Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah “Alat-alat bukti dan tahapan
pembuktian” ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Di dalam makalah ini akan disampaikan masalah mengenai “Alat-Alat Bukti dan
Tahapan Pembuktian” yang sudah kami susun dan diselesaikan dengan baik sehingga dapat
dengan mudah di pahami oleh mahasiswa.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Dr. H. Zezen Zaenudin, M.Ag.
selaku dosen mata kuliah Peradilan Islam Di Indoensia yang telah membimbing kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami ucapkan juga kepada Orang Tua dan Keluarga
yang telah mensupport dan membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran guna membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah kami selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengadilan Agama, merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah. Peradilan
Agama adalah salah satu peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di
Indonesia yang berfungsi menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan umat
Islam Indonesia. Sedangkan kedudukannya terutama di era reformasi ini mencapai
puncak kekokohannya pada tahun 2001, saat disepakatinya perubahan ketiga UUD
1945 oleh MPR. Dalam pasal 24 UUD 1945 hasil amandemennya secara ekspelisit
dinyatakan bahwa lingkungan peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung.
Kemudian ditandai dengan disahkannya UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
Kehakiman sebagai perubahan atas UU No. 35 Tahun 1999. Dalam UU No. 4 Tahun
2004 disebutkan : “Bahwa semua lingkungan peradilan, termasuk Peradilan Agama,
pembinaan, organisasi, admistrasi dan pinansialnya dialih dari pemerintah kepada
Mahkamah Agung”
Untuk melakukan proses persidangan dalam suatu kasus ada beberapa tahapan
yang harus ditempuh yaitu, proses tahapan alat bukti. Alat bukti ialah upaya
pembuktian melalui alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-
dalil atau dalam perkara pidana dakwaan disidang penngadilan, misalnya keterangan
terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan termasuk persangkaan dan
sumpah. Dan bagaimana tahapan pembuktian dipengadilan:
Tahap Persidangan:
a. Tahap Pertama, Upaya Damai.
b. Tahap Kedua, Pembacaan Gugatan/Permohonan.
c. Tahap Ketiga, Jawaban Tergugat/Termohon.
d. Tahap Keempat, Replik.
e. Tahap Kelima, Duplik.
f. Tahap Keenam, Pembuktian.
g. Tahap Ketujuh, Kesimpulan.
h. Tahap Kedelapan, Musyawarah Majelis.
Sehingga hakim bisa memutuskan suatu perkara dengan tahapan-tahapan pembuktian
yang diterima.
Kita sebagai Mahasiswa Hukum memang sudah seharusnya memahami dan
mempelajari alat-alat bukti serta tahapan pembuktian dipengadilan apalagi kita
berfokus kepada Hukum Ekonomi Syariah yang tidak akan lepas dari Hukum Peradilan
Agama.
Dibuatnya makalah ini untuk mempermudah kita sebagai Mahasiswa Hukum
untuk memahami bagaimana pembuktian dipengadilan, diserahkannya alat-alat bukti
kepada hakim ketua sehingga putusan-putusan perkara keluar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi alat-alat bukti?
2. Apa macam-macam alat bukti?
3. Bagaimana tahapan pembuktian dipengadilan Agama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi alat bukti.
2. Untuk mengetahui macam-macam alat bukti.
3. Untuk mengetahui tahapan pembuktian dipengadilan Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alat Bukti
Definisi alat bukti perdata pasal 1866 KUHPerdata/Pasal 164 H.I.R terdiri dari 5
poin yaitu: Bukti Surat atau Akta, Bukti dengan saksi-saksi, Persangkaan-Persangkaan,
Pengakuan, Sumpah.
Dalam acara dipengadilan pasti selalu ada Penegak hukum. Lalu apa yang
dimaksud penegak hukum? Penegakan adalah upaya untuk menerjemahkan ide-ide
keadilan, kepastian hukum, dan utilitas sosial ke dalam kenyataan. Oleh karena itu,
penegakan hukum pada hakekatnya adalah proses mewujudkan pemikiran dan konsep
hukum yang diharapkan masyarakat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan
suatu proses yang melibatkan banyak hal. Penegakan adalah suatu proses dimana
norma hukum bekerja keras untuk mempertahankan atau berperan bagi para pelaku
dalam hubungan hukum dalam masyarakat dan kehidupan berbangsa.
Kemudian dalam pemutusan hukum dan penerimaan alat-alat bukti oleh seorang
hakim. Seorang hakim dapat menyelesaikan sebuah perkara yang diajukan kepadanya
dan penyelesaian itu memenuhi tuntuan keadilan, maka wajib baginya:
a. Mengetahui hakekat dakwaan/gugatan;
b. Mengetahui hukum Allah tentang kasus tersebut.
Adapun pengetahuan hakim tentang hakekat dakwaan/gugatan itu adakalanya ia
menyaksikan sendiri peristiwanya, atau menerima keterangan dari pihak lain yang
bersifat mutawatir, dan jika tidak demikian, maka tidak dapat disebut sebagai
pengetahuan hakim tapi hanya dapat disebut sebagai pengsangkaan (dhan).1
Adapun pengetahuan hakim tentang hukum Allah, yaitu bahwa hakim tersebut
harus memiliki pengetahuan tentang nash-nash yang qath’I, atau hukum-hukum yang
telah disepakati oleh ‘Ulama, dan jika tidak ditemukan ketentuan hukumnya pada nash-
nash yang qath’I dan tidak terdapat pula hukum yang disepakati oleh ‘Ulama, maka
ditempuhlah jalan ijtihad, dan jalan ijtihad ini pun didasarkan pada persangkaan yang
kuat (dhan).2