Di Susun Oleh:
RISALDI ROSWAN
04020220556
FAKULTAS HUKUM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas untuk memenuhi tuntutan akademik
di bidang hukum perdata, khususnya dalam buku IV yang membahas tentang
pembuktian dan daluwarsa.
Buku IV Hukum Perdata merupakan salah satu bagian penting dalam hukum
perdata yang membahas mengenai pembuktian dan daluwarsa. Dalam buku ini,
dijelaskan mengenai bagaimana seseorang dapat membuktikan klaim atau tuntutan
yang diajukan di depan pengadilan dan juga mengenai waktu yang diberikan oleh
undang-undang untuk mengajukan tuntutan.
Penulis
2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I ................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN.................................................................................................................................. 6
PENUTUP ....................................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Hukum perdata merupakan salah satu cabang hukum yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Hukum perdata mengatur mengenai hubungan antara
individu atau badan hukum yang terkait dengan hak-hak mereka, kewajiban, dan
tanggung jawab. Buku IV Hukum Perdata tentang Pembuktian dan Daluwarsa
adalah salah satu bagian dari hukum perdata yang sangat penting dan tidak dapat
diabaikan. Pembuktian dan Daluwarsa adalah dua hal yang terkait erat dengan
hukum perdata, dimana pembuktian berkaitan dengan cara membuktikan
kebenaran suatu tuntutan, sedangkan daluwarsa berkaitan dengan batas waktu
untuk mengajukan tuntutan.
B. Rumusan Masalah
5
1. Bagaimanakah pengertian serta teori-teori yang menjelaskan tentang
pembuktian?
2. Apa-apa saja alat yang digunakan dalam perkara pembuktian?
3. Bagaimanakah pengertian, syarat, serta bentuk daluwarsa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembuktian
6
Pembuktian dalam hukum perdata juga dianggap sebagai sebagian dari
perkara hukum acara perdata. Dalam hal ini hukum pembuktian hanya berlaku
dalam perkara sengketa yang sering diselesaikan dalam acara perdata. Dengan
adanya hukum pembuktian inilah hakim dapat menentukan pihak mana yang
menang dan kalah (Wansyah, 2014:10). Menang atau kalah merupakan
konsekuensi seberapa kuat atau pun lemah bukti yang diajukan oleh beberapa
pihak dalam menyelesaikan perkara sengketa, untuk itu adanya pembuktian dalam
menyeleseaikan perkara sangat diorientasikan.
1. Hukum materil adalah hukum dalam suasana damai, dan hukum formil
adalah suasana pertentangan. Hukum pembuktian sebagai bagian dari
hukum acara, dan dalam hukum acara terdapat pertentangan-pertentangan,
untuk itu menurut pandangan pertama ini hukum pembuktian diartikan
sebagai hukum formil dikarenakan sebuah indikator, yaitu adanya
pertentangan
2. Hukum materil adalah suatu aturan mengenai isi aturan, dan hukm formil
adala suatu aturan yang mengenai bentuk luar. Berbeda dengan pendekatan
yang pertama pendekatan ini mengetikan hukum pembuktian termasuk
dalam hukum materil, pendekatan ini menggunakan gugatan sebagai
indikator utama dalam mengartikan hukum pembuktian. Artinya adalah
hukum gugatan merupakan kumpulan-kumpulan yang melukiskan hukum
materil.
7
B. Teori-teori Pembuktian
Ilmu pasti memandang pembuktian harus logis dan seksama. Sebagai contoh
ilmu pasti dapat membuktikan secara pasti bahwa tiga ditambah dengan dua
ditambah tiga hasilnya tetap akan sama, dan dua garis yang sejajar tidak akan
pernah bertemu merupakan hal yang tak dapat diperdebatkan lagi validitas dan
kebenaran pembuktiannya.
8
Siapa yang datang kepada hakim, maka perbuatannya tidak lain dari
pada meminta kepada hakim untuk melaksanakan peraturan hukum atas
fakta-fakta yang penuntut kemukakan. Untuk itu, perlu fakta tersebut
dibuktikan kebenarannya, yang akan mengesahkan pelaksanaan peraturan
hukum termaksud hakim bersifat pasif. Hakim mengambil undang-
undang, kemudian membacanya disana (apabila seorang datang kepadanya
dengan tagihan karena jual-beli) apa pembeliannya itu, dilihatnya apakah
yang dibuktikan oleh penuntut memenuhi syarat undang-undang, dan
berdasarkan pemeriksaan ini mengabulkan tagihan itu, atau menolaknya.
C. Alat-alat Pembuktian
1. Bukti tulisan;
2. Bukti dengan sakasi-saksi;
3. Persangkaan-persangkaan;
4. Pengakuan;
5. Sumpah;
9
1. Bukti Tulisan
2. Bukti Saksi-saksi
10
Artinya, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai
keterangan seorang saksi. Seorang saksi yang sangat rapat hubungan
kekeluargaan dengan pihak yang berperkara, dapat ditolak oleh pihak
lawan, sedangkan saksi itu sendiri dapat meminta dibebaskan dari
kewajibannya untuk memberikan kesaksian.Selanjutnya, undang-undang
menetapkan bahwa keterangan satu saksi tidak cukup. Artinya, hakim tidak
boleh mendasarkan putusan tentang kalah menangnya suatu pihak atas
keterangannya satu saksi saja. Jadi kesaksian itu selalu harus ditambah
dengan suatu alat pembuktian lain.
Perlu diketahui juga bahwa terdapat golongan orang yang tidak dapat
dijadikan sebagai saksi, yaitu orang yang belum berumur 15 tahun, orang
yang dungu, sakit jiwa, mata gelap yang berada di bawah pengampuan,
orang yang lemah ingatannya (pitlo, 1968:115).
3. Persangkaan-persangkaan
11
berbuat demikian, apabilah undang-undang tidak menyinggung
persangkaan tampa memakai persangkaan orang hamper tidak mungkin
melaksanakan pembuktian (pitlo,1968:123).
12
kemukakan dari pihak lawan. Sebenarnya pengakuan bukan suatu alat
pembuktian, karena jika suatu pihak mengakui sesuatu hal, maka pihak
lawan dibebaskan untuk membuktikan hak tersebut, sehingga tidak dapat
dikatakan pihak lawan ini telah membuktikan hal tersebut. Sebab
pemeriksaan didepan hakim belum sampai pada tingkat pembuktian.
Menurut undang-undang, suatu pengakuan di depan hakim,
merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau
peristiwa yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan
menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah
terjadi, meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu
sungguh-sungguh telah terjadi. Adakalanya, seorang tergugat dalam suatu
perkara perdata mengakui suatu peristiwa yang diajukan oleh penggugat,
tetapi sebagai pembelaan mengajukan suatu peristiwa lain yang
menghapuskan dasar tuntutan. Misalnya, ia mengakui adanya perjanjian
jual beli, tetapi mengajukan bahwa ia sudah membayar harganya barang
yang telah ia terima dari penggugat.
5. Sumpah
13
Tidak semua orang suka pada kebenaran. Hal ini berlaku secara
menonjol apabila kepentingannya dipertaruhkan. Selain dari itu ilmu
spikologi mengajarkan kepada kita, bahwa tidak berkata benar tidak selalu
disebabkan oleh karena kita tidak berkehendak untuk mengatakan
sebenarnya, akan tetapi oleh karena kita tidak sanggup mengatakan hal
yang sebenarnnya, tidak ada sesuatu keterangan pun yang dapat diastikan,
bahwa tidak berisikan kebenaran, wakapun, tergantung dari orang yang
memberikan keterangan itu dan dari keadaan keliling dimana ini telah
terjadi, keterangan yang satu lebih dapat dipercaya dari pada yang lain
(pitlo,1968:172).
14
itu. Sebaliknya ia akan dikalahkan apabila dia menolak pengangkatan
sumpah itu. Jika suatu pihak yang berperkara hendak memerintahkan
pengangkatan suatu sumpah yang menentukan, hakim harus
mempertimbangkan dahulu apakah ia dapat mengizinkan perintah
mengangkat sumpah itu. Untuk itu hakim memeriksa apakah hal yang
disebutkan dalam perumusan sumpah itu sungguh-sungguh mengenai suatu
perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh pihak yang mengangkat
sumpah atau suatu peristiwa yang telah dilihat sendiri oleh pihak itu.
Selanjutnya harus dipertimbangkan apakah sungguh-sungguh dengan
terbuktinya hal yang disumpahkan itu nanti perselisihan antara kedua pihak
yang berperkara itu dapat diakhiri, sehingga dapat dikatakan bahwa
sumpah itu sungguh-sungguh ”menentukan” jalannya perkara. Suatu
sumpah tambahan, adalah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim
pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu barpendapat bahwa
didalam suatu perkara sudah terdapat suatu ”permulaan pembuktian”, yang
perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang
memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang
terdapat itu. Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah
tambahan atau tidak dan apakah suatu hal sudah merupakan permulaan
pembuktian.
15
tambahan diperintahkan oleh hakim karena jabatannya, jadi atas kehendak
hakim itu sendiri.
Tidak semua orang suka pada kebenaran. Hal ini berlaku secara
menonjol apabila kepentingannya dipertaruhkan. Selain dari itu ilmu
spikologi mengajarkan kepada kita, bahwa tidak berkata benar tidak selalu
disebabkan oleh karena kita tidak berkehendak untuk mengatakan
sebenarnya, akan tetapi oleh karena kita tidak sanggup mengatakan hal
yang sebenarnnya, tidak ada sesuatu keterangan pun yang dapat diastikan,
bahwa tidak berisikan kebenaran, wakapun, tergantung dari orang yang
memberikan keterangan itu dan dari keadaan keliling dimana ini telah
terjadi, keterangan yang satu lebih dapat dipercaya dari pada yang lain.
D. Pengertian Daluwarsa
Salah satu fungsi dari hukum objektif adalah melindungi keadaan yang ada.
Apa yang ada seyogiyanyalah dilindungi. Tata masyarakat menghendakinya.
Pemlik dari sebidang tanah dalam melawan orang yang memakai sebagian dari
tanahnya tanpa izinnya. Seorang kreditur dapat menggugat debiturnya yang lalai
membayar. Bagaimana caranya orang mempertahankan haknya diatur oleh
undang-undang.
Orang yang haknya dilanggar dapat juga bersifat pasiv. Pemilik tanah
membiarkan orang menyerobot tanahnya. Kreditur membiarkan saja debiturnya
membayar. Hal ini bisa terjadi, oleh karena orang tidak mengetahui, bahwa ada
pelanggaran hak. Bisa juga terjadi oleh karena ia tidak cekatan, suka mengalah,
atau oleh suatu sebab lain apapun maka terjadilah sesuatu yang nyata yang
berlawanan dengan keadaan menurut hukum. Pemerintah tidak dengan sendirinya
mencampuri hal ini, karena tidak berada dibidang hukum perdata. Hakim
menunggu sampai orang yang dirugikan meminta jasanya.
16
Tata masyarakat menghendaki, bahwa keadaan yang baru ini, apabila sudah
lama berjalan menjadi suatu keadaan hukum, suatu tuntutan yang diladeni oleh
hukum. Adalah tidak patut apabila pemilik tanah selama 50 atau 100 tahun
membiarkan saja penyerobot dan ahli warisnya, kemudan tiba-tiba mengusr
mereka itu. Demikian juga tidak dapat dibenarkan juga apabla seorang kreditur,
sesuadah 50 atau 100 membiarkan saja debiturnya yang lalai itu, kemudian
menuntut debitur itu (Pitlo,1968:211).
E. Syarat-syarat Daluwarsa
Daluwarsa yang berlaku tidak hanya dilihat dari waktu yang telah lewat
sebagai akibat hukum. Akan tetapi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
supaya hukum daluwarsa ini berlaku. Dalam hal ini terdapat dua syarat yang harus
terpenuhi pertama yaitu kedudukan atau kekuasaan yang jelas terhadap suatu objek
daluwarsa tersebut, dan beritikad baik bagi orang yang telah mendapatkan
kekuasan terhadap benda tersebut.
Untuk menjadi orang yang berhak, diperlukan orang yang menguasai benda
dari orang lain selama waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, menguasai benda
itu bagi dirinya sendiri. Kemudian orang yang mendapatkan kekuasaan terhadapp
benda tersebut harus beritikad baik, agar supaya terhindar dari situasi yang dapat
merugikan orang lain (Pitlo,1968:214).
F. Bentuk-bentuk Daluwarsa
1. Acquisitieve Verjaring
Acquisitieve Verjaring Adalah lampau waktu yang menimbulkan hak.
Syarat adanya kedaluarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang
menguasai benda tersebut. Daluwarsa bentuk ini juga disebut sebagai
daluwarsa memperoleh.(Pitlo,1968:214)
17
Pasal 1963 KUH Perdata: Pasal 2000 NBW “ Siapa yang dengan itikad
baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda
tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar
atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan
suatu penguasaan selama dua puluh tahun “. Dan “ Siapa yang dengan
itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik
dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama
kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia
bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh
tahun sejak mulai menguasai benda tersebut. Misalnya: Nisa menguasai
tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama
waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah
pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum
tersebut.
2. Extinctieve Verjaring
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
B. Saran
Agar makalah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca, pastikan bahasa
dan penulisan yang digunakan jelas dan terstruktur dengan baik. Hindari
penggunaan kata-kata yang ambigu atau frasa yang terlalu rumit yang dapat
menyulitkan pembaca memahami isi makalah.
Tidak hanya mengulas teori-teori yang terkait, tetapi juga perlu memberikan
analisis yang mendalam mengenai aspek-aspek penting dalam Hukum Perdata
Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa. Dengan memberikan analisis yang
baik, pembaca dapat lebih memahami secara detail dan menyeluruh tentang
hukum tersebut.
20
terpercaya, seperti buku atau jurnal akademik, sehingga dapat memperkuat
argumen yang disampaikan dalam makalah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Wansyah, Riyo. “Pembuktian dan Daluwarsa”. diambil pada tanggal 15 juni 2017.
Dari http://riyowansyah.blogspot.co.id/2014/10/makalah-pembuktian-dan-
daluarsa.htm, 2014.
Tim Penyusun, 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Jakarta: Balai
Pustaka.
Anshoruddin. 2004. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum
Positif. Jakarta: Pustaka Pelajar.
22