Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

HUKUMACARA PERDATA

PROSES UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NOMOR


2840 K/Pdt/2022

OLEH :

KELOMPOK 4

1.Anisa Salsabila 2210112087

2. Habil Zakki 2210112071

3. Kanaya Fitri Nosa 2210112081

4. Muhammad Irfan 2210112088

DOSEN PENGAMPU :

Dr.Misnar Syam,S.H.,M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur selalu di panjatkan kepada Allah SWT,yang selalu melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.Sehingga,makalah dengan judul Proses
Upaya Hukum Kasasi Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 2840 k/Pdt/2022 ini
dapat di selesaikan dengan sebaik-baiknya.Shalawat dan salam tidak lupa kita hadiahkan
kepada nabi junjungan alam yakninya Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Acara
Perdata.Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr.Misnar Syam,S.H.M.H selaku
dosen mata kuliah ini.Serta terima kasih untuk para pihak yang turut membantu agar
makalah ini di buat dengan sangat baik.

Penulis menyadari akan kekurangan bahwa mash banyak kekurangan dalam


penulisan makalah ini.Untuk itu,penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik
dan saran yang dapat menyempurnakan makalah ini.Semoga makalah ini dapat
memberikan ilu pengetahuan serta manfaa kepada para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Padang,29 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I ................................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 7
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................. 8
BAB II ............................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 8
A. Pengertian Upaya Hukum ................................................................................................... 8
B. Jenis-jenis upaya hukum dalam Hukum Acara perdata ................................................... 10
1. Upaya Hukum Biasa ...................................................................................................... 10
2. Upaya Hukum Luar Biasa .............................................................................................. 11
C. Verstek .............................................................................................................................. 12
D. Upaya Hukum Biasa .......................................................................................................... 15
1. Perlawanan (Verzet) ..................................................................................................... 15
2. Banding ......................................................................................................................... 23
3. Kasasi ............................................................................................................................ 26
BAB III ............................................................................................................................................ 30
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 29
A. Upaya Hukum yang Dilakukan Terhadap Putusan Nomor 2840/K/Pdt/2022 .................. 29
B. Putusan Hakim Terhadap Perkara Nomor 2840/K/Pdt/2022 .......................................... 35
BAB IV ........................................................................................................................................... 40
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 40
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum acara perdata bisa disebut juga dengan hukum acara perdata formil.

Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum perdata formil.

Hukum acara perdata atau hukum perdata formil merupakan bagian dari hukum

perdata. Karena, disamping hukum acara perdata formil juga ada hukum perdata

materiil. Hukum perdata materiil ini lazimnya disebut hukum perdata saja. Yang

dimaksud dengan hukum perdata formil atau hukum acara perdata adalah peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan sanksi hukuman terhadap

para pelanggar hakhak keperdataan sesuai hukum materiil mengandung sanksi yang

sifatnya memaksa.1

Sudikno Mertokusumo, dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia

menyatakan bahwa hukum acara perdata adalah keseluruhan peraturan yang

bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum materiil

dengan perantaraan kekuasaan negara. Meliputi baik perkara yang mengandung

sengketa (contentieus) maupun yang tidak mengandung sengketa (voluntair).

Pengadilan sebagai lembaga Yudikatif dalam struktur ketatanegaraan Indonesia

memiliki fungsi dan peran strategis dalam memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara anggota masyarakat maupun antara

1 Sarwono, Hukum Acara Perdata : Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Hal.3

1
masyarakat dengan lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. 2

Dalam suatu prosedur persidangan, sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka

diakhir persidangan akan ada penetapan putusan dari majelis hakim yang

menangani perkara tersebut. Penetapan tersebut bisa berupa dikabulkannya suatu

permohonan atau malah ditolaknya suatu permohonan.

Dalam hukum acara perdata, putusan pengadilan dapat berupa tiga hal,

yaitu, gugatan dikabulkan, gugatan ditolak, dan gugatan tidak dapat diterima.

Gugatan dikabulkan, menurut M. Yahya Harahap, dikabulkannya suatu gugatan

adalah dengan syarat bila dalil gugatannya dapat dibuktikan oleh penggugat sesuai

dengan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Gugatan ditolak, dalam bukunya, Hukum Acara Perdata, M. Yahya

Harahap menyebutkan bahwa bila penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan

dalil gugatannya (tidak terbukti), akibat hukum yang harus ditanggungnya atas tidak

terbukti dalil gugatannya adalah gugatannya mesti ditolak seluruhnya. 3 Gugatan

tidak dapat diterima, dijelaskan pula oleh Yahya Harahap, bahwa ada berbagai cacat

formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain, gugatan tidak memiliki

dasar hukum, gugatan error in persona, gugatan obscuur libel, gugatan melanggar

yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif, gugatan nebis in idem.

Tujuan utama dalam suatu proses di muka pengadilan adalah untuk

memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap

2M. Natsir Asnawi, Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press, Yogyakarta, 2014. Hal. 3
3M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Jakarta; sinar Grafika, 2008. Hal. 812

2
putusan yang dijatuhkan oleh hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara

yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan bahkan tidak

mustahil bersifat memihak. Maka, demi keadilan dan kebenaran, setiap putusan,

hakim perlu untuk memeriksa ulang agar kekeliruan atau kekhilafan tidak terjadi,

agar putusan tersebut dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya

tersedia “upaya hukum“ yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki

kekeliruan dalam suatu putusan.4

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang dalam

hal tertentu untuk melawan putusan hakim bagi para pihak, baik itu seseorang atau

pun badan hukum yang merasa tidak puas serta dianggap tidak sesuai dengan apa

yang diinginkan. Dalam pelaksanaanya upaya hukum dapat dibedakan antara upaya

hukum biasa terdiri dari banding dan kasasi. Dan upaya hukum luar biasa terdiri

dari kasasi dan peninjauan kembali. Hakim sebagai salah satu aparat penegak

hukum mempunyai tugas sebagai salah satu penentu keputusan perkara. Putusan

yang dihasilkan oleh hakim di pengadilan idealnya tidak menimbulkan masalah-

masalah baru di lingkungan masyarakat. Artinya kualitas putusan hakim

berpengaruh penting pada lingkungan masyarakat dan berpengaruh pada

kewibawaan dan kredibilitas lembaga pengadilan itu sendiri. Hakim dalam

4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty. 2002. Hal 224.

3
mengambil keputusan hanya terikat pada peristiwa atau fakta-fakta yang relevan

dan kaidah-kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yuridis. 5

Sebagai penegak hukum dan keadilan di masyarakat, hakim dituntut

mempunyai kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi. Hakim sebagai salah satu

aparat yang menyelenggarakan peradilan, harus konsisten menjaga moral yang baik.

Hanya dengan moral yang baik tersebut, maka setiap putusan perkara di peradilan

lebih mendekatkan pada keadilan dan kepastian hukum, serta kemanfaatan dengan

memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi. 6 Namun yang terjadi saat ini, seiring

dengan perkembangan peradaban, dimana masyarakat luas mulai sedikit demi

sedikit mampu mengerti akan hak dan kewajibannya, memahami makna keadilan,

serta mampu menempatkan dirinya pada fungsi kontrol terhadap pelaksanaan peran

hakim dalam proses peradilan. Setiap penyimpangan, kesalahan prosedur, serta hal-

hal yang dirasakan tidak adil atau tidak memuaskan dalam proses peradilan akan

diikuti dengan reaksi-reaksi sosial dengan berbagai bentuk, dari yang reaksi halus

sampai reaksi yang keras. 7

Salah satu dari berbagai reaksi tersebut adalah melakukan upaya hukum

dipengadilan yang termasuk dalam upaya hukum biasa yakni kasasi. Kasasi adalah

suatu alat hukum yang merupakan wewenag dari Mahkamah Agung untuk

memeriksa kembali putusan – putusan Pengadilan Terdahulu dan ini merupakan

5 Fence M. Wantu, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, dan kemanfaatan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2011, Hal.10
6 Fence M. Wantu, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Revika Cendekia, Yogyakarta, 2011, Hal.92
7 Fence M. Wantu, Op.cit, 2011, Hal.12

4
peradilan yang terakhir. Tugas Pengadilan Kasasi adalah menguji putusan

Pengadilan- Pengadilan bawahan tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan

hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya

telah ditetapkan oleh Pengadilan-pengadilan bawahan tersebut. 8

Dalam putusan Nomor 2840 K/Pdt/2022 tanggal 30 November 2020

memeriksa perkara pada tingkat kasasi telah memutus perkara antara Haji

Muhammad Efendi Ritonga bertempat tingggal di Puri Bintaro PB 37/23, RW

Keluruhan Sawah Baru, Kecamatan Walu Ciputat, tanggerang Selatan sebagai

pemohon kasasi melawan Himi Malina yang bertempat tinggal di Jalan Komplek

Pamen Polda Sumsel, Makasar, Sulawesi Selatan sebagai termohon Kasasi.

Dalam perkara tersebut tentang gugatan untuk meninggalkan atau

mengosongkan tanah dan bangunan yang digugat tersebut serta menyerahkan

kepada penggugat tanpa syarat apapun dan apabila diperlukan pengosongan dengan

bantuan alat Negara. Yang dalam pokok perkara nya 1. Mengabulkan gugatan

Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat

III telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1365

Kitab Undang Undang Hukum Perdata; 3. Menyatakan sah kepemilikan Penggugat

atas sebidang tanah dan bangunan seluas 175 m² (seratus tujuh puluh lima meter

persegi) yang beralamat di Jalan Perkavlingan PTB, Blok R.V., Kav Nomor 1,

Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur sebagaimana ternyata

di dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 6323/Duren Sawit sebagaimana Surat Ukur

8 Laila, Herinawati, Hukum Acara Perdata,Unimal Press, sulawesi, 2015, Hal.126

5
Nomor 2639/1989 tertanggal 10 Oktober 1989 atas nama Himi Malina; 4.

Menyatakan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 4, tertanggal 7 April 2004, yang

dibuat dihadapan Turut Tergugat III (Notaris Achamad Sofian, S.H.), Akta Jual Beli

Nomor 47 Tahun 2005 yang dibuat dihadapan Turut Tergugat IV (Notaris Rohana

Frieta, S.H.) dan Akta Jual Beli Nomor 703/2011 tertanggal 28 Oktober 2011, yang

dibuat dihadapan Turut Tergugat V (Notaris Ivonne Barnetha Sinyal, S.H.) adalah

sah dan berharga serta mengikat para pihak yang membuatnya; 5. Menghukum

Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk menyerahkan sebidang tanah dan

bangunan seluas 175 m² (seratus tujuh puluh lima meter persegi) yang beralamat di

Jalan Perkavlingan PTB, Blok R.V., Kav Nomor 1, Kelurahan Duren Sawit,

Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur sebagaimana ternyata di dalam Sertifikat Hak

Milik Nomor 6323/Duren Sawit sebagaimana Surat Ukur Nomor 2639/1989

tertanggal 10 Oktober 1989 atas nama Himi Malina tersebut kepada Penggugat dan

apabila diperlukan pengosongan dengan menggunakan bantuan alat Negara; 6.

Menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah

Rp470.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh juta rupiah) dan kerugian immateriil

sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat secara tunai

dan sekaligus; 7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar uang paksa

(dwangsom) sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per hari

keterlambatan efektif dihitung 7 (tujuh) hari sejak putusan ini dibacakan oleh

Majelis Hakim yang terhormat; 8. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih

dahulu (uitvoerbaar bij voorraad verklaard) walaupun ada bantahan, perlawanan

6
(verzet), banding dan kasasi; 9. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat

III secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara a quo.

Dalam tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pemgadilan

Tinggi DKI Jakarta dengan putusan Nomor 429/PDT/2019/PT DKI tanggal 2

Oktober 2019. Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan

kepada Pemohon Kasasi pada tanggal 10 Juli 2020, kemudian terhadapnya oleh

Pemohon Kasasi diajukan permohonan kasasi pada tanggal 24 Juli 2020

sebagaimana ternyata dari Akta Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor

27/Tim/VII/2020 Kas juncto Nomor 429/PDT/2019/PT DKI juncto Nomor

314/Pdt.G/2015/PN Jkt. Tim, yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta

Timur, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-

alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 6

Agustus 2020.

Adapun dalam putusan Nomor 2840 K/Pdt/2022 tanggal 30 November 2020

yang dimohonkan kasasi terdapat beberapa pertimbangan yang menolak

permohonan kasasi tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk

menganalisis putusan Nomor 2840 K/Pdt/2022 dengan judul “Proses Upaya

Hukum Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Nomor 2840 K/Pdt/2022”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, kami merumuskan beberapa masalah

diantaranya sebagai berikut:

7
1. Bagaimana Proses Upaya Hukum Kasasi yang dilakukan dalam putusan nomor

2840 K/Pdt/2022?

2. Apa yang menjadi alasan bagi hakim dalam putusan terhadap Upaya Hukum

Kasasi di dalam putusan Nomor 2840 K/Pdt/2022 ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Proses Upaya Hukum Kasasi yang dilakukan dalam putusan nomor

2840 K/Pdt/2022.

2. Mengetahui Alasan bagi hakim dalam putusan terhadap Upaya Hukum kasasi

di dalam putusan Nomor 2840 K/Pdt/2022.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Upaya Hukum


Dalam suatu perkara setelah proses pemeriksaan pengadilan selesai maka

hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diajukan oleh para pihak,

terhadap putusan dari majelis hakim tersebut terkadang tidak cukup memuaskan

para pihak baik pihak penggugat maupun pihak tergugat, terkadang juga suatu

putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan terkadang juga

8
bersifat memihak maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan

hakim dimungkinkan untuk diperiksa ulang melalui upaya hukum tersebut. 9

Upaya hukum ialah suatu upaya yang diberikan oleh Undang-Undang bagi

seseorang maupun badan hukum dalam hal tertentu untuk melawan putusan hakim

sebagai suatu tempat bagi para pihak yang tidak puas atas adanya putusan hakim

yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim itu juga seorang

manusia yang bisa secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang dapat
10
menimbulkan salah mengambil keputusan atau memihak kepada salah satu pihak.

Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan utama dalam suatu proses di muka

Pengadilan yaitu untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan secara subjektif, belum tentu dapat

menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan

dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan

kekhilafan itu dapat diperbaiki, maka putusan hakim itu dimungkinkan untuk

diperiksa ulang, demi tegaknya kebenaran dan keadilan dengan melakukan upaya

hukum yang dilakukan oleh salah satu pihak yang berperkara. Upaya hukum

merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan apabila siterdakwa merasa tidak

puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini

merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan busa juga siterdakwa

tidak menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya

9 Martha Eri Safira, Hukum Acara Perdata, CV. Nata Karya, Ponorogo, 2012. Hal. 137
10 Zainal Asikin, Op cit., hlm 135

9
hukum tersebut dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib

menerimanya.

Untuk itu kita lihat beberapa padangan doktrin para ahli mengenai upaya

hukum sebagai berikut :

1. Retnowulan Sutantio, S.H. merumuskan bahwa upaya hukum adalah upaya

yang diberikan oleh Undang-Undang kepada seseorang atau badan hukum

untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. 11

2. Prof Sudikno Mertokusumo, S.H. upaya hukum adalah upaya atau alat untuk

memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. 12

B. Jenis-jenis upaya hukum dalam Hukum Acara perdata


Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua) upaya hukum, yaitu upaya

hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya

adalah pada azaznya upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali bila

terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya

hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi. 13

1. Upaya Hukum Biasa


Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap Putusan selama

tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, wewenang untuk

11 Retnowulan sutanto dan iskandar oeripkartiwinata, Hukum Acara Perdata dalam teori dan praktek,1995,
Mandar Maju, bandung, hlm. 143
12 Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogtakarta, hlm.234
13 Laila, Herinawati Op cit, hal.123

10
menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa ini

bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. 14 Upaya hukum

biasa, adalah upaya hukum yang dipergunakan bagi putusan yang belum

memiliki kekuatan hukum tetap yang terdiri dari:

a. Perlawanan (verzet), diatur dalam Pasal 129 ayat (1), Pasal 196, Pasal 197

HIR;

b. Banding, diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman,

c. Kasasi, diatur dalam Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung,

2. Upaya Hukum Luar Biasa


Suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum yang tetap

(Ingkrach) maka tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum biasa, maka dengan

diperolehnya kekuatan hukum yang pasti sebuah putusan tidak dapat lagi di

robah. Suatu putusan akan memperoleh kekuatan hukum yang pasti apabila

tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan yang telah memperoleh
15
kekuatan hukum yang pasti ini, tersedia upaya hukum istimewa. Upaya

hukum istimewa ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut

dalam undang-undang saja, termasuk upaya hukum luarbiasa adalah Peninjauan

Kembali dan Perlawanan dari pihak ketiga. Upaya hukum luar biasa terdiri dari:

14Rumawi,dkk. Hukum Acara Perdata (bandung, Widina Bakti Persada, 2021), Hal 220
15Ning Adiasih. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata Yang Hukumnya tidak ada
atau Hukumnya Tidak jelas, 2020

11
a. Perlawanan pihak ketiga (denden verzet) terhadap sita eksekutorial (vide

Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/ Sip/ 1962 tanggal

21 Oktober 1962;

b. Peninjauan kembali (request civil), diatur dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal

71, Pasal 72 UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1982.

C. Verstek
a. Pengertian Verstek

Dalam hal perdamaian tidak tercapai dengan kemungkinan Tergugat

tidak hadir, konsekuensi hukum acaranya:

• sidang dilanjutkan tanpa kehadiran Tergugat;

• acara pembuktian;

• Putusan verstek;

• dan (d). Upaya hukumnya adalah verzet bagi Tergugat.

Verstek adalah hukum acara tanpa hadir atau acara luar hadirnya tergugat,

berkaitan erat dengan:16

16 Syahrul Sitorus, Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata, Hal 63

12
• Pasal 124 HIR, Pasal 77 Rv, mengatur Verstek kepada Penggugat.

Hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadirnya Penggugat

disebut putusan verstek, yang diktum putusannya:

a. Membebaskan Tergugat dari perkara tersebut.

b. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara.

Terhadap putusan tersebut Penggugat tidak dapat mengajukan verzet

(perlawanan) tetapi mengajukan gugatan baru, karena gugatan awal

telah digugurkan.

• Pasal 125 ayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, mengatur Verstek terhadap

Tergugat. Hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadirnya

Tergugat yang tidak datang menghadiri persidangan yang ditentukan

tanpa alasan yang sah disebut putusan verstek, yang diktum

putusannya:

a. Mengabulkan gugatan seluruhnya atau sebahagian, atau

b. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak

mempunyai dasar hukum. Terhadap putusan tersebut Tergugat

dapat mengajukan verzet (perlawanan).

b. Syarat Acara Verstek Untuk Tergugat

a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut. Yang melaksanakan

panggilan sidang ialah Juru Sita (Pasal 388 jo 390 ayat (1) HIR). Bentuk

13
surat panggilan adalah tertulis, dan khusus mengenai perkara perceraian
17
dapat dilakukan melalui media cetak pada umumnya. Cara

Pemanggilan yang syah, bila:

• Tempat tinggal tergugat diketahui, Juru Sita langsung

menyampaikan relas panggilan sidang kepada tergugat inperson atau

disampaikan kepada Kades/Lurah setempat bila yang bersangkutan

atau keluarganya tidak ditemukan di tempat kediamannya;

• Tempat tinggal tergugat tidak diketahui, Juru Sita menyampaikan

relas panggilan sidang kepada Walikota/Bupati lalu Walikota/Bupati

mengumumkan relas panggilan tersebut di pintu umum kamar

sidang PA;

• Pemanggilan tergugat yang di luar negeri, Juru Sita melalui jalur

diplomatik menyampaikan relas panggilan, dan

• Pemanggilan terhadap tergugat yang meninggal dunia, Juru Sita

menyampaikan relas panggilan sidang kepada ahli waris bila dikenal,

akan tetapi bila ahli waris tidak dikenal relas panggilan sidang

disampaikan kepada Kades/Lurah tempat tinggal terakhir si

almarhum.

b. Tidak hadir tanpa alasan yang sah.

c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi.

17 Yahya, M. Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta:Sinar Grafika,2017)

14
c. Bentuk Putusan Verstek yakni:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau sebahagian

dengan verstek;

b. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (NO) dan/atau

c. Menolak gugatan Penggugat.

D. Upaya Hukum Biasa

1. Perlawanan (Verzet)

a. Pengertian perlawanan/Verzet
Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta

oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu

putusan PN, yang sifatnya menghentikan pelaksanaan putusan untuk

sementara. Verzet atau perlawanan yang merupakan upaya hukum

terhadapan putusan yang dijatuhkan pengadilan karena tergugat tidak hadir

pada waktu perkara tersebut diperiksa atau perkara yang diputus secara

verstek. Kepada pihak yang dikalahkan serta diterangkan kepadanya bahwa

ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan tak hadir itu

kepada pengadilan.18

Apabila terlawan/ dahulu penggugat tidak datang menghadap pada

hari sidang terhadap upaya hukum verzet, terlawan/ dahulu penggugat

dianggap tidak hendak melawan atas perlawanan yang telah diajukan

terhadap putusan verstek tersebut. Perlawanan ini akan diputus secara

18 Yulia, Hukum Acara Perdata,Unimall Press, Sulawesi, 2018. Hal. 97

15
contradiktoir dengan membatalkan putusan verstek yang semula serta

mengadili lagi dengan menolak gugatan semula.

Verzet adalah suatu upaya hukum terhadap suatu putusan di luar

hadirnya pihak Tergugat (disebut putusan verstek). 19 Pasal 129 ayat (1) HIR

atau Pasal 83 Rv menegaskan: Tergugat yang sedang dihukum sedang ia

tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan

perlawanan atas putusan itu. Berdasarkan ketentuan tersebut, upaya hukum

yang dapat diajukan terhadap putusan verstek adalah perlawanan (verzet).

Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan

pengadilan tingkat pertama yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek

tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan Negeri yang

memutus perkara itu juga.

Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang

(pada umumnya) dikalahkan. Bagi penggugat yang dikalahkan dengan

putusan verstek tersedia upaya hukum banding. Jadi apabila terhadap

tergugat dijatuhkan putusan verstek, dan dia keberatan atasnya, tergugat

dapat mengajukan perlawanan (verzet), bukan upaya banding. Terhadap

putusan verstek, tertutup upaya banding, oleh karena itu permohonan

banding terhadapnya cacat formil, dengan demikian tidak dapat diterima.

Dalam Putusan Mahkamah Agung ditegaskan bahwa permohonan banding

19 Syahrul Sitorus, Upaya Hukum Dalam Acara Perdata, Jurnal Hikmah, Volume 15, (Januari-Juni 2018)

16
yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima, karena upaya

hukum terhadap verstek adalah verzet.

Perlawanan (verzet) dihubungkan dengan putusan verstek

mengandung arti bahwa tergugat berupaya melawan putusan verstek atau

tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek dengan tujuan

agar putusan itu dilakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai

dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permintaan agar putusan

verstek dibatalkan serta sekaligus meminta agar gugatan penggugat ditolak.

Dengan demikian, tujuan verzet memberi kesempatan kepada tergugat untuk

membela kepentingannya atas kelalaian menghadiri persidangan diwaktu

yang lalu.

b. Syarat Acara Verzet


Menurut Pasal 129 ayat (1) dan Pasal 83 Rv yang berhak

mengajukan perlawanan hanya terbatas pihak tergugat saja, sedang kepada

penggugat tidak diberi hak mengajukan perlawanan, dalam hal ini pihak

tergugat tidak oleh pihak ketiga. Perluasan atas hak yang dimiliki tergugat

untuk mengajukan perlawanan meliputi ahli warisnya apabila pada tenggang

waktu pengajuan perlawanan tergugat meninggal dunia, dan dapat diajukan

kuasa. Tergugat yang tidak hadir disebut pelawan dan penggugat yang hadir

disebut terlawan.

17
Dalam prosedur verzet kedudukan para pihak tidak berubah yang

mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat sedangyang dilawan tetap

menjadi Penggugat yang harus memulai dengan pembuktian. Verzet dapat

diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan tetapi

upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini

tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh

upaya hukum Banding.

Dalam praktik peradilan maka apabila tergugat yang diputus dengan

verstek mengajukan verzet maka kedua perkara tersebut dijadikan satu dan

dalam register diberi satu nomor perkara. Penggugat yang diputus verstek,

bisa mengajukan banding, bila ia tidak diterima oleh karena gugatannya

dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak. Bila penggugat yang diputus

verstek banding, maka tergugat yang tidak hadir, tidak bisa verzet. Tenggang

waktu mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari setelah diberitahukan

dan diterimanya putusan verstek oleh tergugat. Jika putusan itu tidak

diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan masih diterima

sampai pada hari ke-8 sesudah peneguran atau dalam hal tidak hadir sesudah

dipanggil dengan patut sampai pada hari ke-14, ke-8 sesudah dijalankan

surat perintah.

Kemudian ketika perkara verzet disidangkan dan tergugat dikalahkan

dengan verstek lagi maka tergugat tidak dapat mengajukan banding. Dalam

18
praktik verzet ini harus diberitahukan atau dinyatakan dengan tegas dan bila

tidak maka pernyataan verzet bersangkutan dinyatakan tidak dapat diterima.

c. Proses Pemeriksaan Verzet


Proses pemeriksaan verzet dilakukan dengan cara sebagai berikut:

• Perlawanan diajukan kepada Pengadilan Negeri yang menjatuhkan

putusan verstek. Agar permintaan perlawanan memenuhi syarat

formil, maka: .

- Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya;

- Disampaikan kepada Pengadilan Negeri yang menjatuhkan

putusan verstek sesuai batas tenggang waktu yang ditentukan;

- Perlawanan ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik

pihak lain, selain dari pada penggugat semula.

• Perlawanan terhadap verstek, bukan perkara baru. Perlawanan

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula

maka perlawanan bukan perkara baru, akan tetapi merupakan

bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil-dalil gugatan,

dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru atau tidak

benar. Sedemikian eratnya kaitan perlawanan dengan gugatan semula,

menyebabkan komposisi pelawan sama persis dengan tergugat asal

dan terlawan adalah penggugat asal.

19
• Perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali.

Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek maka dengan

sendirinya putusan verstek menjadi mentah kembali yaitu

ekstensinya dianggap tidak pernah ada sehingga putusan verstek

tidak dapat dieksekusi. Ekstensi putusan verstek bersifat relatif dan

mentah selama tenggang waktu verzet masih belum terlampaui.

Secara formil putusan verstek memang ada, tetapi secara materiil,

belum memiliki kekuatan eksekutorial.

• Pemeriksaan perlawanan dilakukan terhadap materi verzet. Materi

verzet adalah tanggapan terhadap putusan verstek/dalil-dalil

penggugat asal.Verzet hanya mempermasalahkan alasan

ketidakhadiran tergugat menghadiri pengadilan. Proses

pemeriksaannya dengan acara biasa.

d. Putusan Verzet
Apabila dalam putusan penyelesaian satu perkara diterapkan acara

verstek yang dibarengi dengan acara verzet terhadap putusan verstek

tersebut, Pengadilan Negeri akan menerbitkan dua bentuk putusan:

• Produk pertama, putusan verstek sesuai dengan acara verstek, yang

digariskan pasal 125 ayat (1) HIR dan

• Produk kedua, putusan verzet berdasarkan acara verzet yang diatur

Pasal 129 ayat (1) HIR.

20
Kedua putusan itu, saling berkaitan karena sama-sama bertitik tolak dari

kasus yang sama. Akan tetapi, keberadaannya masing-masing terpisah dan

berdiri sendiri. Secara teoritis, putusan verzet bersifat asesor terhadap

putusan verstek. Artinya putusan verzet merupakan ikutan dari putusan

verstek. Oleh karena itu, putusan verzet tidak mungkin lahir, kalau putusan

verstek tidak ada. Bertitik tolak dari pendekatan asesor tersebut, substansi

pokok putusan verzet, tidak boleh menyimpang dari permasalahan dalil

pokok gugatan yang tertuang dalam putusan verstek.

Pada sisi lain, ditinjau dari segi upaya hukum, verzet menurut pasal 129

ayat (1) HIR merupakan upaya perlawanan terhadap putusan verstek. Berarti

putusan verstek yang dijatuhkan pengadilan, merupakan koreksi terhadap

putusan verstek. Dengan begitu, jika tergugat mengajukan verzet terhadap

putusan verstek, Pengadilan Negeri harus memeriksa dan menilai apakah

putusan verstek yang dijatuhkan sudah tepat atau tidak. Tepat atau tidaknya

putusan verstek tersebut, dinilai dan dipertimbangkan Pengadilan Negeri

dalam putusan verzet.

Bentuk Putusan Verzet:

1. Perlawanan (verzet) tidak dapat diterima. Pertimbangan hakim untuk

menjatuhkan bentuk putusan demikian apabila tenggang waktu

mengajukan verzet yang ditentukan Pasal 129 ayat (1) HIR telah

21
dilampaui. Dalam kasus yang seperti itu, gugur hak mengajukan verzet

dengan akibat hukum tergugat dianggap menerima putusan verstek

sekaligus tertutup hak tergugat mengajukan banding dan kasasi, dengan

demikian putusan verstek memperoleh kekuatan hukum tetap. Bentuk

putusan yang menyatakan verzet tidak dapat diterima, harus

dicantumkan amar berisi penegasan menguatkan putusan verstek,

sehingga amarnya selengkapnya berbunyi :

- Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar atau

pelawan yang salah.

- Menyatakan perlawanan (verzet) dari pelawan tidak dapat

diterima.

- Menguatkan putusan verstek.

2. Menolak perlawanan (verzet). Amar putusannya selengkapnya berbunyi

sebagai berikut:

- Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar.

- Menolak perlawanan pelawan.

- Menguatkan putusan verstek.

3. Mengabulkan perlawanan (verzet). Alasan hakim untuk mengabulkan

perlawanan tersebut karena Terlawan sebagai penggugat asal, tidak

22
mampu membuktikan dalil gugatan. Sehingga amar putusan yang

dijatuhkan selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

- Menyatakan sebagai pelawan yang benar.

- Mengabulkan perlawanan pelawan.

- Membatalkan putusan verstek.

- Menolak gugatan terlawan

2. Banding
a. Pengertian Banding

Banding ialah upaya hukum yang dilakukan bila mana ada salah satu

pihak yang tidak puas terhadap suatu putusan Pengadilan tingkat pertama.

Menurut Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman: “Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama

dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang

bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Yang dimaksud

dengan pengecualian itu ditujukan pada perkara perdata yang tidak perlu

dimintakan banding, tetapi langsung kasasi ke MA, misalnya putusan

Pengadilan Niaga dalam Perkara Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Putusan

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan Perkara Kepailitan. Hakim

tingkat pertama dan banding adalah hakim fakta (judex facti) sehingga

Hakim banding memeriksa seluruh berkas perkara dimaksud.

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat

diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap

23
suatu putusan PN. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas

dengan isi putusan PN kepada PT melalui PT dimana putusan tersebut

dijatuhkan.

Sesuai dengan azasnya diajukannya banding maka pelaksanaan isi

putusan PN belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi,

kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad. Banding diatur dalam

Pasal 188 - 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam Pasal 199 -

205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan

Pasal 3 Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 (Undang- undang

Darurat No. 1 Tahun 1951), Pasal 188 - 194 HIR dinyatakan tidak berlaku

lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang

Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.

b. Tenggang Waktu Mengajukan banding

Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari

sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari setelah

pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Dalam praktek

dasar hukum yang biasa digunakan adalah Pasal 46 UU No. 14 tahun 1985

Jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

(Undang-undang Mahkamah Agung). Dalam praktek dasar hukum yang

biasa digunakan adalah Pasal 46 Undang-undang Mahkamah Agung,

24
apabila jangka waktu pernyatan permohonan Banding telah lewat waktu

maka terhadap permohonan Banding yang diajukan akan ditolak oleh PT

karena terhadap putusan PN yang bersangkutan dianggap telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.

Pendapat di atas dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia (MARI) No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969,

yaitu bahwa permohonan Banding yang diajukan melampaui tenggang

waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang

diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan Banding tidak dapat

dipertimbangkan. Akan tetapi, bila dalam hal perkara perdata permohonan

Banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding

hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap

perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang

permohonan Bandingnya tidak dapat diterima sesuai Putusan MARI No. 46

k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).

c. Prosedur Mengajukan Permohonan Banding

1. Diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana putusan tersebut

dijatuhkan, dengan terlebih dahulu membayar lunas biaya permohonan

banding.

2. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (Pasal 7 UU No.

20/1947) oleh yang bersangkutan atau kuasanya.

25
3. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat

hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani

oleh Panitera dan Pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat

dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara

Perdata.

4. Permohonan banding tersebut oleh Panitera diberitahukan kepada pihak

lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.

5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di

Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.

6. Walau tidak diharuskan Pembanding berhak mengajukan Memori

Banding sedangkan Terbanding berhak mengajukan Kontra Memori

Banding, dan tidak ada jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara

belum diputus oleh Pengadilan Tinggi masih diperkenankan. (Putusan

MA-RI No. 39 K/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).

7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang

sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan

permohonan banding masih diperbolehkan.

3. Kasasi
a. Pengertian Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta

oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu

26
putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan Kasasi bila

merasa tidak puas dengan isi putusan PT kepada Mahkamah Agung (MA).

Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau

membatalkan, sehingga bila suatu permohonan Kasasi terhadap putusan

pengadilan dibawahnya diterima oleh MA, maka berarti putusan tersebut

dibatalkan oleh MA karena dianaggap mengandung kesalahan dalam

penerapan hukumnya.

Pemeriksaan Kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang

mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk

perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/ tidak dapat

dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.

b. Alasan-Alasan Mengajukan Kasasi

Diatur dalam Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 jo Pasal 30 UU No.5 Tahun

2005 Tentang MA jo Pasal 30 UU No.4 Tahun 2004 antara lain:

• Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak

berwenang yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan

absolut pengadilan, sedang melampaui batas wewenang bisa terjadi

bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam

surat gugatan.

27
• Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang

dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum

formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah

penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau

bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga

diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan

oleh judex facti.

• Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak

terdapat irah-irah.

c. Tengang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi

Tenggang waktu mengajukan permohonan Kasasi disampaikan

dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan atau penetapan

pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon sesuai dengan

Pasal 46 ayat(1) Undang-undang Mahkamah Agung, bila tidak terpenuhi

maka permohonan kasasi tidak dapat diterima.

d. Prosedur mengajukan permohonan Kasasi

28
• Permohonan kasasi disampaikan baik secara tertulis atau lisan

kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut

dengan melunasi biaya kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah

relas pemberitahuan putusan banding diterima Pemohon Kasasi

(Pasal. 46-47 UU No. 14/1985).

• Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku

daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang

dilampirkan pada berkas (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985.

• Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera

Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak

lawan (Pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985), dan selanjutnya dalam

tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam

buku daftar pemohon kasasi wajib membuat Memori Kasasi yang

berisi alasan-alasan permohonan kasasi (Pasal 47 ayat (1) UU No.

14/1985)

• Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan Memori Kasasi

pada lawan paling lambat 30 hari (Pasal 47 ayat (2) UU No.

14/1985).

• Pihak lawan berhak mengajukan Kontra Memori Kasasi dalam

tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori

kasai (Pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985)

29
• Setelah menerima Memori Kasasi dan Kontra Memori Kasasi dalam

jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Agama harus mengirimkan

semua berkas kepada Mahkamah Agung (Pasal 48 ayat (1) UU No.

14/1985).

30
BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Upaya Hukum Kasasi yang dilakukan dalam putusan nomor 2840
K/Pdt/2022

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada

seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim

sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang

dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan,

karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan / kekhilafan

sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak. 20

Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa

yang merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum

berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup, perlawanan/verzet, banding, kasasi

yang pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila

putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih

dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR21 jadi meskipun

dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus. Kemudian upaya hukum

luar biasa yaitu dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

20 Sarwono, Hukum Acara Perdata : Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Hal.3
21 Herzien Inlandsch Reglement

31
tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. 22 Mencakup,

peninjauan kembali (request civil) dan perlawanan pihak ketiga (denderverzet)

terhadap sita eksekutorial.

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh

salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan

Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan Kasasi bila merasa tidak puas

dengan isi putusan PT kepada Mahkamah Agung (MA). Kasasi berasal dari

perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila

suatu permohonan Kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh

MA, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh MA karena dianaggap

mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.23

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kasasi adalah pembatalan

atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan dari

semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.24 Menurut Kepaniteraan

Mahkamah Agung, kasasi adalah permohonan yang disampaikan secara tertulis atau

lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkara tata

usaha negara atau perkara perdata yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan

Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum,

Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau

22 Bambang, Sugeng, Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Ligilasi, Jakarta:
2011
23 Laila, Herinawati, Pengantar Hukum Acara Perdata, Unimal Press: Jakarta, 2015. Hal. 126
24 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

32
Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut

Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh

Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum

dan Lingkungan Peradilan Militer

Menurut Ishaq dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Indonesia,

Kasasi adalah upaya untuk membatalkan putusan pengadilan yang berada dibawah

naungan Mahkamah Agung.25 Sedangkan menurut Roihan A. Rasyid, Kasasi adalah

permohonan untuk pembatalan putusan/penetapan pengadilan tingkat pertama

(Pengadilan Agama) atau pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama),

melalui pengadilan tingkat pertama yang pertama memutuskan, dengan alasan

ataupun syarat tertentu.

Dari kedua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasasi adalah upaya

permohonan untuk membatalkan putusan/penetapan pengadilan tingkat pertama

atau pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) ke Mahkamah Agung melalui

pengadilan tingkat pertama yang pertama kali memutuskan dengan alasan ataupun

syarat tertentu. Adapun langkah-langkah dalam mengajukan permohonan kasasi

yang diatur dalam Pasal 46 – 48 UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004

jo. UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung.26

25
Ishaq,Pengantar Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017
26
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 14 tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung

33
Pemeriksaan Kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai

hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya

sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/ tidak dapat dianggap sebagai

pemeriksaan tingkat ketiga.

Berdasarkan upaya hukum yang telah dijelaskan diatas, selanjutnya penulis

akan mengaitkan upaya hukum ini dalam putusan Nomor 2840/K/Pdt/2022, dimana

Pemohon mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 24 Juli 2020 sebagaimana

ternyata dari Akta Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor 27/Tim/VII/2020 Kas

jucto Nomor 314/Pdt.G/2015/PN Jkt. Tim,yang dibuat oleh Panitera Pengadilan

Negeri Jakarta Timur, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang

memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut

pada tanggal 6 Agustus 2020.

Menurut penulis upaya Kasasi di kasus ini yaitu pemohon kasasi meminta

agar proses-proses peralihan hak/jual beli tanah dan bangunan objek

perkara/sengketa cacat hukum/tidak sah. Sehingga menolak Putusan Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta Nomor 429/PDT/2019/PT DKI juncto Nomor

314/Pdt.G/2015/PN Jkt. Tim dan dibatalkan terhadap memori kasasi tersebut,

kemudian Termohon Kasasi telah mengajukan Kontra Memori Kasasi tanggal 2

Desember 2020 yang pada pokoknya menolak permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi.

Maka, setelah meneliti memori kasasi tanggal 6 Agustus 2020 dan Kontra

Memori Kasasi tanggal 2 Desember 2020 dihubungkan dengan pertimbangan dan

34
putusan judex facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, tidak salah dalam menerapkan hukum

pada perkara a quo, dengan pertimbangan bahwa berdasarkan pertimbangan di atas,

ternyata putusan judex facti / Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam perkara ini tidak

bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi

yang diajukan oleh Pemohon Kasasi HAJI MUHAMMAD EFENDI RITONGA

tersebut harus ditolak

B. Putusan Hakim Terhadap Perkara Nomor 2840/K/Pdt/2022


Putusan hakim dalam kasasi perdata adalah putusan yang dikeluarkan oleh

Mahkamah Agung setelah melakukan pemeriksaan terhadap seluruh putusan hakim

yang mengenai hukum, baik yang merugikan pemohon kasasi maupun tidak.

Setelah itu, Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusan kasasi yang dapat

berupa menerima kasasi dan membatalkan putusan pengadilan yang diajukan,

menolak kasasi dan memperkuat putusan pengadilan yang diajukan, atau menolak

kasasi sebagian dan memperkuat putusan pengadilan sebagian. 27

Putusan kasasi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung bersifat final dan

mengikat, sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lagi. Setelah permohonan

kasasi diajukan, Mahkamah Agung akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh

putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang merugikan pemohon kasasi

maupun tidak. Setelah itu, Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusan kasasi

yang dapat berupa:

27 Yulia, Hukum Acara Perdata,Unimall Press: Sulawesi, 2018, Hal 100

35
1. Menerima kasasi dan membatalkan putusan pengadilan yang diajukan.

2. Menolak kasasi dan memperkuat putusan pengadilan yang diajukan.

3. Menolak kasasi sebagian dan memperkuat putusan pengadilan sebagian.

Dalam kasasi perdata, terdapat beberapa alasan yang dapat menjadi pernyataan

tidak sah, yaitu:

1. Putusan pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.

2. Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

3. Terdapat kekeliruan dalam pemeriksaan perkara yang dapat mempengaruhi

putusan pengadilan.

4. Terdapat kekeliruan dalam penilaian bukti yang dapat mempengaruhi putusan

pengadilan.

5. Terdapat kekeliruan dalam penetapan fakta yang dapat mempengaruhi putusan

pengadilan.

Jika terdapat alasan-alasan tersebut dalam kasus yang diajukan, maka pemohon

kasasi dapat mengajukan permohonan pembatalan atau pernyataan tidak sah kepada

Mahkamah Agung. Namun, jika tidak terdapat alasan yang cukup, maka

permohonan kasasi dapat ditolak oleh Mahkamah Agung.

Adapun hakim dlalam memberikan putusan terhadap putusan nomor 2840

K/Pdt/2022 Menimbang bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang

36
waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu

permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima. Menimbang, bahwa

berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal 6 Agustus 2020 yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari putusan ini, Pemohon Kasasi meminta agar: Bahwa

proses-proses peralihan hak/jual beli tanah dan bangunan objek perkara/sengketa

cacat hukum/tidak sah. Sehingga saya menolak Putusan Pengadilan Tinggi DKI

Jakarta Nomor 429/PDT/2019/PT DKI juncto Nomor 314/Pdt.G/2015/PN Jkt. Tim

dan dibatalkan; Atau, apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang

seadil- adilnya; Bahwa terhadap memori kasasi tersebut, Termohon Kasasi telah

mengajukan Kontra Memori Kasasi tanggal 2 Desember 2020 yang pada pokoknya

menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi; Menimbang, bahwa terhadap

alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat: Menimbang, setelah meneliti

Memori Kasasi tanggal 6 Agustus 2020 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 2

Desember 2020 dihubungkan dengan pertimbangan dan putusan judex facti dalam

hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Timur, tidak salah menerapkan hukum pada perkara a quo, dengan

pertimbangan sebagai berikut: Bahwa Penggugat dapat membuktikan Tergugat I,

Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum karena

Tergugat I dan II yang menguasai serta menyewakan tanah dan bangunan objek

sengketa tanpa alas hak kepada Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum;

Bahwa Penggugat adalah pemilik yang sah atas objek sengketa berdasarkan

Sertifikat Hak Milik Nomor 6323/Duren Sawit, Surat Ukur Nomor 2639/1989,

37
tanggal 10 Oktober 1989 atas nama Himi Malina; Menimbang, bahwa berdasarkan

pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan judex facti/Pengadilan Tinggi DKI

Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-

undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi HAJI

MUHAMMAD EFENDI RITONGA tersebut harus ditolak.

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi

ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi

dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini; Memperhatikan

Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan

Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain

yang bersangkutan.

Berdasarkan Putusan tersebut maka pada hari Senin, tanggal 12 September

2022, hakim menolak permohonan kasasi dari Haji Muhammad Efendi Ritonga

sebagai pemohon kasasi dan menghukum pemohon kasasi dengan membayar biaya

perkara sejumlah Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) dalam tingkat kasasi.

Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut Penulis berpendapat bahwa hakim

memiliki pandangan pada kasus ini karena ternyata pada putusan judex facti /

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

38
dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukanoleh Pemohon

tersebut harus ditolak.

39
BAB IV

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penulis terhadap pokok permasalahan yang telah

diuraikan di atas, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa upaya hukum ynag

terdapat pada Putusan Nomor 2840/K/Pdt/2022. Dalam pertimbangan hakim

menyatakan bahwa upaya hukum biasa pada perkara ini adalah kasasi. Pengaturan

mengenai kasasi diatur di dalam permohonan kasasi yang diatur dalam Pasal 46 –

48 UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 jo. UU No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah

Agung. Berdasarkan Putusan Hakim pada hari Senin, tanggal 12 September 2022,

hakim menolak permohonan kasasi dari Haji Muhammad Efendi Ritonga sebagai

pemohon kasasi dan menghukum pemohon kasasi dengan membayar biaya perkara

sejumlah Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) dalam tingkat kasasi.

Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut Penulis berpendapat bahwa

hakim memiliki pandangan pada kasus ini karena ternyata pada putusan judex facti

/ Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukanoleh

Pemohon tersebut harus ditolak.

40
B. Saran
Dalam melanjutkan penelitian dan pengembangan makalah ini, beberapa

saran dapat diambil untuk memperdalam pemahaman tentang perkara diatas bahwa

upaya hukum penting Upaya hukum sangat penting dalam hukum perdata karena

memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak puas dengan putusan hakim untuk

mengajukan permohonan pembatalan atau pernyataan tidak sah kepada Mahkamah

Agung. Dengan adanya upaya hukum, pihak yang merasa dirugikan dapat

memperjuangkan haknya dan memperoleh keadilan yang seharusnya. Selain itu,

upaya hukum juga dapat memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang terjadi

dalam putusan pengadilan sebelumnya. Oleh karena itu, upaya hukum sangat

penting dalam memastikan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang

terlibat dalam suatu perkara.

41
DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

46 – 48 UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 jo. UU No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

BUKU

Sarwono, Hukum Acara Perdata : Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta

M. Natsir Asnawi, Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press, Yogyakarta, 2014

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta; sinar Grafika, 2008

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty. 2002

Fence M. Wantu, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, dan kemanfaatan, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2011,

Laila, Herinawati, Hukum Acara Perdata,Unimal Press, sulawesi, 2015

Martha Eri Safira, Hukum Acara Perdata, CV. Nata Karya, Ponorogo, 2012.

Retnowulan sutanto dan iskandar oeripkartiwinata, Hukum Acara Perdata dalam teori dan

praktek,1995, Mandar Maju, bandung,

42
Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogtakarta

Rumawi,dkk. Hukum Acara Perdata (bandung, Widina Bakti Persada, 2021)

Syahrul Sitorus, Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata

Yulia, Hukum Acara Perdata,Unimall Press, Sulawesi, 2018

Bambang, Sugeng, Sujayadi. 2013: Pengantar Hukum Acara Perdata dan

Contoh Dokumen Ligilasi, Jakarta: Kharisma Putra Utama

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

Safira, Marta Eri. Hukum Acara Perdata. 2017 (Ponorogo: Nata Karya)

Rumawi, dkk. Hukum Acara Perdata. (Bandung: Widina Bakti Persada, 2021)

Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta, 2014 asyid, Laila M. Pengantar Hukum Acara Perdata. 2015

(Lhoksmawe: Unimal Press)

Sarwono, Hukum Acara Perdata : Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

JURNAL

Syahrul Sitorus, Upaya Hukum Dalam Acara Perdata, Jurnal Hikmah, Volume 15, (Januari-

Juni 2018)

43
Ning Adiasih. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata Yang

Hukumnya tidak ada atau Hukumnya Tidak jelas, 2020

44

Anda mungkin juga menyukai