PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
pembuktian dan daluwarsa tersebut. Untuk itu masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembuktian
3
pihak dalam menyelesaikan perkara sengketa, untuk itu adanya pembuktian dalam
menyeleseaikan perkara sangat diorientasikan.
1. Hukum materil adalah hukum dalam suasana damai, dan hukum formil
adalah suasana pertentangan. Hukum pembuktian sebagai bagian dari
hukum acara, dan dalam hukum acara terdapat pertentangan-pertentangan,
untuk itu menurut pandangan pertama ini hukum pembuktian diartikan
sebagai hukum formil dikarenakan sebuah indikator, yaitu adanya
pertentangan
2. Hukum materil adalah suatu aturan mengenai isi aturan, dan hukm formil
adala suatu aturan yang mengenai bentuk luar. Berbeda dengan pendekatan
yang pertama pendekatan ini mengetikan hukum pembuktian termasuk
dalam hukum materil, pendekatan ini menggunakan gugatan sebagai
indikator utama dalam mengartikan hukum pembuktian. Artinya adalah
hukum gugatan merupakan kumpulan-kumpulan yang melukiskan hukum
materil.
B. Teori-teori Pembuktian
Ilmu pasti memandang pembuktian harus logis dan seksama. Sebagai contoh
ilmu pasti dapat membuktikan secara pasti bahwa tiga ditambah dengan dua
ditambah tiga hasilnya tetap akan sama, dan dua garis yang sejajar tidak akan
pernah bertemu merupakan hal yang tak dapat diperdebatkan lagi validitas dan
kebenaran pembuktiannya.
4
Pembuktian prespektif ilmu hukum tidak seperti pembuktian prespektif ilmu
pasti. Ilmu hukum menolak pembuktian dari penalaran logis yang menurut ilmu
pasti akan menghasilkan kepastian, hal ini berbeda dengan anggapan ilmu hukum
bahwa pembuktian baik banyak maupun sedikit tidak memiliki kepastian. Asumsi
ilmu hukum tentang hal ini adalah jika bukti itu sempurna, maka bukti sangkalan
tidak mungkin diberikan (Pitlo,1968:8).
Siapa yang datang kepada hakim, maka perbuatannya tidak lain dari
pada meminta kepada hakim untuk melaksanakan peraturan hukum atas
fakta-fakta yang penuntut kemukakan. Untuk itu, perlu fakta tersebut
dibuktikan kebenarannya, yang akan mengesahkan pelaksanaan peraturan
hukum termaksud hakim bersifat pasif. Hakim mengambil undang-
undang, kemudian membacanya disana (apabila seorang datang kepadanya
dengan tagihan karena jual-beli) apa pembeliannya itu, dilihatnya apakah
5
yang dibuktikan oleh penuntut memenuhi syarat undang-undang, dan
berdasarkan pemeriksaan ini mengabulkan tagihan itu, atau menolaknya.
C. Alat-alat Pembuktian
1. Bukti tulisan;
2. Bukti dengan sakasi-saksi;
3. Persangkaan-persangkaan;
4. Pengakuan;
5. Sumpah;
1. Bukti Tulisan
6
ditentukan oleh undang-undan, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-
pegawai umum yang berkuasa. Selanjutnya yang dimaksudkan dengan
tulisan dibawah tangan pasal 1874 undang-undang B.W menyebutkan
bahwa tulisan yang ditandatangani diberi suatu pernyataan dari seorang
notaries atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang dari
mana bahwa ia mengenal sipenanda tangan atau bahwa orang yang
diperkenalkan kepdannya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepda si
penandatangan, dan bahwa setelah itu penanda tangan telah dilakukan
dihadapan pegawai tersebut.
2. Bukti Saksi-saksi
7
boleh mendasarkan putusan tentang kalah menangnya suatu pihak atas
keterangannya satu saksi saja. Jadi kesaksian itu selalu harus ditambah
dengan suatu alat pembuktian lain.
Perlu diketahui juga bahwa terdapat golongan orang yang tidak dapat
dijadikan sebagai saksi, yaitu orang yang belum berumur 15 tahun, orang
yang dungu, sakit jiwa, mata gelap yang berada di bawah pengampuan,
orang yang lemah ingatannya (pitlo, 1968:115).
3. Persangkaan-persangkaan
8
persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden).
Persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang (watterlijk vermoeden),
pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban
membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang
berperkara. Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang
berturut-turut. Menurut UU menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang
sewa untuk waktu yang sebelumnya juga telah dibayar olehnya.
Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden), terdapat
pada pemeriksaan suatu perkara dimana tidak terdapat saksi-saksi yang
dengan mata kepalanya sendiri telah melihat peristiwa itu. Misalnya, dalam
suatu perkara dimana seorang suami mendakwa istrinya berbuat zina
dengan lelaki lain. Hal ini tentunya sangat sukar memperoleh saksi-saksi
yang melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan zina itu. Akan
tetapi, jika ada saksi-saksi yang melihat si istri itu menginap dalan satu
kamar dengan seorang lelaki sedangkan didalam kamar tersebut hanya ada
satu buah tempat tidur saja, maka dari keterangan saksi-saksi itu hakim
dapat menetapkan suatu persangkaan bahwa kedua orang itu sudah
melakukan perbuatan zina. Dan memang dalam perbuatan zina itu
lazimnya hanya dapat dibuktikan dengan persangkaan.
4. Pengakuan
A.Pitlo (1968:150) berpendapat bahwa Pengakuan adalah keterangan
dari salasatu pihak dalam satu perkara, dimana ia mengakui dimana apa
yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang di
kemukakan dari pihak lawan. Sebenarnya pengakuan bukan suatu alat
pembuktian, karena jika suatu pihak mengakui sesuatu hal, maka pihak
lawan dibebaskan untuk membuktikan hak tersebut, sehingga tidak dapat
dikatakan pihak lawan ini telah membuktikan hal tersebut. Sebab
pemeriksaan didepan hakim belum sampai pada tingkat pembuktian.
9
Menurut undang-undang, suatu pengakuan di depan hakim,
merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau
peristiwa yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan
menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah
terjadi, meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu
sungguh-sungguh telah terjadi. Adakalanya, seorang tergugat dalam suatu
perkara perdata mengakui suatu peristiwa yang diajukan oleh penggugat,
tetapi sebagai pembelaan mengajukan suatu peristiwa lain yang
menghapuskan dasar tuntutan. Misalnya, ia mengakui adanya perjanjian
jual beli, tetapi mengajukan bahwa ia sudah membayar harganya barang
yang telah ia terima dari penggugat.
5. Sumpah
Tidak semua orang suka pada kebenaran. Hal ini berlaku secara
menonjol apabila kepentingannya dipertaruhkan. Selain dari itu ilmu
spikologi mengajarkan kepada kita, bahwa tidak berkata benar tidak selalu
disebabkan oleh karena kita tidak berkehendak untuk mengatakan
10
sebenarnya, akan tetapi oleh karena kita tidak sanggup mengatakan hal
yang sebenarnnya, tidak ada sesuatu keterangan pun yang dapat diastikan,
bahwa tidak berisikan kebenaran, wakapun, tergantung dari orang yang
memberikan keterangan itu dan dari keadaan keliling dimana ini telah
terjadi, keterangan yang satu lebih dapat dipercaya dari pada yang lain
(pitlo,1968:172).
11
mengangkat sumpah itu. Untuk itu hakim memeriksa apakah hal yang
disebutkan dalam perumusan sumpah itu sungguh-sungguh mengenai suatu
perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh pihak yang mengangkat
sumpah atau suatu peristiwa yang telah dilihat sendiri oleh pihak itu.
Selanjutnya harus dipertimbangkan apakah sungguh-sungguh dengan
terbuktinya hal yang disumpahkan itu nanti perselisihan antara kedua pihak
yang berperkara itu dapat diakhiri, sehingga dapat dikatakan bahwa
sumpah itu sungguh-sungguh ”menentukan” jalannya perkara. Suatu
sumpah tambahan, adalah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim
pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu barpendapat bahwa
didalam suatu perkara sudah terdapat suatu ”permulaan pembuktian”, yang
perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang
memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang
terdapat itu. Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah
tambahan atau tidak dan apakah suatu hal sudah merupakan permulaan
pembuktian.
12
disebabkan oleh karena kita tidak berkehendak untuk mengatakan
sebenarnya, akan tetapi oleh karena kita tidak sanggup mengatakan hal
yang sebenarnnya, tidak ada sesuatu keterangan pun yang dapat diastikan,
bahwa tidak berisikan kebenaran, wakapun, tergantung dari orang yang
memberikan keterangan itu dan dari keadaan keliling dimana ini telah
terjadi, keterangan yang satu lebih dapat dipercaya dari pada yang lain.
D. Pengertian Daluwarsa
Salah satu fungsi dari hukum objektif adalah melindungi keadaan yang ada.
Apa yang ada seyogiyanyalah dilindungi. Tata masyarakat menghendakinya.
Pemlik dari sebidang tanah dalam melawan orang yang memakai sebagian dari
tanahnya tanpa izinnya. Seorang kreditur dapat menggugat debiturnya yang lalai
membayar. Bagaimana caranya orang mempertahankan haknya diatur oleh
undang-undang.
Orang yang haknya dilanggar dapat juga bersifat pasiv. Pemilik tanah
membiarkan orang menyerobot tanahnya. Kreditur membiarkan saja debiturnya
membayar. Hal ini bisa terjadi, oleh karena orang tidak mengetahui, bahwa ada
pelanggaran hak. Bisa juga terjadi oleh karena ia tidak cekatan, suka mengalah,
atau oleh suatu sebab lain apapun maka terjadilah sesuatu yang nyata yang
berlawanan dengan keadaan menurut hukum. Pemerintah tidak dengan sendirinya
mencampuri hal ini, karena tidak berada dibidang hukum perdata. Hakim
menunggu sampai orang yang dirugikan meminta jasanya.
Tata masyarakat menghendaki, bahwa keadaan yang baru ini, apabila sudah
lama berjalan menjadi suatu keadaan hukum, suatu tuntutan yang diladeni oleh
hukum. Adalah tidak patut apabila pemilik tanah selama 50 atau 100 tahun
membiarkan saja penyerobot dan ahli warisnya, kemudan tiba-tiba mengusr
mereka itu. Demikian juga tidak dapat dibenarkan juga apabla seorang kreditur,
13
sesuadah 50 atau 100 membiarkan saja debiturnya yang lalai itu, kemudian
menuntut debitur itu (Pitlo,1968:211).
E. Syarat-syarat Daluwarsa
Daluwarsa yang berlaku tidak hanya dilihat dari waktu yang telah lewat
sebagai akibat hukum. Akan tetapi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
supaya hukum daluwarsa ini berlaku. Dalam hal ini terdapat dua syarat yang harus
terpenuhi pertama yaitu kedudukan atau kekuasaan yang jelas terhadap suatu objek
daluwarsa tersebut, dan beritikad baik bagi orang yang telah mendapatkan
kekuasan terhadap benda tersebut.
Untuk menjadi orang yang berhak, diperlukan orang yang menguasai benda
dari orang lain selama waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, menguasai benda
itu bagi dirinya sendiri. Kemudian orang yang mendapatkan kekuasaan terhadapp
benda tersebut harus beritikad baik, agar supaya terhindar dari situasi yang dapat
merugikan orang lain (Pitlo,1968:214).
F. Bentuk-bentuk Daluwarsa
1. Acquisitieve Verjaring
Acquisitieve Verjaring Adalah lampau waktu yang menimbulkan hak.
Syarat adanya kedaluarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang
menguasai benda tersebut. Daluwarsa bentuk ini juga disebut sebagai
daluwarsa memperoleh.(Pitlo,1968:214)
Pasal 1963 KUH Perdata: Pasal 2000 NBW “ Siapa yang dengan itikad
baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda
tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar
atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan
14
suatu penguasaan selama dua puluh tahun “. Dan “ Siapa yang dengan
itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik
dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama
kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia
bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh
tahun sejak mulai menguasai benda tersebut. Misalnya: Nisa menguasai
tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama
waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah
pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum
tersebut.
2. Extinctieve Verjaring
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
Wansyah, Riyo. “Pembuktian dan Daluwarsa”. diambil pada tanggal 15 juni 2017.
Dari http://riyowansyah.blogspot.co.id/2014/10/makalah-pembuktian-dan-
daluarsa.htm, 2014.
Tim Penyusun, 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Jakarta: Balai
Pustaka.
Anshoruddin. 2004. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum
Positif. Jakarta: Pustaka Pelajar.
17