Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM PERDATA

“Cakap Hukum”

Dissusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum

Dosen Pengampu : Nur Oloan,SH.MH.

Disusun Oleh :
Nama : Bayu Asmara Dhana
NPM : 2203120156

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di
yaumul khiamah.
Alhamdulillah, kami selaku tim penyusun telah berhasil menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Cakap Hukum” .Untuk memenuhi tugas salah satu
mata kuliah “Hukum”.Ucapan terimakasih kami hanturkan kepada Ibu Nur
Oloan,SH.MH. selaku dosen pengampu.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
benar-benar dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ya robbal ‘alamiin.

Padangisdimpuan, Agustus 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...........................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Cakap Hukum...................................................................................3
2.2 Kecakapan Bertindak Dalam Hukum Perdata....................................................4
2.3 Syarat Kecakapan Bertindak..............................................................................5
BAB III..............................................................................................................................8
PENUTUP.........................................................................................................................8
1.1 Kesimpulan........................................................................................................8
1.2 Saran..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga
dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi
terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan
pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem
hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem
hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya
dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh
Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem
hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya
hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang
berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari
Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda
dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi.

1
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat penulis buat
identifikasi sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Cakap Hukum?
2. Apa Sayarat Cakap Hukum?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cakap Hukum


Cakap Hukum secara perdata berarti kecakapan seseorang untuk melakukan
perbuatan hukum dan karenanya mampu mempertanggungjawabkan akibat
hukumnya. Semua orang dalam keadaan cakap (bewenang) bertindak, sehingga
mereka dapat melakukan perbuatan hukum, termasuk membuat atau
menandatangani suatu perjanjian, kecuali mereka yang diatur dalam undang-
undang.Mereka yang dikecualikan ini disebut orang yang tidak cakap (tidak
berwenang) melakukan suatu tindakan hukum, yaitu pihak-pihak sebagai berikut:
 Anak yang belum dewasa
 Orang yang berada di bawah pengampuan
 Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang
dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk
membuat persetujuan tertentu
Namun berdasarkan SEMA nomor 3/1963 juncto Pasal 31 Undang-undang
nomor 1 tahun 1974, perempuan yang masih terikat dalam perkawinan sudah
cakap melakukan perbuatan hukum sendiri
 Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
tertentu.
Ketentuan mengenai kedewasanberdasarkan hukum positif di Indonesia
memiliki keragaman sebagai berikut:
 Usia dewasa dalam hukum perdata diatur dalam pasal 330 KUHPerdata yaitu:
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai usia genap dua puluh
satu (21) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu
dibubarkan sebelum usia mereka genap dua puluh satu tahun (21) tahun,
maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak
berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di perwalian atas dasar dan
dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan
keenam bab ini.

3
 Pasal 1912 KUH Perdata menyatakan bahwa batas usia anak dianggap cakap
sebagai saksi adalah 15 (lima belas) tahun.
 Pasal 47 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Disebutkan dalam pasal 47 ayat (1), anak yang dimaksud dalam Undang-
Undang Perkawinan adalah yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
 Pasal 1 angka (3)Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem
Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa Anak yang berkonflik dengan hukum
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur
18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
 Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 4/SE/I/2015 tentang
Batasan Usia Dewasa dalam Rangka Pelayanan Pertanahan mengatur batas
usia dewasa adalah 18 tahun atau sudah kawin.

2.2 Kecakapan Bertindak Dalam Hukum Perdata


Kewenangan hukum adalah kewenangan untuk menjadi subyek hukum.
Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan
kewajiban itu disebut orang. Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia
pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam
arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya yang berakal,
berperasaan, dan berkehendak. Badan hukum adalah subjek hukum dalam
arti yuridis, sebagai gejala dalam hidup bermasyarakat, sebagai badan
ciptaan manusia berdasarkan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban
seperti manusia pribadi. Secara prinsipil badan hukum berbeda dengan
manusia pribadi. Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai
akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati. Sedangkan badan hukum
adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat
dibubarkan oleh pembentuknya.
b. Manusia pribadi sehingga dapat kawin dan memiliki keturunan.

4
Sedangkan badan hukum tidak.
c. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris. Sedangkan badan hukum
tidak.

Apabila semua manusia dan badan hukum bisa menjadi pendukung hak
dan kewajiban, maka belum berarti bahwa semua subyek hukum bisa
dengan leluasa secara mandiri melaksanakan hak-haknya melalui
tindakan-tindakan hukum. Untuk itu harus ada kecakapan bertindak, yaitu
kecakapan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum pada umumnya.

Pada macam-macam subyek hukum, ada subyek hukum yang oleh


undang-undang dinyatakan sama sekali tidak cakap untuk melakukan
tindakan hukum (mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena sakit
ingatan), ada yang tindakannya tidak bisa menimbulkan akibat hukum
yang sempurna (anak-anak belum dewasa pada umumnya), ada yang
mempunyai kewenangan yang terbatas, dalam arti harus didampingi atau
mendapat persetujuan dari orang lain (membuat perjanjian kawin, untuk
anak-anak yang telah mencapai usia menikah), dan ada yang mempunyai
kewenangan penuh (mereka yang sudah dewasa).

Oleh karena itu kecakapan bertindak adalah mengenai kewenangan


bertindak pada umumnya, subyek hukum pada umumnya, dan untuk
tindakan-tindakan hukum pada umumnya, sedangkan kewenangan
bertindak adalah mengenai kewenangan bertindak khusus, yang hanya
tertuju pada orang-orang tertentu untuk tindakan- tindakan hukum tertentu
saja.

2.3 Syarat Kecakapan Bertindak


Menurut hukum, semua orang dalam keadaan cakap (bewenang)
bertindak, sehingga mereka dapat melakukan perbuatan hukum, termasuk
membuat atau menandatangani suatu perjanjian, kecuali mereka yang

5
diatur dalam undang- undang. Mereka yang dikecualikan ini disebut
orang yang tidak cakap (tidak berwenang) melakukan suatu tindakan
hukum, yaitu pihak-pihak sebagai berikut:

a. Anak yang belum dewasa


b. Orang yang berada di bawah pengampuan
c. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-
undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang
dilarang untuk membuat persetujuan tertentu
Namun berdasarkan SEMA nomor 3/1963 juncto Pasal 31 Undang-
undang nomor 1 tahun 1974, perempuan yang masih terikat dalam
perkawinan sudah cakap melakukan perbuatan hukum sendiri
d. Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan tertentu

Jika salah satu atau kedua belah pihak dalam perjanjian ternyata tidak
cakap berbuat, maka konsekuensi yuridisnya adalah sebagai berikut:
1. Jika perjanjian tersebut dibuat oleh anak di bawah umur (belum dewasa),
maka perjanjian tersebut akan batal atas permintaan dari pihak anak yang
belum dewasa tersebut, semata-mata karena alasan kebelum-
dewasaannya tersebut. Lihat Pasal 1446 ayat (1) KUH Perdata juncto
Pasal 1331 ayat (1) KUH Perdata.
2. Jika perjanjian dibuat oleh orang yang berada di bawah pengampuan,
maka perjanjian tersebut batal atas permintaan dari orang yang berada di
bawah pengampuan tersebut, dengan alasan semata-mata karena
keberadaannya di bawah pengampuan tersebut.

3. Jika perjanjian tersebut dibuat oleh perempuan yang bersuami, maka


perjanjian tersebut akan batal sekedar perjanjian tersebut dibuat dengan
melampaui kekuasaannya.

6
4. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang undang-
undang untuk melakukan perbuatan tertentu, maka mereka dapat
menuntut pembatalan perjanjian tersebut, kecuali jika ditentukan lain
oleh undang- undang.
5. Perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap bertindak
tersebut, yang kemudian dinyatakan batal, maka para pihak dalam
perjanjian tersebut harus menempatkan perjanjian tersebut pada keadaan
sebelum perjanjian dibuat, jadi perjanjian tersebut dianggap seolah-olah
tidak ada.

Jadi, salah satu syarat agar suatu perjanjian sah, perjanjian tersebut
haruslah dibuat oleh orang yang cakap berbuat berdasarkan Pasal 1330
KUH Perdata, antara lain dibuat oleh orang yang sudah dewasa.
Berdasarkan Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa menurut
hukum adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan
tidak kawin sebelumnya. Oleh karena itu, apabila ditafsirkan secara
terbalik, maka orang yang dianggap dewasa dan cakap berbuat menurut
hukum adalah:
1. Sudah genap berumur 21 tahun
2. Sudah kawin, meskipun belum genap 21 tahun
3. Tidak berada di bawah pengampuan

7
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Cakap Hukum secara perdata berarti kecakapan seseorang untuk
melakukan perbuatan hukum dan karenanya mampu mempertanggungjawabkan
akibat hukumnya. Semua orang dalam keadaan cakap (bewenang)
bertindakkecuali mereka yang diatur dalam undang-undang

1.2 Saran
Dari pemaparan singkat di atas, kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan,
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi
perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga
dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat
demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya

8
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Miru Ahmadi, S.H., M.S., Sakka Pati, S.H., M.H., Hukum Perikatan
Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW” (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hal. 1
Muljadi Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 18
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah
Perbandingan Hukum Kontrak”, 2014.
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 122; Johannes Gunawan dan
Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014.
Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk Wetboek/ Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata”, 1979;
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi,
Bandung: P.T. Alumni, 2010, hlm. 30.
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT.Alumni, Bandung, 1986,
hlm.3.
Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum
Perikatan”, hal 39; Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo,
“Bahan Kuliah Perbandingan Hukum”
Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum
Perikatan”, hal 39;
http://www.legalakses.com/download/Hukum%20Perjanjian/
Perikatan.pdf#targetText=Perjanjian%20diatur%20dalam%20pasal
%201313,perjanjian%20merupakan%20suatu%20perbuatan%20hukum.

Anda mungkin juga menyukai