Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga saya bisa menyelesaikan dan bisa
menulis laporan HUKUM ACARA 21 Mei 2023 ini.
Saya menyadari bahwa penulisan laporan ini tidak terwujud tanpa adanya
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
Penulis.
ii
DAFTAR ISI
iii
5.4 Alat Bukti ................................................................................................. 9
5.5 Pengambilan Putusan ............................................................................. 10
BAB IV HUKUM ACARA DI PERADILAN AGAMA .................................. 11
6.1 Pengertian Peradilan Agama .................................................................. 11
6.2 Proses Berperkara Di Peradilan Agama ................................................. 11
6.3 Upaya Perdamaian Dalam Perkara Perceraian ....................................... 11
6.4 Putusan Perceraian ................................................................................. 12
6.5 Gugurnya Perkara Perceraian ................................................................. 12
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 13
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Acara Pidana yang di sebut juga hukum pidana formal mengatur
cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum
materil. Penyelenggaraan di lakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Hukum acara perdata.
2. Untuk mengetahui Hukum acara pidana.
3. Untuk mengetahui Hukum acara dipradilan tata usaha negara.
4. Untuk mengetahui Hukum acara di Mahkamah Konstitusi.
5. Untuk mengetahui Hukum acara di Peradilan Agama.
1
BAB II
HUKUM ACARA PERDATA
2
BAB III
3
mempergunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
mempidana atau membebaskan pidana.
3.5 Praperadilan
Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan
pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanakan
kewenangannya tidak menyalahgunakan wewenang, oleh sebab itu dalam
pelaksanaannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan mengawasi menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas pemintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka yang perkaranya tidak
diajukan pengadilan (Pasal 1 butir 10 KUHAP).
4
BAB VI
4.2 Keputusan Atau Penetapan Tata Usaha Negara Sebagai Tanah Sangketa
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986, bahwa
sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5
sedangkan bagi KTUN yang tidak mengenal adanya upaya administratif,
gugatan ditujukan kepada PTUN (tingkat pertama). Dengan demikian, terdapat
dua jalur berperkara di muka peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
6
4.7 Alat Pembuktian Di Ptun
Alat pembuktian di Pengadilan Tata Usaha Negara ada lima.
1. Tulisan atau surat-surat.
2. Keterangan Ahli.
3. Keterangan Saksi.
4. Pengakuan Para Pihak.
5. Pengetahuan Hakim
7
BAB V
8
tidak diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan diberitahukan
kepada pemohon disertai dengan pengembalian berkas Permohonan.
3. Mahkamah Konstitusi menyampaikan salinan Permohonan kepada DPR dan
Presiden dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
Permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi
4. Mahkamah Konstitusi menetapkan hari siding pertama dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Permohonan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi dibuat untuk itu dan/atau melalui media cetak
atau media elektronik.
5. Pemberitahuan penetapan hari sidang harus sudah diterima oleh para pihak
yang berperkara dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum
hari persidangan.
9
5.5 Pengambilan Putusan
Dalam pengambilan putusan pada acara perkara di Mahkamah Konstitusi
terdapat beberapa dasar pertimbangan berdasarkan pada Pasal 45 UU No24 tahun
2003, yang diantaranya adalah berikut ini.
1. Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti
dan keyakinan hakim.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus
didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti
3. Putusan diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno
hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang.
4. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.
5. Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-
sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara
terbanyak, atauapabila tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara
terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.
6. Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau
ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak
7. Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat, pendapat anggota Majelis
Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan
8. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang
tidak diminta oleh pemohon atau melebihi Permohonan pemohon, kecuali
terhadap hal tertentu yang terkait dengan pokok Permohonan. Perihal amar
dalam perkara yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi maka
Mahkamah konstitusi tidak berhak menangani perkara tersebut atau
Mahkamah Konstitusi harus menyatakan bahwa perkara tersebut harus
ditarik kembali oleh pemohon.
10
BAB IV
11
perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat
sebelum perdamaian tercapai, upaya-upaya perdamaian tersebut diatur dalam
Pasal 82 dan 83 UU No. 3 Tahun 2006.
12
BAB V
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan
keadilan) adalah serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara
dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Hukum
acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah proses hukum yang semestinya
dalam menegakkan hukum.
Hukum acara (hukum formil) bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum
perdata materil, oleh karena itu hukum acara memuat tentang cara bagaimana
melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah-kaidah yang
termuat dalam hukum perdata materil. Hukum acara atau hukum formal fungsinya
menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum materil
melalui suatu proses dengan berpedomankan kepada peraturan yang dicantumkan
dalam hukum acara.
13
DAFTAR PUSTAKA
14