selama 12 tahun. Usman bin Affan pemimpin
yang dermawan, bersahaja serta selalu mengutamakan kepentingan rakyat. Ia selalu
melakukan musyawarah untuk meredam gejolak yang terjadi. Sifat yang dimilikinya ini dapat
membuat ia dicintai rakyat.

Pada Masa Khalifah Usman bin Affan banyak sekali jasa-jasa khalifahnya yaitu:

Beliau merenovasi masjid Nabawi di Madinah

Membuat Mushaf (pengumpulan ayat-ayat al-quran) yang standar kemudian


menggandakannya menjadi 5 mushaf

Membuat angkatan laut atas usul Mu’awiyah bin Abu Sofyan selaku Gubernur di Damaskus

Memperluas kekuasaan Islam sampai ke Armwnia, Afrika, Azerbaijan, kepulauan Cyprus ke


negeri Konstatinopel, Turki serta negeri-negeri Polandia.

Sifatnya yang rendah hati, dermawan dan lembut dimanfaatkan oleh kaum kerabatnya untuk
menikmati jerih payah Khalifah Usman bin Affan dengan menduduki jabatan strategis
dipemerintahan. Hal tersebut dikenal dengan Sistem Famili atau Nepotisme.

Namun hal ini dibantah oleh sejarawan, keluarga Usman bin Affan memang berhak
menduduki jabatan tersebut karena mereka adalah kelaurga yang pandai dan cerdas.

Menjelang berakhirnya kekhalifahan Usman bin Affan, umat Islam diadu domba oleh Yahudi
yang bernama Abdullah bin Saba. Orang-orang ini pura-pura masuk Islam kemudian
menyebarkan fitnah

Akhirnya Usman bin Affan terbunuh ditangan Al Ghofiqi sebagai buah dari fitnah yang
ditebar oleh Abdullah bin Saba.

Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa, Usman bin Affan adalah orang yang bersifat saleh,
dermawan, sabar dan juga pintar.

Banyak sekali hal yang telah dilakukannya untuk Islam yaitu merenovasi masjid Nabawi,
membuat mushaf sebanyak 5 mushaf, membuat angkatan laut dan memperluas wilayah dari
Afrika hingga Polandia. Beliau diadu domba oleh orang yahudi Abdullah bin Saba.
Dengan fitnah yang disebarkannya mengakibatkan Usman bin Affan terbunuh oleh Al
Ghofiqi.

D.Ali bin Abi Talib

Ali bin Abi Talib adalah termasuk sahabat pertama yang masuk Islam, yaitu dimasa ia masih
kanak-kanak. Dia adalah keponakan dan juga menantu dari Rasulullah s.a.w. yaitu suami dari
puteri Rasulullah Fatimah az-Zahra’ r.a. Ia dikenal sebagai pemberani dan perwira dan turut
dalam seluruh peperangan Rasulullah kecuali prang Tabuk. Di zaman pemerintahan Umar
dan Utsman dia memangku jabatan penting dan mengurus perkara yang penting-penting dan
rumir, ia juga sebagai anggota Dewan Syura yang diangkat Umar untuk memilih
penggantinya. Ketika pangkat Khalifah jatuh kepada Utsman dia turut juga menyetujui
pengangkatan itu, tetapi ia tidak menyetujui politik pemerintahan Utsman, terutama pada
akhir-akhir pemerintahannya.

Setelah Utsman Wafat, orang-orang Madinah membai’at Ali bin Abi Talib sebagai Khalifah,
akan tetapi pengangkatan ini dipandang sebagian kaum muslimin kurang lazim, karena kota
Madinan ketika itu sedang dikuasai oleh kaum pemberontak, sedangkan para sahabat hanya
sebagian kecil yang berada di Madinah seperti Thalhah dan Zubair. Kedua sahabat ini turut
membai’at Ali bin Abi Talib karena desakan para pembai’at ketika itu.

Politik Ali bin Abi Talib

Menurut pendapat Ali bin Abi Talib wali-wali yang diangkat Khalifah Utsman tidak layak
dan cakap mengurus masalah ummat Islam. Maka sekalipun kedudukannya sebagai khalifah
belum kuat dan kokoh, niatnya telah tetap akan memberhentikan para wali itu. Beberapa
sahabat memberi peringatan kepada Ali agar dia membatalkan niatnya itu. Akan tetapi dia
tidak mau mundur barang setapak, niatnya itu dilaksanakan.

Perpecahan ummat Islam

Oleh karena siasat Ali yang sedemikian itu, maka ummat Islam menjadi retak, ummat Islam
pecah menjadi tiga golongan (partai), yaitu 1.Golongan pendukung Ali bin Abi Talib, 2.
Ummat yang menuntut atas kematian Utsman bin Affan, mereka dikepalai oleh Mu’awiyah
bin Abi Sufyan, 3. Yang tidak setuju dengan tuntutan Mu’awiyah dan tidak setuju dengan
pengangkatan Ali, mereka dipimpin oleh Thalhah, Zubair dan ‘Aisyah.
Perang Unta

Khalifah Ali bin Abi Talib telah memecat Mu’awiyah dari jabatannya. Akan tetapi di tidak
mempedulikan pemecatannya itu, melainkan ia tetap memegang jabatannya sebagai wali
Syam. Maka Ali bin Abi Talib menyiapkan pasukan untuk memeranginya. Akan tetapi ketika
ia akan berangkat ke Syam datanglah berita bahwa orang Makkah telah keluar dari kelompok
Ali, mereka dikepalai oleh Thalhah, Zubair dan ‘Aisyah. Mereka telah menduduki kota
Bashrah dengan tentara besar yang dipimpin oleh ‘Aisyah pada tahun 36 H. (567 M.)

Mendengar berita yang demikian itu, Ali mengurungkan maksudnya untuk menyerang Syam,
dan dengan segera ia beserta laskarnya berangkat ke kota Kufah, kemudian terus ke Bashrah
dengan membawa tentara 200.000 orang. Di Bashrah ia bertemu dengan tentara ‘Aisyah, lalu
terjadilah pertempuran yang terkenal dengan Waqi’atul Jamal (Perang Unta). Dinamakan
demikian, karena ‘Aisyah yang memimpin pasukan menunggang unta.

Dalam peperangan ini Ali memperoleh kemenangan. Thalhah dan Zubair terbunuh dan
‘Aisyah ditawan. Akan tetapi ia tidak diperlakukan oleh Ali sebagai tawanan, melainkan
dihormati dan dimuliakan, lalu dipulangkan ke Makkah, serta dinasehatinya agar dia tidak
lagi mencampuri politik negara.

Bani Hasyim dan Bani Umayyah

Perang Unta telah usai, Ali memperoleh kemenangan, sedangkan ‘Aisyah tidak lagi
mencampuri urusan politik negara. Akan tetapi perselisihan antara sesama ummat Islam
belum berakhir, karena masih ada dua golongan yang bertentangan, yaitu parta Ali dari
keluarga bani Hasyim dan partai Mu’awiyah pemimpin keluarga Bani Umayyah.

Partai Bani Umayyah menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan atas Utsman bin Affan. Oleh
karena itu perselisihan timbul kembali antara keluarga bani Hasyim dan Bani Umayyah
sebagaimana paa masa Jahiliah dahulu.
Perbedaan antara Laskar Ali dan Laskar Mu’awiyah

Antara laskar Ali dan laskar Mu’awiyah besar sekali perbedaannya. Mu’awiyah yang telah
dua puluh tahun lamanya memerintah di Syam sebagai wali propinsi, dapat menarik hati
penduduk negeri itu dengan kemurahan dan kecerdikannya, sehingga ia berkuasa besar dalam
wilayah itu dan tak ada seorang penduduk Syam yang mau menyangkal perintahnya. Hal ini
bukan karena takut kepada Mu’awiyah, tapi karena sayang dan cinta mereka kepadanya. Dan
lagi sifat dan tabi’at orang Syam yang cinta akan peraturan dan patuh kepada undang-undang,
menjadi satu pertolongan besar bagi Mu’awiyah, dalam usahanya melaksanakan apa yang
diinginkannya.

Sedangkan laskar Ali sebagian besar terdiri dari bangsa Badwi yang masih membenci
peraturan, dan enggan tunduk dibawah undang-undang.

Perang Seffein

Khalifah Ali mendengar kabar bahwa Mu’awiyah telah bersiap lengkap akan memeranginya.
Oleh kerana itulah Ali bersegera mengerahkan pasukannya untuk menghadapi serangan
musuhnya itu di Siffein. Di Siffein di tempat sebelah barat sungai Euphrat, laskar Ali bertemu
dengan laskar Mu’awiyah, lalu terjadilah pertempuran dahsyat antara kedua laskar tersebut,
pertempuran ini terjadi selama 40 hari. Dalam pertempuran itu pihak Ali hampir memperoleh
kemenangan, sedangkan Mu’awiyah sudah berfikir hendak melarikan diri. Akan tetapi karena
tipu daya Amru bin al-‘Ash yang berperang dipihak Mu’awiyah, maksud pelariannya itu
diurungkanlah oleh Mu’awiyah. Kemudian ‘Amru bin al-‘Ash menyuruh laskarnya menusuk
Mushaf (Qur’an) dengan ujung lembingnya, lalu dinaikkan sebagai tanda hendak berdamai
dengan tunduk kepada al-Qur’an.

Tentara Ali tertipu


Melihat hal ini tentara Ali terperdaya, lalu mereka mendesak Ali untuk menghentika perang,
Ali bersikukuh hendak melanjutkan peperangan karena ia yakin perdamaian Mu’awiyah
hanyalah tipu daya belaka, namun pasukannya selalu mendesaknya untuk berdamai,
terpaksalah Ali mengikuti kemauan kebanyakan pasukannya.

Setelah kedua belah pihak sepakat mengadakan majlis tahkim yang akan memutuskan
perselisihan itu, Ali mundur dengan tentaranya ke Kufah dan laskar Mu’awiyah mundur ke
Syam.

Dalam perdamaian yang akan diadakan itu, pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari
seorang tua yang lurus hati, dan pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amru bin al-‘Ash seorang
ahli siasat Arab yang terkenal licin.

Korban perang Siffein

Dalam pertempuran Siffein dimana kedua belah pihak bertemu di laga sampai 90 kali,
menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak. Di pihak laskar Ali gugur 25.000 orang
dan dari pihak laskar Mu’awiyah 45.000 orang.

Setelah Ali mengundurkan sentaranya ke Kufah, sebagian pengikutnya mendurhakainya,


kaum pendurhaka itu dikenal dengan parti Khawarij (partai yang keluar dari golongan Ali).

Sebat timbulnya pendurhakaan itu adalah karena mereka berpendapat bahwa Ali melakukan
kesalahan besar tentang pemberhentian perang dan menerima tahkim, sedang dia hampir saja
memperoleh kemenangan. Mereka mendesak Ali supaya meneruskan peperangan, tetapi Ali
tidak mau melanggar janji yang telah dibuatnya dengan Mu’awiyah, walaupun hal itu selula
tidak disetujuinya. Oleh karena itu kelompok ini mengadakan perlawanan dan membuat
keributan dan kerusakan dimana-mana. Jumlah mereka kira-kira 12.000 orang.

Kaum pendurhaka ini sebagian dapat ditindas oleh Ali dan yang sebagian yang lain melarikan
diri, dari mereka itulah timbul partai Khawarij kemudian, yaitu golongan ummat Islam yang
keras, yang tak mau tunduk dibawah kekuasaan Khalifah manapun. Semboyan mereka
adalah: ‘Kekuasaan hanyalah di tangan Tuhan’.

Hasil Tahkim
Setelah datang waktu tahkim sesuai dengan perjanjian, para wali dari kedua belah pihak
berkumpul di Dumatul Jandal. Utusan Ali berjumlah 100 orang dikepalai oleh Abu Musa al-
Asy’ari dan utusan Mu’awiyah banyaknya juga 100 orang dikepalai oleh ‘Amru bin al-’Ash,
sedang Mu’awiyah sendiri termasuk dalam jumlah 100 itu.

Dengan tipu-daya yang licin ‘Amru bin al-’Ash dapat mengalahkan Abu Musa yang lurus
hati itu dalam persidangan majlis tahkim.

‘Amru bin al-’Ash menerangkan kepada Abu Musa bahwa untuk menjadi dasar perundingan,
maka Ali dan Mu’awiyah diturunkan dari pangkat Khalifah. Sesudah itu soal Khalifah
diserahkan kepada ummat Islam dan kepada mereka diberikan kemerdekaan seluas-luasnya
tentang siapa yang akan mereka pilih menjadi Khalifah.

Keterangan ‘Amru bin al-’Ash ini diterima oleh Abu Musa dengan sejujur hatinya untuk
menjadi dasar perundingan. Di hari persidangan di Daumatul Jandal itu (suatu tempat antara
Irak dan Syam) diharapan beribu-ribu ummat Islam, maka tertipulah Abu Musa oleh
kelicikan politik ‘Amru bin al-’Ash.

Karena menghormati ketinggian umur dan derajatnya, ‘Amru bin al-’Ash meminta kepada
Abu Musa untuk terlebih dahulu berdiri diatas mimbar, menerangkan dasar perundingan yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan ikhlas dan jujur hati Abu Musa naik ke atas
mimbar, lalu berpidato menerangkan bahwa untuk kemaslahatan ummat Islam di dan ‘Amru
bin al-’Ash telah sepakat untuk memberhentikan Ali dan Mu’awiyah dari jabatan Khalifah.
Tentang pengangkatan Khalifah yang baru diserahkan sepenuhnya kepada permusyawaratan
ummat Islam. Saya sebagai wakil dari pihak Ali dengan ikhlas dan jujur hati menurunkan Ali
dari kursi Khalifahnya”.

E. Kontribusi khalifah dalam peradaban islam

Masa pemerintahannya .sangat singkat.Namun dalam kontribusi membangun peradaban


islam cukplah banyak diantaranya yaitu
1. Pemberangkatan pasukan Usamah bin zaid sesuai dengan Rasulullah.Hal ini dilakukan Abu
Baqar sebagai usaha untuk menempakan kepada semua pihak bahwa kekuatan islam masih
tetap kokoh.
2. Perang melawan orang-orang murtad setelah Rasulullah wafat,seluruh Jazirah Arab murtad
dari agama islam kecuali Makkah,Madinah dan Thaif.
3. Perang Yamamah perang ini terjadi di Bani Hanifah,Yamamah.Ditempat itu ada seorang
yang mengaku bahwa dirinya sebagai Nabi,dia adalah Musailamah Al-kazab.
4. Penaklukan islam yang dilakukan Abu Baqar yakni di wilayah timur ( Persia ) yang meliputi
Irak bagian barat Syam.
5. Permulaan perang Yarmuk terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang di sebut
Yarmuk.
6. Penghimpunan Al Quran satu kerja keras yang di lakukan pada masa pemerintahan Abu
Baqar.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di pilih berdasarkan musyawarah.


Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar
diangkatmenjadikhalifahmelaluipertemuansaqifah atas usulanumar. Problem besar yang
dihadapi Abu Bakarialahmunculnyanabipalsu dan
kelompokingkarzakatsertamunculnyakamummurtadMusailimahbinkazzabbesertapengikutnya
menolak. Membayar zakat dan murtaddari islam yang
mengakibatkanterjadinyaperangYamamah. Perangtersebutterjadi pada tahun 12 H.

Umar yang tahuakanhalitumerasakhawatirakankelestarian Al-


Qur’anhinggadiamengusulkankepada Abu Bakar agar membukukan/mengumpulkanmushaf
yang ditulis pada masa nabimenjadisatumushaf Al-Qur’an. Mushaf yang
sudahterkumpuldisimpanoleh Abu Bakar, ketika Abu Bakarsakitdiabermusyawarahdengan
para sahabatuntukmenggantikanbeliaumenjadikhalifah pada masa Umar
gelombangexspansipertamaterjadi. Umar membentukpanitia yang beranggotakan 6
orangsahabat dan memintasalahsatudiantaranyamenjadikhalifahsetelah Umar wafat.
PanitiaberhasilmengangkatUtsmanmenjadikhalifah. Pada masa pemerintahanutsmanwilayah
islam meluassampaikeTripolibarat, Armenia dan Azar Baijanhinggabanyakpenghafal Al-
Qur’an yang tersebar dan tarjadiperbedaandialek, yang menyebabkanmasalahserius.
Utsmanmembentuktimuntukmenyalin Al-Qur’an yang telahdikumpulkan pada masa Abu
Bakar, timinimenghasilkan 4 mushaf Al-Qur’an dan
Utsmanmemerintahkanuntukmembakarseluruhmushafselain 4 mushafinduktersebut.

Utsmandibunuholehkaum yang tidakpuasakankebijakannya yang


mengangkatpejabatdarikaumnyasendiri (Bani Umayah). SetelahUtsmanwafatumat islam
membaiak Alimenjadikhalifahpenggantiutsman, kaum Bani
UmayahmenuntutAliuntukmenghukumpembunuhUtsman,
karenamerasatuntutannyatidakdilaksanakan Bani
UmayahdibawahpimpinanMu’awiyahmemberontakterhadappemerintahanAli.
PerangSifinmengakibatkanperpecahan pada kelompokAli.
DipenghujungpemerintahanAliumat islam terpecahmenjaditigagolongan, yaitu, Mu’awiyah,
Syi’ah (pengikutAli), dan Khawarij (orang yang keluardaribarisanAli). SetelahAlimeninggal,
iadigantiolehanaknya, Hasan. Hasan mengadakanperundingandamaidenganMu’awiyah dan
umat islam dikuasaiolehMu’awiyah. Denganbegituberakhirlahpemerintahan yang
berdasarkanpemilihan (khulafaurrasyidin) bergantidengansistemkerajaan).

B. Daftar pustaka

Amin Samsul Munir, Sejarah Perkembangan Islam, Jakarta : Amzah, 2009.

Rahman Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf.
1995.

Sinn Ahmad Ibrahim Abu, Manajemen Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1996.

Susanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur: Prenada Media

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Anda mungkin juga menyukai