Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HADIST AHKAM JINAYAH

DAKWAAN DAN PEMBUKTIAN KESAKSIAN

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas kelompok 10

Dosen pengampu : SHOLIHIN GULTOM. MH

DI SUSUN OLEH

Kelompok :10

ALFARIZKYE ALQORNI : 0205212067

WULANDARI : 0205212054

AFWAN LUTFHI : 0205212092

ALDIANSYAH SIREGAR : 0205212085

PROKRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAH HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SUMATERA UTARA

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah Swt yang memberikan kemudahan sehinga bagi kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.selawat dan salam semoga terlimpah curah kepada
baginda rosullah Saw yang kita nantikan syafaatnya di akhirat nanti

Kami mengucapkan syukur kepada allah Swt atas limpahan nikmat sehatnya baik itu sehat fisik
dan akal sehinga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dari mata kuliah hadist ahkam
jinyah Dengan judul Dakwaan dan Pembuktian Kesaksian.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini kalah dari kata sempurna dan banyak kesalahan serta
kekurangan di dalam nya apabila terdapat kesalahan dari makalah kami mohon koreksiannya

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya bapak dosen mata kuliah
pada hari ini

Demikian semoga makalah kami ini dapat bermanfaat.terimakasih.

Medan, 12 september 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar belakang………………………………………………………………………………………...1

B.Rumusan masalah……………………………………………………………………………………..1

C.Tujuan pembahasan…………………………………………………………………………………...1

BAB II PEMBAHASAN.

A.Kesaksian……………………………………………………………………………………………...2

B.Dakwaan Dan Pembuktian…………………………………………………………………………….3

C.Ancaman sumpah palsu………………………………………………………………………………..4

BAB III PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………………………………………….5

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………....6
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Tidak dapat di pungkiri bahwa setiap manusia pastinya memiliki suatu perselisihan yangterjadi
di antara umat manusia. Di mana setiap manusia menuntut sesuatu terhadap orang lain.Terutama
umat islam, sehingga sangat dibutuhkan suatu hukum yang dapat mengatur jikaterjadinya suatu
perselisihan antara sesama manusia.

Di samping itu, Rasulullah memberitakan tentang tingkah laku manusia yang apa bila di
biarkan tanpa hukum yang mengatur dan dibebaskan untuk mendakwa secara sembarangan,maka
tentu setiap orang akan melakukan hal itu tanpa haq. Oleh karena itu setiap manusia
dalammenyelesaikan berbagai masalah yang terjadi antara ummat manusia, islam telah
memberikan beberapa konsep dasar untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Pendakwaan dan pembuktian kesaksian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak
dengan jalan memeriksa dan penalaran dari hakim. pembuktian dalam matakuliah hukum pidana
islam di kenal dengan adanya teori pembuktian negative atau di kenal dengan negative wettelijke
memiliki pengertian bahwa system pembuktian dalam persidangan pidana yang di gunakan oleh
hakim sebagai bentuk pertimbangan.

B.Rumusan masalah
1.Apa pengertian dari hadist dakwaan,dan pembuktian

2. Apa saja macam-macam pembuktian

3. Apa ancaman sumpah palsu

C.Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadist dakwaan

2. Untuk mengetahui macam-macam pembuktian

3. Mengetahui apa saja tentang ancaman hadis palsu


BAB II

PEMBAHASAN

1.DAKWAAN DAN PEMBUKTIAN KESAKSIAN

A.Kesaksian

Dalam bahasa Arab saksi dikenal dengan sebutan syaha>dan. Orang yang menjadi saksi
disebut dengan sya>hid (saksi laki-laki) atau syahidah (saksi perempuan) yang diambil dari
timbangan ) ‫ ( شهادة – ي شهد – شهد‬sya>hida - yasyhadu – syahdan – syaha>datang yang berarti
menyampaikan sesuatu sesuai yang ia ketahui melalui kesaksian; memberikan kabar yang pasti
(akurat dan kredibel).

Kesaksian adalah “keterangan atau pernyataan yang diberikan oleh saksi.” Artinya adanya suatu
informasi yang di sampaikan oleh seseorang yang disebut sebagai saksi karena ia mengetahui
kejadian suatu peristiwa yang terkait dengan ke saksiannya. Dalam definisi yang lain kesaksian
adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang suatu peristiwa yang
diperkarakan dengan jalan memberitahukan secara lisan dan secara pribadi oleh orang yang
bukan salah satu pihak dalam berperkara serta ia juga dipanggil dalam persidangan.1

Keterangan yang pasti atau meyakinkan dimaksudkan di atas sudah tentu yang menjadi saksi
adalah orang yang mengetahui dengan jelas tentang suatu peristiwa yang dilihatnya sendiri.
Adapun pendapat atau dugaan yang diperoleh melalui berfikir tidak termasuk dalam suatu
kesaksian.

1. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa kesaksian adalah keterangan yang diberikan oleh
saksi. Dengan demikian saksi adalah :

Sendiri suatu orang yang melihat atau mengetahui kejadian (peristiwa). Orang yang di mintai
hadirpada suatu peristiwa yang di anggap mengetahi kejadian tersebut dan Orang yang
memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa. Keterangan
(bukti pernyataan) yang diberikan oleh orang yang melihat atau mengetahui. Bukti kebenaran.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan atau pernyataan yang pasti karena orang tersebut mengetahui kejadian
yang sebenarnya, sehingga nilai kesaksian yang di- berikan pun dapat dijadikan sebagai
keterangan yang kuat, bahkan di antara para pakar ada yang menyatakan untuk meng- ungkapkan
kebenaran, tidak cukup hanya melalui keterangan saksi tetapi mesti pula ditambah pembuktian
melalui bukti-bukti tertulis lainnya.

1
Thori Faud, Kajian hadist-hadist hukum pidana, (Yokyakarta 2018),h.16
Makna lainnya yang dapat dipahami dari pengertian di atas bahwa saksi adalah orang yang
diminta hadir untuk menyaksikan suatu peristiwa. Orang yang diminta menjadi saksi tersebut
adalah orang yang mencukupi syarat dan dipandang memahami dengan baik terhadap apa yang
disaksikannya

2. Dasar Hukum Kesaksian

Dari ibnu abbas r.a. katanya ,bahwa rasullah saw memeriksa perkara dengan sumpah dan dua
orang saksi.2

B.Dakwaan Dan Pembuktian

Kata “Dakwa” atau “Dakwaan” asalnya dari bahasa arab, yaitu dari kata “Da’wa” (bentuk
jamaknya ‘ad-Da-‘awa). Yaitu, menyandarkan ( mengklaim) kepemilikan sesuatu yang berada di
tangan orang lain atau di bawah tanggung jawab orang tersebut kepada dirinya.

Dari Ibnu Abbas ra. Bahasanya Nabi SAW bersabda : seumpamanya orang-orang diberi
sesuatu hanya cukup dengan dakwaan mereka, niscaya orang-orang mendakwakan darah dan
harta orang lain akan tetapi bagi yang didakwa berhak bersumpah.

Menurut asbabul wurudnya, ada dua orang yang berperkara dan keduanya berani angkat
sumpah, untuk itu hak sumpah masing-masing di adakan pilihan, maka siapa yang terpilih atau
keluar undiannya itulah yang berhak angkat sumpah dan di nyatakan menang atau benar
perkaranya

Hadits di atas menjelaskan mengenai penyelesaian kasus perselisihan yang terjadi di antara dua
orang yang salah seorang di antara mereka )( ‫ د‬mengaku bahwa haknya terampas oleh yang
lainnya ( ‫د‬ ). Berkenan dengan hal ini, Nabi SAW. Menjelaskan bahwa orang yang
mengaku bahwa haknya terampas oleh orang hendaknya dia memberikan bukti ( ) yang dapat
membenarkan dan menguatkan pengakuannya itu. Apabila orang yang mengaku haknya
terampas tidak dapat memberikan bukti-bukti tersebut, hendaknya orang yang tertuduh
merampas hak itu menyampaikan sumpah untuk menolak apa yang dituduhkan kepadanya
sehingga sumpah berada di pihaknya. Keberadaan sumpah tersebut dapat menguatkan posisinya
sebagai orang yang terbebas dari tuduhan.

2
H.A. Razak,Terjemahan hadist shahih muslim,(Jakarta 2001),h.31
Hukum-hukum pembuktian (Ahkam al-hayyinat) sama seperti halnya hukum-hukum islam
lainnya, merupakan hukum-hukum syara’ yang di gali dari dalil-dalil yang bersifat rinci.
Bayyinat (pembuktian) kadang-kadang terjadi pada kasus pidana (‘uqubat), kadang-kadang
terjadi pula pada kasus-kasus perdata (mu’amalat).Bukti adalah, semua hal yang bisa
membuktikan sebuah dakwaan. Bukti merupakan hujjah bagi orang yang mendakwa atas
dakwaanya.

Macam-macam Pembuktian:

1. Pengakuan

2. Sumpah

3. Kesaksian

4. Dokumen-dokumen tertulis yang meyakinkan.

Adanya bukti dipihak yang mengaku haknya terampas dan adanya sumpah di pihak orang yang
tertuduh mengandung hikmah bahwa seandainya semua orang yang mengaku-ngaku itu di
berikan kesempatan untuk memperoleh apa yang diakuinya tanpa ada bukti dan begitu pula
orang yang tertuduh mengelak tuduhan tersebut tampa ada sumpah, maka orang-orang yang
merasa tidak diawasi oleh Allah dan tidak merasa takut kepada siksa-nya akan merampas hak
orang lain dengan sekehendak hatinya, baik hak berupa kekayaan maupun jiwa. Namun
demikian, Allah yang maha bijaksana dan maha mengetahui telah menetapkan berbagai aturan
dan sanksinya bagi orang-orang yang menganggap remeh terhadap masalah kejahatan
perampasan hak orang lain sehingga tidak mudah bagi seseorang untuk mengaku dan menolak
sekehendak hatinya. Dengan berbagai aturan dan berbagai sanksinya itu.

Menurut Ibnu Daqiq Al-‘id, hadits diatas menunjukkan bahwa penetapan hukum harus
ditentukan berdasarkan ketetapan syara’, meskipun seorang mudda’i lebih mengarahkan pada
kebenaran terhadap pengakuannya.

3. Dasar Hukum Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hadis ini dari Rasulullah SAW dengan
lafaz:

Menurut riwayat Baihaqi dengan sanad shahih:“Bukti itu (wajib diadakan) bagi penggugat dan
sumpah itu (wajib dilakukan) bagi orang yang ingkar. ( HR. Al-Baihaqi)
Hadis ini kedudukannya besar sekali. Merupakan sumber dasar peradilan dan hukum, dimana
peradilan antara manusia itu hanya ada ketika terjadi perselisihan, seseorang mengaku bahwa
sesuatu itu merupakan hak-nya, tetapi kemudian diingkari oleh lawannya. Atau seseorang
mengaku bebas dari suatu tuntutan yang dikenakan padanya.

Nabi SAW menjelaskan hukum pokok yang dapat memecahkan perselisihan diantara mereka,
sehingga jelas siapa yang melakukan kebenaran dan siapa yang melakukan kebatilan. Orang
yang mengaku memiliki suatu barang, menuduh seseorang berutang, menuntut suatu hak dan
akibat-akibatnya pada orang lain, namun orang yang dituduh itu mengingkarinya, maka asal
pokok barang-barang itu adalah milik orang yang mengingkari tersebut. Orang yang menuduh
(menggugat) ini apa bila dapat mendatangkan bukti-bukti yang dapat menunjukkan kebenaran
pemilikannya. Sedangkan apabila tidak memperoleh bukti-bukti, maka ia bukan pemilik barang
yang dikuasai orang yang digugat itu, kecuali setelah disumpah yang merupakan alat pembuktian
pula. Begitu pula orang yang terbebas dari kewajiban yang harus ditanggungnya dan diingkari
oleh pemegang hak (tergugat), dengan katanya “ia tetap merupakan tanggungjawabnya”, maka
apabila penggugat memiliki bukti-bukti bahwa ia telah menunaikan (kewajiban itu), maka ia
bebas. Sedangkan apabila tidak ada bukti, maka orang tersebut tetap berkewajiban menunaikan
tanggungannya karena itu merupakan asal pokoknya. Tetapi, si pemegang hak (tergugat) itu juga
harus disumpah atas tetapnya kewajiban3.

C.Ancaman Sumpah Pals

Artinya ; Abdurrahman bin Abu bakar dari ayahnya bahwa rosulullah saw bersapda ; Maukah
kalian aku jelaskan tentang dosa-dosa besar ? Para sahabat menjawab ; tentunya rosullah!
Rasullah saw kemudian bersapda ; Yaitu menyekutukan allah, durhaka kepada kedua orang tua

3
Abdurrahman,Hadist umat Bukhari,muslim (muttafaq alaih),h.12-14
.kemudian rosullah saw membetulkan duduknya yang tadinya sedang bersandar pada salah satu
tanganya dan beliau kembali berkata ; Dan sumpah palsu atau kesaksian palsu (beliau mngulang
-ulangya) Rasulullah saw terus mengulangnya hinga kami berkata “ Alangkah baiknya kalau
rosulullah saw menyudahi dengan diam (HR.Abu DAUD dan at-tirmizi)4

sumpah sering kali dijadikan senjata untuk meraup simpati, empati,

dan kepercayaan masyarakat. Terlebih lagi saat seseorang hendak mengampu kekuasaan

dijajaran pemerintahan, sebagai salah satu persyaratan dalam pelantikan mereka akan

dihadapkan pada prosesi pengambilan sumpah yang dipandu oleh pemuka masingmasing. Bagi
umat Islam mereka bersumpah dengan nama Allah Swt., dan juga

meletakkan mushaf Al-Qur’an diatas pengakuan mereka.Namun sumpah yang telah

diambil tidak cukup untuk meredam hasrat untuk berbuat curang, beberapa pejabat yang

bersumpah untuk menjalankan tugas dan jabatan dengan sebaik-sebaiknya malah

melanggar sumpah tersebut.

Sumpah Palsu hukumnya haram dan para ulama telah sepakat memasukkannya

kedalam kategori dosa besar dikarenakan perilaku tersebut merupakan tindakan yang

sangat lancang kepada Allah dan akan merugikan dirinya disebabkan sumpahnya telah

disandarkan kepada Allah Swt.

sumpah yang diucapkan untuk menipu atau mengkhianati orang lain. Sumpah palsu ini adalah
salah satu dosa besar sehingga tidak ada kaffarat/dendanya atau tidak bisa ditebus dengan
kaffarat. Pelakunya wajib bertaubat nasuha.

4
Dr.H.Ardiansyah,lc,M.Ag,Kontektualisasi kajian hadist dan perkembangan kontemporer di dunia islam,h.7
BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan

Hukum Islam memiliki kekhususan mengenai kesaksian, yang mana dalam hukum Islam
mensyarakat seorang saksi harus bersifat adil berbeda dengan hukum positif yang tidak
mensyaratkan adil terhadap para saksi. Dalam hukum Islam memberikan kesaksian dengan
adil atau benar adalah suatu kewajiban bagi setiap kaum Muslim yang dibutuhkan untuk
mengemukakan suatu pristiwa hukum guna menegakkan keadilan dan menutup pintu kezaliman.
Banyak sekali kasus-kasus kejahatan yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan
disebabkan saksi yang takut memberikan keterangan karena mendapatkan ancaman, maka
kedepan yang perlu ditekankan adalah bagaimana jaminan perlindungan terhadap saksi dalam
perspektif hukum Islam

Dakwaan adalah kata dari “Dakwa” atau “Dakwaan”. Yaitu, “Da’wa” (Bentuk jamaknya ‘ad-
Da-‘awa, yaitu, menyandarkan kepemilikan sesuatu yang berada ditangan orang lain atau di
bawah tanggung jawab orang tersebut kepada dirinya. Selain itu Pembuktian yaitu, semua hal
yang bisa membuktikan sebuah dakwaan. Bukti merupakan suatu hujjah bagi orang yang
mendakwa atas dakwaannya. Macam-macam dakwaan meliputi: pengakuan, Sumpah,
kesaksian, dan dokumen-dokumen tertulis yang menyakinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Thohari, Fuad. 2018. Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana. Yogyakarta: Deepublish.

H.A.Rajak & H. Lathief,Rais.(2001).Shahih Muslim.Jakarta : Kebon Sirih Barat.

Abdurrahman. 2005. 99 Hadis Utama, Bukhari, Muslim (muttafaq alaih). Jakarta: Akademika

Pressindo

Dr.H. Ardiansyah,Lc.,M,Ag. 2002. Kontelektualisai Hadis Dan Perkembangan Kontemporer Di

Dunia Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai