Anda di halaman 1dari 12

UTS LEGAL DRAFTING-G

H.DANI HAMDANI,.S.H,.M.H
YANE MAYASARI .,S.H,.M.H

APRIL 10, 2021


ACEP BAMBANG NURJAMAN
181000243
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
BANDUNG BARAT TENTANG RENCANA PENANAMAN
MODAL TERPADU SATU PINTU TAHUN 2018-2028
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah

Legal Drafting, Semester Genap, Tahun Akademik 2020 – 2021.

Disusun Oleh :

Nama : Acep Bambang Nurjaman


NPM : 181000243
Kelas/Kelompok : G-7
Program Kekhususan : Hukum Perdata

INSTRUKTUR LEGAL DRAFTING :

H.Dani Hamdani.,S.H.,M.H

Yane Mayasari.,S.H.,M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2020/ 2021

IDENTITAS PENGUSUL RANCANGAN PERATURAN DAERAH


Nama : Acep Bambang Nurjaman
Tempat,Tanggal,Lahir : Bandung, Februari 07th2000
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Universitas : Universitas Pasundan Bandung (UNPAS)
Universitas Kristen Parahyangan (UNPAR)
Jurusan/Semester : Ilmu Hukum/Semester VI
Judul Raperda : ”Rencana Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2018-2028”

Alamat : Jl.Guru Gantangan Tatar Jingganagara No .12 Kota


Baru Parahyangan Bandung Barat
No Telepon : 082121377254

Email : acepbangbangnurjaman@gmail.com

Kebangsaan : Indonesia

1.
a. Tema Regulasi
Dalam rangka memperkuat perekonomian daerah yang berorientasi dan berdaya
saing global sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Tahun 2007-2025, penanaman modal diarahkan untuk mendukung terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim
penanaman modal yang menarik, mendorong penanaman modal bagi peningkatan daya
saing perekonomian daerah, serta meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik dan
pendukung yang memadai.
Guna mendorong pertumbuhan semakin cepat, dan kesempatan berusaha yang
semakin luas, diperlukan berbagai kemudahan usaha yang semakin baik, kemudahan
untuk menjangkau permodalan dan pasar yang semakin luas bagi Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM). Untuk mencapai kondisi ideal pada tahun 2025, kebijakan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung Barat ditempuh melalui
strategi pertumbuhan yang semakin berkualitas.
Kebijakan penanaman modal daerah harus diarahkan untuk menciptakan
perekonomian daerah yang memiliki daya saing yang tinggi dan berkelanjutan. Dalam
upaya memajukan daya saing perekonomian daerah secara berkelanjutan, Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung Barat berkomitmen untuk terus meningkatkan iklim
penanaman modal yang kondusif dengan terus mengembangkan kegiatan-kegiatan
ekonomi yang dapat mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan arah perencanaan penanaman modal
yang jelas dalam jangka panjang yang termuat dalam sebuah dokumen Rencana Umum
Penanaman Modal Kabupaten Bandung Barat. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 ayat 1
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal
yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyusun Rencana Umum
Penanaman Modal Kabupaten (RUPMK) yang mengacu pada RUPM dan prioritas
pengembangan potensi daerah serta ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Barat Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal, yang
menyatakan bahwa Pemerintah Daerah berwenang menetapkan kebijakan penanaman
modal dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal Daerah.
b.Urgensi
Bercermin dari kondisi saat ini, kecenderungan pemusatan kegiatan penanaman
modal di beberapa lokasi, menjadi tantangan dalam mendorong upaya peningkatan
penanaman modal di Daerah. Tanpa dorongan ataupun dukungan kebijakan yang baik,
persebaran penanaman modal tidak akan optimal. Guna mendorong persebaran
penanaman modal, perlu dilakukan pengembangan pusat-pusat ekonomi, klaster-klaster
industri, pengembangan sektor-sektor strategis, dan pembangunan infrastruktur di
Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan RUPM Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung Barat termasuk
kedalam Wilayah Pengembangan (WP) Kawasan Khusus (KK) Cekungan Bandung yang
merupakan kawasan yang berkembang pesat sehingga memerlukan pengendalian
pemanfaatan ruang terutama di kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air.
Pengembangan WP KK Cekungan Bandung diarahkan sebagai pusat pengembangan
sumber daya manusia dalam rangka mendukung pengembangan sektor unggulan
pertanian, hortikultura, industri non-polutif, industri kreatif, perdagangan, jasa,
pariwisata dan perkebunan.
Isu besar lainnya yang menjadi tantangan di masa depan adalah masalah pangan,
infrastruktur dan energi. Oleh karena itu, sebagaimana RUPM, RUPMP Jawa Barat
menetapkan bidang pangan, infrastruktur dan energi sebagai isu strategis yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kualitas dan kuantitas penanaman modal. Arah
kebijakan pengembangan penanaman modal pada ketiga bidang tersebut harus selaras
dengan upaya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, mandiri, serta mendukung
kedaulatan Indonesia, yang dalam pelaksanaannya, harus ditunjang oleh pembangunan
pada sektor baik primer, sekunder, maupun tersier.
Dalam RUPMK juga ditetapkan bahwa arah kebijakan pengembangan penanaman
modal harus menuju program pengembangan ekonomi hijau (green economy), dalam hal
ini target pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan isu dan tujuan-tujuan
pembangunan lingkungan hidup, yang meliputi perubahan iklim, pengendalian kerusakan
keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan, serta penggunaan energi baru
terbarukan serta berorientasi pada pengembangan kawasan strategis pengembangan
ekonomi daerah produktif, efisien dan mampu bersaing dengan didukung jaringan
prasarana transportasi, telekomunikasi, sumber daya air, energi dan kawasan peruntukan
industri.
Lebih lanjut, pemberian kemudahan dan/atau insentif serta promosi dan
pengendalian penanaman modal juga merupakan aspek penting dalam membangun iklim
penanaman modal yang berdaya saing. Pemberian kemudahan dan/atau insentif tersebut
bertujuan selain mendorong daya saing, juga mempromosikan kegiatan penanaman
modal yang strategis dan berkualitas, dengan penekanan pada peningkatan nilai tambah,
peningkatan aktivitas penanaman modal di sektor prioritas tertentu ataupun
pengembangan wilayah. Sedangkan penyebarluasan informasi potensi dan peluang
penanaman modal secara terfokus, terintegrasi, dan berkelanjutan menjadi hal penting
dan diperlukan pengendalian. Untuk mengimplementasikan seluruh arah kebijakan
penanaman modal tersebut di atas, dalam RUPMK juga ditetapkan tahapan pelaksanaan
yang dapat menjadi arahan dalam menata prioritas implementasi kebijakan penanaman
modal sesuai dengan potensi dan kondisi kemajuan ekonomi Kabupaten Bandung Barat.

c. Alasan Filosofis,Yuridis Dan Sosiologis


Alasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penanaman modal adalah:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah perlu adanya upaya
peningkatan penanaman modal mencapai kesejahteraan masyarakat ;
b. bahwa untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif perlu
menciptakan kemudahan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi penanam
modal yang menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung Barat;
c. Bahwa berdasarkan Pasal 30 ayat (6) Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal mengatur Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang
lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah
kabupaten/kota; dan
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b
dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal.
1. alasan filosofis
Esensi dari landasan filosofis ini juga dapat ditemukan pada eksistensi Pasal 2
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, yang menentukan “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum
negara. Hal ini dimaksudkan dengan adanya kebijakan semacam itu, maka kehendak
the founding fathers kita yang termaktub dalam pembukaan bisa terwujud.
Adapun tujuan dari the founding fathers dalam membentuk negara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Upaya Penanaman Modal merupakan wujud dari melindungi segenap
bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Dengan demikian untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasar setiap orang dalam rangka melindungi dan mensejahterakan
kehidupan masyarakat, pemerintah daerah wajib melakukan upaya Penanaman Modal.
2. alasan sosiologis
Secara faktual dan mengacu pada stuktur perekonomian, kondisi geografis serta
potensi unggulan daerah yang memiliki potensi berkembang, bahwa pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung Barat meliputi 9 sektor
yang selanjutnya dikelompokkan dalam 3 sektor yaitu sektor primer, sekunder dan
sektor tersier. Dalam kurun waktu 2008-2013 struktur perekonomian Bandung Barat
didominasi oleh sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa), selanjutnya
sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) dan sektor sekunder (industria
pengelolaan, listrik, gas dan air bersih, bangunan).

Dari ketiga sektor terlihat bahwa sektor tersier lebih dominan dari pada sektor
primer dan sekunder, sedangkan secara geografis dan demografi daerah Kabupaten
Bandung Barat dan penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dengan
demikian diperlukan pengaturan yang mampu mengakomodir iklim ketiga sektor
secara tersusun dan terencana secara prioritas serta berkelanjutan dalam bentuk
peraturan daerah tentang Penanaman Modal.

3. alasan yuridis
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat maka harus
didasarkan pada aturan yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan tujuan hukum yang baik
juga, diperlukan penyesuaian dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan yang telah diatur
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UndangUndang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangundangan Dalam Pasal 3 Undang-Undang No 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal mengatur tentang Penanaman modal diselenggarakan
berdasarkan
asas:

a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asas negara kebersamaan;
e. efisiensi berkeadilan;
f. berkelanjutan;
g. berwawasan lingkungan;
h. kemandirian; dan
i. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Selanjutnya, selain dalam rangka merespon kebutuhan hukum mengenai dasar


penyelenggaraan perizinan pengaturan ini juga dibuat dalam rangka rnelaksanakan
pendelegasian pengaturan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Pasai 9 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24
Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Pasal 2 Peraturan
Mente Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah, perlu diaur penyeienggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu;

2. Perbandingan Substansi Materi UU No 12 /2011


dengan Permendagri No 80/2015
Dalam Ketentuan Pasal 32 Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menetapkan bahwa perencanaan penyusunan peraturan daerah
dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda), yang selanjutnya dalam ketentuan
Pasal 10 huruf a Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah disebutkan dengan Program Pembentukan Peraturan
Daerah (Propempeda).
Propemperda merupakan instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah
yang dilakukan secara terencana, terpadu dan sistematis yang dilaksanakan untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang disusun berdasarkan skala prioritas dan ditetapkan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD disahkan.
Terencana, terpadu dan sistematis dengan pengertian bahwa pembentukan peraturan daerah
tersebut sudah menjadi niat atau rencana pemerintahan daerah yang dipadukan dalam wadah
berupa propemperda dan menjadi sistematis yang ditentukan berdasarkan skala prioritas
sehingga dengan perencanaan program yang matang antara lain dapat meminimalisir
timbulnya rancangan peraturan daerah di luar propemperda kecuali dalam hal urgensi.
Daftar skala prioritas rancangan peraturan daerah yang dimuat dalam Propemperda sesuai
dengan indikator yang diatur dalam ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 ditetapkan berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi, rencana
pembangunan daerah, penyelenggaran otonomi daerah dan tugas pembantuan dan aspirasi
masyarakat daerah.
Penetapan skala prioritas idealnya harus memperhatikan rancangan peraturan daerah yang
urgen untuk dimasukan, dengan pertimbangan urgen inilah proses seleksi sangat dibutuhkan
karena tanpa seleksi dalam artian setiap rancangan yang diajukan dimasukan kedalam
Propemperda maka secara tidak langsung telah mengabaikan kualitas.
Pelaksanaan proses seleksi tersebut dapat dilakukan dengan penilaian terhadap judul
rancangan peraturan daerah, materi yang diatur dan keterkaitannya dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Materi yang diatur dan keterkaitannya dengan peraturan
lainnya merupakan keterangan mengenai konsepsi rancangan peraturan daerah yang meliputi
latar belakang dan tujuan penyusunan; sasaran yang ingin diwujudkan; pokok pikiran,
lingkup, atau objek yang akan diatur; dan jangkauan dan arah pengaturan.
Pentingnya perencanaan dan proses penilaian sebagai langkah awal pembentukan instrumen
hukum di daerah tidak terlepas dari kepentingan masyarakat. Oleh karena itu setiap
rancangan peraturan daerah yang masuk dalam propemperda disamping kuantitas sangat
penting memperhatikan kualitas agar propemperda yang dihasilkan dapat memberikan solusi
dan kebutuhan hukum bagi masyarakat.
3. Kedudukan Dan Struktur NA dalam PerUU
Naskah Akademik (NA) adalah bagian penting dari proses pembentukan peraturan
perundang-undangan. Memang, tidak semua jenis peraturan perundang-
undangan mengharuskan NA. Tetapi NA akan menjadi acuan untuk mengetahui
arah penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan.
Naskah Akademik mempunyai kedudukan yang kuat dengan ditandani naskah akademik
menjadi keharusan/ wajib dalam Pembentukan peraturan Perundang-undangan terutama
undang-undang namun kedudukan naskah akademik dalam pembentukan Peraturan Daerah
masih belum terlalu kuat hanya bersifat fakultatif dan bisa dilengkapi dengan keterangan atau
penjelasan. Urgensi naskah akademik dapat dilihat dari tujuan, kegunaannya dan isi dari
naskah akademik dalam pembentukan Peraturan Perundang- undangan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
NA adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya
terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap
permasalahan atau kebutuhan hukum masyarakat.
Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH

4. Produk Hukum Beshikking Keputusan Dan


Ketetapan
 Istilah “keputusan” atau “ketetapan” digunakan untuk menyebut hasil kegiatan
penetapan atau pengambilan keputusan administratif (beschikkings).
 Istilah “tetapan” digunakan untuk menyebut penghakiman atau pengadilan yang
menghasilkan putusan (vonnis).
Dalam pengertian istilah “keputusan” yang luas, di dalamnya terkandung juga pengertian
“peraturan/regels”, “keputusan/beschikkings” dan “tetapan/vonnis”. Sedangkan, dalam istilah
“keputusan” dalam arti yang sempit, berarti adalah suatu hasil kegiatan penetapan atau
pengambilan keputusan administratif (beschikkings).

Keputusan (beschikking) Peraturan (regeling)

Selalu bersifat individual and concrete. Selalu bersifat general and abstract.

Pengujiannya melalui gugatan  di peradilan Pengujiannya untuk peraturan di bawah


tata usaha negara. undang-undang (judicial review) ke
Mahkamah Agung, sedangkan untuk
undang-undang diuji ke Mahkamah
Konstitusi.

Bersifat sekali-selesai (enmahlig). Selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).

Bentuk Produk Hukum Daerah


Produk hukum daerah meliputi berbagai produk pengaturan atau penetapan (keputusan).
Yang termasuk bentuk pengaturan adalah Peraturan Daerah atau dengan nama lain disebut
Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Bersama Kepala Daerah, dan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Anda mungkin juga menyukai