Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HUKUM PERDATA

SUBJEK HUKUM DAN PERIHAL BADAN HUKUM

Dosen Pengampu: Ibu Risma Nur Arifah,M.H.

Disusun oleh:
KELOMPOK I
Qurrota A’yun (220202110116)
Tri Wahyuningsih (220202110089)
Rosi Tori Ramadanu (220202110110)

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Alhamdulillah puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “subjek hukum dan perihal badan
hukum” dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas dari Ibu Risma Nur
Arifah, M.H. pada mata kuliah hukum perdata. Selain itu, penyusunan makalah ini
bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang subjek hukum dan perihal
badan hukum.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Risma Nur Arifah, M.H. selaku
dosen pengampu mata kuliah ini serta telah membantu kami baik secara moral
maupun materi. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan kelas HES C
yang telah mendukung kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu.
Penulis menyadari, bahwa makalah yang dibuat ini masih banyak
kesalahan baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun kepenulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna menjadi acuan agar
penulis menjadi lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa
menambah wawasan para pembaca dan bermanfaat untuk peningkatan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum wr. wb
Malang,1 Marert 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

BAB I ..................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ........................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

A. Subjek Hukum ........................................................................................ 6

a. Pengertian subjek hukum .................................................................. 6

b. Kecakapan bertindak dalam hukum. ............................................... 8

c. Pendewasaan Hukum ............................................................................. 9

d. Pengampuan hukum ......................................................................... 10

B. Badan Hukum ....................................................................................... 14

a. Pengertian badan hukum ................................................................. 14

b. Syarat berdirinya badan hukum ..................................................... 15

c. Teori-Teori Badan Hukum .................................................................. 17

d. Pembagian Badan Hukum di Indonesia. ........................................ 20

BAB III ................................................................................................................. 23

PENUTUP ............................................................................................................ 23

A. Kesimpulan ............................................................................................ 23

B. Saran ...................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Subyek hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting


dalam hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut yang
dapat mempunyai wewenang hukum. Dalam lapangan hukum perdata mengenal
subyek hukum sebagai salah satu bagian dari kategori hukum yang merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan karena subyek hukum adalah konsep dan pengertian
(concept en begriff) yang mendasar.

Dalam prespektif hukum berarti tidak setiap subyek hukum orang dapat
menyandang kewenangan hukum serta dapat berwenang bertindak sendiri dalam
melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum dapat berwenang dan bertindak
sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu, atau pantas
untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum. Namun sebaliknya, subyek
hukum orang yang cakap melakukan perbuatan dapat saja dikatakan tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.dalam subyek hukum kita juga harus memahami
pendewasaan dan pengampuan dalam hukum.

Badan hukum adalah suatu badan yang memiliki hak-hak dan kewajiban-
kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia sehingga memiliki
kekayaan sendiri serta dapat mengadakan hubungan hukum, seperti digugat dan
menggugat di Pengadilan. Di dalam badan hukum ini terdapat banyak yang harus
dimengerti yaitu mencakup syarat berdirinya badan hukum, teori badan hukum,
dan pembagian badan hukum.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian subjek hukum dan badan hukum?

2. Bagaimana kecakapan, pendewasaan dan pengampuan bertindak dalam


hukum?

3. Apa saja syarat berdirinya badan hukum serta teori-teori dalam badan
hukum?

C. Tujuan

1. Untuk memahami pengertian subjek hukum dan badan hukum

2. Untuk memahami kecakapan, pendewasaan dan pengampuan


bertindak dalam hukum

3. Untuk memahami syarat syarat berdirinya badan hukum serta teori-


teori badan hukum menurut berbagai pakar hukum
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subjek Hukum

a. Pengertian subjek hukum

Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan recht subject (Belanda) atau
law of subject (Inggris). Pada umumnya subjek hukum diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban. Pengertian subyek hukum, menurut Algra adalah
setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai wewenang
hukum (recht bevoegheid) dan kewajiban hukum. Pengertian wewenang hukum
(recht bevoegheid) adalah kewenangan untuk mempunyai hak dan kewajiban
untuk menjadi subjek dari hak-hak.1

Subjek hukum terdiri dari orang (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rehts
persoon). Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum.
Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam,
sebagai mahluk budaya yang berakal dan lainnya termasuk mempunyai keinginan
(kawin) sebagai manusia pribadi mahluk ciptaan Tuhan.

Pengakuan sebagai subjek hukum, misalnya dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat
(1) KUH Perdata, jika seorang anak yang ada dalam kandungan dianggap telah
lahir (ada) apabila kepentingannya menghendaki, sedangkan bila anak terlahir
meninggal pada saat dilahirkan maka dianggap tidak pernah ada. Dalam hal ini
punya arti penting pengakuan manusia pribadi sebagai subjek hukum telah
mendapat pengakuan sejak anak masih dalam kandungan jika kepentingan anak
menghendaki. Contoh, menerima warisan dan menerima hibah.

Oleh karena itu, tidak ada satu hukuman yang dapat mengakibatkan kematian
perdata (burgerlijke dood) atau kehilangan segala hak perdata. Berarti betapapun
kesalahan yang dilakukan oleh seseorang (warga negara) sampai jatuhnya putusan
pengadilan, maka putusan pengadilan tersebut tidak dapat menghilangkan
kedudukannya sebagai pendukung hak dan kewajiban perdata (Pasal 3 KUH
Perdata). Indonesia sebagai negara hukum mengakui manusia pribadi sebagai
subjek hukum sebagaimana ditegaskan di dalam UUD 1945, bahwa semua warga
negara adalah sama kedudukannya di dalam hukum.

Subyek hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting


dalam hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut yang

1
Dr.yulia,S.H, M.H. Buku ajar hukum perdata, Aceh, cv.biena edukasi, 2015, hlm 24.
dapat mempunyai wewenang hukum. Dalam lapangan hukum perdata mengenal
subyek hukum sebagai salah satu bagian dari kategori hukum yang merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan karena subyek hukum adalah konsep dan pengertian
(concept en begriff) yang mendasar.2

Orang sebagai subyek hukum dibedakan dalam 2 (dua) pengertian, yaitu:3

1. Natuurlijke persoon atau menselijk persoon yang disebut orang dalam bentuk
manusia atau manusia pribadi.
2. Rechts persoon yang disebut orang dalam bentuk badan hukum atau orang yang
diciptakan hukum secara fiksi atau persona ficta. Sedangkan badan hukum
(Rechts persoon) dibedakan pula dalam 2 macam yaitu:

A) Badan hukum publik (Publiek Rechts Persoon) yang sifatnya terlihat unsur
kepentingan publik yang ditangani oleh negara.
B) Badan hukum prifat (privaat Rechts persoon) yang sifatnya unsur-unsur
kepentingan individu dalam badan hukum swasta.
C)
Manusia pribadi atau natuurlijke persoon sebagai subyek hukum mempunyai
hak dan mampu menjalankan haknya dijamin oleh hukum yang berlaku. Manusia
sebagai subyek hukum itu diatur secara luas pada Buku 1 KUH Perdata tentang
orang (van personen), Undang-Undang kewarganegaraan, dan Undang-Undang
orang asing.

Subyek hukum atau disebut juga rechtsubject merupakan pendukung hak dan
kewajiban. Di dalam KUH Perdata ada dua macam subyek hukum yang meliputi
manusia dan badan hukum. Ada dua pengertian manusia yaitu biologis dan
yuridis. Manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lainnya). Chidir Ali mengartikan manusia adalah makhluk yang berwujud dan
rohaniah, yang secara berasa, yang berbuat dan menilai, berpengetahuan dan
berwatak. Van Aperldorn mengemukakan bahwa secara yuridis manusia sama
dengan orang person dalam hukum. Ada dua alasan dikemukakan oleh para ahli
tersebut, karena manusia mempunyai hak-hak subyektif dan manusia mempunyai
kewenangan hukum.

Seperti contohnya pandangan hukum agama seorang pribadi menjadi subyek


hukum sejak benih atau pembibitan ada pada kandungan ibunya, selama ia hidup
dan juga setelah ia meninggal sampai ke akhirat, sehingga menurut hukum agama

2
Rosnidar Sembiring, 2016, Hukum Keluarga (Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan), Jakarta,
Raja Grafindo Persada, hlm. 7.
3
Kansil, C.S.T., Op.Cit., hlm. 82.
adanya pengguguran kandungan merupakan pembunuhan atas anak itu dan telah
dilanggar hak anak sebagai subyek hukum dari anak yang akan lahir.

b. Kecakapan bertindak dalam hukum.


Setiap penyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau
cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Pada umumnya sekalipun
setiap orang mempunyai kewenangan hukum, tetapi ada golongan orang yang
yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak atau kewajiban. Subyek
hukum orang yang pada dasarnya mempunyai kewenangan hukum dan dianggap
cakap bertindak sendiri tetapi, ada subyek hukum yang dianggap tidak cakap
bertindak sendiri. Hal merupakan anggapan hukum yang memungkinkan adanya
bukti lawan. Golongan orang yang tidak cakap bertindak disebut personae
miserabile.4

Dalam prespektif hukum berarti tidak setiap subyek hukum orang dapat
menyandang kewenangan hukum serta dapat berwenang bertindak sendiri dalam
melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum dapat berwenang dan bertindak
sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu, atau pantas
untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum. Namun sebaliknya, subyek
hukum orang yang cakap melakukan perbuatan dapat saja dikatakan tidak cakap
melakukan perbuatan hukum

Pasal 1330 KUH Perdata mengemukakan tentang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian ialah Orang-orang yang belum dewasa dan orang yang
ditaruh di bawah pengampuan (curatele). Kedewasaan seseorang menjadi tolak
ukur dalam menentukan apakah seseorang tersebut dapat atau belum dapat
dikatakan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Sehingga
kedewasaan seseorang menurut hukum menjadi syarat agar seseorang dapat dan
boleh dinyatakan cakap bertindak dalam melakukan segala perbuatan hukum.
Penjelasan dari Pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang dinyatakan tidak
cakap melakukan perbuatan hukum, yaitu:

4
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 83.
1) Orang-orang yang belum dewasa atau belum cukup umur, yaitu mereka yang
belum mencapai umur genap 18 (delapan belas) tahun atau tidak lebih dahulu
melangsungkan perkawinan (Pasal 1330 KUH Perdata junto Pasal 47 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa yang selalu
berada dalam keadaan kurang ingatan, sakit jiwa (orang gila), mata gelap, dan
pemboros (433 KUH Perdata).

Hal ini terjadi karenakan gangguan jiwa seperti sakit saraf dan gila
menyebabkan perbuatannya menjadi tidak normal. Kemudian pemabuk atau
pemboros mengakibatkan perbuatan orang tersebut merugikan dan menelantarkan
keluarga dan anakanak dalam kehidupan, pendidikan, dan lain-lain.5

Berdasarkan ketentuan subyek hukum adalah orang yang dianggap cakap


bertindak untuk melakukan perbuatan hukum apabila dirinya telah dewasa, sehat
pikiran dan jiwanya, tidak berada di bawah kekuasaan orang lain serta tidak
dilarang oleh hukum (UndangUndang) untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu. Bagi mereka yang dianggap tidak cakap bertindak dalam melakukan
perbuatan hukum, maka dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar
pengadilan diwakili oleh orang lain yang ditunjuk oleh hakim pengadilan seperti
orang tuanya, walinya, atau pengampunya.

c. Pendewasaan Hukum

Istilah pendewasaan atau perlunakan (handlichting) adalah suatu daya


upaya hukum untuk menempatkan seorang yang belum dewasa menjadi sama
dengan orang yang telah dewasa, baik untuk tindakan tertentu maupun untuk semua
tindakan.6 Mengenai pendewasaan atau perlunakan diatur dalam Pasal 419 KUH
Perdata. Pasal 420 menyebutkan: “Perlunakan, dengan mana seorang anak belum
dewasa dinyatakan dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat
pernyataan dewasa, yang diberikan oleh Presiden, setelah mendengar nasihat dari
Mahkamah Agung”. Permohonan untuk dipersamakan sepenuhnya dengan seorang
yang sudah dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah mencapai umur
20 tahun kepada Presiden, dengan melanpirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti
yang menyatakan, ia telah mencapai umur tersebut sebgaaimana dalam Pasal 420
KUH Perdata.

5
Kansil, C.S.T., Op.Cit., hlm 87.
6
P. N. H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Prenadamedia group, 2015, hlm 23
Macam-Macam Bentuk Pendewasaan Hukum Pada dasarnya, ada dua macam
bentuk pendewasaan, yaitu:
1. Pendewasaan Terbatas
Dengan pendewasaan terbatas, maka anak dibawah umur (yang belum dewasa)
dinyatakan dewasa untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Syarat untuk
mengajukan pendewasaan terbatas adalah harus sudah berusia 18 tahun dan
permohonan ini diajukan ke Pengadilan Negeri (Pasal 426 KUH Perdata).
2. Pendewasaan Penuh
Dengan pendewasaan penuh, maka anak dibawah umur (yang belum dewasa),
dinyatakan dewasa untuk melakukan segala tindakan hukum. Syarat untuk
mengajukan pendewasaan penuh yaitu sudah harus berusia 20 tahun dan
permohonan ini diajukan ke Presiden (Pasal 421 KUH Perdata).

d. Pengampuan hukum
Pengampuan (Curatele) adalah suatu daya upaya hukum untuk
menempatkan seseorang yang telah dewasa menjadi sama dengan seperti orang
yang belum dewasa. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus,
pengampunya disebut Curator, dan mengampuannya disebut Curatele.

Berdasarkan Pasal 433 KUH Perdata, setiap orang dewasa yang menderita
rasa sakit ingatan, boros, dungu dan mata gelap harus ditaruh di bawah
pengampuan. Kepentingan orang dewasa yang berada dibawah pengampuan harus
diurus oleh wali pengampunya.7 Jadi, ada tiga alasan seseorang harus di bawah
pengampuan: pertama, karena seseorang tersebut boros (verkwisting). Kedua,
seseorang tersebut lemah akal budinya (Zwakheid van vaermogen) misalnya
imbisit atau debisit. Ketiga, kekurangan daya pikir yaitu sakit ingatan
(krankzinnigheid) dungu disertai sering mengamuk (razernij).

Menurut J. Satrio, pengampuan adalah suatu keadaan dimana orang


dewasa kedudukan hukumnya diturunkan menjadi sama dengan orang yang belum
dewasa, dengan konsekuensi kewenangan untuk bertindaknya dicabut.8 Menurut
Kansil bahwa pengampuan adalah bimbingan yang dilaksanakan oleh curator

7
Abdulkadir muhamad, Op.Cit., hlm. 38.
8
Satrio, J, 1999, Hukum Pribadi Bagian 1 Persoon Alamih, Bandung, Citra Aditya Bakri, hlm. 74.
yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk terhadap orang-orang dewasa
yang karena sesuatu sebab dinyatakan tidak cakap bertindak di dalam lalu lintas
hukum

Pada dasarnya seorang dewasa adalah cakap melakukan perbuatan hukum


karena memenuhi syarat umur melakukan perbuatan hukum, akan tetapi apabila
seseorang dewasa dalam keadaan yang disebutkan dalam sakit ingatan tidak
mampu mengurus dirinya sendiri, dia disamakan dengan orang yang belum
dewasa oleh hukum dinyatakan tidak cakap atau tidak mampu melakukan
perbuatan hukum dan harus berada dalam pengampuan.

Setiap anak yang belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit
ingatan atau mata gelap, tidak boleh ditaruh di bawah pengampuan, melainkan ia
tetap berada di bawah pengawasan bapak dan ibunya atau walinya (Pasal 462
KUH Perdata). Pengampu adalah orang yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mewakili dan bertindak sebagai pemegang kuasa dari orang yang berada dalam
pengampuan (curatele) karena misalnya sakit ingatan atau sangat terbelakang
pertumbuhan jiwanya. Pengampuan ini terjadi karena adanya keputusan Hakim
yang berdasarkan dengan adanya permohonan pengampuan.

Orang-orang yang dapat mengajukan permohonan pengampuan ialah:9


a. Keluarga sedarah terhadap sedarahnya, dalam hal keadaannya dungu, sakit
ingatan atau mata gelap (Pasal 434 ayat (1) KUH Perdata).
b. Keluarga sedarah dalam garis lurus dan oleh keluarga semenda dalam garis
menyimpang sampai dengan derajat keempat, dalam hal karena keborosannya
(Pasal 434 ayat (2) KUH Perdata).
c. Suami atau istri boleh meminta pengampuan akan istri atau suaminya (Pasal 434
ayat (3) KUH Perdata).
d. Diri sendiri, dalam hal ia tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri (Pasal 434
ayat (4) KUH Perdata).
e. Kejaksaan, Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan
pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka jawatan
Kejaksaan wajib memintanya dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat
diminta oleh jawatan Kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau

9
Simanjuntak, P.N.H., 2015, Op.Cit, hlm. 24
isteri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia
(Pasal 435 KUH Perdata).

Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan


Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan
pengampuannya (Pasal 436 KUH Perdata). Surat permintaan pengampuan harus
dengan jelas dan terang disebutkan peristiwa yang menunjukan adanya keadaan
yang menyebabkan untuk menaruh seseorang di bawah pengampuan dan disertai
dengan bukti dan saksi yang akan diperiksa oleh pengadilan. Pengadilan selain
akan memeriksa para saksi, juga mendengar pula orang yang dimintakan
pengampuannya.10

Pangadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil dengan sah para


saksi, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, bila orang itu
tidak mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya
oleh seorang atau beberapa orang Hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh
panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan Kejaksaan. Bila rumah orang
yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal dari Pengadilan
Negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala pemerintahan
setempat.

Pemeriksaan tidak perlu dihadiri jawatan Kejaksaan serta harus dibuat


berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan kepada Pengadilan Negeri.
Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan
pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat
pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah. Selama pemeriksaan
berlangsung jika ada alasan untuk pengampuan itu pengadilan dapat mengangkat
seorang pengurus sementara, guna mengurus pribadi dan kekayaan orang yang
dimintakan pengampuan tersebut.

10
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 88.
Pengadilan kemudian memberikan putusan yang harus diucapkan dalam
sidang terbuka setelah mendengar semua pihak dan demi kesimpulan kejaksaan.
Apabila keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka
pengadilan akan mengangkat seorang pengampu atau curator. Bila dimohonkan
banding, maka Hakim banding sekiranya ada alasan dapat mendengar lagi atau
menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan.

Pasal 444 KUH Perdata menjelaskan bahwa Semua penetapan dan


putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam
penetapan atau keputusan maka harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan
pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan
dalam Berita Negara yang meliputi: semuanya atas ancaman hukuman membayar
segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk itu.

Pengampuan mulai berjalan terhitung sejak putusan atau penetapan


diucapkan. Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang yang
ditempatkan di bawah pengampuan adalah batal demi hukum. Namun demikian,
seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap
berhak membuat surat-surat wasiat.

Pasal 449 KUH Perdata menjelaskan Bila keputusan tentang pengampuan


telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, maka oleh Pengadilan Negeri
diangkat seorang pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada Balai
Harta Peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada Balai Harta
Peninggalan. Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan
pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan
pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu, bila Ia sendiri yang
diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus
dilakukan kepada pengampu pengawas.11

11
Komariah, Op.Cit., hlm. 29.
Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah
hilang tetapi, pembebasan dari pengampuan itu tidak akan diberikan, selain
dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang guna
memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah
pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan
tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.

B. Badan Hukum

a. Pengertian badan hukum

Badan hukum adalah suatu badan yang memiliki hak-hak dan


kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia
sehingga memiliki kekayaan sendiri serta dapat mengadakan hubungan
hukum, seperti digugat dan menggugat di Pengadilan.

Badan hukum sejatinya dibuat oleh manusia secara sengaja untuk


membentuk suatu badan yang memiliki kewenangan, status dan kedudukan
yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini adalah hasil rekayasa
manusia sehingga badan ini disebut sebagai artificial person. Istilah badan
hukum dalam bahasa asing merupakan terjemahan dari istilah rechtpersoon
(Belanda), legal persons (Inggris) Dan persona moralis (Latin).12
Badan hukum dalam bahasa belanda disebut “ rechtperson”.
Rechtperson adalah suatu badan yang dapat mempunyain harta kekayaan, hak
serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.13 Dapat disimpulkan dari
pernyataan tersebut, bahwasannya badan hukum adalah Badan-badan dan
perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan
menggugat di muka pengadilan.

12
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Balai Pustaka: 1989), 216.
13
Rohmat soemitro, Hukum Perseroan Terbatas,Yayasan,dan wakaf ( Bandung :Gadjah
mada,1993),10.
Seorjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka menjelaskan mengenai
istilah badan hukum sebagai berikut:14“Dalam zadelijk lichaam menjadi
badan hukum, lichaam itu benar terjemahannya badan, tetapi hukum sebagai
terjemahan dari zadelijk lichaam dewasa ini sinonim dengan rechtpersoon,
maka lebih baik kita gunakan pengertian itu dengan terjemahan pribadi
hukum.”
b. Syarat berdirinya badan hukum
Menurut Maijers, suatu badan yang dapat dikatakan sebagai badan
hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:15
1) Terdapat harta kekayaan terpisah lepas dari kekayaan anggotanya;
2) Ada kepentingan bersama yang diakui dan dilindungi oleh hukum;
3) Kepentingan tersebut haruslah stabil atau tidak terikat pada suatu waktu
yang pendek saja, namun juga untuk waktu yang panjang;
4) Harus dapat ditunjukkan harta kekayaan tersebut tersendiri, yang tidak
hanya untuk obyek tuntutan saja, tetapi juga untuk pemeliharaan kepentingan
tertentu yang terlepas dari kepentingan anggotanya.

Menurut Ali Ridho16 syarat suatau badan menjadi badan hukum,


yaitu:
1) Adanya harta kekayaan yang terpisah;
2) Mempunyai tujuan tertentu;
3) Mempunyai kepentingan sendiri ;
4) Adanya organisasi yang teratur.

Menurut Soeroso17, badan hukum yang ikut serta dalam pergaulan


hukum harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum adalah:
1) Memiliki kekayaan yang terpisah dari anggota-anggotanya;

14
Purnadi Purbacaraka Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional (suatu orientasi), (Jakarta: cv
Rajawali, 1983),17.
15
Lisman Iskandar, Aspek Hukum Yayasan Menurut Hukum Positif Di Indonesia, (Majalah Yuridika
No. 5 & 6 Tahun XII, September-Desember 1997), 24.
16
Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia : Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab
Yayasan, (Jakarta: Kencana, 2010), 27 .
17
Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1999), 147.
2) Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban
anggotanya.

Di dalam hukum modern dewasa ini, suatu badan, perhimpunan,


perkumpulan, dan suatu perikatan hukum untuk dapat dikategorikan sebagai
badan hukum haruslah memenuhi lima unsur persyaratan sekaligus. Kelima
persyaratan tersebut ialah:18
a. Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum lain;
b. Unsur tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
c. Kepentingan sendiri dalam lalu lintas hukum;
d. Organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri;
e. Terdaftar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Menurut Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata semua
perhimpunan atau perkumpulan dianggap sebagai badan hukum apabila
diakui undang-undang, entah diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya
sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang
diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan. Jika dilihat dari isi
Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat tiga jenis badan
hukum, yaitu:19
a. Badan hukum yang diadakan atau dibuat oleh kekuasaan yaitu pemerintah
atau negara;
b. Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan yaitu pemerintah atau negara;
c. Badan hukum yang diperkenankan dan didirikan dengan tujuan tertentu
yang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dan
kesusilaan. Jadi badan hukum yang dibentuk oleh swasta dengan konstruksi
keperdataan.

18
Jimly Ashidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Setjen dan
Kepanitraan MKRI. Cetkan Kedua, (Jakarta, 2006), 77.
19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1653.
c. Teori-Teori Badan Hukum

Macam-macam teori badan hukum menurut Joni Emirzon (Joni, 2002), dapat
dibedakan antara lain :
Teori-teori yang berusaha ke arah perniagaan persoalan badan hukum, antara
lain dengan jalan mengembalikan persoalan itu kepada orang-orangnya (persoalan
moralis), yang merupakan orang-orang yang sebenarnya mempunyai hak dan
kewajiban. Golongan ini terbagi-bagi antara lain :

1. Teori Propriete Collective / Collective Vermogens


Teori ini berasal dari Rudolf von Jhering yang diteruskan oleh Planiol
dan diteruskan lagi oleh Molengraff. Menurut teori ini bahwa badan hukum
itu bukan abstraksi dan bukan organisme, melainkan semua para anggotanya
bersama-sama mempunyai eigendom, bertanggung jawab bersama-sama dan
mempunyai hak bersama-sama. Kekayaan dari badan hukum itu kepunyaan
bersama dari semua anggotanya itu.

2. Teori Orgaan
Teori ini dikemukakan oleh Otto von Gierke dan didukung oleh L.G.
Polano. Teori ini juga disebut Theori van de Organische
Rechtspersoonlijkheid. Menurut teori ini, bahwa badan hukum itu bukan
suatu hal yang abtsrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum itu bukan suatu
kekayaan (hak) yang tak bersubyek, tetapi badan hukum itu suatu organisme
yang riil, yang hidup dan bekerja sebagai manusia biasa.

Golongan teori-teori lainnya yang masih mau mempertahankan persoalan


badan hukum, yaitu :
1. Fictie Teori

Teori ini dikemukakan oleh Friedrich Carl von Savigny (Jerman) dan
Opzomer (Belanda). Menurut teori ini bahwa badan hukum adalah suatu
abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi, karena suatu
abstraksi saja, maka tidak mungkin menjadi suatu subyek dari
rechtsbetreckking, sebab hak-hak itu memberikan kepada yang bersangkutan
suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacht)

2. Doel Vermogens Theori


Yaitu teori kekayaan yang bertujuan atau ajaran hak-hak yang tanpa
subyek. Ajaran ini terkenal dengan nama Zweckvermogen. Teori ini
dikemukakan oleh A. Brinz. Menurut teori ini bahwa kekayaan badan hukum
itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya.

Menurut pernyataan lain, ada lima teori yang menganalisis tentang


badan hukum, sebagai mana dikemukakan berikut ini (Friedmann, 1990).
1) Teori Fiksi
Teori fiksi berpendapat bahwa kepribadian hukum atas kesatuan-
kesatuan lain daripada manusia adalah hasil khayalan. Kepribadian yang
sebenarnya hanya pada manusia. Negara-negara, korporasi, lembaga-
lembaga, tidak dapat menjadi subjek dari hak-hak dan kepribadian tetapi
diperlakukan seolah-olah badan-badan itu manusia Tokoh teori ini adalah von
Savigny (sarjana Jerman), dan pembelanya adalah Salmond (sarjana Inggris).
Teori fiksi ini adalah semata-mata produk dari konsepsi filsafat; dari sifat
pembawaan manusia yang secara apriori memberinya kepribadian. Hal ini
tampak dari pernyataan Savigny: "Semua hukum ada demi kemerdekaan yang
melekat pada setiap individu; oleh karena itu konsepsi yang asli mengenai
kepribadian harus sesuai dengan gagasan mengenai manusia." W. Friedmann
menyebutkan bahwa teon fiksi sama sekali bukan teori, tetapi hanya rumusan.
Dalam bentuk yang murni, teor fiksi secara politis adalah netral (W.
Friedmann, 1990. 213)

2) Teori Konsesi
Teori konsesi ini dikemukakan oleh Gierke. Teori ini berpendapat
bahwa badan hukum dalam negara tidak memiliki kepribadian hukum,
kecuali diperkenankan oleh hukum, dan ini berarti negara Teori ini didukung
oleh von Savigny, Salmond, dan Dicey, Tujuan dari teon konsesi adalah
memperkuat kekuasaan negara kalau dikehendakinya, ikut serta dalam
kelompok asosiasi asosiasi dalam negara. Negara sendiri, walaupun badan
hukum, tempatnya sejajar dengan individu. Kelemahan teori ini, adalah dalam
usahanya untuk mengombinasikan kenyataan kelompok-kelompok badan
hukum dengan supremasi negara. Ini berarti bahwa negara sebagai badan
hukum mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dari kelompok- kelompok
badan hukum yang berada di bawah kekuasaannya.

3) Teori Zweckvermogen
Tokoh dari teori zweckvermogen adalah Brinz. Teon zweckver-
mogen berpendapat bahwa hak milik badan hukum dapat diper untukkan dan
mengikat secara sah pada tujuan-tujuan tertentu, tetapi tanpa pemilik (tanpa
subjek). Teori ini juga menganggap bahwa manusia saja yang dapat memiliki
hak-hak. Teori Brinz ini erat hubungannya dengan sistem-sistem hukum yang
menganggap lembaga hukum publik (Aanstalt) dan hukum privat (Stiftung)
sebagai pribadi-pribadi hukum. Tetapi badan hukum itu dibentuk berdasarkan
maksud dan tujuannya sehingga untuk mencapai maksud dan tujuan itu
diperlukan pengabdian dari orang-orang yang mengelola badan hukum
tersebut.

4) Teori Kekayaan Bersama (Tears Jhering)


Teori kekayaan bersama ini dikemukakan oleh Rodolf von Thering
(1818-1892). Jhering adalah seorang sarjana Jerman Teon kekayaan bersama
ini berpendapat bahwa yang dapat menjadi subjek-subjek hak badan hukum,
yaitu:
(1) manusia-manusia yang secara nyata ada di belakangnya.
(2) anggota-anggota badan hukum, dan
(3) mereka yang mendapat keuntungan dari suato yayasan (Stiftung)
Inti kajian dari teori ini adalah pada pemilikan bersama dari harta
kekayaan dan badan hukum
5) Teori Realis atau Organik
Teori realis atau organik dikemukakan oleh Gierke, dan didukung
oleh Mitland. Teori ini berpendapat bahwa badan hukum adalah suatu badan
yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ
badan tersebut. Inti dari teori ini adalah difokuskan kepada pribadi-pribadi
hukum yang nyata sebagai sumber kepribadian hukumnya.
Dari berbagai teori yang dikemukakan di atas, maka teori yang
mendekati kebenaran adalah teori konsesi dengan sedikit koreksi dari teori
fiksi. Teori konsesi ini ingin membatasi penerapan konsepsi realis atau
organik pada negara dan membatasi subjek hukum dari semua perhimpunan

d. Pembagian Badan Hukum di Indonesia.


Pembagian badan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut macam-
macamnya, jenisnya dan sifatnya.

1. Menurut macam-macamnya.
Menurut landasan hukum di Indonesia, dikenal dua macam badan hukum
yaitu (1) badan hukum orisinil (murni/asli), yaitu negara, dan (2) adalah badan
hukum yang tidak orisinil (tidak murni) yaitu badan-badan hukum yang berwujud
sebagai perkumpulan berdasarkan ketentuan pasal 1653 KUHPerdata.

2. Menurut Jenisnya.
Pembagian badan hukum menurut jenisnya terbagi menjadi dua, yaitu: (1)
badan hukum publik, yaitu badan hukum yang diadakan dan diakui oleh kekuasaan
umum atau pemerintahan, contohnya adalah negara termasuk didalamnya kotapraja
atau pemerintah propinsi dan pemerintah kota dan kabupaten, Bank Indonesia dan
lainlain; (2) yaitu badan hukum perdata, yaitu badan-badan hukum yang terjadi atau
didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan, contohnya adalah
Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan.
3. Menurut sifatnya.
Pembagian menurut sifatnya terbagi menjadi dua, yaitu (1) Korporasi
(corporatie) dan (2) yayasan (stichting). Di samping ketiga pembagian diatas, masih
ada lagi pembagian menurut sarjana yang lain seperti yang ditulis oleh chidir Ali
(Chidir Ali, 1983), yaitu :
1. Menurut E.Utrecht dan Mohammad Soleh Djidang, badan hukum terbagi atas :
a. Perhimpunan (vereniging), contohnya PT (NV), perusahaan negara dan joint
venture;
b. Persekutuan orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk karena faktor-
faktor kemasyarakatan, politik dan sejarah, contohnya negara, propinsi, kabupaten
dan desa;
c. Organisasi orang yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi bukan
perhimpunan yang termasuk sub a;
d. Yayasan.
2. Menurut Sri Soedewi M.S, membagi badan hukum menjadi :
a. Yang termasuk badan hukum ketatanegaraan, yaitu (1) daerahdaerah otonom
seperti propinsi, kabupaten/kotapraja dan (2) lembagalembaga, majelis dan bank-
bank;
b. Yang termasuk badan hukum keperdataan, yaitu(1) zakelijk lichaan yang diatur
dalam buku II BW, yayasan, koperasi, PT, I.M.A., dan lain-lain.
3. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo menggunakan badan hukum
dengan istilah pribadi hukum (corporations), yaitu :
a. berdasarkan pendaftaran, yaitu ada yang terdaftar secara resmi dan tidak;
b. menurut sistem perdata internasional di Amerika Serikat, dibedakan yaitu (1)
pribadi hukum yang mempunyai suatu kehidupan tersendiri sebagai subyek hukum,
mempunyai hak-hak dan kewajiban perdata seperti negara, kotapraja, associations
yang bersifat pribadi hukum (incorporated) seperti badan-badan usaha dagang,
asosiasi yang tidak bersifat komersial dan asosiasi koperasi, serta yayasan-yayasan
perdata (private fondations);(2) assosiasi yang tidak berbadan hukum
(unincorporated associations) seperti assosiasi yang tidak mengejar keuntungan,
persekutuan-persekutuan dagang (limited partnership, jointstock companies,
business trust) dan partnership secara umum; (3) kontakkontak usaha bersama
seperti joint adventures (joint ventures, societas unius rei).

c. Dari segi kewenangannya,


yaitu merupakan pribadi hukum dalam hubungan internasional ada yang
bersifat supranasional, misalnya PBB dan ada yang bersifat multi nasional misalnya
pribadi hukum multi nasional yang berpusat, pribadi hukum multi nasional yang
desentralized, usahausaha dagang multi nasional dan pribadi hukum untuk maksud
ekonomis yang dibentuk berdasarkan suatu traktat internasional atau suatu
perundangundangan khusus. Dari penjelasan pembagian badan hukum diatas,
masih belum kelihatan dimana bagian dari badan hukum asing, yaitu apakah berada
dalam wilayah badan hukum publik atau privat. Agar lebih jelas lagi, maka perlu
dibahas tentang kedudukan badan hukum asing dalam sistem perundang-undangan
di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Subyek hukum berasal dari terjemahan recht subject (Belanda) atau law of
subject (Inggris). Pengertian subyek hukum, menurut Algra adalah setiap orang
yang mempunyai hak dan kewajiban. Dalam pengertian ini subyek hukum
memiliki wewenang yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu wewenang untuk
mempunyai hak (rechts bevoegdheid) dan wewenang untuk
melakukan/menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.Subjek hukum terdiri dari orang (natuurlijk persoon) yang
disebut orang dalam bentuk manusia atau manusia pribadi dan badan hukum
(rehts persoon) yang disebut orang dalam bentuk badan hukum atau orang yang
diciptakan hukum secara fiksi atau persona ficta.Subyek hukum dapat berwenang
dan bertindak sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap,dewasa,
sehat pikiran dan jiwanya serta mampu atau pantas untuk bertindak dalam
melakukan perbuatan hukum.Dan adanya pendewasaan atau perlunakan
(handlichting) adalah suatu daya upaya hukum untuk menempatkan seorang yang
belum dewasa menjadi sama dengan orang yang telah dewasa, baik untuk
tindakan tertentu maupun untuk semua tindakan pendewasaan.Maka dari itu
subyek hukum mencakup dengan pengampuan huku, pengampuan adalah
bimbingan yang dilaksanakan oleh curator yaitu keluarga sedarah atau orang yang
ditunjuk terhadap orang-orang dewasa yang karena sesuatu sebab dinyatakan
tidak cakap bertindak di dalam lalu lintas hukum, Pengampuan berakhir bila
sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang tetapi, pembebasan dari
pengampuan itu tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang
ditentukan oleh Undang-Undang..

Badan hukum adalah suatu badan yang memiliki hak-hak dan kewajiban-
kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia sehingga memiliki
kekayaan sendiri serta dapat mengadakan hubungan hukum, seperti digugat dan
menggugat di Pengadilan. Salah satu syarat berdirinya badan hukum yaitu
Memiliki kekayaan yang terpisah dari anggota-anggotanya dan Hak dan
Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya.terdapat
teori-teori yang menganalisis tentang badan hukum, sebagai mana dikemukakan
berikut ini (Friedmann, 1990, 212-214).yaitu teori fiksi, teori konsesi, teori
Zweckvermogen, teori Kekayaan Bersama (Tears Jhering) , dan teori realis atau
organik. Pembagian badan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut
macam-macamnya, jenisnya dan sifatnya serta kewenanganya

B. Saran
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya, penulis akan
melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan pedoman dari beberapa
sumber terpercaya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun dari para pembaca, Terima kasih atas kerja sama, sara
dan kritik dari pembaca semua
DAFTAR PUSTAKA

Dr.yulia,S.H, M.H, Buku ajar hukum perdata, Aceh: Biena Edukasi, 2015
Sembiring, Rosnidar, Hukum Keluarga (Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan),
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2016.

Simanjuntak,P.N.H. Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Prenadamedia group,


2015.
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka: 1989

Soemitro, Rohmat. Hukum Perseroan Terbatas,Yayasan,dan wakaf , Bandung


:Gadjah mada,1993.

Purbacaraka, Purnadi. Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional (suatu


orientasi), Jakarta: cv Rajawali, 1983.

Iskandar, Lisman. Aspek Hukum Yayasan Menurut Hukum Positif Di Indonesia,


(Majalah Yuridika No. 5 & 6 Tahun XII) 1997.

Borahima,Anwar., Kedudukan Yayasan di Indonesia : Eksistensi, Tujuan, dan


Tanggung Jawab Yayasan,Jakarta: Kencana, 2010.
Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 1999.

Ashidiqie, jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca


Reformasi, Setjen dan Kepanitraan MKRI. Cetkan Kedua, Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai