Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“BADAN HUKUM SEBAGAI SUBJEK HUKUM”


Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Disusun Oleh:
Artiur Unsaeni Ismail || 30123007

Andhika Fazry Aulia || 30123023

Anggia Salma Nurul Aini || 30123042

Zaki Zulkifli || 30123048

Dosen Pengampu:
Fajar Putra Hanifah, S.H., M.H.

PRODI HUKUM

UNIVERSITAS TEKNOLOGI DIGITAL

2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Alllah SWT, karena berkat dan rahmat serta karunia-Nya makalah ini
dapat diselesaikan dalam waktu yang tepat dan juga sesuai dengan pengetahuan dan materi
yang telah ditentukan sebelumnya. Tak lupa, shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena berkat beliaulah kita
mampu keluar dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang.

Beribu terimakasih juga kami ucapkan kepada Bapak Fajar Hanifah, S.H., M.H.
selaku dosen mata kuliah Hukum Perdata yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap semua materi dari makalah ini dapat tersampaikan dengan baik, dan dapat
dimengerti dengan mudah.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 11 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan hukum merupakan suatu pilihan bagi masyarakat untuk menjalankan usaha
yang dimana didalamnya mengatur tentang pembagian hasil serta pemisahan harta kekayaan,
Subyek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang
hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut yang dapat
mempunyai wewenang hukum. Istilah Subyek hukum berasal dari terjemahan bahasa
Belanda yaitu rechtsubject atau law of subject (Inggris). Secara umum rechtsubject diartikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum. Dalam pergaulan
hokum ditengah-tengah masyarakat, ternyata manusia bukan satu-satunya subyek hukum
(pendukung hak dan kewajiban), tetapi masih ada subyek hukum lain yang sering disebut
“Badan Hukum” (rechtspersoon).
Menurut Molengraaff, badan hukum pada hakikatnya merupakan hak dan kewajiban
dari para anggotanya secara bersama-sama, dan di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama
yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi
untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi itu, tetapi
juga sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap pribadi
anggota adalah juga pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam badan hukum itu.
Sebagaimana halnya subyek hukum manusia, badan hukum ini pun dapat mempunyai
hak-hak dan kewajiban kewajiban, serta dapat pula mengadakan hubungan hubungan hukum
(rechts-betrekking/rechtsverhouding) baik antara badan hukum yang satu dengan badan
hukum yang lain maupun antara badan hukum dengan orang manusia (natuurUjkpersoon).
Karena itu, badan hukum dapat mengadakan perjanjian perjanjian jual beli, tukar menukar,
sewa menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta kekayaan. Dengan demikian,
badan hukum ini adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai lawan
pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan sebagai subyek hukum yang
tidak berjiwa, maka badan hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung di lapangan
keluarga seperti mengadakan perkawinan, melahirkan anak dan lain sebagainya.
Adanya badan hukum (rechtspersoon) di samping manusia tunggal
(natuurlijkpersoon) adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam
pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan
perseorangan (individual), juga mempunyai kepentingan bersama dan tujuan bersama yang
harus diperjuangkan bersama pula. Karena itu, mereka berkumpul mempersatukan diri
dengan membentuk suatu organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili mereka.
Mereka juga memasukkan harta kekayaan masing-masing menjadi milik bersama, dan
menetapkan peraturan- peraturan intern yang hanya berlaku di kalangan mereka anggota
organisasi itu. Dalam pergaulan hukum, semua orang-orang yang mempunyai kepentingan
bersama yang tergabung dalam kesatuan kerjasama tersebut dianggap perlu sebagai kesatuan
yang baru yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban anggota-anggotanya serta
dapat bertindak hukum sendiri.
Dengan demikian badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak
berjiwa sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Sebagai
subyek hukum yang tidak berjiwa, maka badan hukum tidak mungkin berkecimpung di
lapangan keluarga, seperti mengadakan perkawinan, melahirkan anak dan lain sebagainya.
Hukum memberi kemungkinan, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, bahwa suatu
perkumpulan atau badan lain dianggap sebagai orang, yang merupakan pembawa hak, suatu
subyek hukum dan karenanya dapat menjalankan hak-hak seperti orang biasa, dan begitu pula
dapat dipertanggung-gugatkan. Sudah barang tentu badan hukum itu bertindaknya harus
dengan perantaraan orang biasa, akan tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk
dirinya sendiri melainkan untuk dan atas pertanggung-gugat badan hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud Peraturan Badan Hukum (Rechpersoon)?
2. Bagaimana Pembuatan Badan Hukum?
3. Bagaimana Prosedur Pembentukan Badan Hukum?
4. Apa Saja Pertanggungjawaban dalam Hukum Perdata?
5. Domisili dalam Hukum Perdata?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Peraturan Badan Hukum (Rechtpersoon).
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembuatan Badan Hukum.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Prosedur Pembentukan Badan Hukum.
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Pertanggungjawaban dalam Hukum Perdata.
5. Untuk Mengetahui Domisili dalam Hukum Perdata.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peraturan Badan Hukum (Rechtpersoon)


Badan hukum adalah sebagai subjek hukum yaitu sebagai pendukung hak dan
kewajiban yang berarti bahwa badan hukum tersebut dapat melakukan perbuatan hukum
untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah digariskan oleh pengurus (organisasi badan
hukum) untuk kepentingan bersama para anggota badan hukum tersebut. Oleh karena itu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus (organ dari badan hukum) dapat bertindak
menurut hukum. Untuk itu perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ badan hukum itu
kemudian ternyata perbuatan dari organ badan hukum atau anggota dari badan hukum
tersebut melakukan kesalahan, sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain maka badan
hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Menurut Wirdjono Prodjodikoro, Badan hukum adalah suatu badan di mana manusia
perorangan dapat bertindak dalam hal hukum, mempunyai hak dan kewajiban serta
kepentingan- kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan hukum lain.
Menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, Badan hukum adalah kumpulan dari orang-
orang yang bersama-sama mendirikan suatu badan hukum (perhimpunan dan kumpulan harta
kekayaan yang tersendirikan untuk tujuan tertentu/yayasan). Baik perhimpunan maupun
yayasan kedua-duanya berstatus sebagai badan hukum. Jadi merupakan persoon. Pendukung
hak dan kewajiban.

B. Pembuatan Badan Hukum


Pada Dasarnya suatu badan atau perkumpulan dapat disebut sebagai suatu badan
hukum jika telah memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan orang perseorangan yang
bertindak.
2. Adanya suatu tujuan tertentu
3. Adanya suatu kepentingan sendiri dari sekelompok orang
4. Adanya suatu organisasi yang teratur.

Badan hukum ini mulai berlaku sebagai subjek hukum sejak badan hukum itu
disahkan oleh undang-undang dan berakhir saat dinyatakan bubar (dinyatakan pailit) oleh
pengadilan. Dengan demikian, suatu perkumplan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan
hukum melalui cara:

1. Didirikan dengan akta notaris


2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri Setempat.
3. Dimintakan pengesahan anggaran dasarnya kepada Menteri Kehakiman.
4. Di umumkan dalam berita negara.
Ada syarat-syarat agar suatu perkumpulan badan atau badan usaha itu dapat dikatakan
mempunyai kedudukan sebagai suatu badan hukum, jadi dikatakan adanya badan hukum itu
tergantung pada syarat mana yang telah dipenuhi oleh perkumpulan, badan ataupun badan
usaha tersebut dan ini dapat dikaji dari sumber hukum yang formal, yaitu ada kemungkinan
bahwa telah dipenuhi syarat yang diminta oleh perundang-undangan, atau telah dipenuhi
syarat yang diminta oleh hukum kebiasaan, atau oleh yurisprudensi, atau oleh doktrin.

1. Syarat Badan Hukum yang Diminta Oleh Peraturan Perundang-Undangan.


Antara teori dan hikum positif atau peraturan perundang-undangan itu terdapat
hubungan yang erat,karena selalu dapat ditunjukkan dimana letak atau tempatnya
peraturan perundangan itu dalam teori yang telah diperkembangkan. Nyata bahwa dasar-
dasarnya terletak dalam teori yang telah diperkembangkan itu, sehingga bila pemerintah
telah menyatakan beberapa badan hukum sebagai badan hukum, tidaklah boleh lalu
dianggap bahwa diluar pernyataan pemerintah itu lantas tidak ada badan hukum yang
lain.sebab selalu akan tergantung dari isi lantas tidak ada badan. hukum yanglain.sebab
selalu akan tergantung dari isi peraturan perundang-undangan yang menguasai kedudukan
pihak-pihak apakah berdasarkan undang-undang, kebiasaan dan yurisprudwensi untuk
menghadapi itu badan hukum atau tidak.Persyaratan badan hukum sebagaimana diminta
oleh peraturan perundangan, yaitu:
a. Oleh hukum dengan dua jalan suatu badan atau organisasi dapat dijadikan badan
hukum dengan berpedoman pada pasal 1653 KUHperdata, yaitu :
1) Dinyatakan dengan tegas, bahwa suatu badan atau organisasi adalah badan
hukum.contoh: BIN adalah suatu badan hukum, PT dalam aktenya disebut
sebagai Perseoran Terbatas
2) Tidak dinyatakan secara tegas disebutkan, tetapi dengan peraturan sedemikian
rupa, bahwa badan itu adalah badan hukum.hingga dari peraturan itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa badan itu adalah badan hukum, contoh P.T.T dalam
ordonansi 1931.ada peraturannya, tetapi dari perautran itu tidak dapat ditarik
kesimpulannya bahwa PTT adalah badan hukum.
b. Perkumpulan
Dalam pengertian yang umum itu laimnya meliuti semua bentuk perkumpulan
baik perkumpulan dalam bidang hukum perdata,hukum dagang,hukum tata
pemerintahan, hukum adat dan sebagainya. Tetapi perkumpulan yang dimaksud
disini ialah perkumpulan yang terdapat dalam bidang hukum perdata dan hukum
dagang. Perkumpulan termaksud lazimnya dibagi dalam dua golongan
perkumpulan, yaitu:
1) Perkumpulan dalam arti luas, ialah perkumpulan yang ada dalam bidang
hukum dagang dan merupakan bentuk asal dari segala persekutuan (Firma/Fa,
CV, PT) dalam arti luas ini sama sama menjalankan perusahaan, karena itu
perkumpulan merupakan bentuk asal dari bentuk-bentuk perusaahan dalam
lingkungan hukum dagang.
2) Perkumpulan dalam arti sempit, ialah perkumpulan yang tidak termasuk dalam
lingkungan hukum dagang karena itu tidak merupakan bentuk asal dari
persekutuan dan sebagainya tadi. Perkumpulan dalam arti sempit ini berdiri
sendiri terpisah dari lainnya dan tidak bertujuan ekonomis, serta tidak
menjalankan perusahaan.

Pada waktu itu mendirikan badan-badan hukum adalah bebas dan belum ada
aturan-aturan yang rumit, maka kalau suatu perkumpulan didirikan diberi sifat berdiri
sendiri itu adalah badan hukum. Yang ada pada waktu itu, ialah adanya :

1) Perkumpulan (Perhimpunan), dan


2) Harta Kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi anggota
perkumpulan.

Selain penggolongan diatas,perkumpulan dapat dibagi dalam dua macam, yaitu:


1) perkumpulan yang berbadan hukum, dan 2) perkumpulan yang tidak berbadan hukum.
Kedua macam perkumpulan ini sama-sama menjalankan perusahaan,tetapi status
hukumnya sangat berbeda.yang sekelompok bukan badan hukum,sedangkan kelompok
lainnya berbadan hukum. Perbedaan ini tampak sekali pada prosedur mendirikan badan-
badan tersebut. Untuk mendirikan suatu badan hukum.mutlak diperlukan pengesahan
pemerintah, misalnya :

1) Dalam hal mendirikan suatu perseoran terbartas, mutlak diperlukan pengesahan akta
pendirian dan anggaran dasarnya oleh pemerintah (Menteri Kehakiman - Direktorat
perdata) - (Pasal 36 KUHD).
2) Dalam hal mendirikan perkumpulan koperasi, mutlak diperlukan pengesahan akta
pendirian koperasi itu oleh pemerintah. Dalam hal ini menteri yang diserahi urusan
perkoperasian.

2. Syarat-Syarat yang Diminta Oleh Kebiasaan dan Yurisprudensi


Kebiasaan dan yurisprudensi itu merupakan sumber hukum yang formal.sehingga
apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam perundang-undangan dan
doktrin, orang berusaha mencarinya dalam kebiaasaan dan yurisprudensi.30 Di indonesia,
walaupun perundang- undangan belum mengatur tentang lembaga sewa beli dan jaminan
fiducia,tetapi dalam praktek karena merupakan kebutuhan masyarakat kedua lembaga
tersebut bukan hal yang asing bagi masyarakat. Praktek sewa beli dan jaminan fiducia
tersebut merupakan kebiasaan sebagai nilai- nilai yang dianut dan bahkan oleh
yurisprudensi telah diberikan kedudukan hukumnya. Demikian uga dengan yayasan
misalnya, walaupun di indonesia belum diatur secara khusus dalam perundang-undangan
tetapi hukum kebiasaan dan yurisprudensi telah memperkokoh eksistensi yayasan dalam
pergaulan hukum, sebagai suatu badan hukum. Menurut meijers pada yayasan pokoknya
terdapat, yaitu:
a) Penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya
b) Tidak ada organisasi anggotanya.
c) Tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh
dalam tujuan dan organisasi.
d) Perwujudan dari suatu tujuan,terutama dengan modal yang diperuntukkan untuk
itu.
Menurut A.Pitlo, sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum, maka untuk
pendirian yayasan harus ada sebagai dasar suatu kemauan yang sah. Pertama-tama harus
ada maksud untuk mendirikan suatu Yayasan, selanjutnya perbuatan hukum itu harus
memenuhi tiga syarat material, yaitu adanya pemisahan harta kekayaan, tujuan dan
organisasi dan satu syarat formal, yakni surat. Yayasan adalah suatu badan hukum tanpa
diperlukan turut campurnya penguasa (pemerintah). Yayasan itu dapat dibagi atas dua
jenis, yaitu yang dikuasai oleh hukum publik dan yang dikuasai oleh hukum perdata.
Dengan demikian suatu yayasan yang mempunyai tujuan untuk umum,dikuasai oleh
hukum publik dan suatu yayasan yang mempunyai tujuan untuk kepentingan khusus
dikuasai oleh hukum perdata, contoh: yayasan-yayasan yang dikuasai oleh hukum publik
seperti: Dana pensiun Pegawai sipil umum, Bank tabungan pos Negara. Sedangkan
yayasan yang dikuasai oleh hukum perdata seperti yayasan untuk memberikan tunjangan
(bea siswa) kepada pelajar-pelajar,yayasan amal, yayasan dilapangan agama, pendirian
dan sebagainya.
Pembentukan yayasan di dalam hukum perdata terjadi dengan surat pengakuan (acte)
diantara para pendirinya atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat di depan notaris.
Dalam surat-surat itu ditentukan : maksud/tujuan, nama, susunan dan badan pengurus,
juga adanya kekayaan yang mewujudkan yayasan tersebut. Singkatnya bagi yayasan
sebagai badan hukum itu disyaratkan adanya: 1. Penunjukan suatu tujuan tertentu, 2.
Penunjukan suatu organisasi, dan 3. Harus terdapat pemisahan harta kekayaan. Dahulu, hal
ini dapat dilihat dalam dan dikuatkan dengan adanya peraturan administrasi yang telah
pula disesuaikan dengan yurisprudensi yang berlaku seperti yang dijumpai dalam resolusi
minister van financien yang ditujukan kepada para direktur keuangan, bahwa sesuai
dengan yurisprudensi bagi adanya yayasan itu dianggap perlu, yaitu:
1) Adanya pemisahan modal yang nyata sedemikian rupa,hingga orang yang
menghendaki pemisahan itu atau para ahli waris tidak lagi mempunyai kekuasaan
secara nyata atas kekayaan yang dipisahkan itu bahwa ia/ mereka karena tindakanya /
mereka tidak dapat mengambil kekayaan itu tanpa diketahui orang lain dan tanpa
adanya suatu penghalang.
2) Adanya perumusan secara jelas dari tujuannya yang diperkenankan dan sedikit banyak
ditentukan untuk tujuan mana modal dan penghasilannya disediakan secara kekal atau
sedikit banyak kekal.
3) Adanya pengisian atau penunjukkan dalam penguasaan kekayaan dan penghasilannya
dalam batas-batas yang ditetapkan, kecuali bila dapat diatur dengan jalan lain
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan
4) Bahwa untuk mencapai tujuannya itu ada kehendak, tidak sekedar menyerahkan
pengurusannya itu kepada suatu badan hukum yang telah ada, melainkan untuk
mewujudkan suatu badan hukum baru guna keperluan tersebut.

Mengenai syarat formalnya dapat dikemukakan, bahwa pendirian yayasan itu harus
dilakukan secara tertulis dan sesuai dengan kehendak masa kini dimintakan pula suatu
akta notaris bagi pendiriannya. Dalam hubungan ini Ali rido menjelaskan, bahwa dapat di
di dirikan badan hukum yayasan dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan
bahwa kebiasaan dan yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu. Dengan
demikian kedudukan badan hukum itu diperoleh bersama-sama dengan bersama-sama
berdirinya yayasan itu.

3. Syarat-Syarat yang Diminta Oleh Doktrin


Doktrin atau anggapan dari kalangan hukum, baik pendapat seseorang atau beberapa
sarjana/ahli hukum yang lazimnya namanya terkenal. Anggapan atau tafsiran yang dibuat
oleh ahli hukum itu mengenai peraturan hukum yang diigunakan ataupun yang hendak
diselesaikan. Dalam ilmu hukum,doktrin digunakan sebagai salah satu sumber hukum
yang formal. Seperti misalnya dalam masalaah badan hukum, anggapan atau pendapat ahli
hukum sering digunakan untuk dasar memecahkan masalah yang dihadapi oleh seorang
penulis maupun dasar keputusan hakim

C. Prosedur Pembentukan Badan Hukum


D. dalam Hukum Perdata
E. Domisili dalam Pertanggungjawaban Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai