Anda di halaman 1dari 4

EMPAT SEKAWAN

Pada suatu ketika, ada sebuah danau besar di dalam hutan. Disana
tinggallah empat sekawan yaitu seekor tikus bermata besar dan berekor panjang,
seekor rusa coklat keemasan nan cantik, burung gagak hitam dan seekor kura-
kura yang bergerak sangat lambat. Si gagak tinggal di pucuk pohon blackberry
dekat di tepi sungai, si tikus tinggal di liang bawah tanah yang aman, si kura-
kura tinggal senang di danau dan si rusa menikmati tinggal di padang rumput
hijau nan lembab.

Seperti setiap hari, keempatnya berkumpul, tetapi hari ini setelah lama
ditunggu si rusa tidak hadir. Mereka sangat bingung. Mereka semua sangat
khawatir dan curiga pada si rusa.

Si gagak berkata, “Tunggu, aku punya ide. Aku akan mencarinya.”

“Hmm.. kau benar.” (tikus)

Si gagak mulai mencari rusa, dia berkoak keras-keras tapi sia-sia.


Akhirnya dengan kecewa dan nada rendah dia kembali berkoak keras dan kali
ini terdengar sahutan.

“Arghhhhh!!”

“Ouh, itu pasti suara si rusa.”

Si gagak lantas terkejut melihat seorang pemburu telah menjerat si rusa


dalam perangkapnya. Dai menenangkan si rusa dan bergegas kembali ke teman-
temannya. Tanpa menunda lagi, si kura-kura berkta pada si tikus, “Tikus,
duduklah di punggung si gagak dan sobeklah jala itu dengan gigimu yang
runcing!”.

Segera saja si gagak dan si tkus berangkat untuk menyelamatkan teman


mereka. Dengan gigi runcingnya, si tikus menyobek seluruh jala dan
membebaskan si rusa. Sementara itu, si kura-kura lambat juga tiba di tempat.
Setelahnya, keempat sahabat itu bersambutan denan gembira. Tiba-tiba ada
suara datang, si pemburu sedang mendekat. Si gagak terbang cepat dan
bertengger di pohon, si tikus lari ke liangnya dan si rusa lari pergi karena masih
ketakutan, si kura-kura tertinggal sendirian, dia berusaha lari tapi tidak bisa
cukup cepat untuk lolos dari mata si pemburu. Si pemburu lantas menangkap si
kura-kura dan menaruhnya dalam tasnya.
Sementara dia berjalan dan berpikir, “Aku akan makan kura-kura hari
ini”. Si gagak melihat semuanya itu, dia melihat segala yang terjadi itu sambil
bertengger di atas pohon. Dia bicara pada teman-temannya.

“Astaga apa yang harus kita lakukan? Kita harus melakukan sesuatu
denagn sangat cepat.”

Si rusa berkata, “Kita bisa lakukan satu hal. Aku akan pura-pura makan
rumput kemudian si pemburu akan melihat dan mengejarku meninggalkan
tasnya lalu tugas selanjutnya adalah untuk si tikus.”

Si rusa lantas berdiri di jalanan yang dilalui pemburu dan mulai makan
rumput. Melihat si rusa, pemburu mengejar si rusa dengan busur dan panahnya
dan meninggalkan tasnya di tempat. Kali ini si tikus harus berjuang keras, tetapi
dia menangkap tas situ dengan giginya yang kuat. Ketiganya lantas lari menuju
danau dan si pemburu yang kecewa berpikir, “Setidaknya aku masih punya
kura-kuranya, jadi aku bisa makan itu. Yasudahlah, tidak apa-apa.”

Dia menghampiri tasnya dan terkejut karena tasnya itu kosong. Pemburu
yang malang, dia pulang dengan tangan kosong. Setelah itu, keempat hewan itu
hidup bahagia di dekat danau.
RIBUAN BINTANG DI KAMPUNG WAEREBO
Saat libur sekolah, keluarga Uni berkunjung ke Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Mereka mengunjungi sebuah desa yang terletak pada ketinggian 1.200
meter di atas permukaan laut. Desa yang dikunjungi Uni merupakan bagian dari
Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Messe, Kabupaten Manggarai Barat,
Flores. Nama tempat itu adalah Kampung Waerebo.

Uni bersama keluarganya sangat menikmati petualangan di Kampung


Waerebo. Untuk mencapai kampong itu, keluarga Uni perlu menguras waktu
dan tenaga. Beberapa kali Uni hampir hampir patah semanagat. Namun, ibu dan
ayahnya selalu memberi dukungan agar Uni melanjutkan perjalanan. Akhirnya,
keluarga Uni berhasil tiba di Kampung Waerebo. Pemandangan yang
menakjubkan di kampung tersebut mampu membayar semua rasa lelah.

Di Kampung Waerebo, Uni tinggal di rumah adat yang sudah disediakan


oleh penduduk. Di sana, Uni melihat banyak pengunjung dari berbagai daerah.
Para pengunjung ingin menikmati pemandangan langit pada malam hari.
Mereka rela bangun tengah malam untuk menyaksikan langit yang bertabur
jutaan bintang. Begitu pula dengan Uni yang rela dibangunkan orang tuanya
pada tengah malam. Uni kagum melihat pemandangan yang sangat luar biasa
tersebut.

“Ayah, mengapa selain di sini kita tidak pernah melihat bintang sebanyak
dan seterang ini? Bukankah seharusnya kita bisa melihat bintang di mana saja?”
tanya Uni tanpa mengalihkan pandangan dari ribuan bintang di langit.

“Pertanyaan yang bagus, Uni. Pertama, kita berada di tempat yang


memiliki ketinggian yang cukup untuk mengamati bintang di langit. Ketinggian
tenpat ini memungkinkan kita untuk mengamati bintang dengan jelas. Kedua,
kita tidak bisa melihat bintang apabila terlalu banyak cahaya di sekitar kita. para
ilmuwan menyebutnya dengan istilah polusi cahaya,” jawab ayah.

“Polusi cahaya? Apa itu, Yah? Uni hanya tahu tentang polusi udara, air
dan tanah,” tanya Uni ingin tahu.

“Polusi cahaya adalah suatu keadaan ketika cahaya berpendar terlalu


banyak, bahkan berlebihan. Cahaya itu bisa berasal dari sumber cahaya buatan
maupun cahaya alami. Tetapi, sumber utama polusi cahaya berasal dari cahaya
buatan, misalnya lampu. Pendaran cahaya lampu menghalangi kita untuk
melihat benda-benda langit,” jelas Ayah.

“Nah, coba Uni perhatikan sekeliling kita. Saat ini, kita sedang berada di
tengah hutan yang gelap. Di sini, tidak ada cahaya buatan kecuali cahaya di
rumah-rumah adat Mbaru Niang. Sepanjang jalan menuju kampong ini, kita
hanya melihat hutan belantara. Hampir tidak ada cahaya buatan di sini,” terang
Ayah.

“Oh jadi begitu, Yah. Uni bersyukur sekali bisa menikmati pemandangan
ini. Kita bisa melihat bintang-bintang yang sungguh indah,” kata Uni riang. Uni
berharap malam ini ia bisa menyaksikan bintang jatuh di Kampung Waerebo.

Anda mungkin juga menyukai