Kelompok 1
Vita Sari Agustin
Julia Rokhali
M. Hernan Afiluman
M.Mukty Saputra
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Public Relations Sebagai
Objek Ilmu Komunikasi ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen
pada mata kuliah Public Relations. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Public Relations Sebagai Objek Ilmu Komunikasi .bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Intan Kemala,S.Sos M.Si. selaku dosen
mata kuliah Public Relations yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PEMBAHASAN
Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai
public relations yang dilakukan untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun
pemecahan masalah yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public
relations dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan
suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public relation sebenarnya
berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu public relation meliputi ilmu
komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis,
perdagangan, ekonomi dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA). Bukti bahwa PR
adalah kajian ilmu adalah karena PR memiliki objek material maupun objek formal, memiliki
metode, sisematis, dan universal. Objek material meliputi manusia atau public, sedangkan
objek formalnya adalah hubungan antara organisasi dengan publiknya. Tedapat dua kategori
public dalam PR, yakni public internal dan public eksternal. Public internal adalah public yang
berada didalam lingkungan organisasi, seperti karyawan, manajer, dan pemegang saham.
Sedangkan public eksternal adalah public yang berada diluar organisasi, seperti lembaga
pemerintah, pelanggan, pemasok, bank, media/pers, dan komunitas. PR memiliki metode untuk
diteliti, baik kualitatif maupun kuantitatif.
PR sebagai ilmu tentunya bersifat sistematis, yang berarti proses yang dilakukan dalam
penelitian PR menggunakan langkah-langkah tertentu bersifat logis. PR bersifat sistematis
karena tahapan dalam penelitian PR sistematis mulai dari latar belakang penelitian sampai
kesimpulan penelitian dan saran penelitian. Perkembangan publik relation sehingga menjadi
sebuah sejarah saat ini karena publik relations berawal dari retrorika. Public Relation tidak
hanya berkembang dibidang aktivitas sosial ataupun pofesi. Public relation juga telah menjadi
sebuah kajian ilmu. Seperti yang kita ketahui, kajian ilmu Public Relation merupakan sebuah
metateori yang terdiri dari 4 teori, yaitu retorika, evolusi, psikoanalisis, dan marxisme. Berikut
penjelasan mengenai teori-teori tersebut :
1. Teori retorika
Menurut KBBI, kata retorika memiliki arti ketrampilan berbahasa secara efektif ; studi tentang
pemakian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang. Dalam ilmu komunikasi, retorika
disebut pula sebagai komunikasi publik. Dalam berbicara di depan public, para pembicara
biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak mereka : memberi informasi, menghibur,
dan membujuk (West, 2008) . Tujuan terakhir tersebut lah yang menjadi inti dari komunikasi
retorika.
Ilmu mengenai retorika pada awalnya dikembangkan di Yunani dan dikemukakan oleh
Aristoteles. Dikatakan bahwa teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika atau
sebagai alat persuasi yang tersedia (West, 2008). Selain itu, diungkapkan pula bahwa retorika
digambarkan sebagai suatu seni yang dapat menyatukan baik pembicara maupun khalayak.
Ada beberapa elemen yang mencakup teori retorika, yaitu komunikator, pesan, dan
audiens. Dalam praktiknya, teorika harus memperhatikan beberapa hal, yaitu :
Dalam hal ini, pembicara perlu mengetahui siapa dan bagaimana audiens yang
sedakdi ajak berbicara.
Hal ini berkaitan dengan konsep ethos, logos, dan pathos. Ethos merupakan karakter
atau niat baik pembicara. Pathos berkaitan dengan emosi yang ditimbulkan pada khalayak.
Sedangkan, logos adalah penggunaan argumen dan rasionalisasi yang digunakan.
Dalam buku West, 2008, Konrad Lorenz mengatakan bahwa “Apa yang diucapkan tidak
berarti juga didengar. Apa yang didengar tidak berarti juga dimengerti. Apa yang dimengerti
tidak berarti juga disetujui. Apa yang disetujui tidak berarti juga diterima. Apa yang diterima
tidak berarti juga dihayati dan apa yang dihayati tidak berarti juga mengubah tingkah laku.”
Maka, retorika disini bertujuan agar pembicara membuat audiens dapat mendengar, mengerti,
menyetujui, menghayati, dan mengubah perilaku .
2. Teori evolusi
Kata evolusi tidak lagi terasa asing dalam pendengaran kita. “Mahluk paling kuat adalah
mahluk yang bertahan di alam ini”, begitu bunyi inti dari teori evolusi tersebut. Charles Darwin
yang merupakan pakar teori ini mulai merambah pernyataan-pernyataan tersebut ke dalam
keilmuan sosial. Darwinisme pun telah mempengaruhi perkembangan ilmu komunikasi. Ia
mengemukakan mengenai pemahaman tentang bahasa tubuh atau komunikasi non verbal
dalam bukunya The Expression in Men and Animals. Ia menyajikan beberapa kesimpulan dan
pemikiran tentang perilaku ekspresif yang sering kali dijabarkan dalam bentuk bahasa tubuh
yang ekspresif.
Istilah non-verbal biasanya digunakan untuk meuliskan suatu proses komunikasi diluar kata-
kata terucap dan tertulis. Komunikasi non verbal itu sendiri memiliki beberapa fungsi, seperti
yang diungkapkan Ekman, 1965; Knapp 1978, yaitu :
1. Menekankan
2. Melengkapi
Pembicara menggunakan komunikasi non verbal untuk memperkuat sikap umum yang
dikomunikasikan oleh pesan verbal. Misalnya, pada saat bercerita kisah-kisah yang bersifat
komedi, kita akan tersenyum lebar.
3. Menunjukka kontradiksi
Dalam hal ini, kontradiksi dilakukan untuk menunjukkan sikap menentang secara non
verbal. Misalnya, menyilangkan jari yang mengartikan bahwa kita tidak setuju.
4. Mengatur
5. Mengulangi
Komunikasi non verbal juga dapat digunakan untuk mengulangi apa yang biasanya
menjadi bagian dari komunikasi verbal. Misalnya, pada saat kita ingin mengatakan “apa
benar?”, kita hanya perlu mengangkatkan alis mata kita.
6. Menggantikan
Komunikasi non verbal memiliki fungsi untuk menggantikan pesan verbal. Misalnya,
menganggukkan kepala yang memiliki bahwa kita mengatakan iya.
3. Teori psikoanalisis
merupakan sebuah teori yang dibangun oleh Sigmuncl Freed. Dalam teori ini menjelaskan
perilaku manusia di dalam diri individu manusia itu. Dalam perkembangannya teori
psikoanalisis berkembang menjadi sebuah teori.
4. Teori Marxisme
merupakan teori yang dikembangkan oleh Karl Marx yang membagi perihal masyarakat
kapitalis. Terkait dengan ini Kriyantono (2012) menyebutkan bahwa dalam komunikasi dan
PR, teori kritis berhubungan mengubah struktur sosial politik, dan ekonomi yang membatasi
petensi individu. Teori kritis digunakan untuk mengungkap realitas. PR yang berhubungan
dengan ideologi dan kepentingan apa yang diperoleh dalam suatu program PR dan mengkritik
dan kesan yang sedang berlangsung di area PR.
Dalam teori teori publik relations dan pengaplikasiaanya ini menelaahan, secara hati-hati,
buku-buku teks PR dan sejumlah jurnal ilmiah PR di perguruantinggi, menunjukkan Ilmu PR
masih terkait dengan disiplin lain yang mendasari ilmu PR. Disiplin ilmu yang mendasari ilmu
PR ini termasuk ilmu komunikasi, komunikasi massa, psikologi, sosiologi, dan lebih jauh lagi
terkait dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi, dan manajemen (Gold Paper No.
12, 1997, IPRA). Dalam Paper Emas IPRA No. 12 itu disebutkan pula, dua dekade ini
melahirkan pengembangan sejumlah teori eksklusif dalam bidang PR. Sejumlah besar teori ini
dikembangkan James Grunig dari Universitas Maryland. Ia salah seorang dari tiga akademisi
PR yang sangat dikenal dalam memberikan kontribusi pengembangan Ilmu PR, dengan
lahirnya Situational Theory (terdiri dari empat model). Kempat model yang dikemukakan
Grunig diakui sebagai PR praktis dan teori yang istimewa (excellence).Teori situasional Grunig
berupaya untuk mengidentifikasi permasalahan di sekitar publik. Ia menyebutnya isu-isu
situasional. Grunig berargumen, penelitian komunikasi lebih memperhatikan pemasaran pada
produk dibandingkan publik-publik mereka (perusahaan). Teori situasional mendorong
pembentukan public mereka, sewaktu orang-orang mengatur transaksi dengan suatu
konsekuensi pada organisasinya mereka. Dan Grunig menekankan, publik-publik ini menjadi
target-target optimal kampanye komunikasi. Dalam model Teori Situasional, Grunig
mengidentikasi empat macam publik secara khusus:
Empat model PR ini dikembangkan Grunig bersama Todd Hunt dari Universitas Rutgers, dan
menggambarkan peralihan PR bisnis dari strategi komunikasi perusahaan satu arah menjadi
lebih terbuka dengan komunikasi dua arah. Tentu saja, hasil kerja Grunig, yang menggam-
barkan PR sebagai sesuatu yang interaktif dan memakai komunikasi dua arah, memberikan
gaung pada karya sebelumnya, yakni salah seorang Bapak PR Modern, Edward Bernays, yang
terkenal dengan bukunya Crystallizing Public Opinion.
Bernays menyarankan PR efektif memerlukan dua sisi dengan sasaran dan tujuan suatu
perusahaan yang selalu dapat memprediksi munculnya suatu kepercayaan publik dan
kepentingan pribadi. Empat Model PR dari Grunig-Hunt adalah:
Public Information
Model Press Agentry dan Model Public Information adalah PR model satu arah dan
menggambarkan program komunikasi yang tidak berdasarkan pada penelitian dan perencanaan
strategi. Model Two-way Asymmetrical Communiction menggambarkan pendekatan lebih
sopistiket (maju) karena menggunakan penelitian untuk mengembangkan pesan-pesan yang
memungkinkan publik-publik strategi terdorong untuk mengikuti keinginan-keinginan
organisasi. Penelitian Grunig mengemukan tindakan PR yang sangat efektif dilakukan melalui
apa yang ia sebut the two-way symmetrical model PR di sini didasarkan pada strategi
pengunaan penelitian; dan komunikasi digunakan untuk mengelola konflik dan meningkatkan
pemahamam publik-publik strategis. Dalam bahasa sederhana, two-way symmetric model
menjelaskan bahwa lebih baik berbicara dan mendengar dibanding hanya berbicara saja. Dan
lebih bernegosiasi dengan publik-publik disbanding mencoba kekuatan untuk mengubah
mereka (publik).
Teori Excellence Grunig tumbuh pesat. Kegiatan penelitian, yang diarahkan oleh Profesor
Grunig, banyak dilakukan dan didanai oleh International Association of Business
Communicators. Kegiatan penelitiannya mengombinasikan temuan-temuan dan rekomendasi-
rekomendasi, serta memberikan nilai tambah teoretis pada kontribusi Grunig. Beberapa sarjana
lain meyitir teorinya, yang memberikan saran dan petunjuk bagaimana PR dapat mendorong
organisasi dapat berpartisipasi secara excellent melalui pembinaan hubungan jangka panjang
dengan publik-publik strategi. Grunig dan Todd Hunt juga memperkenalkan the Domino
Model of Public Relations Effects. Model ini menyatakan secara tidak langsung kekuatan
hubungan sebab akibat antara pesan- pesan PR dan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Menurut
model ini, pesan-pesan PR dapat mengubah tingkat pengetahuan. Lebih jauh lagi, untuk
mengubah sikap dan perilaku atau perubahan opini. Grunig dan Hunt, secara hati- hati, memilih
metafora domino untuk menggambarkan model ini. Mereka mengemukakan pentingnya model
ini terletak pada kesenjangan waktu di antara setiap komponen model—pesan, pengetahuan,
sikap dan perilaku—yang tidak terlalu jauh satu sama lain. Sementara itu, banyak sarjana PR
kini mengakui Grunig sebagai seorang leader (“begawan”) dalam pengembangan teori-teori
eksklusif PR. Banyak pakar lain juga memberikan kontribusi pada pengembangan teori PR
Glen Broom dan David Dozier patut menjadi perhatian. Catatan hasil berbagai penelitian
Broom dan Dozier tentang tingkat implementasi dan kriteria dampak program- program PR,
dengan pengembangan Coorien- tation Model yang menguji tujuan-tujuan dan dampak
program-program komunikasi antara organisasi-organisasi dengan publik-publik mereka:
merupakan catatan penting. Broom dan Dozier membuat konsep sepuluh tingkat perbedaan di
mana dampak potensial komunikasi dapat diukur. Mereka menyusun perhitungan dan jumlah
pesan yang telah dikirim, atau aktivitas, yang telah dilaksanakan (kriteria penyebaran dimulai
dari tingkat terendah) terhadap dampak kompleksitas perubahan sosial dan budaya (kriteria
dampak tingkatan lebih tinggi). Tingkatan kriteria lebih tinggi, lebih sulit. Model Coorientation
dari Broom dan Dozier mengemukakan, tipe-tipe perbedaan hubungan, atau coorientation
states, berada di antara organisasi-organisasi dan publik publik mereka. Tipe pertama,
penggambaran perbedaan ini dalam tingkat kesepakatan antara bagaimana suatu organisasi dan
publiknya, di mana keduanya memiliki pandangan yang sama tentang suatu isu. Tipe
coorientation states lainnya adalah memperhatikan akurasi dan penerimaan kesepakatan itu.
Model ini menggambarkan bahwa peningkatan dalam akurasi dan kesepakatan sebagai tujuan
yang bermanfaat bagi program-program PR. (Ardianto, 1999)
Sedangkan menurut (Lattimore, Baskin, Heiman, Toth, h.62) teori public relations terbagi
menjadi beberapa sebagai berikut :
I. Teori Hubungan
a. Teori Sistem: mengevaluasi hubungan dan struktur karena mereka terkait dengan
organisasi secara keseluruhan.
b. Teori situasional: mempertahankan situasi akan menentukan hubungan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Publik relations merupakan aktivitas komunikasi yang sangat dibutuhkan, baik oleh organisasi,
lembaga, dan perusahaan. Public relation digunakan untuk menjaga hubungan baik antara
perusahaan dengan publiknya. Public relations juga digunakan untuk membangun citra positif
dimata public baik yang terkait dengan publik internal maupun publik eksternal, di dalam suatu
proses komunikasi agar tercipta hubungan yang efektif. Sebagai teknik komunikasi, aktivitas
PR dilakukan setiap individu, direncanakan atau tidak, sehingga melahirkan prinsip ‘everybody
is a PR atau you are PR on yourself. Dalam kontek organisasi, metode dan teknik komunikasi
ini tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi. Komunikasi adalah bersifat kesatuan
keseluruhan, yaitu perilaku individu dan organisasi saling terkait.
Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai public
relations yang dilakukan untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun
pemecahan masalah yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public
relations dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan
suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public relation sebenarnya
berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu public relation meliputi ilmu
komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis,
perdagangan, ekonomi dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA). Tedapat dua kategori
public dalam PR, yakni public internal dan public eksternal PR sebagai ilmu tentunya bersifat
sistematis, yang berarti proses yang dilakukan dalam penelitian PR menggunakan langkah-
langkah tertentu bersifat logis. PR bersifat sistematis karena tahapan dalam penelitian PR
sistematis mulai dari latar belakang penelitian sampai kesimpulan penelitian dan saran
penelitian, kajian ilmu Public Relation merupakan sebuah metateori yang terdiri dari 4 teori,
yaitu retorika, evolusi, psikoanalisis, dan marxisme Teori situasional Grunig berupaya untuk
mengidentifikasi permasalahan di sekitar publik. Ia menyebutnya isu-isu situasional. Grunig
berargumen, penelitian komunikasi lebih memperhatikan pemasaran pada produk
dibandingkan publik-publik mereka (perusahaan) Dalam model Teori Situasional, Grunig
mengidentikasi empat macam publik secara khusus:
All-Issue Publics : Publik-publik yang aktif pada semua isu.
Single-Issu Publics : Publik-publik yang aktif pada satu, atau sebagian kecil isu pokok, yang
hanya memperhatikan sebagian kecil dari populasi (sebagai contoh, kontroversi pembunuhan
besar-besaran ikan paus).
Hot-Issue Publics : Publik hanya aktif pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang
terdekatnya dalam populasi, dan diterima karena peliputan media secara luas. Empat Model
PR dari Grunig-Hunt adalah:
Cutlip, Scott M.; Center, Allen H.; Broom, Glen M. (2000). Effective Public Relations.
Jakarta: Prenada.
Anonymous. (1997). The Evolution of Public Relations Education and the Influence of
Globalisation, Survey of Eight Countries, Gold Paper No. 12, International Public Relations
Association (IPRA).
Kriyantono, R. (2014). Teori public relations perspektif barat dan lokal: Aplikasi penelitian &
praktik. Jakarta: Prenada Media.
Kriyantono, R. (2012). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan
publisitas media(2 ed.). Jakarta: Prenada Media
Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S., & Toth, E. L. (2007). Public relations : The profession
and the practice. New York: McGraw-Hill.
Grunig, L. A., Grunig, J. E., & Dozier, D. M. (Eds.). (2002). Excellent public relations
Bivins, T. H. (2008). Public relations writing: The essentials of style and format. New York:
McGraw Hill.
Soemirat Soleh dan Ardianto Elvinaro. (2002). Dasar-Dasar Public Relations. Bandung. PT.
Remaja Rosda Karya.
Ardianto, E. (1999). Teori dan Metodologi Penelitian “ Public Relations ” Teori dan Model
Public Relations, 231–241.