Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN PENGELOLAAN PERKARA PENGADILAN

NEGERI

(Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

DISUSUN OLEH:

Methodius Gulo 210200034

Samuel Natanael Lumbantoruan 210200188

Gielbert Bosman Perez Pangaribuan 210200390

Joshua Syaputra Saragih 210200392


Diyo Mana Sembiring 210200414

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan riset ini dengan
baik dan tepat waktu. Adapun judul dari laporan ini adalah “MANAJEMEN
PENGELOLAAN PERKARA PENGADILAN NEGERI”. Tujuan dari
penulisan laporan ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen
Pengelolaan Perkara yang diampu oleh Bapak Andi Nova Bukit SH., MH.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan laporan ini dan berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan fakta pada laporan ini. Dalam menyusun laporan,
tentu masih banyak kekurangan maupun kekeliruan, baik bahasa maupun
kalimatnya. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan penyusunan laporan ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................5
BAB II 6
TINJAUAN PUSATAKA 6
2.1 Pengertian Pengadilan Negeri........................................................................6
2.2 Pengadilan Negeri Medan..............................................................................7
BAB III 10
METODE PENELITIAN 10
BAB IV 14
PEMBAHASAN 14
4.1 Prosedur Pengelolaan Perkara di Pengadilan Negeri Medan.......................14
4.2 Permasalahan yang Terjadi dalam Pengelolaan Perkara dan Solusinya......19
4.3 Manajemen pengelolaan perkara dapat membantu efektivitas dalam
penyelesaian perkara..........................................................................................21
4.4 Peran Hakim, Jaksa, dan Pengacara dalam Proses Pengelolaan Perkara.....22
BAB V 26
PENUTUP 26
5.1 Kesimpulan...................................................................................................26
5.2 Saran.............................................................................................................26

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengadilan merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki


tugas memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dalam bidang hukum dan
peradilan. Terdapat empat lingkungan peradilan di Indonesia yaitu: peradilan
umum, agama, militer dan tata usaha negara yang semuanya ada di bawah
Mahkamah Agung RI.1
Pengadilan merupakan benteng terakhir tempat mencari keadilan. Menurut
filosofinya, dalam urusan mengadili perkara Hakim sebagai penyelenggara
lembaga pengadilan, sering disebut sebagai “Wakil Tuhan Di Dunia”. Bukan
berarti hakim sama dengan Tuhan. Tetapi ketika memutus perkara, hakim wajib
mengawali putusannya dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Artinya, putusan hakim harus berazaskan keadilandan
kebenaran, yang kelak wajib dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Oleh karena itu, lembaga pengadilan, hakim dan putusannya, harus
bermartabat, berwibawa, dihargai, dihormati dan dipatuhi semua pihak. Perlunya
mengangkat kehormatan pengadilan, hakim dan hasil putusannya, bertujuan untuk
memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan (justitiabelance), agar
penyelenggaraan proses peradilan dan sidang di pengadilan, dilaksanakan dengan
baik, aman, nyaman dan tanpa gangguan dari pihak mana pun, agar masyarakat
terlayani secara baik, tepat waktu dan segera mendapatkan kepastian hukum.2
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam
penjelasannya mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum
(Rechtaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat) sehingga
Pemerintah berdasarkan system konstitusi sebagai dasar hukum yang tidak

1 Syahr, Zulfia Hanum Alfi. "Dinamika Digitalisasi Manajemen Layanan Pengadilan." Prosiding
Seminar Nasional Pakar. 2020.
2 Rumadan, Ismail. "Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam
Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Hukum Nasional 6.1 (2017): 69-87.

1
bersifat absolutisme dalam arti kekuasaan yang tidak terbatas. Sebagai instansi
pemerintah menurut Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, instansi pemerintah berkewajiban
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi serta peranannya
dalam pengelolaan sumber daya, anggaran maupun kewenangan dalam melayani
pencari keadilan.
Perspektif manajemen yang diterapkan pada lembaga peradilan sebagai
sebuah organisasi terdiri dari seperangkat tugas dan aktivitas organisasi yang
dirancang untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas penyediaan layanan
peradilan. Manajemen peradilan dapat dikatakan memiliki dua pengertian yang
saling terkait: di satu sisi, dan sesuai dengan konsep yang diusulkan di atas,
umumnya mengacu pada kontrol atau pengawasan perilaku dalam organisasi
peradilan. Dalam istilah yang agak berbeda manajemen peradilan mengacu pada
suatu bentuk administrasi peradilan yang terdesentralisasi karena masing-masing
pengadilan harus melakukan tugas-tugas organisasi dan administrasi internal yang
tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada badan pusat untuk melaksanakannya.
Oleh karena itu, masalah utama dari manajemen lembaga peradilan terletak pada
keseimbangan yang tepat yang harus ditemukan antara administrasi terpusat dan
otonomi organisasi dan administrasi yang didesentralisasi yang harus dilakukan
oleh setiap pengadilan secara individual agar dapat menjalankan tugas dan fungsi
secara optimal serta menciptakan sistem koordinasi yang baik ada di antara kedua
jenjang organisasi.

Dengan demikian, modalitas manajemen menjadi lebih sadar, lebih


berorientasi pada tujuan, dan lebih jelas capaiannya. Dengan kata lain, ketika
kebutuhan akan rasionalisasi dan modernisasi lembaga peradilan menjadi masalah
yang dirasakan penting oleh masyarakat dan adanya motivasi untuk membuat
kebijakan lembaga peradilan yang nyata, maka manajemen pengadilan dapat
dilihat sebagai suatu gerakan reformasi atau perubahan yang menarik dan berbeda
untuk menjadi dasar dalam melakukan penelitian mengenai lembaga peradilan. 3

3 Sugali, SH, MH.,”Manajemen Peradilan”. Catatan hukum,15 Juli, 2022,


https://sugalilawyer.com/manajemen-peradilan/

2
Keterbukaan informasi dalam konteks transaparansi peradilan saat ini bukan saja
menjadi kebutuhan publik tetapi juga kebutuhan seluruh warga badan peradilan.
Dengan adanya transparansi peradilan, secara perlahan akan terjadi penguatan
akuntabilitas dan profesionalisme serta integritas warga peradilan. Komitmen
untuk memberikan keterbukaan baik proses maupun hasil akhir merupakan wujud
nyata dari layanan publik sebagai akses terhadap keadilan (access to justice) yang
diberikan oleh Pengadilan pada level terbawah hingga Mahkamah Agung.
Kualitas pelayanan publik yang prima melalui transparansi peradilan dengan
keterbukaan informasi merupakan muara dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi.4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah kami kemukakan diatas dapat kami
simpulkan beberapa sub permasalahan yang akan kami angkat diantaranya adalah:

1. Bagaimana prosedur pengelolaan perkara di pn medan?


2. Apa saja tantangan utama yang dihadapi dalam pengelolaan perkara dan
bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasinya?
3. Bagaimana proses manajemen pengelolaan perkara dapat membantu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelesaian perkara hukum?
4. Bagaiamana peran Hakim, Jaksa, dan Pengacara dalam proses pengelolaan
perkara?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengelolaan perkara di pn medan


2. Untuk mengetahui apa saja tantangan utama yang dihadapi dalam
pengelolaan perkara dan bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasinya
3. Untuk mengetahui bagaimana proses manajemen pengelolaan perkara dapat
membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelesaian perkara
hukum.

4 Mansyur, Ridwan. "Keterbukaan Informasi Di Peradilan Dalam Rangka Implementasi


Integritas Dan Kepastian Hukum." Jurnal Hukum dan Peradilan 4.1 (2015): 83-100.

3
4. Untuk mengetahui peran Hakim, Jaksa, dan Pengacara dalam proses
pengelolaan perkara.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah melaksanakan studi manajemen pengelolaan perkara di Pengadilan


Negeri Medan, manfaat yang didapat dari studi ini adalah:
1. Peningkatan efisiensi pengelolaan perkara: Penelitian dapat
mengidentifikasi praktik-praktik terbaik dalam manajemen pengelolaan
perkara, yang dapat membantu lembaga atau organisasi untuk
meningkatkan efisiensi dalam penanganan perkara hukum. Ini dapat
mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan dalam proses hukum.

2. Pengembangan kurikulum yang lebih relevan: Penelitian dapat


memberikan masukan untuk pengembangan kurikulum mata kuliah
Manajemen Pengelolaan Perkara, sehingga mata kuliah tersebut dapat
lebih relevan dengan tuntutan praktik hukum modern. Hal ini dapat
meningkatkan kualitas pendidikan hukum.

3. Peningkatan kompetensi mahasiswa: Mahasiswa dapat mendapatkan


manfaat dari penelitian ini dengan memahami konsep-konsep dan
keterampilan yang diperlukan dalam manajemen perkara hukum. Dengan
begitu, mahasiswa akan lebih siap untuk menghadapi tantangan dalam
karier mereka di bidang hukum.

4. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Penelitian tentang


manajemen pengelolaan perkara juga dapat mempromosikan transparansi
dan akuntabilitas dalam proses hukum. Ini penting untuk menjaga
kepercayaan publik dalam sistem peradilan.
5. Peningkatan layanan hukum: Organisasi atau lembaga yang terlibat dalam
penelitian dapat menggunakan hasilnya untuk meningkatkan layanan
hukum yang mereka tawarkan kepada klien atau pemangku kepentingan.

4
6. Dukungan untuk kebijakan publik: Hasil penelitian dapat digunakan untuk
memberikan dukungan bagi perubahan kebijakan atau peraturan yang
lebih baik dalam pengelolaan perkara hukum.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam membuat laporan ini diantaranya


terdiri dari :
Bab I : Pendahuluan
Didalam bab ini tersusun atas beberapa sub bab diantaranya yaitu latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Didalam bab ini berisi pengertian umum tentang Pengadilan Negeri
Bab III : Metode Penelitian
Didalam bab ini tersusun atas teknik pengumpulan data dan jenis data,
pendekatan penelitian serta tempat,waktu dan objek penelitian.
Bab IV : Pembahasan
Berisi tentang inti pokok dari sebuah laporan penelitian yaitu menguraikan
hasil penelitian dan wawancara yang telah kami lakukan sebelumnya terkait
dengan Manajemen Pengelolaan Perkara
Bab V : Penutup
Bab ini terdiri dari 2 sub bab diantaranya kesimpulan sebagai hasil akhir dari
laporan yang telah kami susun dan saran sebagai penutup berisi tanggapan
para penulis dari hasil laporan ini

BAB II
TINJAUAN PUSATAKA

5
2.1 Pengertian Pengadilan Negeri

Peradilan dalam istilah Inggris disebut judiciary, sedangkan dalam bahasa


Belanda disebut rechtspraak. Keduanya mengandung maksud sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara dalam menegakan hukum dan
keadilan. Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court, sedangkan dalam istilah
Belanda disebut rechtbank. Keduanya memiliki maksud sebagai, badan yang
melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.5

Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi


rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984).
Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman tersebut diserahkan kepada badan-badan
peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Mahkamah
Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas pokok untuk menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya).(Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2)).Pengadilan dapat
memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi
pemerntah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986). Selain
menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
oleh atau berdasarkan Undang-Undang.

Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan Tingkat Pertama untuk memeriksa,


memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya, kecuali undang-undang menentukan lain. Kekuasaan
Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dalam Undang-undang No. 2 tahun
1986 dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang berpuncak
pada Mahkamah Agung, sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan oleh
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.

2.2 Pengadilan Negeri Medan

5 umm.ac.id, “Bab II Kajian Teori Peradilan Agama”, https://eprints.umm.ac.id/66594/3/BAB


%20II%20Ibnu%20Tsani%20FIX.pdf diakses pada 14 Mei 2023

6
Pengadilan Negeri Medan terletak di ibukota provinsi Sumatera Utara
yakni kota Medan. Pengadilan Negeri Medan merupakan bekas gedung Landraad
yang merupakan bangunan yang dibangun pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda sekitar tahun 1911. Pengadilan Negeri Medan terletak di atas tanah seluas
5.336 M2 dengan luas bangunan 3379 M2. Bangunan Kantor Pengadilan Negeri
Medan sekarang merupakan salah satu cagar budaya yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Medan yang mana bangunannya tidak boleh diubah secara fisik.

Pengadilan Negeri Medan merupakan salah satu pelaksana kekuasaan


kehakiman di lingkungan peradilan umum. Tugas pokok Pengadilan Negeri
Medan adalah sebagai berikut:

● Mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sesuai

dengan Undang-Undang No. 84 Tahun 2004 tentang Kekuasaan


Kehakiman Peradilan Umum.

● Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi Umum lainnya.

Pengadilan Negeri Medan masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi


Sumatera Utara dan daerah hukumnya meliputi wilayah dengan luas kurang lebih
26.510 Km2 yang terdiri dari 21 kecamatan. Pengadilan Negeri Medan tidak
hanya berfungsi sebagai peradilan umum yang menangani perkara perdata dan
pidana, tetapi juga memiliki pengadilan-pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan peradilan umum. Hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 15 UU
No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Pengadilan khusus hanya
dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan”. Pada Pengadilan Negeri
Medan terdapat lima pengadilan khusus yang masing-masing memiliki
kewenangannya sendiri sebagaimana dijelaskan berikut dibawah ini, antara lain :

1. Pengadilan Niaga, dibentuk dan didirikan berdasarkan Keputusan


Presiden RI Nomor 97 Tahun 1999. Kewenangan Pengadilan Niaga
antara lain adalah untuk mengadili perkara Kepailitan, Hak atas

7
Kekayaan Intelektual, serta sengketa perniagaan lainnya yang
ditentukan oleh Undang-Undang
2. Pengadilan HAM, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000. Kewenang Pengadilan HAM adalah
untuk mengadili pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang pernah
terjadi atas kasus pelanggaran hak asasi berat di Timor-Timur dan
Tanjung Priok pada Tahun 1984. Pelanggaran hak asasi tersebut
tengah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2001 atas
pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, yang saat ini diubah melalui Keputusan Presiden
Nomor 96 Tahun 2001.
3. Pengadilan Anak, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997, yangmana merupakan implementasi dari
Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi, bahwa setiap anak berhak
atas perlindungan, baik terhadap eksploitasi, perlakuan kejam dan
perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Dan
Yurisdiksi Peradilan Anak dalam hal perkara pidana adalah mereka
yang telah berusia 8 tetapi belum mencapai 18 Tahun.
4. Pengadilan Perselisihan Hubungan Industri, dibentuk dan didirikan
berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengadilan
khusus di bawah pengadilan negeri di ibukota provinsi.
5. Pengadilan Perikanan, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-
Undang 31 Tahun 2004. Peradilan ini berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan, dan
berada di lingkungan Peradilan Umum dan memiliki daerah hukum
sesuai dengan daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
6. Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, dibentuk dan didirikan
berdasarkan amanat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan ini

8
memiliki yurisdiksi untuk menangani perkara korupsi dan
berkedudukan di Jakarta.6

BAB III
6 https://web.pn-medankota.go.id/tentang-pengadilan/profile-pengadilan/2015-05-30-06-25-
03.html, diakses pada tanggal 16 september 2023, pukul 15.35 WIB.

9
METODE PENELITIAN

Penelitian dalam bahasa Inggris disebut research, adalah suatu aktifitas


“pencarian kembali” suatu kebenaran (truth). Pencarian kebenaran yang dimaksud
adalah upaya-upaya manusia untuk memahami dunia dengan segala rahasia yang
terkandung didalamnya untuk mendapatkan solusi atau jalan keluar dari setiap
masalah yang dihadapinya7. Bagi mahasiswa tidak asing lagi bila mendengar kata
penelitian. Karena mahasiswa sering mendapat tugas untuk melakukan riset atau
penelitian sederhana. Penelitian mempunyai banyak definisi.

Pada dasarnya penelitian adalah “usaha yang dilakukan untuk


memperoleh, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pokok
permasalahan”. Terdapat dua macam sifat dari penelitian yakni penelitian yang
bersifat pasif maksudnya penelitian yang hanya ingin memperoleh gambaran
tentang suatu keadaan atau permasalahan; dan penelitian yang bersifat aktif yaitu
penelitian yang pada dasarnya ingin menguji hipotesa dan memecahkan persoalan.
Sesungguhnya kebenaran bisa diupayakan dengan berbagai cara, yaitu:8

1. Berdasarkan pengalaman.
2. Menanyakan pada orang yang ahli.
3. Karena kebetulan.
4. Berdasarkan penelitian.

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penelitian adalah “suatu kegiatan


ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan
jalan menganalisisnya”. Di samping itu, mengadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan permasalahan yang timbul di dalam gejala hukum 9. Penelitian

7 Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, 2020, Mataram University Press, hlm. 17


8 Surjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, 1986, hlm. 42
9 Soerjono Soekanto (Soekanto2), Sosiologi, Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1986,
hlm.6

10
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi,
yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Sistematis berarti
dilakukan berdasarkan perencanaan dan tahapan-tahapan yang jelas. Metodologis
berarti menggunakan cara tertentu dan konsisten, yakni tidak ada hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Sehingga mendapatkan hasil berupa
temuan ilmiah berupa produk atau proses atau analisis ilmiah maupun
argumentasi baru. Ukuran keilmiahan suatu hasil penelitian, yaitu:

1. Merupakan pengetahuan (knowledge);


2. Tersusun secara sistematis;
3. Menggunakan logika; dan
4. Dapat diuji atau dikontrol serta dibuktikan secara kritis oleh orang
lain.

Oleh karena itu, kebenaran hasil penelitian adalah kebenaran ilmiah yang
berbeda dengan yang datang dari ramalan dukun yang takhayul dan tidak bisa
dibuktikan oleh orang lain. Kebenaran ilmiah dari hasil penelitian ilmiah bisa
didapat hasil yang sama oleh orang lain, apabila orang lain tersebut mencoba
dengan menggunakan sistem dan metodologi yang sama pula.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian


hukum adalah “suatu proses untuk mencari kebenaran ilmiah tentang hukum
dengan menggunakan metode (cara) ilmiah secara metodis, sistematis dan logis
untuk menyelesaikan masalah hukum atau menemukan kebenaran (jawaban) atas
peristiwa hukum yang terjadi baik secara teoritis maupun secara praktis.

1) Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat kualitatif, tentu


diperlukan yang namanya pengumpulan data untuk menyusun sebuah laporan
penelitian. Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data
kualitatif yang paling independen. Terhadap semua metode pengumpulan data,
dan teknik analisis data. Salah satunya adalah metode wawancara langsung.

11
Dalam tulisan ini kami menggunakan pendekatan metode kualitatif yang lebih
tepatnya menggunakan pendekatan secara wawancara langsung, yang artinya jenis
penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif dimana kami sebagai peneliti
melakukan suatu observasi atau wawancara ke Pengadilan Negeri Medan untuk
mengumpulkan hasil beserta data melalui para ahli di bidangnya.

2) Sumber Data/ Bahan Hukum

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri atas konvensi, deklarasi atau bentuk


perjanjian internasional lainnya yang berkaitan dengan perlindungan
hukum atas hak merek dan peraturan perundang-undangan nasional
yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen
resmi, bahan hukum sekunder terdiri atas buku-buku, jurnal, makalah,
laporan hasil penelitian dan bentuk tulisan-tulisan lain yang berakitan
dengan pokok permasalahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan


hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,
majalah, surat kabar, dan sebagainya.

3) Teknik Analisis Data

12
Setelah memperoleh bahan hukum atau sumber data. Kami mencoba untuk
mengolah dan menganalisa dengan menggunakan teknik analisis data secara
deskriptif, yaitu dengan melakukan penjabaran terhadap data yang telah kami
kumpulkan dan melakukan pemilahan terhadap sumber hukum yang berkaitan
agar sesuai dengan permasalahan yang kami akan teliti. Lalu mengolah dan
menginterpretasikan data untuk mendapatkan kesimpulan.

4) Lokasi, Waktu, dan Objek Penelitian

Berdasarkan topik yang ingin kami teliti, maka kami melakukan wawancara di
Pengadilan Negeri Medan Kelas 1A yang beralamat di Jalan Pengadilan No.8,
Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Penelitian
dengan metode wawancara ini kami lakukan selama 1 hari tepatnya pada
Kamis,7 September 2023 sekitar pukul 14.00 WIB

BAB IV

13
PEMBAHASAN

4.1 Prosedur Pengelolaan Perkara di Pengadilan Negeri Medan

Alur Penanganan Perkara pada Pengadilan Negeri Medan


Secara umum, alur penanganan perkara tersebut adalah sebagai berikut
PENANGANAN PERKARA PIDANA

● MEJA PERTAMA

1. Menerima Berkas Perkara Pidana, lengkap dengan surat dakwaannya


dan surat-surat yang berhubungan dengan Perkara tersebut. Terhadap
Perkara yang Terdakwanya ditahan dan Masa Tahanan hampir berakhir,
Petugas segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan.

2. Berkas Perkara dimaksud diatas meliputi pula barang-barang bukti


yang akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, baik yang sudah
dilampirkan dalam Berkas Perkara maupun yang kemudian diajukan
ke depan persidangan. Barang-barang bukti tersebut didaftarkan dalam
Register Barang Bukti.

3. Bagian penerimaan perkara memeriksa kelengkapan berkas.


Kelengkapan dan kekurangan berkas dimaksud diberitahukan kepada
Panitera Muda Pidana.

4. Dalam hal Berkas Perkara dimaksud belum lengkap, Panitera Muda


Pidana meminta kepada Kejaksaan untuk melengkapi berkas dimaksud
sebelum di register.

5. Pendaftaran perkara pidana biasa dalam register induk, dilaksanakan


dengan mencatat Nomor Perkara sesuai dengan urutan dalam Buku
Register tersebut.

14
6. Pendaftaran perkara pidana singkat, dilakukan setelah Hakim
melaksanakan sidang pertama.

7. Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilakukan


setelah perkara itu diputus oleh pengadilan.

8. Petugas Buku Register harus mencatat dengan cermat dalam register


terkait, semua kegiatan yang berkenaan dengan Perkara dan pelaksanaan
putusan ke dalam register induk yang bersangkutan.

9. Pelaksanaan tugas pada Meja Pertama, dilakukan oleh Panitera Muda


Pidana dan berada langsung dibawah koordinasi Panitera.

● MEJA KEDUA

1. Menerima pernyataan Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Grasi /


Remisi.
2. Menerima dan memberikan tanda terima atas :
A. Memori Banding;
B. Kontra Memori Banding;
C. Memori Kasasi;
D. Kontra Memori Kasasi;
E. Alasan Peninjauan Kembali (PK);
F. Jawaban / tanggapan Peninjauan Kembali (PK);
G. Permohonan Grasi / Remisi;
H. Penangguhan pelaksanaan putusan.

PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DENGAN ACARA BIASA

15
1. Penunjukan Hakim atau Majelis Hakim dilakukan oleh Ketua Pengadilan
Negeri setelah Panitera mencatatnya di dalam Buku Register Perkara
seterusnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan
Hakim atau Majelis yang mensidangkan Perkara tersebut.

2. Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian Perkara kepada


Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya
banyak.

3. Pembagian Perkara kepada Majelis Hakim secara merata dan terhadap


Perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya Ketua
Pengadilan Negeri itu sendiri atau Majelis Khusus.

4. Sebelum Berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan


Anggotanya mempelajari terlebih dahulu Berkas Perkara.

5. Sebelum Perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas


Perkara, untuk mengetahui apakah Surat Dakwaan telah memenuhi syarat
formil dan materil.

6. Syarat Formil:

a. Nama;
b. Tempat Lahir;
c. Umur atau Tanggal Lahir;
d. Tempat Tinggal;
e. Pekerjaan Terdakwa
f. Jenis Kelamin
g. Kebangsaan;
h. Agama.

7. Syarat-syarat Materil:

a. Waktu dan tempat tindak Pidana dilakukan (tempus delicti dan locus
delicti);

16
b. Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

c. Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan Pidana itu yang dapat


menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

PROSES PERKARA PERDATA

Petugas Meja 1 (satu):

1. Menerima Gugatan, Permohonan, Verzet, Pernyataan Banding, Kasasi,


Peninjauan Kembali, Eksekusi.

2. Memberikan penjelasan dan penafsiran Biaya Perkara atau Biaya


Eksekusi yang dituangkan dalam SKUM (Surat Kuasa untuk membayar).

3. Menyerahkan kembali Surat Gugatan / Permohonan tersebut kepada


Calon Penggugat atau Pemohon agar membayar Panjar Biaya Perkara
ke Pemegang Kas.

Pemegang Kas:

Menerima pembayaran Panjar Biaya Perkara sesuai penafsiran Biaya


Perkara atau Biaya Eksekusi yang dituangkan dalam SKUM (Surat Kuasa untuk
membayar).

Petugas Meja 2 (dua):

Menerima Surat Gugatan / Permohonan dari Calon Penggugat atau


Pemohon sebanyak jumlah Tergugat atau Terlawan di tambah ± 4 (empat)
rangkap untuk Majelis Hakim.

17
1. Mendaftarkan Perkara yang masuk sesuai dengan urutan penerimaan
dari pemegang kas, dan membubuhi Nomor Perkara Gugatan /
Permohonan sesuai dengan urutan dalam Buku Register tersebut.

2. Mengembalikan 1 (satu) rangkap Surat Gugatan / Permohonan ke calon


Penggugat / Pemohon.

3. Surat Gugatan / Permohonan yang asli diserahkan ke Panitera Muda


Perdata untuk diparaf setelah dilampiri SKUM, dan penetapan penunjukan
Majelis.

4. Setelah di paraf berkas diteruskan ke Panitera untuk diparaf.

5. Berkas diteruskan ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui


Panitera untuk ditunjuk Majelis.

6. Kemudian berkas diserahkan kembali ke Panitera untuk penunjukan


Panitera Pengganti.

7. Pemegang register menyerahkan berkas tersebut kapada Majelis yang


bersangkutan.

8. Majelis Hakim menetapkan Hari Sidang disertai perintah kepada


Jurusita untuk memangggil Para Pihak (Penggugat, Tergugat,
Pemohon, dan Termohon) untuk menghadap dipersidangan pada waktu
yang telah ditentukan

Petugas Meja 3 (tiga):


1. Menyiapkan dan menyerahkan Salinan Putusan Pengadilan apabila
ada permintaan dari Para Pihak.
2. Menerima dan memberikan tanda terima atas :

18
A. Memori Kasasi dan PK
C. Kontra Memori Kasasi dan PK
D. Jawaban / tanggapan atas Alasan PK

4.2 Permasalahan yang Terjadi dalam Pengelolaan Perkara dan Solusinya

● Penetapan Majelis Hakim yang berubah menjadi salah satu modus


korupsi
Proses penetapan hakim adalah hal yang krusial dalam upaya menjaga
integritas proses peradilan. Kerentanan proses ini dapat timbul karena adnya
wewenang ketua pengadilan untuk memilih majelis yang menangani perkara.
Proses ini menjadi salah satu modus korupsi di pengadilan, yaitu pengaturan
majelis hakim yang akan mengadili perkara, dimana pihak yang berkepentingan
dapat meminta kepada Ketua Pengadilan untuk menunjuk hakim tertentu.
Susunan majelis hakim ditentukan secara tetap untuk jangka waktu tertentu.
Namun demikian berdasarkan hasil pengujian atas data penanganan perkara sejak
1 Januari 2019 s.d 30 Juni 2020, dijumpai adanya ketidaksesuaian penetapan
susunan hakim yang menangani perkara dengan penetapan susunan majelis hakim
oleh ketua pengadilan. Penukaran komposisi majelis atau hakim yang menangani
perkara, selain merupakan celah korupsi karena terkait pemilihan hakim yang
“favourable”, juga membuka risiko ketidakabsahan putusan karena tidak
dilakukan dengan penetapan SK baru serta pengadministrasian yang
baik.Terhadap permasalahan tersebut, strategi atau solusi yang diperlukan adalah :
• Setiap penugasan hakim termasuk perubahannya agar didukung dngan
administrasi yang memadai dan tertib;
• Menetapkan SOP terkait pergantian majelis hakim termasuk penginputan dalam
SIPP

● Penyelesaian Eksekusi yang Berlarut-larut

Dalam persoalan ini penyelesaian eksekusi perkara sering sekali berlarut-larut.


Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, permasalahan ini tentu saja menjadi
persoalan serius bagi setiap pengadilan negeri karena ini akan menjadi evaluasi
terhadap efektivitas dan penilaian kinerja pengadilan dalam melayani masyarakat
ataupun pihak pihak yang berperkara.Banyaknya perkara yang tidak tereksekusi

19
menimbulkan ketidakpastian hukum, mencederai rasa keadilan dan merusak iklim
usaha dan Kepastian bisnis. Penyebab yang terungkap antara lain, ialah
banyaknya tahapan yang harus dilalui (prosedur cukup kompleks), adanya kendala
biaya (terutama biaya pengamanan dari aparat), adanya perlawanan pihak
tereksekusi, serta putusan hakim yang kurang jelas sehingga tidak bisa dilakukan
eksekusi. Dalam hal ini perlu adanya solusi yang serius seperti :
1. Mahkamah Agung RI menetapkan kebijakan tentang standar waktu tiap-tiap
tahapan penyelesaian eksekusi perkara perdata (khusus tahapan yang dapat
terkontrol oleh pihak pengadilan/yang tidak tergantung pada pihak ketiga seperti
pengamanan). Penentuan batasan waktu sebagai bagian dari layanan ekskekusi
pengadilan, memiliki peran krusial dalam mengurangi korupsi karena
ketidakjelasan jangka waktu dapat menjadi sumber pungli.
2. Terkait biaya pengamanan yang kerap menjadi hambatan eksekusi, Mahkamah
Agung RI dapat melakukan kerjasama (MoU) dengan Kepolisian RI dalam hal
penyusunan standar biaya pengamanan eksekusi perkara perdata;

● Beban Kerja Hakim dalam Suatu Pengadilan Yang Tidak Merata

Sering sekali dalam pengadilan terjadi kesenjangan atau gap jumlah perkara
yang ditangani oleh satu hakim dan hakim yang lain. Hal ini dikhawatirkan dapat
menimbulkan tekanan berlebihan pada hakim tertentu sehingga timbul rasa
ketidakadilan, yang dapat memunculkan rasionalisasi untuk berbuat tidak
semestinya. Selain itu dikhawatirkan para pihak melakukan upaya penyuapan
untuk memotong antrian sidang yang ditimbulkan oleh adanya hakim yang terlalu
sibuk. Kondisi ini juga bertentangan dengan Keputusan bersama Ketua MA RI
dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan
02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim yang menyebutkan
Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara
kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian
perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan10
Solusi:

● Membangun sistem distribusi perkara yang dapat menekan kesenjangan


(gap) beban kerja.

10 Kunto Ariawan “Kajian Sistem Manajemen Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama” 2020
Hal(42).
https://www.kpk.go.id/images/litbang/Sistem_Manajemen_Perkara_di_Pengadilan_Tingkat_Pert
ama.pdf

20
● Pemantauan besaran gap bisa dibantu dengan pembuatan fitur beban kerja
yang terintegrasi dengan sistem pendistribusian perkara
4.3 Manajemen pengelolaan perkara dapat membantu efektivitas dalam
penyelesaian perkara

Perluasan Cakupan Administrasi Perkara Secara Elektronik


Cakupan administrasi perkara dalam Perma Nomor 4 Tahun 2020 meliputi
proses pelimpahan perkara, penerimaan dan penomoran perkara, penunjukan
Majelis Hakim, penunjukan Panitera/Panitera Pengganti dan Jurusita/ Jurusita
Pengganti, penetapan Hari sidang, penentuan cara sidang secara elektronik,
penyampaian panggilan/pemberitahuan, penyampaian dokumen keberatan,
tanggapan atas keberatan, putusan/putusan sela, tuntutan, pembelaan, replik,
duplik, amar putusan, petikan putusan, dan salinan putusan. Perma Nomor 8
Tahun 2022 memperluas cakupan administrasi perkara tersebut sehingga meliputi
juga proses pengajuan izin/persetujuan penggeledahan, izin/persetujuan penyitaan,
penahanan, izin besuk tahanan, permohonan pinjam pakai barang bukti, penetapan
diversi, pemindahan tempat sidang di Pengadilan lain. Perluasan cakupan juga
menyangkut perkara dapat ditangani secara elektronik yaitu praperadilan,
permohonan restitusi/kompensasi, permohonan keberatan pihak ketiga atas
putusan perampasan barang-barang dalam perkara tindak pidana korupsi

Seluruh Administrasi Perkara Pidana Dilaksanakan Secara Elektronik


Perma Nomor 8 Tahun 2022 menentukan seluruh pelimpahan berkas
perkara dan proses administrasi perkara lainnya dilakukan secara elektronik
melalui Sistem Informasi Pengadilan. Proses persidangan dapat dilakukan secara
elektronik apabila terjadi keadaan tertentu yaitu keadaan yang tidak
memungkinkan persidangan dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan prosedur
yang diatur dalam hukum acara karena jarak, bencana alam, wabah penyakit,
keadaan lain yang ditentukan oleh pemerintah sebagai keadaan lain yang menurut
hakim/majelis hakim dengan penetapan perlu melakukan persidangan secara
elektronik. Hal ini berbeda dengan Perma Nomor 4 Tahun 2020 yang menjadikan
keadaan tertentu sebagai prasyarat untuk menyelenggarakan administrasi dan
persidangan perkara pidana secara elektronik11.
11 Asep Nursobah Inilah Pembaruan Teknis dan Manajemen perkara dalam Perma 8 Tahun 2022
Kepaniteraan Mahkamah Agung 10 Januari 2023
https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/prosedur-berperkara/2142-inilah-pembaruan-
teknis-dan-manajemen-perkara-dalam-perma-8-tahun-2022

21
Penilaian terhadap mutu manajemen pada Mahkamah Agung khususnya
Badan Peradilan Umum pada pengadilan tingkat pertama telah dilakukan secara
berjenjang dimana Pengadilan Tinggi melakukan pengawasan dan pembinaan 2
kali dalam setahun, dengan memberikan penghargaan terhadap pengadilan dengan
sistem administrasi terbaik, dan melaporkannya ke Badan Peradilan Umum serta
Ke Mahkamah Agung. Penilaian oleh lembaga sendiri pada saat ini dirasa tidak
cukup namun juga membutuhkan pengakuan dari lembaga lain seperti pengakuan
dari lembaga penilai independen sesuai standar internasional, karena Badan
Peradilan dewasa ini khususnya Badan Peradilan Umum terus diuji oleh
banyaknya laporan–laporan masyarakat tentang ketidakpercayaan terhadap
pengadilan, ketidakpercayaan terhadap hakim dalam memutus suatu perkara
ditambah panjangnya birokrasi-birokrasi yang harus dilalui oleh pencari keadilan
dalam mencari keadilan dalam perkaranya.
Ketidak percayaan masyarakat, ketakutan masyarakat khususnya pada
masyarakat level menengah ke bawah berhubungan dengan pengadilan sangat
dirasakan, mulai dari hal-hal terkecil ketika masyarakat ingin mendapatkan
informasi, akan memilih datang ke instansi lain atau pihak lain dari pada ke
pengadilan itu sendiri, meskipun informasi itu seyogyanya datang dari pengadilan
sehingga masyarakat tersebut mendapatkan informasi yang tidak lengkap, tidak
akurat dan bahkan bertentangan dengan keadaan-keadaan sebenarnya sehingga
memunculkan stigma yang makin buruk terhadap kenerja pengadilan. Keadaan
seperti ini tentulah sangat dilematis jika pandangan masyarakat khususnya
masyarakat pencari keadilan, terkhusus lagi masyarakat menengah ke bawah jika
pola pikir/maindset mereka bahwa hukum/pengadilan tajam ke bawah, tidak
berpihak pada mereka maka kepercayaan pengadilan semakin tergerus. Tentunya
pola pikir/maindset masyarakat, pendapat-pendapat tokoh masyarakat dengan
segala opininya harus dijadikan kritikan yang membangun untuk segera
melakukan perubahan yang sifatnya aktif yang langsung dapat diakses
masyarakat, meningkatkan layanan-layanan informasi masyarakat yang ramah dan
santun dengan penyediakan petugas layanan informasi yang selalu siap membantu
masyarakat pencari keadilan, memberikan informasi hukum tentang fakta
pengadilan yang terukur melalui Jurubicara pengadilan adalah merupakan bentuk
manajemen perubahan yang memihak kepada masyarakat sehingga masyarakat
dapat menilai pengadilan, “bahwa pengadilan sudah sangat terbuka, ibaratnya
rumah kaca yang didalamnya memperlihatkan cara kerja yang transparan, tidak
memihak, dan tidak mudah diintervensi dengan mengedepankan prinsip equal.
Sebagai peningkatan efektivitas pengelolaan manajemen perkara akan berbanding
lurus baik dengan penyelesaian perkara yang lebih cepat dan tepat.

4.4 Peran Hakim, Jaksa, dan Pengacara dalam Proses Pengelolaan Perkara

22
Peradilan berasal dari kata adil, artinya segala sesuatu mengenai perkara
pengadilan dalam lingkup negara Indonesia. Indonesia merupakan negara
hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4
disebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum” Ketentuan pasal
tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya
aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(supremacy of law). Penegakan hukum di Indonesia tidak terlepas dari sistem
peradilan. Untuk mewujudkan Tujuan dari hukum itu sendiri dan juga untuk
mewujudkan keefektifan Menajemen Perkara dibutuhkan peran Aparat
Penegak Hukum yang saling bersinergis satu sama lain. Dalam hal ini Aparat
Penegak Hukum yang bersangkutan adalah Hakim, Jaksa, dan Pengacara.
Hakim Sebagai pelaku yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman,
seperti dalam Pasal 1 butir 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) disebutkan, hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Di mana tugas dan
wewenang hakim adalah untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara
pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dalam
menjalankan tugas dan wewenang hakim dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara, susuran majelis hakim sekurang-kurangnya terdiri
dari tiga orang hakim yaitu seorang hakim ketua dan dua orang hakim
anggota. Dan dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan
melakukan pekerjaan panitera.12 Hal ini tidak lepas dari tugas dan wewenang
hakim sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman Pasal 5 ayat (1) menegaskan: “Hakim dan
hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 13 Dalam memberikan
putusan, Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan dan
kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan
ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian hukum dan keadilan
biasanya saling bertentangan. Selain itu, putusan hakim selayaknya
mengandung beberapa aspek. Pertama, putusan hakim merupakan gambaran
proses kehidupan sosial sebagai bagian dari proses kontrol sosial. Kedua,
putusan hakim merupakan penjelmaan dari hukum yang berlaku dan pada
intinya berguna untuk setiap orang maupun kelompok dan juga Negara.
Ketiga, putusan hakim merupakan gambaran keseimbangan antara ketentuan
hukum dengan kenyataan di lapangan. Keempat, putusan hakim merupakan

12 Widhia Arum Wibawana, “Tugas dan Wewenang Hakim: Pengertian dan Syarat-syaratnya"
DetikNews, Oktober 20, 2022, https://news.detik.com/berita/d-6359170/tugas-dan-wewenang-
hakim-pengertian-dan-syarat-syaratnya
13 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman

23
gambaran kesadaran yang ideal antara hukum dan perubahan sosial. Kelima,
putusan hakim harus bermanfaat bagi setiap orang yang berperkara Keenam,
putusan hakim merupakan tidak menimbulkan konflik baru bagi para pihak
yang berperkara dan masyarakat.
Jaksa merupakan pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 14 Jaksa dalam
lingkup kejaksaan merupakan pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang sebagai penuntu umum,sebagaimana di dalam penjelasan umum
Undang-Undang RI NO. 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan,bahwa kejaksaan
sebagai salah satu Lembaga penegak hukum dituntur untuk lebih berperan
dalammenegakkan supremasihukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan Kembali terhadap
kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, kejaksaan
Republik Indonesia sebagai Lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuatan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian
hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan
mengindahkan norma-norma keagamaan , kesopanan dan kesusilaan, serta
wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup di
dalam Masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses
Pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan
mengamankan pelaksanaan Pembangunan untuk mewujudkan Masyarakat
yang adil dan Makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut
menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta
melindungi kepentingan Masyarakat.15
Pengacara dalam hal ini berfungsi untuk menjaga objektivitas dan prinsip
kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) dan akses pada
pemberi nasihat hukum yang menjamin keadilan untuk semua lewat bantuan
hukum. Tugas dari advokat tidak hanya membela terdakwa atau tersangka
saja. Advokat bisa memberikan jasa layanan hukum lainnya seperti konsultasi
atau nasihat hukum. Ini bisa untuk berbagai masalah hukum baik itu perdata
atau pidana. Misalnya klien bisa menanyakan terkait aturan hukum dalam
bisnis. Banyak yang menyebut jika pengacara akan membela pihak yang
membayar mereka. Hal tersebut memang benar, tapi advokat juga bisa

14 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan


15 Prof. Dr. Andi Muhammad Sofya, S.H., M.H, dkk Hukum Acara Pidana , Edisi Ketiga (Jakarta :
Kencana, 2014) hal 95-96

24
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau gratis pada pihak yang
tak mampu.

Ketentuan ini tertuang dalam UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat


dan UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Masyarakat
yang tidak mampu bisa tetap mendapat bantuan dari advokat secara gratis jika
terlibat masalah hukum.16

16 Tim IBLAM , “Advokat adalah Pengacara? Ini Pengertian dan Tugas-tugasnya” (Jakarta Selatan:
Tim IBLAM, 2023)

25
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa manajemen pengelolaan perkara


di Pengadilan Negeri Medan memiliki peran penting dalam meningkatkan
efektivitas penyelesaian perkara. Dalam proses pengelolaan perkara, terdapat
beberapa permasalahan yang dapat menghambat penyelesaian perkara, seperti
penyelesaian eksekusi yang berlarut-larut. Namun, dengan adanya manajemen
yang baik, permasalahan tersebut dapat diatasi dan efektivitas penyelesaian
perkara dapat ditingkatkan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu adanya kebijakan
atau peraturan yang lebih baik dalam pengelolaan perkara hukum. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan dukungan bagi perubahan kebijakan atau peraturan
yang lebih baik dalam pengelolaan perkara hukum. Selain itu, perlu juga adanya
standar waktu dalam penyelesaian eksekusi perkara perdata, sehingga dapat
mengurangi ketidakpastian hukum dan mencegah terjadinya korupsi. Kerjasama
antara Mahkamah Agung RI dan Kepolisian RI dalam hal penyusunan standar
biaya pengamanan eksekusi perkara perdata juga perlu dilakukan.
Dengan adanya implementasi saran-saran tersebut, diharapkan manajemen
pengelolaan perkara di Pengadilan Negeri Medan dapat lebih efektif dalam
penyelesaian perkara dan memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi semua
pihak yang terlibat.

26
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Andi Muhammad Sofya, d. (2014). Hukum Acara Pidana. Jakarta: Kencana.
IBLAM, T. (2023). Advokat adalah Pengacara? Ini Pengertian dan Tugas-
tugasnya. Jakarta Selatan: Tim IBLAM.
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram: Mataram University.
Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum.
Soekanto, S. (1986). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

UNDANG- UNDANG
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kesehatan
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

JURNAL
Alfi, S. Z. (2020). Dinamika Digitalisasi Manajemen Layanan Pengadilan.
Prosiding Seminar Nasional Pakar, 69-87.
Mansyur, R. (2015). Keterbukaan Informasi Di Peradilan Dalam Rangka
Implementasi Integritas Dan Kepastian Hukum. Jurnal Hukum dan
Peradilan, 83-100.
Ramadan, I. (n.d.). Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum
Dalam Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian. Jurnal
Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum.

INTERNET
Ariawan, K. (2020). KPK. Retrieved from KPK.go.id:
https://www.kpk.go.id/images/litbang/Sistem_Manajemen_Perkara_di_Pe
ngadilan_Tingkat_Pertama.

27
Medan, P. N. (n.d.). PN Medan. Retrieved from pn-medankota.go.id:
https://web.pn-medankota.go.id/tentang-pengadilan/profile-pengadilan/
2015-05-30-06-25-03.html

Sugali SH., M. (2022, Juli 15). Sugali Lawyer. Retrieved from Catatan Hukum:
https://sugalilawyer.com/manajemen-peradilan/
umm.ac.id. (n.d.). Retrieved from https://eprints.umm.ac.id/66594/3/BAB%20II
%20Ibnu%20Tsani%20FIX.pdf diakses pada 14 Mei 2023
Wibawana, W. A. (2022, oktober 20). DetikNews. Retrieved from
https://news.detik.com/berita/d-6359170/tugas-dan-wewenang-hakim-
pengertian-dan-syarat-syaratnya

28

Anda mungkin juga menyukai