Anda di halaman 1dari 12

HADIS HUKUM PERADILAN

(KESAKSIAN)

DOSEN PENGAMPU: M. NOOR, S.Ag., M.H.I

OLEH

NAMA : HAFIDATURAHMI
NIM :
NAMA : BAIQ RIADATUL JANNAH
NIM : 210202129
SEMESTER/KELAS : IV/D

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan kita kesempatan untuk
menikmati indahnya kehidupan sehingga kita dapat diperkenankan untuk bisa
mengelola dan menjaga bumi ini, dengan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah
(pemimpin) untuk negri khilafah. Solawat serta salam kami haturkan keharibaan
kekasih Allah yakni junjungan alam nabi besar Muhammad SAW. Dengan kehadiran
beliaulah manusia dapat saling mengenal satu sama lain dengan alqur’an sebagai
pedoman hidup manusia untuk dapat meraih kehidupan yang rukun dan damai dan
bisa mencapai khidupan ukhrawi.
Penulis membuat makalah ini dengan judul “Hadis Hukum Peradilan
(Kesaksian)” tidak hanya sebagi tugas akan tetapi penulis lebih untuk kemudian
sama-sama kita dalam rangka untuk mengetahui bagaimana persaksian seseorang
dalam peradilan agama Islam Tentunya dalam pembuatan makalah ini penulis jauh
dari kata sempurna untuk itu penulis berterimakasih atas bimbingan dosen pengampu
kami dan kepada orang-orang yang ikut andil dalam memberikan masukan dan saran
atas makalah ini.
Demikian kritikan terhadap makalah ini yang bersifat membangun dengan
demikian penulis terima dengan ikhlas agar kedepannya penulis dapat membuat
makalah lebih baik dari apa yang penulis hadapkan sekarang melalui makalah ini.

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 0
KATA PENGANTAR...................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG......................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................... 4
C. TUJUAN............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 5
A. BUNYI HADIS................................................................................... 5
B. PENJELASAN UMUM...................................................................... 5
C. PERAWI.............................................................................................. 6
D. KANDUNGAN HUKUM................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menetukan putusan pengadilan tentunya salah satu proses yang
di jadikan penentu yakni menghadirkan saksi yang berperan penting dalam
menentukan validitas suatu peristiwa atau fenomena. Seorang saksi menempati
kedudukan yang urgen, terlebih dalam kasus yang memerlukan pengadilan.
Dalam bahasa Arab, saksi berkenaan dengan syahadah.
Syahadah diambil dari kata musyaahadah yang berarti 'melihat dengan
mata.' Sebab, syahid (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa
yang disaksikan dan dilihatnya. Maknanya, pemberitahuan seseorang tentang
apa yang dia ketahui dengan lafal: "Aku menyaksikan atau aku telah
menyaksikan (asyhadu atau syahidtu). Dan para ulama sudah menentukan
syarat-syarat bagi seorang saksi untuk mencapai kebenaran di antara manusia,
yaitu bahwa saksi tersebut harus orang yang adil dan diridhai.
Wanita sebelum datangnnya Muhammad tentu memiliki pranata social
yang berbeda saat ini. Dimana keadaan Wanita di zaman jahiliah sangat tidsk
berarti karena pada kenyataanya, mereka tidak pernah dianggap keberadaanya.
Jangankan menjadi pemimpin, pewaris, atau saksi, perjuangan untuk hidup aja
susah, karena begitu sepasang keluarga yang mengandung seorang Wanita, maka
setelah lahir maka segera anak itu dikubur hidup-hidup untuk membuktikan
bahwa mereka membenci Wanita.
Berdasarkan fenomena budaya tersebut sangat memprihatikan situasi
perempuan yang tidak mendapatkan legalitas secara utuh. Lain halnya pada
masa Islam datang, meskipun belum sepenuhnya, situasi dengan Wanita telah
meningkat, mereka mulai mendapatkan hak istimewa mereka, terutama hak
untuk hidup, kemudian nabi Muhammad memberikan hak dan kedudukan
istimewa bahwa ibu (perempuan) mendapatkan kedudukan tiga kali dibanding

3
ayah (laki-laki satu kali), pengakuan ini sangat meningkat drastic setelah
mendapat pengakuan Rasulullah yang merupakan laki-laki terpercaya di
zamannya sampai saat ini. Dimana merka berlomba-lomba memperkenalkan
suku dan budaya masing-masing dengan selogan budaya, suku dan keturunan
terbaik.
Dalam persaksian tentunya ada sumber hukum secara ruang lingkup
penulis hanya membahas tentang hadis kesaksian sehingga dalam hal ini penulis
terfokus pada hadis hadis kesaksian yang diterima (kesaksian wanita) dan
memutus perkara berdasarkan bukti, terjemah hadis dan kajian kebahasaan ?

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadis kesaksian yang diterima untuk perempuan?
2. Bagaimana kandungan hukum Wanita dalam persaksian ?
C. Tujuan
1. Mengetahui hadis kesaksian yang diterima untuk perempuan!
2. Mengetahui kandungan hukum Wanita dalam persaksian!

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Kesaksian (Syahdah)


‫ك ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َأبِي بَ ْك ٍر ع َْن َأبِي ِه ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن‬ٍ ِ‫ت َعلَى َمال‬ ُ ‫ال قَ َرْأ‬
َ َ‫و َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ يَحْ يَى ق‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ي‬َّ ِ‫اريِّ ع َْن زَ ْي ِد ب ِْن خَالِ ٍد ْال ُجهَنِ ِّي َأ َّن النَّب‬
ِ ‫ص‬ َ ‫َع ْم ِرو ْب ِن ع ُْث َمانَ ع َْن اب ِْن َأبِي َع ْم َرةَ اَأْل ْن‬
‫َو َسلَّ َم قَا َل َأاَل ُأ ْخبِ ُر ُك ْم بِخَ ي ِْر ال ُّشهَدَا ِء الَّ ِذي يَْأتِي بِ َشهَا َدتِ ِه قَ ْب َل َأ ْن يُ ْسَألَهَا‬
Terjemahan : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata, aku
bacakan di hadapan Malik, dari Abdullah bin Abu Bakar dari ayahnya dari
Abdullah bin Amru bin Utsman dari Ibnu Abu 'Amrah Al Anshari dari Zaid bin
Khalid Al Juhani, bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Maukah aku beritahukan kepada
kalian mengenai saksi yang paling baik? Yaitu orang yang datang memberi
kesaksian sebelum diminta (untuk bersaksi)."(HR. Muslim, No. 3244).1
B. Penjelasan Umum
Hadis tersebut memberikan hak kesaksian bagi siapa saja namun
memberikan indikator saksi yang paling baik yakni orang yang bersaksi secara
sukarela tanpa ada tendensi dari pihak manapuan atau kepentingan atas kesaksian
tersebut. Ini menunjukkan bahwa kesaksian yang terhormat adalah saksi yang
ikhlas dalam bersaksi yang tentu menyandarkan diri kepada Allah sehingga kasus
yang disaksikan benar-benar mendaptkan legalitas dan tingkat kepercayaan.
Bersaksi tanpa diminta pun dibolehkan dalam hadis ini yang penting dasarnya
kejujuran bahwa apa yang dia persaksikan betul-betul mengetahuinya.
Berdasarkan dua dalil tersebut sangat jelas menginformasikan bahwa
kedudukan setiap manusia dalam persaksian terbuka lebar baik laki-laki maupun
perempuan,2 sehingga persaksian perempuan pun diterima dimata hukum, jika
layak menyampaikan bahwa berbanding dua karena ada indikasi tingkat

1
Aplikasi Ensiklopedia Hadis Kitab Muslim No 3244.
2
Hamka, “Dampak Sosial Budaya Atas Kesaksian Perempuan Dalam Hukum Islam” Jurnal
Hukum Pidana Islam Volume 3, No. 2, 2021. (Istitut Agama Islam Sinjai)

5
keterlupaan wanita tinggi. Jika perempuan terpercaya memungkinan diterimanya
saksi perempuan sekalipuan sendirinya ditambah

C. Perawi Hadis
1. Zaid bin Khalid al-Juhani al-Madani seorang sahabat yang masyhur.
Meninggal di Madinah, ada pendapat mengatakan di Kufah pada tahun 68
Hijrah atau 78 Hijrah ketika berusia 85 tahun. Dia meriwayatkan hadis
daripada Rasulullah SAW mengenai saksi yang paling baik.
2. Ibnu Abu 'Amrah Al Anshari
3. Abdullah bin Amru bin Utsman
4. Abdullah bin Abu Bakar
Ia lahir di kota Mekah, putra Abu Bakar bin Abi Quhafa, dari
bani Taim dari suku Quraisy, dan dari Qutaylah binti Abd-al-Uzza, yang
berasal dari bani Amir bin Luay. Orang tuanya bercerai segera sebelum atau
segera setelah kelahirannya. Masa kecil berjalan saat Nabi mulai berdakwah
di Mekah.

Ketika Nabi Muhammad dan Abu Bakar hijrah dari Mekah pada
September 622, Abu Bakar meminta Abdullah untuk mendengarkan
percakapan orang-orang di Mekah dan melaporkan berita hari itu kepada
mereka di Gua Tsur setiap malam. Abdullah melaporkan bahwa kaum Quraisy
telah mempersembahkan hadiah seratus unta kepada siapa saja yang bisa
menangkap Muhammad. Setiap pagi, ketika dia meninggalkan gua, pembantu
Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, akan memimpin kawanan domba melalui rute
yang sama untuk menutupi jejaknya, sekaligus memberi air susunya kepada
Nabi. Abdullah menemani selama 3 malam di Gua Tsur bersama Asma yang
tengah hamil. "Ia seorang yang cerdas." Ungkap Aisyah.

5. Malik

6
Imam Malik adalah salah satu ulama Fiqh yang paling dihormati juga
dikenal sebagai Imam Darul Hijrah. Kakek buyutnya Abi Aamer yang berasal
dari Yaman, masuk Islam pada tahun 2 H dan hijrah ke Dia berpartisipasi
dalam semua pertempuran bersama Nabi (saw) kecuali Perang Badar.
Malik lahir di dekat Madinah pada tahun 93 H. Ia mengenyam pendidikan di
Madinah dan menghubungi sekitar 900 ulama untuk mengumpulkan hadis. Ia
memperoleh banyak ilmu dari para murid para sahabat Nabi (saw).
Ia menguasai ilmu hadis pada usia 17 tahun dan mulai mengeluarkan Fatwa
setelah 70 ulama menegaskan kelayakannya untuk tujuan tersebut. Dia
mengumpulkan lebih dari 100.000 Hadis yang ditulis oleh tangannya.
6. Yahya bin Yahya
Yahya ibnu Yahya dari Andalusia yang menuntut ilmu kepada imam
Malik di Madinah. Pada suatu waktu tibalah sekelompok rombongan yang
entah berasal dari mana membawa gajah. pada saat itu gajah merupakan
binatang yang masih asing di Madinah. Murid-murid Imam Malik pun
berhamburan keluar ingin melihat gajah tersebut. Maklum mumpung ada
kesempatan langka, maka meski saat itu sedang berlangsung suatu majelis,
keluarlah murid-murid Imam Malik, kecuali satu orang yang tak beranjak dari
tempat duduknya sedikitpun. Hingga semuanya keluar Yahya bin Yahya tetap
di tempatnya, seperti tak ada sesuatu yang menarik di luar sana.
Imam Malik kemudian mendekati Yahya, “Mengapa engkau tidak keluar juga
untuk melihat gajah?” tanya Imam Malik. Yahya menjawab, ” Aku jauh-jauh
datang dari Andalusia untuk menuntut ilmu, bukan untuk melihat gajah.”
Imam Malik sangat kagum pada pemuda ini, yang mengutamakan ilmu dari
pada kesenangan sesaat di luar sana, dan karena keteguhan Yahya ini
beliau menggelarinya ‘aqilu Andalus’3

3
Amang Dede, “Kisah Yahya bin Yahya Yang Menuntut Ilmu ke Imam malik” Dalam
http://Kisah Yahya Ibnu Yahya Dari Andalusia Yang Menuntut Ilmu Pada Imam Malik - Islampos,
diakses tanggal 11 Mei 2023 pukul 22.30 wita.

7
7. Imam Muslim (204-261 H/783-840 M)
Beliau mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al
Qusyairy. Beliau dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah
muhadditsin dan hafidz yang terpercaya.
Dia pergi ke berbagai kota untuk berguru hadits kepada Yahya bin Yahya,
Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Mahran, Abu Hasan, Ibnu Hanbal, Abdullah bin
Maslamah, Yazid bin Mansur dan Abu Mas’ad, Amir bin Sawad, Harmalah bin Yahya,
Qatadah bin Sa’id, Al Qa’naby, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin Al Mutsanna,
Muhammad bin Rumhi dan lain-lain. Dalam bidang hadits, beliau memiliki karya
Jami’ush Shahih. Jumhur ulama mengakui kitab Shahih Muslim adalah secermat-
cermat isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya

D. Kandungan Hukum
Pada dasarnya ulama fiqih mengakui kedudukan perempuan sebagai saksi.
Namun demikian, namun ulama fiqih berbeda pendapat tentang penerima
kesaksian perempuan baik berdasarkan jumlah saksi maupun masalah yang
diminta kesaksian. Adapun dalam masalah apa kesaksian dua orang tersebut dapat
diterima
Bersama dengan kesaksian seorang laki-laki ulama fiqih berbeda
pendapat.4
1. Menurut Imam Hanafi kesaksian dua orang perempuan dengan seorang laki-
laki dapat diterima dalam masalah yang berkaitan hak-hak sipil, baik berupa
harta, seperti nikah, talaq, iddah hiwalah, wakaf, wasiat, hibah, ikrar, ibra’,
kelahiran dan nasab. Adapun penerimaan kesaksian perempuan tersebut
didasarkan pada kualifikasi yang dimiliki oleh perempuan tersebut untuk
menjadi saksi, yaitu perempuan tersebut memiliki kesaksian atas apa yang
dilihat dan tau didengar, kecermatan/ingatan yang kuat, dan kemampuan
4
Siska Lis Sulitiani, “Peradilan Islam”, (Jakarta Timur: Sinar Grafika). Tahun 2020. Hlm 126.

8
untuk memberikan kesaksian. Sementara nilai kesaksian dua orang perempuan
sama dengan nilai seorang laki-laki adalah karena perempuan lemah
ingatannya karena lebih sering lupa.
2. Menurut ulama Syafi’, Maliki dan hambali, kesaksian perempuan Bersama
laki-laki hanya dapat diterima dalam masalah harta, seperti jual beli, sewa,
hibah, wasiat, gadai dan kafalah.

9
BAB III
KESIMPULAN

Dalam hadis di atas disebutkan bahwa perempuan memiliki hak dalam


pemberian kesaksian. Menurut imam mazhab kesaksian dua orang perempuan
dengan seorang laki-laki terletak pada persoalan harta kecuali ada hal yang
mendesak yang menyebabkan kesaksian perempuan berlaku dalam tindak
pidana.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Ensiklopedia Hadis Kitab Muslim No 3244.


Amang Dede, “Kisah Yahya bin Yahya Yang Menuntut Ilmu ke Imam malik” Dalam
http://Kisah Yahya Ibnu Yahya Dari Andalusia Yang Menuntut Ilmu Pada
Imam Malik - Islampos, diakses tanggal 11 Mei 2023.
Hamka, “Dampak Sosial Budaya Atas Kesaksian Perempuan Dalam Hukum Islam”
Jurnal Hukum Pidana Islam Volume 3, No. 2, 2021. (Istitut Agama Islam
Sinjai)
Siska Lis Sulitiani, “Peradilan Islam”, (Jakarta Timur: Sinar Grafika). Tahun 2020.

11

Anda mungkin juga menyukai