Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPERCAYAAN

DIRI SISWA DI SMAN 4 KERINCI

Karya Ilmiah

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Matakuliah


Pendidikan Bahasa Indonesia

OLEH:
NAMA : ANDANA SEFTIAN
NPM : 2210253755026
PRODI : BIMBINGAN DAN KONSELING

Dosen Pengampu:
NELVIA SUSMITA, S.Pd., M.Pd

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN (STKIP)


MUHAMMADIYAH SUNGAI PENUH
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi
sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya Ilmiah
dengan judul “HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN
KEPERCAYAAN DIRI SISWA DI SMAN 4 KERINCI”. Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
terutama Ibuk Nelvia Susmita, S.Pd., M.Pd selaku dosen matakuliah
Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberi pemahaman sehingga karya
ilmiah ini dapat disusun, karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu
besar. Akhir kata penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat lebih bermanfaat
bagi semua pembaca.

Sungai Penuh, Juli 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................. 6
1.3 Batasan Masalah................................................................... 7
1.4 Rumusan Masalah................................................................. 7
1.5 Tujuan Penelitian.................................................................. 7
1.6 Manfaat Penelitian................................................................ 8
1.7 Asumsi penelitian.................................................................. 9
1.8 Hipotesis Penelitian............................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................... 10
2.1 Percaya Diri................................................................................ 10
2.1.1 Pengertian Percaya Diri..................................................... 10
2.1.2 Aspek Pengembangan Rasa Percaya Diri......................... 11
2.1.3 Karakteristik atau Ciri-ciri Individu yang Percaya Diri.... 12
2.2 Komunikasi Interpersonal.......................................................... 14
2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal................................ 14
2.2.2 Komponen Komunikasi Interpersonal............................... 17
2.2.3 Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal............................ 20
2.3 Kerangka Konseptual................................................................. 23
2.4 Penelitian Relevan...................................................................... 23
BAB III PENUTUP
2.1 Kesimpulan................................................................................ 25
2.2 Saran........................................................................................... 26
KEPUSTAKAAN....................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pendidikan sebagai

investasi jangka panjang pada sumber daya manusia. Menurut UU Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 (2003: 2) “Pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau

latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.

Secara umum, Ramdhani, M. A. (2017: 30). pendidikan merupakan

interaksi antara faktor-faktor yang terlibat di dalamnya guna mencapai tujuan

pendidikan. Interaksi faktor-faktor tersebut secara jelas dapat tersaksi dalam

proses belajar, yaitu ketika pendidik mengajarkan nilai-nilai, ilmu, dan

keterampilan pada peserta didik, sementara peserta didik menerima pengajaran

tersebut. Sasaran proses pendidikan tidak sekedar pengembangan

intelektualitas peserta didik dengan memasok pengetahuan sebanyak mungkin,

lebih dari itu, pendidikan merupakan proses pemberian pengertian,

pemahaman, dan penghayatan sampai pada pengamalan yang diketahuinya.

Interaksi di dalam dunia pendidikan tidak lepas dari interaksi sosial

antara sosial guru dan peserta didik. Menurut Priansa, D. J. (2017: 1) peserta

didik merupakan pribadi-pribadi yang unik, yang antara yang satu dan lainnya

memiliki perbedaan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun

psikomotornya. Oleh karena itu, dalam proses interaksi peserta didik perlu

memiliki rasa percaya diri untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan

1
guru ataupun dengan teman sebaya. Kepercayaan diri menurut Walgito, 2000

(dalam Fitri, E., Zola, N., & Ifdil, I. 2018: 1) merupakan salah satu aspek

kepribadian yang penting dalam masa perkembangan remaja (Walgito, 2000).

Menurut Surya, H (2007: 57) rasa percaya diri merupakan sikap mental

optimisme dari kesanggupan anak terhadap kemampuan diri untuk

menyelesaikan segala sesuatu dan kemampuan untuk melakukan penyesuaian

diri pada situasi yang dihadapi. Peserta didik yang mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi dan mampu berpikir positif dapat menghadapi tantangan yang

dihadapinya dalam proses menjalani kehidupan sehari-hari.

Selain itu, percaya diri menurut Umar, T (2011: 5) merupakan

keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu dengan

tenang. Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri yang berupa perasaan

dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan

individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan. Percaya diri

merupakan kunci kesuksesan hidup. Seseorang yang tidak memiliki rasa

percaya diri dalam hidupnya tidak akan sukses berinteraksi dengan orang lain

dalam hidupnya. Di samping itu, tanpa rasa percaya diri seseorang tidak bisa

menggapai keinginan yang di idamkannya, bahkan vitalitas, daya kreatifitas,

jiwa petualangan spontan akan beralih menjadi depresi, frustasi dan patah

semangat. Pada prinsipnya, rasa percaya diri dapat meningkatkan efektifitas,

kesehatan lahir bathin, kecerdasan, keberanian, vitalitas, daya kreatifitas, jiwa

petualangan, mengambil keputusan yang tepat, kontrol diri, kematangan etika,

2
rendah hati, sikap toleran, rasa puas dalam diri dan ketenangan jiwa (Al-

Uqshari, Y., 2005: 6).

Menurut Rini, J. F. (2002: 4) untuk menumbuhkan rasa percaya diri

yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri.

Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan

yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya.

Menurut Sricahyanti, E. N. (2015: 3) orang yang mempunyai

kepercayaan diri tinggi, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya,

punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat

terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga dia mampu berkomunikasi

dengan siapa saja dengan keyakinan atas dirinya bahwa apa yang

dikatakannya berdasarkan kelebihan yang dimilikinya. Dengan percaya diri

inilah individu akan lebih mudah membuka diri dengan orang lain, dan

sebaliknya orang yang tidak mempunyai rasa percaya diri akan memiliki

konsep diri yang negatif, kurang percaya akan kemampuannya sehingga sering

menutup diri dan enggan berkomunikasi dengan orang lain. Kepercayaan diri

seseorang akan mempengaruhi tingkat komunikasi interpersonalnya. Semakin

baik seseorang dalam berkomunikasi maka akan semakin baik pula

hubungannya di masyarakat. Manusia dikodratkan sebagai mahluk sosial yaitu

makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, maka betapa pentingnya komunikasi

antar sesama dalam lingkungan masyarakat.

Menurut De Vito, Liliweri, 1997 (dalam Dewinda, H. R, 2019: 3)

komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman

3
pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan

balik yang langsung. Proses interaksi komunikasi interpersonal antara peserta

didik tidak selalu berjalan dengan lancar. Banyak masalah yang timbul dalam

proses tersebut, hal ini dipengaruhi oleh beberapa dimensi yang menyebabkan

kesenjangan dalam proses komunikasi interpersonal. Selain itu, komunikasi

interpersonal menurut Mulyana, 2008 (Solina, W., & Usman, C. I. 2020: 2)

merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

Komunikasi interpersonal diungkap dengan skala Likert yang disusun

berdasarkan aspek-aspek komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh

Devito (dalam Uyun, Q. 2018: 78) yaitu lima sikap positif yang perlu

dipertimbangkan dalam melakukan komunikasi interpersonal antara lain

keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Dewasa

ini, dalam proses pembelajaran menuntut peserta didik aktif melakukan

komunikasi interpersonal baik dengan guru ataupun dengan teman sebaya.

Kemampuan komunikasi interpersonal siswa tidak hanya dibutuhkan di kelas

seperti diskusi dan presentasi, tapi juga di luar kelas untuk lebih interaktif

membangun komunikasi dengan orang lain.

Menurut Hasanah, H. (2015: 70) terdapat pengaruh komunikasi

interpersonal dalam menurunkan problem tekanan emosi siswa, individu perlu

meningkatkan komunikasi interpersonal dalam upaya menurunkan problem

tekanan emosi. Penelitian Purnamaningsih, E. H. (2003: 70) menghasilkan

4
koefisien korelasi sebesar 0,725 dengan p < 0,01 yang berarti ada hubungan

negatif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi

interpersonal. Berarti semakin tinggi kepercayaan diri, maka semakin rendah

kecemasan komunikasi interpersonalnya, begitu pula sebaliknya. Selain itu,

Sricahyanti, E. N. (2015: 5) berdasarkan hasil penelitiannya adanya hubungan

positif dan signifikan antara rasa percaya diri dengan komunikasi

interpersonal.

Berdasarkan hasil observasi pada bulan November 2020 dalam rangka

praktek lapangan dan wawancara dengan 10 orang siswa di SMAN 4 Kerinci

pada tanggal 16 Juni 2021 terdapat fenomena bahwa siswa belum merasa

percaya diri dalam menyampaikan pendapat atau ide yang dimiliki baik di

dalam kelas saat belajar ataupun kegiatan di luar sekolah, siswa merasa cemas

ketika menyampaikan pendapat karena cemas salah dengan apa yang

disampaikan, siswa merasa canggung atau tegang saat berbicara dengan guru

atau senior, siswa merasa rendah diri saat berkomunikasi dengan teman atau

guru, siswa sulit untuk terbuka dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan

seperti pendapat yang berbeda, siswa merasa bahwa teman-temannya kurang

menghargai pendapat yang ia sampaikan. Siswa juga enggan menyampaikan

kepada guru BK ketidaknyamanannya dalam berkomunikasi dengan

oranglain.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih dalam bagaimana “Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan

Percaya Diri Siswa di SMAN 4 Kerinci”.

5
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang terdahulu, dapat diidentifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1. siswa belum merasa percaya diri dalam menyampaikan pendapat atau ide

yang dimiliki baik di dalam kelas saat belajar ataupun kegiatan di luar

sekolah,

2. Siswa merasa cemas ketika menyampaikan pendapat karena cemas salah

dengan apa yang disampaikan, dengan oranglain.

3. Siswa merasa canggung atau tegang saat berbicara dengan guru atau senior,

4. Siswa merasa rendah diri saat berkomunikasi dengan teman atau guru,

5. Siswa sulit untuk terbuka dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan seperti

pendapat yang berbeda,

6. Siswa merasa bahwa teman-temannya kurang menghargai pendapat yang ia

sampaikan,

7. Siswa enggan menyampaikan kepada guru BK ketidaknyamanannya dalam

berkomunikasi.

1.3 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang akan dibahas dapat tercapai dengan baik dan

tidak terjadi kekeliruan dalam pembahasan, maka penulis perlu memberikan

6
batasan masalah. Penelitian ini hanya difokuskan terhadap pegawai honorer

tentang:

1. Komunikasi Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci

2. Kepercayaan Diri Siswa di SMAN 4 Kerinci

3. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Percaya Diri Siswa di SMAN

4 Kerinci

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka

rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana Komunikasi Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci?

2. Bagaimana Percaya Diri Siswa di SMAN 4 Kerinci?

3. Bagaimana Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Percaya Diri Siswa

di SMAN 4 Kerinci?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan Komunikasi Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci.

2. Mendeskripsikan Percaya Diri Siswa di SMAN 4 Kerinci.

3. Mendeskripsikan Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Percaya Diri

Siswa di SMAN 4 Kerinci.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat:

1. Manfaat dari segi teoritis, dapat memberi sumbangan ilmu dalam bidang

Bimbingan dan Konseling khususnya yang terkait dengan BK luar sekolah

7
dalam memberikan konseling kepada karyawan pemerintah atau swasta

untuk meningkatkan komunikasi interpersonal dengan percaya diri siswa.

2. Manfaat dari segi praktis antara lain:

1) Bagi guru BK/ Konselor, untuk menambah pengetahuan, sehingga guru

BK/ Konselor mendapat masukan mengenai -unsur yang diperlukan

dalam pelaksanaan BK guna meningkatkan pemahaman komunikasi

interpersonal dengan percaya diri siswa.

2) Bagi kepala sekolah, dapat dijadikan masukan dalam mempersiapkan

program BK di sekolah dengan materi komunikasi interpersonal dengan

percaya diri siswa.

3) Bagi Prodi BK STKIP Muhammadiyah Sungai Penuh, bisa dijadikan

masukan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu dan terampil dalam

melaksanakan layanan.

4) Bagi Siswa, dengan lebih banyak memahami tentang komunikasi

interpersonal dengan percaya diri diharapkan siswa mampu meraih

kesuksesan dan mimpinya.

1.7 Asumsi Penelitian

1. Layanan Bimbingan dan Konseling memberikan manfaat kepada Siswa.

2. Siswa memerlukan informasi terkait dengan komunikasi interpersonal

dengan percaya diri.

8
3. Guru BK/Konselor memiliki peranan untuk meningkatkan komunikasi

interpersonal dengan percaya diri siswa untuk menemukan kenyamanan dan

kebahagiaan dalam berkomunikasi.

1.8 Hipotesis Penelitian

Ho: Tidak terdapat Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan

Percaya Diri Siswa SMAN 4 Kerinci.

Ha: Terdapat Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Percaya

Diri Siswa SMAN 4 Kerinci.

9
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Percaya Diri

2.1.1 Pengertian Percaya Diri

Menurut Rini, J. F. (2002: 1) Kepercayaan diri adalah sikap positif

seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan

penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap

lingkungan/situasi yang dihadapinya. Rasa percaya diri yang tinggi

sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan

individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu

dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi

aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Selain itu, Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu

keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan

membuat keputusan sendiri pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk

melakukan sesuatu. Artinya keyakinan dan percaya diri hanya timbul pada

saat seseorang mengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukanya.

Pada dasarnya seseorang merasa puas pada dirinya sendiri hanya pada saat

melakukan suatu kegiatan, pekerjaan atau menyalurkan kemampuanya.

Banyak hal yang dapat dilakukan dan banyak juga kemampuan yang dapat

10
dikuasai seseorang dalam hidupnya. Tetapi jika hanya percaya diri pada

hal-hal tersebut maka seseorang tidak akan pernah menjadi orang yang

betul-betul percaya diri. Hal ini karena orang tersebut hanya akan

mepercaya diri terhadap hal-hal yang berkaitan dengan apa yang dilakukan

dan beberapa keterampilan tertentu saja yang dikuasai (Suhardita, K. 2011:

130).

Berdasarkan pengertian tersebut, percaya diri adalah keyakinan

seseorang akan kemampuan dirinya dalam melakukan hal positif yang

dapat menunjang pengembangan potensi dalam mencapai tujuan hidupnya.

2.1.2 Aspek Pengembangan Rasa Percaya Diri

Menurut Angelis, 2003 (dalam Suhardita, K. 2011: 130). dalam

mengembangkan percaya diri terdapat tiga aspek yaitu:

1) Tingkah laku, yang memiliki tiga indikator; melakukan sesuatu secara

maksimal, mendapat bantuan dari orang lain, dan mampu menghadapi

segala kendala,

2) Emosi, terdiri dari empat indikator; memahami perasaan sendiri,

mengungkapkan perasaan sendiri, memperoleh kasih sayang, dan

perhatian disaat mengalami kesulitan, memahami manfaat apa yang

dapat disumbangkan kepada orang lain, dan

3) Spiritual, terdiri dari tiga indikator; memahami bahwa alam semesta

adalah sebuah misteri, meyakini takdir Tuhan, dan mengagungkan

Tuhan.

11
Berdasarkan uraian di atas, percaya diri adalah keyakinan pada diri

sendiri baik itu tingkah laku, emosi, dan kerohanian yang bersumber dari

hati nurani untuk mampu melakukan segala sesuatu sesuai dengan

kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar hidup lebih

bermakna.

2.1.3 Karakteristik atau Ciri-ciri Individu yang Percaya Diri


Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa

percaya diri yang proporsional menurut Rini, J. F. (2002: 1), diantaranya

adalah :

a. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak

membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat

orang lain

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima

oleh orang lain atau kelompok

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani

menjadi diri sendiri

d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)

e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau

kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah

menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak

tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)

f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag

lain dan situasi di luar dirinya

12
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika

harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya

dan situasi yang terjadi.

Selain itu, Menurut Hakim 2005 (dalam Aristiani, R. 2016: 186)

ciri-ciri orang yang mempunyai percaya diri tinggi antara lain: (a) Selalu

bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu. (b) Mempunyai

potensi dan kemampuan yang memadai. (c) Mampu menetralisasi

ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi. (d) Mampu

menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi. (e) Memiliki

kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya. (f)

Memiliki kecerdasan yang cukup. (g) Memiliki tingkat pendidikan

formal yang cukup. (h) Memiliki keahlian atau ketrampilan lain yang

menunjang kehidupannya, misalnya ketrampilan berbahasa asing. (i)

Memiliki kemampuan bersosialisasi. (j) Memiliki latar belakang

pendidikan yang baik. (k) Memiliki pengalaman hidup yang menempa

mentalnya menjadi kuat dan tahan didalam menghadapi berbagai cobaan

hidup. (l) Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai

masalah, misalnya didalam menghadapi berbagai masalah tetap tegar,

sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini,

adanya masalah hidup yang berat justru semakin memperkuat rasa

percaya diri seseorang.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri siswa yang percaya diri adalah siswa yang miliki sikap tenang,

13
mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai, mampu

menetralisasi ketegangan, mampu menyesuaikan diri dan

berkomunikasi, memiliki kecerdasana, keahlian dan ketrampilan yang

dapat menunjang kehidupan.

2.2 Komunikasi Interpersonal

2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Menurut Tan, 1981 (Harahap, S. R., & Lestari, Y. I. (2018:

123) komunikasi interpersonal secara umum terjadi di antara dua orang.

Seluruh proses komunikasi terjadi di antara beberapa orang, namun

banyak interaksi tidak melibatkan seluruh orang di dalamnya secara

akrab. Proses komunikasi interpersonal menggambarkan terjadinya

kegiatan komunikasi sebagai proses yang menghubungkan pengirim

dengan penerima pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal,

komunikator memiliki peranan penting menentukan keberhasilan dalam

mempengaruhi komunikan, berkaitan erat dengan karakter yang melekat

pada komunikator itu sendiri. Asumsi tersebut didasarkan pada pendapat

bahwa karakteristik komunikator yang mencakup keahlian atau

kredibilitas, daya tarik dan keterpercayaan, merupakan faktor yang

sangat berpengaruh dan menentukan keberhasilan komunikator

melaksanakan komunikasi.

Menurut Suranto Aw, 2011 (Sari, S. N., & Marajari, M. R.

(2019: 37) komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang

mempunyai efek besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama

14
perindividu. Hal ini disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat

dalam komunikasi bertemu secara langsung, tidak menggunakan

media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang

memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face).

Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak

dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi

tingkat ketidakjujuran ketika sedang terjadi komunikasi.

Menurut Agus Mulyono, 2001 (Nurhayati, S. (201: 11) juga

memaparkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komuniksi yang

berbentuk tatap muka, interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan

non verbal, serta saling berbagai informasi dan perasaan antara

individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok

kecil. Komunikasi interpersonal dapat dilakukan secara lisan maupun

tertulis. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan,

sehingga penerapannya perlu memperhatikan situasi dan kondisi yang

ada. Komunikasi lisan (oral communication) ialah proses pengiriman

pesan dengan bahasa lisan. Komunikasi lisan mempunyai beberapa

keuntungan yaitu:

a. Keuntungan terbesar dari komunikasi lisan adalah kecepatannya,

dalam arti ketika kita melakukan tindak komunikasi dengan orang

lain, pesan dapat disampaikan dengan segera. Aspek kecepatan

ini akan bermakna kalau waktu menjadi persoalan yang esensial.

b. Munculnya umpan balik segera (instant feedback). Artinya

15
penerima pesan dapat dengan segera memberi tanggapan atas

pesan-pesan yang kita sampaikan.

c. Memberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk

mengendalikan situasi, dalam arti sender dapat melihat keadaan

penerima pesan pada saat berlangsungnya tindak komunikasi

tersebut. Jika kita memiliki kemampuan berbicara yang lebih baik,

memungkinkan pesan-pesan yang kita sampaikan akan menjadi

lebih jelas dan cukup efektif untuk dapat diterima oleh receiver.

Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi

antarpribadi atau antarindividu. Untuk menjaga agar proses

komunikasi tersebut berjalan baik, agar tujuan komunikasi dapat

tercapai tanpa menimbulkan kerenggangan hubungan antarindividu,

maka diperlukan etika berkomunikasi. Cara paling mudah

menerapkan etika komunikasi interpersonal ialah pihak-pihak yang

terlibat dalam proses komunikasi, bahkan kita semuanya sebagai

anggota masyarakat, perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

a. Nilai-nilai dan norma-norma social budaya setempat

b. Segala aturan, ketentuan, tata tertib yang sudah disepakati

c. Adat istiadat, kebiasaan yang dijaga kelestariannya

d. Tata krama pergaulan yang baik

e. Norma kesusilaan dan budi pekerti

f. Norma sopan-santun dalam segala tindakan

16
2.2.2 Komponen Komunikasi Interpersonal

Secara sederhana dapat dikemukakan suatu asumsi bahwa

proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila ada pengirim

menyampaikan informasi berupa lambang verbal maupun nonverbal

kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia

(human voice), maupun dengan medium tulisan. Berdasarkan asumsi

ini maka dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi

interpersonal terdapat komponen-komponen komunikasi secara

integrative saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu

sendiri.

a. Sumber/komunikator

Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi internal sendiri,

baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang

lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh

pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi

sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi

interpersonal komunkator adalah individu yang menciptakan,

memformulasikan dan menyampaikan pesan.

b. Encoding

Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator

dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal

dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata

17
bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikasi.

Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran ke

dalam simbol-simbol, kata-kata dan sebagainya sehingga

komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara

penyampainnya.

c. Pesan

Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat

simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan

keduanya yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk

disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan

merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah yang

disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi

oleh komunikan. Komunikasi akan efektif apabila komunikan

menginterpretasi makna pesan sesuai yang diinginkan oleh

komunikator.

d. Saluran

Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke

penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara

umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan

saluran atau media semata-semata karena situasi dan kondisi tidak

memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.

Prinsipnya, sepanjang masih dimungkinkan untuk dilaksanakan

komunkasi secara tatap muka, maka komunikasi interpersonal

18
tatap muka akan lebih efektif.

e. Penerima/komunikan

Adalah seseorang yang menerima, memahami dan

menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal,

penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula

proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdsasarkan

umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan

dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan,

apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua

belah pihak yakni komunikator dan komunikan.

f. Decoding

Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima.

Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam dala dalam

bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus

diubah ke dalam pengalamn-pengalaman yang mengandung

makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses

dimana indera menangkap stimuli. Proses sensasi dilanjutkan

dengan persepsi, yaitu proses memberi makna atau decoding.

g. Respon

Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk

dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat

bersifat positif, netral maupun negatif. Respon positif apabila

sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti

19
respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan

komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang

diberikan bertentangan dengan diinginkan oleh komunikator.

2.2.3 Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito, 1997 (Rianatha, L., & Sawitri, D. R. 2015: 211)

komunikasi interpersonal dapat berjalan efektif, apabila memiliki lima

aspek efektifitas komunikasi, yaitu:

a. Keterbukaan (openess). Keterbukaan merupakan hal yang penting dalam

berkomunikasi. Keterbukaan yang dimaksudkan adalah kesediaan untuk

mengakui perasaan dan pikiran sebagai milik setiap orang dan harus

bertanggungjawab atasnya. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga hal

yakni: (a) komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada

orang yang diajaknya berinteraksi, tetapi harus ada kesediaan untuk

membuka diri dalam arti mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalhkan pengungkapan diri tersebut masih batas-batas

kewajaran, (b) mengacu pada kesetiaan komunikator untuk bereaksi

secara jujur terhadap stimulus yang datang, dan (c) menyangkut

kepemilikan perasaan dan pikiran.

b. Empati (emphaty). Empati merupakan kemampuan seseorang untuk

mengetahui hal yang sedang dialami oleh orang lain pada suatu saat

tertentu, dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.

Berempati adalah merasakan sesuatu seperti yang mengalaminya.

Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman

20
orang lain, perasaan dan sikap orang lain. Langkah pertama dalam

mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai,

menafsirkan, dan mengkritik. Reaksi tersebut dapat menghambat

pemahaman. Langkah kedua, makin banyak seseorang mengenal orang

lain (keinginan, pengalaman, kemampuan, dan ketakutan) maka makin

mampu melihat dan merasakan hal-hal yang dialami orang lain.

Langkah ketiga, mencoba merasakan hal yang sedang dirasakan orang

lain dari sudut pandangnya.

c. Dukungan (supportiveness)

Dukungan dimaksudkan suatu sikap yang menunjukkan

perasaan mendukung terhadap suatu hal. Sikap mendukung dapat

dilihat dalam tiga hal yakni: (a) deskriptif, bukan evaluatif. Dalam

komunikasi yang bernada menilai seringkali membuat seseorang

bersikap defensif, namun bukan berarti semua komunikasi evaluatif

menimbulkan reaksi defensif. Orang seringkali bereaksi terhadap

evaluasi positif tanpa sikap defensif, namun evaluasi negatif tidak selalu

menimbulkan reaksi defensif, (b) spontanitas, gaya spontanitas dapat

menciptakan suasana mendukung. Orang spontan dalam komunikasi

dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannyabiasanya

bereaksi dengan cara yang sama (terus terang dan terbuka). Sebaliknya,

seseorang merasa bahwa orang lain menyembunyikan perasaan yang

sebenarnya dan mempunyai rencana atau strategi tersembunyi, maka

seseorang akan berekasi secara defensif, dan (c) provisionalisme,

21
artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia

mendengar pandangannya yang berlawanan dan bersedia mengubah

posisi jika keadaan mengharuskan. Bila seseorang bertindak secara

provisional yaitu dengan pikiran terbuka, dengan keasadaran penuh

bahwa orang lain mungkin saja keliru, dan dengan kesediaan untuk

mengubah sikap dan pendapatnya, maka orang tersebut dapat didorong

d. Sikap positif (positiveness)

Komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap

positif terhadap mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi

komunikasi yang pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang

efektif. Sikap positif dalam komunikasi antarapribadi dapat

dikomunikasikan melalui sikap dan dorongan. Sikap positif mengacu

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antarpribadi yakni: (a)

komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif

terhadap diri mereka sendiri, (b) perasaan positif untuk situasi

komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaktif yang efektif.

Dorongan dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dan

dalam interaksi antara manusia secara umum. Perilaku mendorong

menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain, perilaku ini

bertentangan dengan ketidakacuhan.

e. Kesetaraan (equality)

22
Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam suasananya

ada kesetaraan. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa

keduanya sama-sama bernilai dan berharga, kedua belah pihak memiliki

sesuatu yang bernilai untuk disumbangkan. Kesetaraan tidak berarti

mengharuskan seseorang menerima dan menyetujui begitu saja semua

perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti menerima

pihak lain sebagai lawan bicara, atau kesetaraan meminta seseorang

untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 1
Kerangka Berpikir

Komunikasi rxy = ...? Kepercayaan Diri


Interpersonal
a. Keterbukaan (openess)
a. Tingkah laku
b. Empati (emphaty)
b. Emosi
c. Dukungan
c. Spiritual
(supportiveness)
d. Sikap positif
(positiveness)
e. Kesamaan (equality)

2.4 Penelitian Relevan

2.4.1 Hasil penelitian Utomo, D. P., & Harmiyanto, H. (2016) menunjukkan

sebagian besar siswa kelas X SMAN 1 Garum Kabupaten Blitar yang

memiliki keterampilan komunikasi interpersonal tinggi. Sebagian besar

siswa kelas X SMAN 1 Garum Kabupaten Blitar yang memiliki

kepercayaan diri tinggi. Terdapat hubungan yang signifikan antara

23
keterampilan komunikasi interpersonal dengan kepercayaan diri siswa

kelas X di SMAN 1 Garum Kabupaten Blitar. Hal ini membuktikan

bahwa siswa yang memiliki keterampilan komunikasi tinggi maka rasa

kepercayaan dirinya tinggi.

2.4.2 Hasil dari penelitian Sricahyanti, E. N. (2015) diperoleh tingkat percaya

diri siswa tergolong baik, diketahui pada interval ketiga dengan frekuensi

34,29%. Tingkat komunikasi interpersonal siswa tergolong baik,

diketahui pada interval ketiga dengan frekuensi 27,14%. Pada hasil uji

korelasi percaya diri dengan komunikasi interpersonal diperoleh 0,871.

Hal ini berarti nilai hasil analisis lebih besar dari nilai 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk taraf

signifikasi 5% yaitu sebesar 0,235 yang berarti ada hubungan yang

signifikan antara percaya diri dengan komunikasi interpersonal siswa

kelas VIII SMP Negeri 5 Kediri tahun pelajaran 2014/2015.

2.4.3 Hasil dari penelitian Puspitaningsih, I. T. (2014) menerangkan bahwa

ada hubungan yang signifikan pada rasa percaya diri dan komunikasi

interpersonal dengan aktualisasi diri dengan F empirik sebesar 114,2

lebih besar dari F teoritis 3,07 pada taraf 5%. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara Rasa Percaya

Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan aktualisasi diri siswa kelas X

di SMK Negeri 1 BaurenoBojonegoro.

24
.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan terkait tiga aspek yang disebutkan (Komunikasi

Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci, Percaya Diri Siswa, dan Hubungan

Komunikasi Interpersonal dengan Percaya Diri Siswa) dapat diringkas

sebagai berikut:

1. Komunikasi Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci: Berdasarkan

penelitian yang dilakukan di SMAN 4 Kerinci, komunikasi interpersonal

siswa tergolong baik. Hal ini dapat diidentifikasi dari tingkat

keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan yang

tercermin dalam komunikasi antar siswa. Komunikasi interpersonal

adalah proses yang efektif dalam membantu siswa berinteraksi,

berkomunikasi, dan menjalin hubungan yang sehat dengan rekan-rekan

mereka.

2. Percaya Diri Siswa: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

siswa di SMAN 4 Kerinci memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

Percaya diri adalah sikap positif yang memampukan individu untuk

mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri dan lingkungan.

Siswa yang memiliki percaya diri yang tinggi cenderung merasa

25
memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya bahwa mereka bisa

menghadapi tugas dan tantangan dengan baik.

3. Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Percaya Diri Siswa:

Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

komunikasi interpersonal dan kepercayaan diri siswa di SMAN 4

Kerinci. Siswa yang memiliki keterampilan komunikasi interpersonal

yang baik cenderung memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan

mendukung satu sama lain dalam interaksi antarpribadi dapat

berkontribusi positif terhadap perkembangan kepercayaan diri siswa.

3.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat diambil dari hasil penelitian

mengenai Komunikasi Interpersonal Siswa di SMAN 4 Kerinci dan

Hubungan dengan Percaya Diri Siswa:

1. Pengembangan Keterampilan Komunikasi Interpersonal: Pihak sekolah

sebaiknya memberikan perhatian khusus untuk mengembangkan

keterampilan komunikasi interpersonal siswa.

2. Pelatihan Empati dan Dukungan Antar Siswa: Penting untuk mendorong

siswa untuk lebih berempati dan memberikan dukungan satu sama lain.

3. Pembinaan Rasa Percaya Diri: Sekolah perlu memberikan perhatian

khusus pada pembinaan rasa percaya diri siswa. Ini bisa dilakukan

melalui program pengembangan diri, bimbingan dan konseling, serta

kegiatan-kegiatan yang membangun rasa prestasi dan pencapaian positif.

26
4. Meningkatkan Komunikasi Antar Guru dan Siswa: Penting untuk

menciptakan lingkungan di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi

dengan lebih terbuka dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA
A Muri Yusuf. (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Penelitian
Gabungan (Pertama). Jakarta: Renika Cipta

Al-Uqshari, Y. (2005). Percaya diri pasti. Gema Insani.

Arikunto, 1996, prosedur penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Aristiani, R. (2016). Meningkatkan percaya diri siswa melalui layanan informasi


berbantuan audiovisual. Jurnal Konseling Gusjigang, 2(2).

Dewinda, H. R. (2019). Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan


Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan Departemen Sumber
Daya Manusia pt. Semen padang. Psyche 165 Journal, 12(2), 202-209.

Fitri, E., Zola, N., & Ifdil, I. (2018). Profil kepercayaan diri remaja serta faktor-
faktor yang mempengaruhi. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan
Indonesia), 4(1), 1-5.

Harahap, S. R., & Lestari, Y. I. (2018). Peranan komitmen dan komunikasi


interpersonal dalam meningkatkan kepuasan pernikahan pada suami yang
memiliki istri bekerja. Jurnal Psikologi, 14(2), 120-128.

Hasanah, H. (2015). Pengaruh komunikasi interpersonal dalam menurunkan


problem tekanan emosi berbasis gender. Sawwa: Jurnal Studi
Gender, 11(1), 51-74.

Nurhayati, S. (2019). Hubungan Antara Keterbukaan Diri Dengan Kemampuan


Komunikasi Interpersonal Pada Remaja Di Smk Muhammadiyah 2
Moyudan (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Priansa, D. J. (2017). Pengembangan strategi dan model pembelajaran: inovatif,


kreatif, dan prestatif dalam memahami peserta didik.

Purnamaningsih, E. H. (2003). Kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi


interpersonal pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 30(2), 67-71.

27
Puspitaningsih, I. T. (2014). Hubungan Rasa Percaya Diri dan Komunikasi
Interpersonal dengan Aktualisasi Diri Siswa Kelas X SMK Negeri 1
Baureno-bojonegoro The Correlation Between Self Confidence and
Interpersonal Communication with Self Actualization of The Tenth Grade
Students. Jurnal BK UNESA, 4(1), 22-27.

Ramdhani, M. A. (2017). Lingkungan pendidikan dalam implementasi pendidikan


karakter. Jurnal Pendidikan UNIGA, 8(1), 28-37.

28

Anda mungkin juga menyukai