Anda di halaman 1dari 22

PENGERTIAN HADITS MAUDHU’, SEBAB MUNCULNYA

HADITS MAUDHU’, KRITERIA KEPASLUAN HADITS,


KEDUDUKAN HADITS MAUDU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Ulumul Hadits

Dosen Pengampu:
HERIZON, M.Pd

Oleh:
1. Fefi Dwi Juwita (2110204041)
2. Olga Dwi Utama (2110204042)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Maha Penciptakan, Alam Semesta dan
isinya. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ushul Fiqih dengan
judul “PENGERTIAN HADITS MAUDHU’, SEBAB MUNCULNYA HADITS
MAUDHU’, KRITERIA KEPASLUAN HADITS, KEDUDUKAN HADITS MAUDU”.
Penulis menyusun makalah ini secara sistematis dan sesuai dengan kaidah
ilmiah,dengan maksud agar bisa dijadikan refrensi tanbahan bagi pembaca semoga
dengan makalah ini kita dapat memahami hal-hal tentang ijma’ para ulama
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca, karena masih
dalam tahap pembelajaran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sungai Penuh, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

Sampul
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan.......................................................................................
D. Manfaat.....................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian hadits maudhu.........................................................
B. Sebab munculnya hadits maudhu..............................................
C. Kriteria kepasluan hadits...........................................................
D. Kedudukan hadits maudu..........................................................
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...............................................................................
B. Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan

argumentatif setingkat dibawah dalil-dalil nash (Al-Qur’an dan Hadits) Ia

merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan

pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’.

Apabila terjadi suatu kejadian dan dihadapkan kepada seorang mujtahid

umat Islam pada waktu terjadinya, dan mereka sepakat atas suatu hukum

mengenai di lihat berdasarkan dalil yang bersumber dari al-que’an dan hadits.

Tetapi hadits memiliki tingkatan, mulai dari hadits sahih, mudhu dan doif.

Kesepakatan yang dibuat tentang hal yang tekait dengan aturan tertentu

seringkali bertentangan dengan pendapat ulama lainnya, terkadang

menggunakan hadits maudhu, oleh sebab itu untuk mengetahui lebih jauh

mengenai perihal hadits maudhu dan permasalahnnya peneliti buat makakah

dengan judul ; PENGERTIAN HADITS MAUDHU’, SEBAB MUNCULNYA

HADITS MAUDHU’, KRITERIA KEPASLUAN HADITS, KEDUDUKAN

HADITS MAUDU”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian hadits maudhu’?

2. Apa sebab munculnya hadits maudhu?

3. Apa saja kriteria kepasluan hadits?

1
4. Bagaimana kedudukan hadits maudu?

C. Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian hadits maudhu.

2. Untuk mengetahui sebab munculnya hadits maudhu.

3. Untuk mengetahui saja kriteria kepasluan hadits.

4. Untuk mengetahui kedudukan hadits maudu.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang

Pengertian hadits maudhu’, sebab munculnya hadits maudhu’, kriteria kepasluan

hadits, kedudukan hadits maudu”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa pengertian hadits maudhu

Secara bahasa, maudhu berarti menggugurkan, meninggalkan, dan

memalsukan. Sedangkan secara istilah, hadits maudhu adalah sesuatu yang

dinisbahkan kepada Rasulullah SAW dengan cara mengada-ada dan dusta.

Hadits ini tidak pernah beliau sabdakan, kerjakan maupun taqrirkan.

Selain itu, terjadinya pertikaian politik pada akhir masa pemerintahan

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-benih

fitnah yang memicu kemunculan pemalsuan hadits. Tetapi pada masa ini, praktik

pemalsuan hadits belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang

masih hidup dan mengetahui kepalsuan hadits tersebut.

Para sahabat mengetahui bahaya dari hadits maudhu yang telah

diperingatkan sebelumnya oleh Nabi Muhammad. Setelah periode tersebut,

tepatnya pada akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah, pemalsuan hadits

semakin marak. Pemalsuan ini dilakukan umat Islam dan orang di luar Islam.

Menurut pernyataan Hammad bin Zayyad, saat ini ada sekitar 14.000 hadis

maudhu yang beredar. Munculnya hadits ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di

antaranya faktor politik, kebencian, permusuhan, kebodohan, serta fanatisme

yang keliru.

Agar lebih memahaminya, berikut beberapa contoh hadits maudhu yang

dikutip dari buku Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu oleh Muhammad

Nashiruddin:

3
1. Hadits kepedulian terhadap dunia dan akhirat

"Sebaik-baik kalian adalah yong tidak meninggalkan unson akhinat nya

untuk kepentingan dunianya, dan tidak pula meninggalkan ke- pentingan

dunianya untuk kepentingan akhiratnya, dan tidak menjadl beban bagi manusia."

Menurut Abu Bakar al-Uzdiya dalam kitab al-Hadits dan al-Khathib, hadits

ini termasuk dalam hadits maudhu dengan sanad dari Naim bin Salim bin

Qunbur, dari Anas bin Malik ra..

Sanad riwayat hadits ini digolongkan maudhu karena Yughnam bin Salim

disebutkan oleh Abu Hatim sebagai perawi sanad yang dha'if. Sedangkan Ibnu

Hibban mengatakan, "la pernah memalsukan sanad yang dinisbatkan kepada

Anas bin Malik”.

2. Hadits tentang kematian

“Cukuplah kematian sebagai nasihat, cukuplah keyakinan sebagu kekayaan,

dan cukuplah ibadah sebagai kesibukun.”

Hadits ini sangat dhaif, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said bus al-

A'rabi dalam al-Mu'jam dan al Qasim bin Asakir di dalam kitab Ta'siyatul-

Muslim. Sanad riwayat ini sangat lemah, sebab nama Rabi' bin Badr oleh jumhur

muhadditsin (ulama ahli hadits) ditinggalkan periwayatannya atau tidak

diterima.

3. Hadits tentang orang yang membantu membunuh orang mukmin

"Barang siapa membantu membunuh seorang mukmin, meskipun dengan

satu ucapan, maka ia akan menjumpai Allah azza wa jalla dengan tulisan di

antara kedua matanya: 'orang yang patus asa terhadap rahmat Allah."

4
Hadits ini dhaif sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Majah dan diriwayatkan

oleh al-Uqaili dalam kitab adh-Dhu'afa. Dari Abu Hurairah ra Al-Uqaili

berkata, "Yazid bin Ziad ini oleh Imam Bukhari dinyatakan sebagai perawi

munkar."

B. Sebab munculnya hadits maudhu

Hadits-hadits Maudhu yang banyak beredar pada zaman sekarang, tidaklah

menyebar dengan sendirinya. Ada beberapa golongan yang sengaja membuat

dan menyebarkannya.

Namun, para ulama berbeda pandangan tentang kapan awal munculnya

hadis maudhu. Sebagain berpendapat pemalsuan hadits sudah terjadi pada masa

Nabi masih hidup dan pendapat lainnya terjadi pada masa sahabat dan tabiin.

Ahmad Amin (w. 1373 H/1954 m) dalam kitabnya Dhuha Al-Islam

berargumen peristiwa pemalsuan hadits nabi sudah terjadi pada masa Rasulullah

SAW dengan merujuk pada hadits nabi yang diriwayatkan Imam Al-bukhari:

‫ِإَّن َك ِذ ًبا َع َلَّي َلْيَس َكَك ِذ ٍب َع َلى َأَحٍد َم ْن َك َذ َب َع َلَّي ُم َتَع ِّم ًد ا‬
‫ْأ‬
‫َفْلَيَتَبَّو َم ْقَع َد ُه ِم ْن الَّناِر‬
“Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia

mengambil tempat tinggalnya di neraka”. (HR. Al-Bukhâri, no. 1229).

Menurut Ahmad Amin, hadis tersebut memberikan gambaran bahwa

kemungkinan besar telah terjadi pemalsuan hadis pada zaman Nabi SAW.

Pendapat lain munculnya hadits maudhu disebabkan terjadi pertikaian

politik yang terjadi masa akhir pemerintahan khalifah Utsman bin Affan pada

5
tahun 36 Hijriyah dan huru-hara politik pengakatan khalifah antara Ali bin Abu

Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan di tahun 41 Hijriyah

Masing-masing kelompok Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu

Sufyan berusaha memperkuat kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari

Alquran dan dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis

menyimpang dari arti sebenarnya, sesuai dengan keinginan mereka. Jika mereka

tidak dapat menemukan yang demikian itu maka membuat hadis dengan cara

mengada-ada atau berbohong atas diri Rasulullah saw.

Hal ini juga dijelaskan oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki dalam Al-

Manhalul Lathif fi Ushulil Hadits As-Syarif.

‫وارج‬yy‫يعة وخ‬yy‫يا وافترقوا إلى ش‬yy‫لمون سياس‬yy‫رق المس‬yy‫رة حين تف‬yy‫ من الهج‬41 ‫ظهر الوضع في السنة‬

‫ فكان أهل األهواء يختلقون أحاديث لتأييد مذاهبهم وترويج مابتدعوا‬،‫ وظهرت البدع واألهواء‬.‫وجمهور‬

Artinya, “Pemalsuan hadits tampak sejak tahun 41 H, ketika terjadi

perpecahan kaum Muslimin menjadi beberapa golongan secara politik, yaitu

Syiah, Khawarij, dan jumhur shingga muncul para ahli bidah dan orang yang

mengikuti hawa nafsunya. Mereka membuat-buat beberapa hadits untuk

mendukung golongan mereka serta untuk menyebarkan perbuatan bidah

mereka,”

Kemudian, pemalsuan hadits makin marak pada akhir pemerintahan

Khalifah Bani Umayyah baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri,

maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam. Menurut penyaksian Hammad bin

Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul Karim al Auja mengaku telah

membuat 4.000 Hadis maudhu.

6
Adanya pemalsuan hadis merupakan salah satu pemicu Umar ibn Abdul

Aziz (w. 101 H.)

Akhirnya untuk mengantisipasi terjadinya pemalsuan hadits, Khalifah Umar

bin Abdul Aziz (w. 101 H.) mengeluarkan perintah kepada beberapa ahli hadits

untuk menuliskan hadits hadits yang terpercaya dan menyatukannya dalam

bentuk buku.

Sebagaimana yang riwayatkan oleh Imam Al Bukhari bahwasanya Umar bin

Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazm yang berisi

“Perhatikanlah hadits hadits Rasulullah Saw., yang kau jumpai dan tulislah,

karena aku takut akan lenyapnya ilmu disebabkan meninggalnya para ulama.

Janga diterima selain hadits Rasul Saw., dan hendaklah disebarluaskan ilmu dan

diadakan majelis majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya dapat

mengetahuinya … “

Selain itu, Khalifah pun mengirimkan permintaan yang sama kepada Abu

Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az Zuhri. Persis

dengan Abu Bakar bin Hazm, Imam az Zuhri pun menulis atas dasar perintah

sang khalifah.

Faktor-Faktor Munculnya Hadits Maudhu

Banyak sebab-sebab yang dapat memunculkan Hadis Maudhu’, di antaranya

adalah:

1) Sebab Politik

Yaitu seperti munculnya peristiwa terbunuhnya Ustman Ibn Affan sehingga

timbullah perpecahan di kalangan ummat Islam. Perpecahan tersebut berlanjut

7
dengan lahirnya kelompok-kelompok pendukung masing-masing pihak, seperti

kelompok pendukung ‘Ali Ibn Abi Thalib, pendukung Mu’awiyah Ibn Abi

Sofyan, dan kelompok Khawarij, yang muncul setelah terjadinya Perang Shiffin,

yaitu antara kelompok ‘Ali dan kelompok Mu’awiyah.

Perpecahan yang berkaitan politik ini mendorong masing-masing kelompok

berusaha untuk memenangkan kelompoknya dan menjatuhkan kelompok lawan.

Dalam upaya mendukung kelompok mereka masing-masing serta menarik

perhatian ummat agar berpihak kepada mereka, maka mereka, dalam melakukan

kampanye politik, mereka mencarilah argumen-argumen dari Alquran dan

Hadis. Akan tetapi, jika mereka tidak menemukan argumen yang mereka

butuhkan di dalam kedua sumber tersebut, maka mereka mulai menciptakan

Hadis-Hadis maudhu yang kemudian disandarkan kepada Nabi SAW.

Perpecahan politik ini merupakan sebab utama (penyebab langsung)

terjadinya pemalsuan Hadis. Dari tiga kelompok di atas, maka kelompok

Syi’ahlah yang pertama melakukan pemalsuan Hadis.

Di antara Hadis-Hadis yang di buat oleh kelompok Syi’ah adalah:

‫يا علي إن هللا غفرلك و لذريتك ولوالديك و ألهلك و لشيعتك و لمحبي شيعتك‬

“Hai Ali, sesungguhnya Allah telah mengampuni engkau, keturunan

engkau, kedua orang tua engkau, para pengikutu engkau, dan orang-orang yang

mencintai pengikut engkau.

Sebaliknya, kelompok yang mendukung Mu’awiyah, sebagai lawan dari

kelompok Ali, dalam rangka memberikan dukungan dan untuk kepentingan

8
politik Mu’awiyah, juga menciptakan Hadis-Hadis maudhu yang mereka

sandarkan kepada Nabi SAW di antaranya pernyataannya sebagai berikut:

‫ أنا وجبريل ومعاوية‬:‫األمناء عند هللا ثالثة‬

“Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu saya (Rasul), Jibril, dan

Mu’awiyah.

2) Usaha dari Musuh Islam (Kaum Zindiq)

Kaum Zindik adalah kelompok yang membenci Islam, baik sebagai agama

maupun sebagai kedaulatan atau pemerintahan. Menyadari akan

ketidakmampuan mereka dalam berkonfrontasi dengan ummat Islam melalui

tindakan merusak agama dan menyesat ummat dengan cara membuat Hadis-

Hadis maudhu dalam bidang-bidang akidah, ibadah, hukum, dan sebagainya. Di

antara mereka adalah Muhammad Ibn Sa’id al-Syami yang mati di salib karena

terbukti sebagai zindik. Dia meriwayatkan Hadis, yang menurutnya berasal dari

Anas dari Nabi SAW yang mengatakan:

‫أنا خاتم النبيين ال نبي بعدي إال أن يشاء هللا‬

“Saya adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lagi sesudahku kecuali

apabila dikehendaki Allah.

Diterangi oleh Al-Hakim, bahwa dia membuat pengecualian ini adalah

untuk mengajak manusia mengakui kenabiannya. Tokoh pemalsu Hadis lain

yang berasal dari kelompok Zindik adalah ‘Abd al-Karim ibn Abu al-‘Auja’. Dia

mengakui sendiri perbuatannya memalsukan Hadis sebanyak 4.000 Hadis yang

berhubungan dengan penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal.

Pengakuan tersebut diikrarkannya di hadapan Muhammad ibn Sulaiman, wali

9
kota Basrah, ketika Ibn Abu al-Auja sudah berada di tiang gantung untuk

dibunuh. Menurut Hammad Ibn Zaid, bahwa Hadis yang dimaudhukan oleh

kaum Zindik berjumlah sekitar 12.000 Hadis. Dalam riwayat lain disebutkan

berjumlah 14.000 Hadis.

3) Sikap Fanatik Buta terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, atau

Pemimpin

Mereka yang fanatik terhadap bahasa Persia, membuat Hadis yang

mendukung keutamaan bahasa Persia, dan sebaliknya, bagi mereka yang fanatik

terhadap bahasa Arab

akan membuat Hadis yang menunjukkan keutamaan bahasa Arab dan

mengutuk bahasa Persia. Di antaranya adalah:

Contohnya, para pendukung bahasa Persia menciptakan Hadis yang

menyatakan kemulian bahasa Persia di antaranya adalah sebagai berikut:

‫إن كالم الذين حول العرش بالفارسية‬

“Sesungguhnya pembicaraan orang-orang di sekitar ‘arasy adalah dengan

bahasa Persia”

Sementara dari pihak lawannya juga muncul Hadis maudhu yang sifatnya

menantang dan menjatuhkan kelompok tadi di antaranya sebagai berikut:

‫أبغض الكالم إلى هللا الفارسية‬

“Perkataan yang paling dibenci oleh Allah adalah bahasa Persia.

Demikian juga kefanatikan terhadap seorang imam akan mendorong mereka

untuk memalsukan Hadis yang menyanjung imam tersebut dan menjelekkan

imam yang lain, seperti:

10
‫ ويكون في أمتي رجل‬,‫يكون في أمتي رجل يقال له محمد ابن إدريس أضر على أمتي من إبليس‬

‫يقال له أبو حنيفة هو سراج أمتي‬

“Adalah di kalangan ummatku seorang laki-laki yang bernama Muhammad

ibn Idris, dia lebih merusak terhadap ummatku dari pada iblis. Dan ada lagi dari

kalangan ummatku seorang laki-laki bernama Abu Hanifah. Dia adalah pelita

bagi ummatku.”

4) Pembuat Cerita atau Kisah-Kisah

Para pembuat cerita dan ahli kisah melakukan pamalsuan Hadis dalam

rangka menarik simpati orang banyak, atau agar para pendengar kisahnya kagum

terhadap kisah yang mereka sampaikan, ataupun juga dalam rangka untuk

mendapatkan imbalan rizki. Umumnya Hadis-Hadis yang mereka ciptakan

cenderung bersifat berlebihan atau tidak masuk akal. Di antara contohnya adalah

mengenai balasan yang akan diterima seseoarang yang mengucapakan kalimat la

ilaha illa Allah”, sebagaimana dinyatakan:

‫من قال ال إله إال هللا خلق هللا طا ئرا له سبعون ألف لسان لكل لسان سبعون ألف لغة يستغفرون له‬

“Siapa yang mengucapkan la ilaha illa Allah, Allah akan menciptakan

seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah, dan masing-masing lidah

menguasai tujuh puluh ribu bahasa yang akan memintakan ampunan baginya.

5) Perbedaan Pendapat dalam Masalah Fiqh atau Ilmu Kalam

Perbuatan ini umumnya muncul dari para pengikut suatu mazhab, baik

dalam bidang Fiqh atau Ilmu Kalam. Mereka menciptakan Hadis-Hadis maudhu

dalam rangka mendukung atau menguatkan pendapat, hasil ijtihad dan pendirian

para imam mereka. Di antaranya adalah Hadis-Hadis buatan yang mendukung

11
pendirian mazhab tentang cara pelaksanaan ibadah shalat, seperti mengangkat

tangan ketika ruku’, menyaringkan bacaan “bismillah”

ketika membaca Al-Fatihah dalam bidang fiqh, atau mengenai sifat makhluk

bagi Alquran dalam bidang Ilmu Kalam, dan lain-lain. Umpamanya:

‫ألمضمضة واإلستنشاق للجنب ثال ثا فريضة – أمني جبريل عند الكعبة فجّهرب (بسم هللا الرحمن‬

‫الرحيم) – من قال‬:

‫القرآن مخلوق فقد كفر‬

“Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung masing-masing tiga kali,

adalah wajib bagi orang yang berjunub.

“Jibril telah mengimaniku (ketika shalat) di Ka’bah, maka dia menjiharkan

(membaca dengan keras), Bismillahirrahmanirrahim”. “Siapa yang mengatakan

Alquran adalah makhluk, maka dia telah menjadi kafir.

6) Semangat yang Berlebihan dalam Beribadah tanpa didasari Ilmu

Pengetahuan

Di kalangan orang-orang Zuhud atau para ahli ibadah ada yang beranggapan

bahwa membuat Hadis-Hadis yang bersifat mendorong agar giat beribadah

(targhib), atau yang bersifat mengancam agar tidak melakukan tindakan yang

tidak benar (tarhib), dalam rangka bertaqarrub kepada Allah, adalah

diperbolehkan. Mereka ini, apabila diperingatkan akan ancaman Rasulullah

SAW bahwa tindakan berdusta atas nama Rasul akan menyebabkan pelakunya

masuk neraka, maka mereka akan menjawab bahwa mereka berdusta bukan

untuk keburukan, melainkan untuk kebaikan.

12
Atas dasar motivasi di atas, mereka banyak membuat Hadis-Hadis

Mawdhu’, terutama yang berhubungan dengan keutamaan surat-surat yang

terdapat di dalam Alquran. Abu ‘Ishmah Nuh ibn Abi Maryam, salah seorang

pemalsu Hadis dari kelompok ini, mengaku bahwa dia telah memalsukan Hadis

dengan alasan untuk menarik minat ummat kembali kepada Alquran, karena dia

melihat telah banyak orang yang berpaling dari Alquran, tetapi sebaliknya,

mereka sibuk dengan Fiqh Abu Hanifah dan Maghazi Ibn Ishaq. Salah satu

contoh Hadis Maudhu’ semacam ini adalah:

‫من قرأ يس في ليلة أصبح مغفوًرا له و قرأ الّد خان ليلة اصبح مغفوًرا له‬

“Siapa yang membaca suarat Yasin pada malam hari, maka pada pagi

harinya dia telah diampuni dari segala dosanya; dan siapa yang membaca surat

Ad-Dukhkhan pada malam hari, pada subuhnya dia telah diampuni dari dosa-

dosanya.

Kemudian contoh bunyi Hadis:

‫ َلْم َيُم ْت َح َّتى َيْع َم َلُه‬,‫َم ْن َعَّيَر َأخوُه ِبَذْنٍب‬

‫ َم ْن َعَّيَر َأَخ اُه‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا‬: ‫ َقاَل‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫َو َع ْن ُمَع اِذ ْبِن َجَبٍل‬

‫ َلْم َيُم ْت َح َّتى َيْع َم َلُه‬,‫ ِبَذْنٍب‬-

Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang

mencela saudaranya atas suatu perbuatan dosa, maka ia akan melakukan

perbuatan itu sebelum ia mati.

Status atau Kualitas Hadits:

‫رواه الترمذي وقال غريب ليس إسناده بالمتصل وأورده ابن الجوزي في الموضوع وقال أبو داود‬

)1/278 :‫وغيره فيه محمد بن الحسن بن أبي يزيد كذاب (أسنى المطالب‬

13
Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, ia berkata: “Hadits gharib. Sanadnya

tidak bersambung (hadits dha’if).

Imam Ibnu al-Jauzi memuat hadits ini dalam kitab al-Maudhu’at (kumpulan

hadits maudhu).

Abu Daud dan lainnya berkata, “Dalam sanadnya ada Muhammad bin al-

Hasan bin Abi Yazid, ia seorang pendusta”.

7) Mendekatkan diri Kepada Para Penguasa

Di antara pemalsu Hadis tersebut, ada yang sengaja membuat Hadis untuk

mendapatkan simpati atau penghargaan dari pada Khalifah atau pejabat

pemerintahan yang sedang berkuasa ketika itu. Umpamanya, adalah Ghayats ibn

Ibrahim, yang ketika memasuki istana Khalifah Al-Mahdi, dilihatnya Al-Mahdi

sedang melaga burung merpati, maka Ghayats berkata, Nabi bersabda:

)‫ فزاد فيه ( أو جناح‬, ‫ال سبق إّال في نصل أو خف أو حافر‬

“Tidak ada perlombaan kecuali dalam memanah, balapan unta, pacuan

kuda, maka Ghayats menambahkan, (atau burung merpati).”

Dalam hal ini, Ghayats telah menambahkan kata janah terhadap Hadis yang

datang dari Nabi SAW tersebut. Menyadari akan perbuatan Ghayats tersebut,

Al-Mahdi akhirnya memerintahkan untuk menyembelih merpati tersebut, setelah

terlebih dahulu memberi Ghayats hadiah sejumlah 10.000 dirham.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa ada di antara para pemalsu hadits tersebut

yang dengan sengaja menciptakan hadits maudhu dengan keyakinan bahwa

tindakannya itu diperbolehkan, dan ada pula yang tidak tahu tentang status

14
pekerjaannya itu. Ada di antara mereka yang mempunyai tujuan negatif dan ada

yang memandang tujuannya tersebut sebagai positif.

Akan tetapi, apa pun alasan dan motif mereka, perbuatan memalsuka Hadis

tersebut adalah tercela dan tidak dapat diterima, karena bertengtangan dengan

sabda Rasul SAW yang mencela perbuatan bohong atas nama Nabi

C. Kriteria kepasluan hadits

Maudhu’ atau palsu berasal dari kata ata wadha’a – yadha’u – wadh’an wa

maudhu’an yang berarti merendahkan, menjatuhkan, mengada-ngada,

menyandarkan atau menempelkan, serta menghinakan. Maka, hadis maudhu’ itu

memiliki makna, rendah dalam kedudukannya, jatuh tidak bisa diambil dasar

hukum, diada-adakan oleh perawinya, serta disandarkan pada Nabi SAW,

sedangkan beliau tidak mengatakannya.

Para ulama hadis mendefinisikan hadis palsu sebagai apa-apa yang tidak

pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan ataupun

taqrir, tetapi disandarkan kepada Rasulullah SAW secara sengaja. Menurut

Ensiklopedi Islam, hadis maudu’ memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Pertama, matan (teks) hadis tak sesuai dengan kefasihan bahasa, kebaikan,

kelayakan, dan kesopanan bahasa Nabi SAW. Kedua, bertentangan dengan

Alquran, akal, dan kenyataan. Ketiga, rawinya dikenal sebagai pendusta,

Keempat, pengakuan sendiri dari pembuat hadis palsu tersebut. Kelima ada

petunjuk bahwa di antara perawinya ada yang berdusta. Keenam, rawi

menyangkal dirinya pernah memberi riwayat kepada orang yang membuat hadis

palsu tersebut.

15
Menurut ahli Ilmu Hadis, Prof KH Mustafa Ali Ya’kub, sebuah hadis

dikatakan palsu apabila, dalam sanad-nya terdapat rawi (periwayat), yang

dengan terus terang dia mengaku memalsu hadis. ‘’Maka hadisnya menjadi

palsu,’’ tutur guru besar Ilmu Hadis pada Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta itu.

Selain itu, kata dia, jika perawinya pun berdusta, tapi tidak diketahui ketika

menyampaikan hadisnya apakah palsu atau tidakm, namun jelas dia pembohong.

Maka, menjadi hadis makruh atau semipalsu. ‘’Kedudukan dan kualitasnya

sama, yakni harus dibuang.’’

Hadis palsu dibagi menjadi tiga macam. Pertama, perkataan itu berasal dari

pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah SAW. Kedua, perkataan itu dari ahli

hikmah atau orang zuhud atau israiliyyat dan pemalsu yang menjadikannya

hadis. Ketiga, perkataan yang tidak diinginkan rawi pemalsuannya, cuma dia

keliru. Menurut para ahli hadis, jenis ketiga itupun termasuk hadis maudhu,

apabila perawi mengetahuinya tapi membiarkannya.

D. Kedudukan hadits maudu

Kedudukan Hadis Maudhu’ 7Umat Islam telah sepakat (ijma’) bahwa

hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja adalah

haram.Ini terkait dengan perkara-perkara hukum-hukum syarak, cerita-cerita,

targhib dan tarhib dan sebagainya. Para ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah, sepakat

mengharamkan berbohong dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum

dan perkara- perkara yang berkaitan dengan targhib dan tarhib. Semuanya

termasuk dalam salah satu dari dosa-dosa besar. Para ulama telah berijma’

bahwa haram berbohong atas nama seseorang, apalagi berbohong atas seorang

16
yang diturunkan wahyu kepadanya. Namun yang pasti para ulama berijma’

bahwa haram membuat hadits-hadits maudhu’, yang berarti juga haram

meriwayatkan atau menyebarkan hadits- hadits maudhu’ padahal ia mengetahui

dengan yakin atau zann kedudukan hadits tersebut adalah maudhu’. Barangsiapa

yang tetap meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits maudhu’ dalam

keadaan mengetahui dengan yakin atau zann kedudukan hadits tersebut dan

tidak menerangkan kedudukannya, ia termasuk pendusta atas nama Rasulullah.

Ini dijelaskan dalam sebuah hadits sahih yang berbunyi: “Barangsiapa yang

menceritakan satu hadits dariku dan dia mengira bahwa hadits itu adalah dusta,

maka dia termasuk di dalam salah seorang pendusta”.Oleh sebab itu, ulama

mengatakan sudah seharsunya bagi 7 Dr. Muhammad 'Ijaj Al-Khatib, Usul al-

Hadith Ulumuhu wa Mustalatuhu (Bairut: Dar al-Fikr, 2001), Halaman 428

seseorang yang hendak meriwayatkan sesuatu hadits agar memastikan

kedudukan hadits tersebut. Tapi jika meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dan

menyebutkan kedudukan hadits tersebut sebagai maudhu’, tidak ada masalah.

Sebab dengan menerangkan kedudukan hadits tersebut membuat orang bisa

membedakan antara hadits yang sahih dengan yang maudhu’ dan sekaligus dapat

menjaga Sunnah dari perkara-perkara yang tidak benar.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa hadits maudhu adalah sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW

dengan cara mengada-ada dan dusta. Hadits ini tidak pernah beliau sabdakan,

kerjakan maupun taqrirkan. Penyebab munculnya haditas maudhu yaitu 1) Sebab

Politik, 2) Usaha dari Musuh Islam (Kaum Zindiq); 3) Sikap Fanatik Buta

terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, atau Pemimpin; 4) Pembuat Cerita atau

Kisah-Kisah; 5) Perbedaan Pendapat dalam Masalah Fiqh atau Ilmu Kalam; 6)

Semangat yang Berlebihan dalam Beribadah tanpa didasari Ilmu Pengetahuan;

7) Mendekatkan diri Kepada Para Penguasa. Kriteria hadist maudhu yaitu:

Pertama, matan (teks) hadis tak sesuai dengan kefasihan bahasa, kebaikan,

kelayakan, dan kesopanan bahasa Nabi SAW. Kedua, bertentangan dengan

Alquran, akal, dan kenyataan. Ketiga, rawinya dikenal sebagai pendusta,

Keempat, pengakuan sendiri dari pembuat hadis palsu tersebut. Kelima ada

petunjuk bahwa di antara perawinya ada yang berdusta. Keenam, rawi

menyangkal dirinya pernah memberi riwayat kepada orang yang membuat hadis

palsu tersebut.

B. Saran

Bersasarkan pembahasan maka disarankan kepada umat muslim untuk

memahami hal-hal tentang hadits maudhu

18
DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdul Wahab. 2002. Hadist, Maudhu dan Dhoif. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Syafe’I, Rahmat. 2007. Ilmu ulumuh Hadits. Bandung : CV. Pustaka Setia.

19

Anda mungkin juga menyukai