Anda di halaman 1dari 15

Tupai Dan Kelinci Pemalas

Oleh rahmat fauzan


Cerita anak_Di sebuah hutan tinggalah dua sahabat. Mereka adalah seekor
kelinci dan seekor tupai. Setiap hari mereka selalu menghabiskan waktu
bersama-sama.
Pada suatu hari, tupai mengatakan kepada kelinci, ''Musim hujan sebentar
lagi akan datang.Mari kita buat sarang.Supaya bila hujan turun, kita punya
tempat untuk berteduh.''Ya, betul juga kata kamu. Tapi izinkan aku istirahat
dulu, "jawab kelinci.
Pada sore itu, hujan turun dengan lebatnya. Tupai dan kelinci berteduh di
bawah pohon.Mereka basah dan kedinginan. ''Jika kita punya sarang, tentu
kita tidak akan basah begini,'' kata tupai.
Ya,betul juga apa yang kamu katakan, jawab kelinci. "Besok pagi kita akan
buat sarang," kata kelinci lagi.
Keesokan paginya, cuaca sangat cerah.Tupai kembali mengajak kelinci
untuk membangun sarang."Lebih baik kita pergi cari kayu untuk
membangun sarang," kata tupai. "Tapi bukan sekarang," jawab kelinci. "Kita
masih ada banyak waktu lagi. Marilah kita pergi cari makanan. Aku sungguh
lapar!
Mendengar jawaban Kelinci"Tupai menggeleng-geleng melihat sikap
sahabatnya itu. Pada sore itu, hujan turun lagi. Tupai dan kelinci basah
kuyup karena tidak ada tempat berteduh."Alangkah baiknya jika kita ada
sarang," kata tupai. "Besok kita harus buat sarang.Saya tak ingin terus
basah seperti ini sewaktu hujan. "Kelinci yang pemalas itu tidak
menghiraukan keluhan sahabatnya."Kita tunggu besok sajalah," kata kelinci.
Pelajaran yang dapat di ambil : Jangan pernah menunda-nunda suatu
pekerjaan yang bisa kita kerjakan pada hari itu juga. Kerjakanlah selagi
bisa.

Home dongeng dongeng mancanegara Dongeng Monyet dan Unta Peniru (Aesop) | DONGENG ANAK
DUNIA

DONGENG MONYET DAN UNTA PENIRU (AESOP) | DONGENG ANAK DUNIA


dongeng, dongeng mancanegara

dongeng monyet dan unta peniru

Dongeng Monyet dan Unta Peniru - Pada suatu perayaan besar untuk
menghormati sang Singa si Raja Hutan, seekor monyet diminta untuk
menari di depan hewan yang hadir pada perayaan itu. Tarian sang Monyet
begitu indahnya sehingga semua hewan yang hadir menjadi senang dan
gembira melihatnya.
Pujian yang didapatkan oleh sang Monyet membuat seekor unta yang hadir
menjadi iri hati. Dia sangat yakin bahwa ia bisa menari seindah tarian sang
monyet, bahkan mungkin lebih baik lagi, karena itu dia maju ke depan
menerobos kerumunan hewan yang menonton tarian monyet, dan sang Unta
mengangkat kaki depannya, mulai menari. Tapi unta yang sangat besar itu
membuat dirinya kelihatan konyol saat menendang-nendangkan kakinya ke

depan dan memutar-mutarkan lehernya yang kaku dan panjang. Selain itu,
sang unta sulit untuk menjaga agar tapak kakinya yang besar tetap
terangkat ke atas.
Akhirnya, salah satu tapak kakinya yang besar hampir mengenai hidung
sang Raja Hutan sehingga hewan-hewan yang jengkel melihat tingkah sang
Unta, mengusirnya keluar sampai ke padang gurun.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng monyet
dan unta peniru ini adalah
Jangan memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak dapat kamu
lakukan.

DONGENG AYAM JANTAN YANG CERDIK DAN RUBAH YANG LICIK (AESOP) |
DONGENG ANAK DUNIA
dongeng, dongeng mancanegara

Dongeng - Ayam jantan yang cerdik


dan rubah yang licik
Dongeng ayam jantan yang cerdik dan rubah yang licik - Suatu senja saat
matahari mulai tenggelam, seekor ayam jantan terbang ke dahan pohon
untuk bertengger. Sebelum dia beristirahat dengan santai, dia mengepakkan
sayapnya tiga kali dan berkokok dengan keras. Saat dia akan meletakkan
kepalanya di bawah sayap-nya, mata nya menangkap sesuatu yang
berwarna merah dan sekilas hidung yang panjang dari seekor rubah.
"Sudahkah kamu mendengar berita yang bagus?" teriak sang Rubah dengan
cara yang sangat menyenangkan dan bersemangat.
"Kabar apa?" tanya sang Ayam Jantan dengan tenang. Tapi dia merasa
sedikit aneh dan sedikit gugup, karena sebenarnya sang Ayam takut kepada
sang Rubah.
"Keluargamu dan keluarga saya dan semua hewan lainnya telah sepakat
untuk melupakan perbedaan mereka dan hidup dalam perdamaian dan

persahabatan mulai dari sekarang sampai selamanya. Cobalah pikirkan


berita bagus ini! Aku menjadi tidak sabar untuk memeluk kamu! Turunlah ke
sini, teman, dan mari kita rayakan dengan gembira."
"Bagus sekali!" kata sang Ayam Jantan. "Saya sangat senang mendengar
berita ini." Tapi sang Ayam berbicara sambil menjinjitkan kakinya seolaholah melihat dan menantikan kedatangan sesuatu dari kejauhan.

ayam jantan yang cerdik


dan rubah yang licik
"Apa yang kau lihat?"tanya sang Rubah sedikit cemas.
"Saya

melihat

sepasang

Anjing

datang

kemari.

Mereka

pasti

telah

mendengar kabar baik ini dan -"


Tapi sang Rubah tidak menunggu lebih lama lagi untuk mendengar
perkataan sang Ayam dan mulai berlari menjauh.
"Tunggu," teriak sang Ayam Jantan tersebut. "Mengapa engkau lari?
sekarang anjing adalah teman-teman kamu juga!"

"Ya,"jawab Fox. "Tapi mereka mungkin tidak pernah mendengar berita itu.
Selain itu, saya mempunyai tugas yang sangat penting yang hampir saja
saya lupakan."
Ayam jantan itu tersenyum sambil membenamkan kepalanya kembali ke
bawah bulu sayapnya dan tidur, karena ia telah berhasil memperdaya
musuhnya yang sangat licik.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng ayam jantan yang
cerdik dan rubah yang licik ini adalah
Janganlah kita menipu orang lain, jadilah cerdik tetapi tidak licik.

Pandai Besi dan Anjingnya


Aesop

Seorang pandai besi memiliki anjing kecil yang


biasanya tertidur ketika tuannya sedang bekerja, dan terjaga ketika tiba
waktunya untuk makan.
Suatu hari tuannya berpura-pura marah akan hal ini. Dan ketika sang Pandai
Besi melemparkan sepotong tulang untuk makanan anjingnya, seperti yang
biasa dilakukannya, ia pun berkata,
"Apa gunanya makhluk malas seperti kamu? Ketika saya bekerja keras
memukul besi, kamu hanya meringkuk dan tidur nyenyak, tetapi tidak lama

setelah saya berhenti bekerja untuk beristirahat makan, kamupun bangun


dan mengibaskan ekormu minta diberi makan."
Mereka yang malas bekerja, wajar apabila mengalami kelaparan.
Pemburu dan Penebang Kayu
Aesop

Seorang pemburu yang tidak terlalu berani,


sedang mencari jejak seekor singa. Dia lalu bertemu dengan seorang
penebang kayu di dalam hutan dan dia pun bertanya kepada penebang itu
jika saja ia melihat adanya tanda-tanda jejak sang Singa atau tahu di mana
singa tersebut bersarang.
"Saya tahu," kata penebang kayu itu, "sekaligus saya bisa menunjukkan dan
memperlihatkan kamu dimana Singa itu berada sekarang."
Sang Pemburu berubah menjadi sangat pucat hingga giginya berbunyi
karena gemetaran akibat rasa takut. Ia pun menjawab, "Tidak, terima kasih,
saya tidak meminta semua itu, saya hanya mencari jejak kakinya, dan
bukan singanya."
Orang yang berani, dibuktikan dengan perbuatan.

Murid Nakal, Kepala Sekolah dan Pemilik Kebun


Jean de La Fontaine
orang murid sekolah yang sangat nakal dan sering membolos dari sekolah,
suatu saat berencana untuk mengambil dan memetik buah-buahan dari
suatu kebun tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Pemilik kebun ini, di setiap musim panen, selalu membanggakan hasil
panennya yang sangat baik. Pada musim semi, dia bisa menunjukkan
bunga-bunga yang mekar pada pohonnya dan di musim gugur dia bisa
memetik apelnya yang telah ranum.
Suatu hari, pemilik kebun ini melihat murid sekolah ini dengan sembarangan
memanjat pohon buah dan menjatuhkan buah-buahan yang telah masak
maupun belum masak. Murid nakal ini bahkan mematahkan dahan-dahan
pohon, dan melakukan begitu banyak kerusakan sehingga pemilik kebun ini
mengirimkan laporan berisikan keluhan kepada kepala sekolah di mana anak
tersebut bersekolah. Kepala sekolah ini datang segera ke kebun tersebut dan
membawa murid-murid yang lain di belakangnya. Kepala sekolah ini ingin
memarahi dan menghukum murid nakal tersebut dan memberikan contoh
kepada murid lainnya bahwa setiap perbuatan yang nakal, akan
mendapatkan hukuman. Tetapi apa yang terjadi? rencana kepala sekolah
tersebut menjadi berantakan dan malah memperparah keadaan, karena saat
murid-murid yang lain melihat pohon apel yang telah ranum, mereka
langsung menyerbu ke kebun dan memanjat pohon serta memetik buah apel
dari pohon.
Tindakan yang dianggap bijaksana, belum tentu bijak.

Pria yang Menangis Sedih


Robert Louis Stevenson

Seorang pengembara, bertemu dengan


seorang pria lain yang sedang menangis sedih.
"Apa yang kamu tangisi?" katanya.
"Saya menangis karena menyesali perbuatan-perbuatanku yang buruk di
masa lalu," kata pria yang menangis.
"Kamu sepertinya kurang kerjaan, lupakanlah masa lalumu dan mulailah
hidup yang lebih baik." kata si Pengembara.
Beberapa hari kemudian, mereka bertemu kembali. Pria yang menangis
beberapa hari lalu, masih ditemukan menangis sedih.
"Apa yang kamu tangisi sekarang?" kata si Pengembara.
"Saya menangis karena tidak memiliki apa-apa untuk saya makan." kata
pria yang menangis.
"Saya sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi padamu." kata si
Pengembara.
Selalulah berusaha untuk hidup lebih baik dibandingkan masa lalu

Pemburu dan Penebang Kayu


Aesop

Seorang pemburu yang tidak terlalu berani,


sedang mencari jejak seekor singa. Dia lalu bertemu dengan seorang
penebang kayu di dalam hutan dan dia pun bertanya kepada penebang itu
jika saja ia melihat adanya tanda-tanda jejak sang Singa atau tahu di mana
singa tersebut bersarang.
"Saya tahu," kata penebang kayu itu, "sekaligus saya bisa menunjukkan dan
memperlihatkan kamu dimana Singa itu berada sekarang."
Sang Pemburu berubah menjadi sangat pucat hingga giginya berbunyi
karena gemetaran akibat rasa takut. Ia pun menjawab, "Tidak, terima kasih,
saya tidak meminta semua itu, saya hanya mencari jejak kakinya, dan
bukan singanya."
Orang yang berani, dibuktikan dengan perbuatan

Semut dan Belalang


Aesop

Pada siang hari di akhir


musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang
musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran
gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu
seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang
dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit
makan untuk dirinya.
"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah
mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan
datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim
panas?"
"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang
Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari,
musim panas pun telah berlalu."
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah
lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya

kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan


melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.
Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.

Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu


Di tengah padang rumput yang sangat luas, terdapat sebuah kolam yang dihuni
oleh berpuluh-puluh katak. Diantara katak-katak tersebut ada satu anak katak yang
bernama Kenthus, dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. Karena
kelebihannya itu, Kenthus menjadi sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada
anak katak lainnya yang dapat mengalahkannya.
Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering menasehati agar Kentus tidak bersikap
sombong pada teman-temannya yang lain. Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak
pernah dihiraukannya. Hal ini yang menyebabkan teman-temannya mulai
menghindarinya, hingga Kenthus tidak mempunyai teman bermain lagi.
Pada suatu pagi, Kenthus berlatih melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada
seekor anak lembu yang sedang bermain di situ. Sesekali, anak lembu itu
mendekati ibunya untuk menyedot susu. Anak lembu itu gembira sekali, dia berlarilari sambil sesekali menyenggok rumput yang segar. Secara tidak sengaja, lidah
anak sapi yang dijulurkan terkena tubuh si Kenthus.
"Huh, berani makhluk ini mengusikku," kata Kenthus dengan perasaan marah
sambil coba menjauhi anak lembu itu. Sebenarnya anak lembu itu pula tidak
berniat untuk mengganggunya. Kebetulan pergerakannya sama dengan Kenthus
sehingga menyebabkan Khentus menjadi cemas dan melompat dengan segera
untuk menyelamatkan diri.
Sambil terengah-engah, Kenthus sampai di tepi kolam. Melihat Kenthus yang
kelihatan sangat capek, kawan-kawannya nampak sangat heran. "Hai Khentus,
mengapa kamu terengah-engah, mukamu juga kelihatan sangat pucat sekali,
Tanya teman-temannya.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya cemas saja. Lihatlah di tengah padang rumput itu.
Aku tidak tahu makhluk apa itu, tetapi makhluk itu sangat sombong. Makhluk itu
hendak menelan aku." Kata Kenthus..

Kakaknya yang baru tiba di situ menjelaskan. " Makhluk itu anak lembu.
sepengetahuan kakak, anak lembu tidak jahat. Mereka memang biasa dilepaskan di
padang rumput ini setiap pagi."
"Tidak jahat? Kenapa kakak bias bilang seperti itu? Saya hampir-hampir ditelannya
tadi," kata Kenthus. "Ah, tidak mungkin. Lembu tidak makan katak atau ikan tetapi
hanya rumput." Jelas kakaknya lagi.
"Saya tidak percaya kakak. Tadi, aku dikejarnnya dan hampir ditendang olehnya."
Celah Kenthus. "Wahai kawan-kawan, aku sebenarnya bisa melawannya dengan
mengembungkan diriku," Kata Kenthus dengan bangga.
" Lawan saja Kenthus! Kamu tentu menang," teriak anak-anak katak beramairamai.
"Sudahlah Kenthus. Kamu tidak akan dapat menandingi lembu itu. Perbuatan
kamu berbahaya. Hentikan!" kata Kakak Kenthus berulang kali tetapi Kenthus tidak
mempedulikan nasehat kakaknya. Kenthus terus mengembungkan dirinya, karena
dorongan dari teman-temannya. Sebenarnya, mereka sengaja hendak memberi
pelajaran pada Kenthus yang sombong itu.
"Sedikit lagi Kenthus. Teruskan!" Begitulah yang diteriakkan oleh kawan-kawan
Kenthus. Setelah perut Kenthus menggembung dengan sangat besar, tiba-tiba
Kenthus jatuh lemas. Perutnya sangat sakit dan perlahan-lahan dikempiskannya.
Melihat keadaan adiknya yang lemas, kakak Kenthus lalu membantu.
Mujurlah Kenthus tidak apa-apa. Dia sembuh seperti sedia kala tetapi sikapnya
telah banyak berubah. Dia malu dan kesal dengan sikapnya yang sombong.

Raksasa Yang Egois


Dahulu kala, ada sebuah taman yang sangat luas dan cantik, milik seorang
raksasa. Taman itu sangat indah dengan rumput yang hijau dan lembut,
bunga-bunga yang cantik, dan puluhan pohon yang berbuah lebat.

Setiap siang, anak-anak masuk ke dalam taman itu untuk bermain dan
mendengarkan burung-burung berkicau merdu dari pohon-pohon.

Raksasa sedang pergi selama 5 tahun mengunjungi keluarganya di negeri


lain. Sekarang, dia kembali ke rumahnya, sebuah rumah yang sangat besar
dengan taman di depannya. Saat tiba di taman, ia melihat anak-anak

sedang bermain disana. Raksasa lalu memarahi mereka, Apa yang kalian
lakukan disini? Pergi! Ini taman milikku! Anak-anak yang ketakutan berlari
meninggalkan taman itu.

Karena tidak ingin ada orang lain yang ikut menikmati


keindahan tamannya lagi, raksasa lalu membangun tembok
yang tinggi mengelilingi taman itu, dan memadang tulisan Yang masuk
tanpa ijin akan dihukum! Anak-anak kehilangan taman itu. Sesekali mereka
memanjat dan melongok melewati tembok yang tinggi, memandangi taman
itu dan dengan sedihnya membicarakan permainan-permainan yang dulu
mereka lakukan disana.

Hari demi hari berlalu. Bunga-bunga di taman itu tidak lagi bermekaran.
Burung-burung tidak lagi berkicau dan pohon-pohon berhenti berbuah.
Rumput dan daun-daun yang dulunya subur dan hijau kini menjadi kering
dan berwarna coklat. Raksasa tidak mengerti mengapa taman miliknya
menjadi tidak indah lagi.

Pada suatu pagi, raksasa mendengar suara musik yang mengalun. Ternyata
itu adalah suara kicauan burung di luar jendelanya. Sudah lama sekali sejak
terakhir kali ia mendengar kicauan burung yang indah seperti itu.

Raksasa mendekat ke jendela dan mendengarkan kicauan burung itu dengan


sedih. Apa yang terjadi dengan tamanku? Aku berharap tamanku bisa
menjadi indah seperti dulu, dengan burung-burung yang berkicau merdu
seperti kamu. kata raksasa kepada burung itu. Burung itu terbang
mendekati raksasa dan berkata Tamanmu tidak akan sama lagi tanpa
kehadiran anak-anak itu. Tamanmu merindukan gelak tawa dan suara anakanak yang riang. Pohon, bunga-bunga, rumput, dan kami para burung
menginginkan kehadiran anak-anak yang menjadikan tempat ini kembali
penuh keceriaan.

Raksasa menyadari kesalahannya. Selama ini ia terlalu egois, dan akibatnya


ia hidup sendirian dan merasa kesepian.

Raksasa pun mengambil palu besar dan menghancurkan tembok yang


mengelilingi tamannya. Dibuangnya tulisan peringatan yang dipasangnya
dulu, dan dipanggilnya anak-anak untuk bermain di taman. Awalnya anakanak merasa takut. Akan tetapi ketika mereka melihat wajah raksasa yang
sekarang menjadi ramah, mereka mengikutinya ke taman untuk bermain
disana. Lagipula, anak-anak itu juga rindu bermain di taman itu.

Taman milik raksasa itu pun kembali penuh dengan anak-anak yang bermain
gembira. Bunga-bunga pun kembali bermekaran diantara rerumputan yang
hijau. Daun-daun dan buah-buahan memenuhi pohon-pohon, beserta
burung-burung yang berkicau dengan merdu.

Raksasa berkata kepada anak-anak, Sekarang, tamanku adalah taman milik


kalian juga. Sekarang raksasa tidak hanya memiliki sebuah taman yang
indah, tetapi ia juga memiliki banyak teman-teman kecil yang ceria.

Anda mungkin juga menyukai