DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
1. Nanzya (Moderator)
2. Delfi (Pertanyaan)
3. Della (Penjelasan)
4. Fauji (Pencatat)
5. Roni(Penjelasan)
1
2
KATA PENGANTAR
Penyusun
3
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................5
C. Manfaat............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menerangkan dalam pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 perubahan ketiga yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara
hukum”. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar
atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machstaat), dan pemerintah
berdasarkan sistem konsitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas). Dan perwujudan hukum tersebut terdapat dalam UUD 1945 serta peraturan
perundangan di bawahnya. Tetapi kenapa sistem hukum di negeri ini selalu menjadi
topik yang tak bosan-bosannya diperbincangkan dan selalu membuat masalah.
Apakah sistem yang berlaku tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia? Apakah
para pelaku hukum yang tidak mengetahui ganjaran setiap tindakan penyelewengan
yang mereka lakukan? Atau apakah ganjaran dari sistem hukum tersebut yang kurang
tegas untuk mengatasi berbagai macam permasalahan tindak pidana?
5
penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan
sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Sebuah fenomena yang menggambarkan betapa
rendahnya wibawa hukum di mata publik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna perlindungan dan penegakan hukum dalam kehidupan bermasyarakat?
2. Bagaimana praktik perlindungan dan penegakan hukum dalam kehidupan
masyarakat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia.
2. Menganalisis praktik perlindungan dan penegakan hukum dalam masyarakat untuk
menjamin keadilan dan kedamaian.
3. Menyaji hasil analisis praktik perlindungan dan penegakan hukum untuk menjamin
keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui sistem perlindungan dan penegakan hukum yang berlaku di
Indonesia.
2. Dapat mengetahui mengapa masyarakat tidak puas dengan penegakan hukum di
Indonesia.
3. Dapat mengetahui dan menilai bagaimana solusi dalam pemecahan
permasalahan hukum di Indonesia.
4. Khusus bagi pemerintahan, memberikan gambaran mengenai sistem penegakan
hukum yang berlaku dalam masyarakat, serta diharapkan dapat menilai,
6
menelaah dan membuat suatu keputusan dalam pemecahan masalah penegakan
hukum tersebut.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
bersifat abstrak menjadi kenyataan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam
penegakan hukum sebagai berikut.
a. Kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharap
adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
b. Kemanfaatan
Hukum adalah untuk manusia, maka hukum atau penegak hukum harus
memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan sampai timbul
keresahan di salam masyarakat karena pelaksanaan atau penegak hukum.
c. Keadilan
Hukum itu tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum,
mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Sebaliknya keadilan bersifat
subjektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.
9
Tugas Jaksa:
1. Sebagai penuntut umum
2. Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (eksekutor)
10
d) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan peradilan di Pengadilan Negeri yang ditugaskan
kepadanya serta rneneruskannya kepada kepustakaan hukum.
2) Dalam Bidang Perdata
a) Menetapkan hari sidang.
b) Membuat catatan pinggir pada berita acara dan putusan Pengadilan
Negeri mengenai hukum yang dianggap penting.
c) Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara
persidangan dan menandatanganinya sebelum hari sidang
berikutnya.
d) Dalam hal Pengadilan Tinggi melakukan pemeriksaan tambahan
untuk mendengar sendiri para pihak dan saksi, maka Hakim
bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara
persidangan serta menandatanganinya.
e) Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
f) Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk dibacakan.
g) Menandatangani putusan yang sudah diucapkan dalam persidangan.
h) Melaksanakan pembinaan dan mengawasi bidang hukum perdata
yang ditugaskan kepadanya.
i) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyeleng-
garaan peradilan di Pengadilan Negeri yang ditugaskan kepadanya.
11
Mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada sangkut pautnya dengan klien
yang sedang dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga akan terjadi
keseimbangan dalam persidangan yang akan berpengaruh pada keputusan
Hakim yang adil.
12
Kehakiman pada Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
13
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan“.
3. Kejaksaan
14
kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa
Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara
independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan
demikian Jaksa Agung selaku pimpinan Kejaksaan dapat sepenuhnya
merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk
keberhasilan penuntutan.
4. Kepolisian
Pada awal era reformasi, salah satu tuntutan yang mencuat dan segera
direspon oleh Pemerintah adalah pemisahan Polri dan ABRI. Melalui Inpres
Nomor: 02/1999 telah diambil langkah-langkah kebijakan pemisahan Polri dari
ABRI dan penempatannya untuk sementara pada Dephankam, yang ditandai
oleh suatu upacara bersejarah pada tanggal 1 April 1999 di Mabes ABRI
Cilangkap. Langkah tersebut telah ditindak lanjuti dengan berbagai kebijakan
Menhankam/Panglima TNI yang menyerahkan wewenang pembinaan dan
operasional Polri dari Pangab kepada Menhankam dan Kapolri.
5. Komisi Yudisial
Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU R.I. Nomor 22 tahun 2004 yang
kemudian telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 18 Tahun 2011
tentang Komisi Yudisial disebutkan bahwa Komisi Yudisial adalah lembaga
Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum.
15
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi
penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan
lembaga Negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
Dalam Pasal 1 angka (7) UU R.I. Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia disebutkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang
selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan
setingkat dalam negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Dalam pasal 75 Undang-Undang R.I. Nomor 39 tahun 1999 disebutkan bahwa
Komnas HAM bertujuan :
16
melakukan pelanggaran hukum harus mendapatkan sanksi huku. Sebaliknya , bagi
siapa yang tidak bersalah harus terhindar dari sanksi hukum. Semua orang harus
diperlakukan sama di dalam hukum.
17
Melihat beberapa kasus di Indonesia, banyak warga negara Indonesia yang
memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan pribadi.
Contohnya: pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim untuk meringankan
terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya bisa menjadi penengah
bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus hukum bisa jadi lebih
condong pada banyaknya masteri yang diberikan oleh salah satu pihak yang
sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.
d. Penggunaan tekanan asing dalam proses peradilan
Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh pengrusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh suatu perusahaan asing yang membuka usahanya di Indonesia,
mereka akan minta bantuan dari negaranya untuk melakukan upaya pendekatan
kepada Indonesia, agar mereka tidak mendapatkan hukuman yang berat, atau
dicabut izin memproduksinya di Indonesia.
18
d. Memberikan Pendidikan dan penyuluhan hukum baik formal maupun informal
secara berkesinambungan kepada masyarakat tentang pentingnya penegakan
hukum di Indonesia sehingga masyarakat sadar hukum dan menaati peraturan
yang berlaku.
e. Menyediakan bantuan hukum bagi si miskin dan buta hukum. Melaksanakan
asas proses yang tepat, cepat dan biaya ringan semua tingkat peradilan.
f. Pemberian saksi yang tegas kepada aparat penegak hukum yang tidak
menjalankan tugas dengan semestinya.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan nilai-nilai atau
budaya politik ke dalam suatu masyakat, sehingga masyarakat menjadi mengerti
tentang politik tersebut. Ada beberapa metode sosialisasi politik diantaranya yaitu;
metode imitasi (peniruan), instruksi (perintah) dan motivasi (dorongan). Adapun
sarana-sarana untuk mensosialisasikan politik kepada masyarakat yaitu melalui;
keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, tempat kerja, media massa dan kontak-kontak
politik secara langsung.
B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyarankan agar kita dapat mensosialisasikan
politik kepada masyarakat dengan sosialisasi yang benar dan tepat sehingga masyarakat
dengan mudah menerimanya. Oleh karena itu, untuk politikus disarankan agar dapat
menjalankan politik itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku dan
tidak menjadikan politik untuk kepentingan pribadi.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/fadhlisyar/makalah-pkn?related=1#
http://www.bimbingan.org/contoh-rumusan-masalah.htm
http://www.slideshare.net/iBeDaSilva/perlindungan-hukum
http://www.slideshare.net/ek0hidayat/penegakan-hukum-di-indonesia-21692948
http://sururudin.wordpress.com/2011/03/11/tugas-dan-wewenang-jaksa-dalam-proses-
perkara-pidana/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51a4a954b6d2d/soal-penyidik,-penyelidik,-
penyidikan,-dan-penyelidikan
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20140316110618AASEcZu
http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tugas-dan-wewenang-hakim.html
21