DAN TERJAMAHANNYA
Oleh:
ABIL SUGINDA
Kelas: XII TITL2
Tom and John were two friends. One day they were passing through a
dense forest. John said, “Friend, I am afraid there are wild beasts in this
forest. What will we do if a wild beast attacks us?”
“Don’t be afraid, John,” said Tom, “I shall stand by your side if any danger
comes. We shall fight together and save ourselves.” Thus talking they
went on their journey.
But suddenly they saw a bear coming towards them. Tom at once got up
the nearest tree. He did not think what his friend would do.
John did not know how to climb a tree. He had no way of escape. He was
helpless. But soon he took a plan. He fell flat on the ground like a dead
man.
The bear came up to John. It smelt his nose, ears and eyes. It took him to
be dead and went away. Then Tom came down from the tree. He said to
John, “What did the bear whisper in your ear?”
John said, “The bear told me not to trust a friend who leaves his friend in
danger.”
Kawan Sejati
Tom dan John adalah teman baik. Suatu hari mereka melewati hutan lebat.
John berkata, “Sobat, saya khawatir ada binatang buas di hutan ini. Apa yang
akan kita lakukan jika binatang buas menyerang kita? ”
“Jangan takut, John,” kata Tom, “aku akan berdiri di sisimu jika ada bahaya.
Kita akan berjuang bersama dan menyelamatkan diri kita sendiri.
”Demikianlah pembicaraan mereka melanjutkan perjalanan mereka.
John tidak tahu bagaimana memanjat pohon. Dia tidak punya cara untuk
melarikan diri. Dia tidak berdaya. Namun dia mengambil rencana lain. Dia
pura pura jatuh di tanah seperti orang mati.
Lalu Tom turun dari pohon. Dia berkata kepada John, “Apa yang dibisikkan
beruang itu di telingamu?”
Moral: Teman yang tidak tulus dan jahat lebih ditakuti daripada binatang
buas; binatang buas memang dapat membahayakan tubuh kita, teman jahat
dapat melukai jiwa Kita.
The Four Friends
Once upon a time, a deer, a crow, a mouse and a turtle were great
friends. One day the deer went out to graze. He was caught in a hunter
net. This is what makes the deer did not return to his friends.
The mouse said to the crow, ‘Will you fly over the trees and find the deer?
Then fly back to us and tell us where he is.’ The crow flew away. He came
back after half an hour. He said, ‘Our friend, the deer is in the hunter’s
net.’
‘What shall we do’? said the mouse and the turtle. ‘I will take mouse on
my back,’ said the crow. ‘He will bite through the net and set the deer
free.’
‘And I will walk to the deer,’ said the turtle. The crow took the mouse on
his back and flew with him to the deer.
The mouse bit through the net so that deer was free. The turtle managed
to see them all and they were very happy together.
Terjemah
Empat Sekawan
Pada suatu hari ada empat sekawan yang berteman baik, yaitu seekor rusa,
burung gagak, tikus, dan kura-kura.
Suatu hari rusa keluar untuk mencari makan rumput. Dia tiba tiba ditangkap
di jaring pemburu. Inilah yang membuat si rusa tidak kembali ke teman-
temannya.
Tikus berkata kepada burung gagak, “Maukah kamu terbang di atas pohon
dan menemukan rusa? Kemudian kembali ke kami dan beri tahu kami di
mana dia. “
Burung gagak bergegas mencari rusa. Dia kembali setelah setengah jam. Dia
berkata, “Teman kita, rusa, ada di jaring pemburu.”
“Aku akan membawa tikus di punggungku,” kata gagak. “Dia akan menggigit
jaring dan membebaskan rusa.”
“Dan aku akan berjalan ke rusa,” kata kura-kura. Burung gagak bersama
tikus di punggungnya terbang untuk menyelamatkan Rusa.
A voyaging ship was wrecked during a storm at sea and only two of the
men on it were able to swim to a small, desert like island.
The two survivors who have been a good friends, not knowing what else
to do, agreed that they had no other recourse but to pray to God.
However, to find out whose prayer was more powerful, they agreed to
divide the territory between them and stay on opposite sides of the
island.
The first thing they prayed for was food. The next morning, the first man
saw a fruit-bearing tree on his side of the land, and he was able to eat its
fruit. The other man’s parcel of land remained barren.
After a week, the first man was lonely and he decided to pray for a wife.
The next day, another ship was wrecked, and the only survivor was a
woman who swam to his side of the land. On the other side of the island,
there was nothing.
Soon the first man prayed for a house, clothes, more food. The next day,
like magic, all of these were given to him. However, the second man still
had nothing.
Finally, the first man prayed for a ship, so that he and his wife could leave
the island. In the morning, he found a ship docked at his side of the
island. The first man boarded the ship with his wife and decided to leave
the second man on the island.
He considered the other man unworthy to receive God’s blessings, since
none of his prayers had been answered.
As the ship was about to leave, the first man heard a voice from heaven
booming, “Why are you leaving your companion on the island?”
“My blessings are mine alone, since I was the one who prayed for them,”
the first man answered. “His prayers were all unanswered and so he does
not deserve anything.”
“You are mistaken!” the voice rebuked him. “He had only one prayer,
which I answered. If not for that, you would not have received any of my
blessings.”
“Tell me,” the first man asked the voice, “What did he pray for that I
should owe him anything?”
Lesson: for all we know, our blessings are not the fruits of our prayers
alone, but those of another praying for us. Value your friends, don’t leave
your loved ones behind.
Terjemah
Dua Lelaki
Sebuah kapal pesiar hancur saat badai di laut dan hanya dua orang yang
selamat dan mereka berenang ke pulau kecil nan gersang seperti gurun.
Dua orang yang selamat yang telah menjadi teman baik, tidak tahu harus
berbuat apa lagi, dan kemudian setuju bahwa mereka tidak memiliki jalan
lain selain berdoa kepada Tuhan. Namun, untuk mengetahui doa siapa yang
lebih kuat, mereka sepakat untuk membagi wilayah di antara mereka dan
tinggal di sisi yang berlawanan dari pulau itu.
Hal pertama yang mereka doakan adalah makanan. Pagi berikutnya, lelaki
pertama melihat pohon berbuah di sisinya, dan dia bisa memakan buahnya.
Tanah milik lelaki kedua tetap kering dan tidak subur.
Segera pria pertama berdoa untuk sebuah rumah, pakaian, dan lebih banyak
makanan. Keesokan harinya, seperti sihir, semua ini ia dapatkan. Namun,
lelaki kedua masih belum memiliki apa-apa.
Akhirnya, lelaki pertama berdoa untuk sebuah kapal, sehingga dia dan
istrinya bisa meninggalkan pulau itu. Di pagi hari, dia menemukan sebuah
kapal berlabuh di sisi pulau. Laki-laki pertama naik kapal bersama istrinya
dan memutuskan untuk meninggalkan lelaki kedua di pulau itu.
Dia menganggap lelaki kedia tidak layak untuk menerima berkat Tuhan,
karena tidak ada doanya yang dijawab.
Ketika kapal hendak pergi, pria pertama mendengar suara dari surga yang
menggelegar, “Mengapa kamu meninggalkan temanmu di pulau?”
“Berkah saya adalah milik saya sendiri, karena saya adalah orang yang
berdoa untuk semua ini,” jawab pria pertama. “Doa-doanya semua tidak
dijawab sehingga ia tidak pantas mendapatkan apa pun.”
“Kamu salah!” Suara itu menegurnya. “Dia hanya punya satu doa, yang saya
jawab. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan menerima berkah saya. ”
“Katakan padaku,” lelaki pertama bertanya pada suara itu, “Apa yang dia
doakan agar aku harus berutang budi padanya?”
Moral: Yang kita tahu, berkah kita bukanlah buah dari doa kita saja, tetapi
berkat orang lain yang mendoakan kita (Doa Jemaat). Hargai temanmu dan
jangan tinggalkan orang yang kamu cintai.
Unfortunately, the time came when Charlotte had to leave again in order
to complete her studies in London. Thousands of miles separated the two
but their feelings for each other never changed. They stayed in contact
through letters, which they exchanged almost weekly with each other.
Naturally, the newlyweds terribly struggled with the great distance
between each other. Charlotte offered her husband to buy him air tickets,
which he refused. He had not only decided to complete his studies first,
but he had also set his mind on reuniting with the love of his life on his
own terms. He even made her the promise that he would do anything he
can to see her again.
After Pradyumna had finished his studies, he took all his possessions and
sold them. Unfortunately, the money he earned didn’t even come close to
a flight ticket. All he could afford was a cheap and used bicycle. Many
would have been greatly disappointed, some would have even given up.
But not Pradyumna. Instead of allowing the difficult circumstances to
stop him from seeing his beloved wife again, he met the decision to use
what he had in order to see her again. Nothing could stop him from
reuniting with his wife, even if that meant an exhausting bicycle ride half
around the world.
His decision was the beginning of a bicycle journey from India to the
Western world. Pradyumna took all his paintings and brushes along with
him in order to financially support his endeavor. His voyage led him
through eight countries and took more than four months. But eventually,
he arrived at Charlotte’s hometown in Sweden and finally saw her again.
From then on, the two did never leave each other’s side for too long.
Terjemah
Mengendarai Sepeda
Di tahun 1975, Charlotte Von Sledvin, seorang siswa 19 tahun dari keluarga
kerajaan Swedia, melakukan perjalanan ke India untuk mendapatkan lukisan
yang dibuat oleh seorang seniman berbakat. Seniman ini terlahir dalam
keluarga miskin India dengan kasta terendah, juga dikenal sebagai “tak
tersentuh.” Terlepas dari keadaan yang sangat sulit, seniman bernama
Pradyumna Kumar Mahanandia telah mendapatkan reputasi luar biasa
sebagai pelukis berbakat. Reputasinya membuat Charlotte Von Sledvin
melakukan perjalanan jauh ke India untuk mendapatkan lukisannya.
Pada saat lukisan itu selesai, keduanya jatuh cinta. Pradyumna terpesona
dengan kecantikan Charlotte. Belum pernah ia melihat wanita yang lebih
cantik yang berasal dari dunia Barat. Dia memberikan yang terbaik untuk
menangkap semua kecantikannya di lukisan, namun tidak pernah
sepenuhnya berhasil. Meskipun demikian, hasil lukisannya luar biasa dan
Charlotte menyukai kesederhanaan dan karakternya yang cantik. Karena
seniman India ini, Charlotte secara spontan memutuskan untuk tinggal lebih
lama di India. Hari menjadi berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Keduanya jatuh cinta satu sama lain sehingga mereka memutuskan untuk
menikah sesuai dengan tradisi India.
Keputusannya ini adalah awal dari perjalanan sepeda dari India ke dunia
Barat. Pradyumna membawa serta semua lukisan dan kuasnya untuk
mendukung keuangannya. Perjalanannya membawanya ke delapan negara
dan membutuhkan waktu lebih dari empat bulan. Akhirnya, ia tiba di kota
Charlotte di Swedia dan melihatnya lagi. Sejak saat itu, keduanya tidak
pernah meninggalkan satu sama lain terlalu lama.
Accident With a Happy Ending