Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN STUDI KASUS

DAMPAK KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP


DI MAHASISWA PAI II IAILM SURYALAYA

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu:
Drs. Nurhamzah CS,MSI.,M.P Mat
Syarifah Setiana Ardiati, S.Psi., M.Pd.

Disusun oleh:
Nama : M. Haikal Ismatilah
NIM : 2121003
Kelas : PAI A/II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan karunia dan lindungan-Nya disertai keteguhan dan kesabaran hati,
begitu besar rasa syukur yang dirasakan, karena berkat Ridho-Nyalah sehingga laporan
studi kasus ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Psikologi Perkembangan. Laporan ini berisi hasil studi kasus yang
dilakukan di salah satu kampus swasta.
Dalam penulisan ini, penyusun menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari
semua pihak tidak mungkin dapat diselesaikan. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
yang tak terhingga penyusun sampaikan terutama kepada segenap pihak dari warga
kampus iailm serta rekan-rekan yang telah banyak membantu kelancaran studi kasus
ini.
Dengan rasa rendah hati, penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan baik dari segi penyajian, penulisan, dan penggunaan tata bahasa.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
perbaikkan dimasa yang akan datang. Walaupun demikian penyusun mengharapkan
laporan studi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, Juni 2022


Penyusun,

M. Haikal Ismatilah

i
DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah......................................................................... 4
C. Rumusan Masalah............................................................................ 4
D. Tujuan Penelitian............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Toxic Friendship
1. Pengertian................................................................................... 5
2. Ciri-Ciri Perilaku Toxic Friendship............................................ 6
3. Penyebab Toxic Friendship........................................................ 7
4. Dampak Toxic Friendship.......................................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian............................................................................ 11
B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 11
C. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 11
D. Teknik Analisis Data....................................................................... 12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan.................................................... 13
B. Dampak Perilaku Komunikasi Toxic Friendship............................. 16
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat antara
seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada perilaku dan
gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan dan keburukan pada
saat bersamaan. Artinya, jika kita berteman dengan orang baik maka kita akan
terpengaruh untuk menjadi orang baik juga, sebaliknya jika berteman dengan orang
jahat kita akan terpengaruh menjadi orang jahat juga (Dariyo, 2004: 47).
Dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih terjalin melalui
proses komunikasi menuju persahabatan dan menjaga hubungan persahabatan.
Membangun hubungan persahabatan dengan orang-orang dari latar belakang
berbeda membutuhkan usaha dan kesiapan diri. Pertemuan pertama merupakan
momen yang menentukan apakah seseorang akan diterima sebagai sahabat atau
tidak.
Komunikasi adalah suatu proses interaksi antara sesama makhluk tuhan baik
dengan menggunakan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku dan tindakan.
Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dengan
menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti
melalui lisan, tulisan maupun sinyal-sinyal non verbal. Komunikasi verbal dan
nonverbal yang tulus, atau terdapat sesuatu yang tersembunyi dalam tujuan utama
dalam membangun suatu hubungan.
Perilaku komunikasi merupakan aktivitas atau tindakan yang mendorong
manusia untuk melakukan interaksi yang saling memengaruhi satu sama lain,
sengaja atau tidak sengaja dan tidak berbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi
juga dalam hal komunikasi nonverbal seperti ekspresi muka, sentuhan, symbol dan
lainnya. Perilaku komunikasi merupakan suatu tindakan atau respon seseorang
dalam lingkungan dan situasi komunikasinya.
Perilaku komunikasi dapat diamati melalui kebiasaan komunikasi seseorang,
sehingga perilaku komunikasi seseorang akan pula menjadi kebiasaan pelakunya.
Definisi perilaku komunikasi tidak akan lepas dari pengertian perilaku dan
2

komunikasi. Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan yaitu perilaku atau
kebiasaan seseorang umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan
sesuatu dan untuk memperoleh tujuan tertentu.
Dampak perilaku komunikasi pada suatu kelompok akan dipengaruhi
beberapa faktor sebagai berikut, (1) Konformitas, yaitu perubahan
perilaku/kepercayaan kepada ada aturan kelompok sebagai dampak dari tekanan
kelompok tersebut. (2) Fasilitas sosial, menunjukkan kelancaran atau peningkatan
kualitas kerja sama karena ditonton kelompok. Menurut Robert Zajonz (1965)
berpendapat bahwa kehadiran orang lain dapat menjadi efek pembangkit energi
terhadap perilaku seseorang. (3) Polarisasi, yaitu kecondongan pada posisi yang
lebih sulit atau berlebihan. Jika sebelum ikut berdiskusi para anggota kelompok
mendukung sesuatu, dia akan tetap mendukung hal tersebut lebih kuat.
Mahasiswa sudah jelas merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain untuk bertahan hidup. Tidak bisa dipungkiri Mahasiswa tidak bisa
terlepas dari interaksi sosial. Mahasiswa selalu melakukan interaksi sosial dengan
teman sebayanya, dosen ataupun orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi
sosial adalah cara untuk bersosial dan pertemanan adalah salah satu buah dari
bersosialisasi. Pada umumnya interaksi sosial sebagian besar digunakan untuk
berkomunikasi, dengan demikian disimpulkan komunikasi adalah salah satu aspek
paling penting bagi mahasiswa.
Sebagian besar mahasiswa membuat Circle Friendship atau kelompok
pertemanan. Yaitu berteman dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri.
Mengutip dari psikolog Ayoe Sutomo pada tabloid Nova.com, Inner circle
sebenarnya sebuah circle pertemanan yang berisi orang-orang yang terdekat yang
dianggap nyaman untuk berbagi kisah dan pengalaman. Pertemanan yang berisi
orang-orang yang dianggap tulus menerima baik dan buruknya seseorang sehingga
tidak membuat situasi menjadi buruk. Akan tetapi gaya pertemanan ini ini dianggap
membuat kita membatasi diri bersosialisasi dengan lingkungan sekitar di luar circle
tersebut.
Berdasarkan observasi awal terhadap beberapa circle telah saya amati sejak
lama terutama pada circle yang terdapat saya di dalamnya. Pada beberapa circle,
3

kerap muncul Toxic friends. Terkadang mereka menebar kebencian, tidak suka jika
orang lain bahagia, cemburu dengan orang lain, pesimis dan lain-lain.
Aura negatif yang mereka sebarkan tak jarang membuat teman lain pada
circle tersebut “teracuni” dan membenarkan apapun yang tidak selalu benar asalkan
keluar dari mulut salah satu teman pada circle tersebut. Pertemanan seperti ini
membuat kita menjadi lelah. Lelah membenci orang, lelah selalu berprasangka
buruk. Padahal tidak semua hal tersebut benar. Dan kebanyakan tidak (sama sekali
tidak) berhubungan dengan hidup kita. Sebuah riset yang dilakukan University of
notre Dame menemukan fakta bahwa kekuatan struktur ikatan pertemanan dapat
membuktikan seperti apa kesehatan yang dimiliki seseorang.
Toxic friendship dapat disadari saat persahabatan yang kita jalankan selalu
membuat kita merasa buruk atau negatif. Bukannya bersifat mendukung, sebaliknya
toxic friendship membuat kita tidak berdaya. Parahnya lagi terkadang kita malah
membiarkan saja terjadi padahal lama-kelamaan toxic friendship membuat kita
merasa tersiksa, stres bahkan bisa memengaruhi fisik kita. Kita tidak boleh
membiarkan kan hal ini terjadi dan terjebak dalam circle toxic friendship.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik meneliti pada mahasiswa PAI Semester
II Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah Suryalaya karena berdasarkan hasil
observasi awal yang saya lakukan, ada beberapa mahasiswa yang menjalin
pertemanan secara berkelompok dengan teman sebayanya, bersantai bersama di
kantin dan berjalanjalan bersama. Mereka biasanya memanfaatkan waktu istirahat
untuk berkumpul bersama. Apalagi pada mahasiswa PAI Semester II Institut
Agama Islam Latifah Mubarokiyah Suryalaya .
Pada lingkungan kampus, disinilah tempat terjadinya proses interaksi antar
individu, proses belajar mengajar, Tempat bertemunya kelompok teman sebaya
yang dianggap layak untuk seseorang. Pada lingkungan inilah ilmu pengetahuan
serta pengalaman yang diperoleh para mahasiswa yang yang dapat membentuk
karakteristik kepribadian seseorang menjadi baik atau buruk Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Dampak Perilaku Komunikasi Toxic Friendship di Mahasiswa IAILM Semester
II”.
4

B. Rumusan Masalah
Apa dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya
pada mahasiswa PAI Semester II Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah
Suryalaya?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan
teman sebaya pada mahasiswa PAI Semester II Institut Agama Islam Latifah
Mubarokiyah Suryalaya.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi, masukan
atau acuan dan gambaran yang lebih luas terhadap pengetahuan Toxic
friendship di lingkungan remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Toxic Friendship
1. Pengertian
Suzzane seorang penulis buku dan konselor psikologi menjelaskan
dalam Toxic Friendship: “Knowing the Rules and Dealing with the Friends Who
Breaks Them” (2015), ia menuliskan dalam bahwa seorang teman yang beracun
sering kali mendatangi seseorang bila sedang membutuhkan sesuatu saja, juga
berusaha mengisolasi sesesorang dari kawan-kawannya yang lain, selalu merasa
iri, memfitnah orang lain demi menjaga eksklusivitas pertemanan, dan hobby
berkompetisi.
Sejalan dengan pendapat Suzzane, (Gilliard, 2016: 2) lebih fokus
mendefinisikan Toxic friend pada dampak yang diberikan yaitu “If anything that
is done to you by your friend causes stress, hair loss, weight loss, weight gain,
anxiety, depression, anger and other health issues, it is Toxic. If your friend
makes you feel like hurting somebody, then you are in a Toxic relationship”
Jika diterjemahkan secara bebas maka Toxic friends adalah sesuatu yang
dilakukan oleh teman anda dan menyebabkan anda stress, rambut rontok, berat
badan berkurang, berat badan bertambah, kecemasan yang berlebihan, depresi,
kemarahan dan masalah kesehatan lainnya maka itu disebut beracun. Jika teman
anda membuat anda harus merasa menyakiti orang lain maka anda terjebak
dalam hubungan yang beracun.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat Suzzane dan Gilliard, Yager (2006:
29-31) menyebutkan bahwa Toxic friendship disebut juga persahabatan semu.
Toxic friendship adalah jenis persahabatan yang merusak dan berbahaya, serta
bersifat satu arah. Persahabatan semu tidak ada saling berbagi, tidak ada
kebersamaan, tidak ada kasih sayang hanya memikirkan diri sendiri,
menguntungkan satu pihak dan selalu berusaha membuat segala hal berakhir
dengan buruk.
Beberapa definisi di atas terlihat bahwa terdapat kesamaan dalam setiap
definisi maka, Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun
6

dan tidak sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu
sisi lainnya. Tak hanyaitu, persahabatan beracun hanya datang ketika
membutuhkan saja dan berusaha mengisolasi dari hubungan sosial lainnya.
Persahabatan beracun dapat menyebabkan trauma, stress, kecemasan yang
berlebihan, depresi, kemarahan, rasa tidak aman dan gangguan kesehatan
lainnya.

2. Ciri-Ciri Perilaku Toxic Friendship


Yager (2006: 88-89) menyebutkan terdapat beberapa ciri-ciri Peilaku
Toxic friendship, di antaranya:
a. Pengkritik, tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi yang dicapai
oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain lebih sukses dan lebih
baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan dengan mengatakan
hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang lain.
b. Tidak Ada Empati, Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami
dari sudut pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan
menunjukkan simpati kepada orang lain.
c. Keras Kepala, Artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap
pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak
mau mengalah, enggan untuk meminta bantuan orang lain.
d. Selalu Bergantung, Artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa
hidup mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang
lain.
Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat dipahami bahwa terdapat seseorang
yang mengambil keuntungan mengatasnamakan persahabatan bagi dirinya
sendiri namun merugikan bagi orang lain. Pasalnya persahabatan yang
dilakukan sudah dari awal tidak didasari dengan niat yang baik maka akibatnya
pun buruk. Hanya menguntungkan disatu pihak dan merugikan disatu pihak
serta dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius.
7

3. Penyebab Toxic Friendship


Yager (2006: 137-144) menyebutkan ada beberapa penyebab terjadinya
Toxic friendship, di antaranya:
a. Rasa Percaya Diri Rendah
Menurut Yager (2006: 137) rasa percaya diri rendah adalah sebuah
masalah di mana dirinya merasa tidak pantas menjadi sahabat untuk orang
lain, dirinya merasa sadar diri akan kekurangannya yang terlalu berlebih dan
membuat sahabatnya mendorong untuk menjauhkan diri darinya. Seseorang
dengan rasa percaya diri rendah akan berusaha merendahkan dirinya sendiri,
juga akan merendahkan orang lain yang menjadi sahabatnya. Rasa percaya
diri rendah dapat mengakibatkan seseorang menyabotase persahabatannya
maupun menghindari persahabatan sama sekali.
b. Tantangan Keakraban
Menurut Yager (2006: 138) keakraban merupakan memperat suatu
hubungan yang berawal dari kenalan menjadi biasa menjadi dekat hingga
menjadi sahabat. Dalam hubungan terdapat tantangan keakraban di mana
seseorang ingin menghasilkan sebuah persahabatan dari sebuah ikatan.
Berbagi perasaan, bertukar ide maupun pikiran satu sama lain, namun disatu
sisi keakraban membuka potensi timbulnya rasa kehilangan, kecewa dan
sakit, sehingga pada akhirnya terasa berat untuk mengakhiri sebuah
persahabatan tersebut.
c. Memahami Isyarat
Menurut Yager (2006: 140) dalam komunikasi terdapat pesan
nonverbal yaitu semua isyarat yang bukan kata-kata. Dalam konteks ini
hubungan persahabatan dalam masa-masa harus diakhiri. Maka perlunya
memahami sebuah isyarat agar mulai memudarkan rasa persahabatan
sebelum berakhir pada pengkhianatan.
d. Depresi
Menurut Yager (2006: 141-142) depresi merupakan kondisi medis
yang berupa suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan
minat terhadap segala hal dan merasa kekurangan energi. Seseorang yang
mengalami depresi dapat memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan
8

sekitar, tidak terkecuali pada hubungan persahabatan. Penderita depresi


dapat bertingkah laku yang berbahaya meski pada sahabatnya sendiri,
contohnya berkhianat, tidak dapat berkata jujur, pemarah dan lain
sebagainya.
e. Kepribadian
Menurut Yager (2006: 143-144) kepribadian atau tempramen dapat
menyebabkan seseorang dengan mudah berkhianat atau dikhianati.
Penyebabnya bisa dalam diri sendiri maupun orang lain, bagaimana dia
bersikap seolah semua baik-baik saja, dan beranggapan bahwa tidak
selamanya sahabat harus menghabiskan waktu bersama-sama, perlunya
waktu untuk pribadi masing-masing.

4. Dampak Toxic Friendship


Yager (2006: 93-116) menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di
antaranya:
a. Kompetisi berlebih
b. Kecemburuan
c. Balas dendam
d. Kemarahan
e. Penghianatan
f. Depresi
g. Insecure (rasa tidak aman)
Maka secara sederhana dampak Toxic friendship terdapat delapan, di
antaranya:
1) Kompetisi berlebih
Yager (2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan
sedikit sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan
prestasi dari masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda
halnya ketika kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk
saling menjatuhkan satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap
acuh serta mengecilkan arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari
bertindak buruk.
9

2) Kecemburuan
Yager (2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah
faktor utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif.
Cemburu adalah mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk
mengusik hati seseorang yang memunculkan kebutuhan untuk membuat
orang lain merasa buruk. Kecemburuan dapat menyebabkan konfrotasi dan
menginspirasi untuk balas dendam.
3) Balas Dendam
Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan
tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri
maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan
reaksi dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain
supaya menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.
4) Kemarahan
Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan
tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri
maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan
reaksi dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain
supaya menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.
5) Pengkhianatan
Yager (2006: 93-94) menyebutkan bahwa pengkhianatan merupakan
tindakan paling akhir dari balas dendam, dalam konteks ini kecemburuan,
kompetisi berlebihan, serta kemarahan sudah terlalu meluap dan
mengakibatkan perasaan kecewa pada teman sendiri dan menganggap
semua ini karena kesalahan teman. Pengkhianatan terjadi karena ada rasa
ketidakmampuan dalam diri untuk mengakui prestasi teman sendiri serta
perasaan kecewa karena prestasi yang dimiliki tidak sebanding dengan
teman sendiri.
10

6) Insecurity (Rasa Tidak Aman)


Menurut Greenberg (2015) dalam Psychologytoday.com
mendefinisikan insecurity :
“The kind of childhood you had, past traumas, recent experiences of
failure or rejection, loneliness, social anxiety, negative beliefs about
yourself, perfectionism, or having a critical parent or partner can all
contribute to insecurity” jika diterjemahkan secara bebas maka
insecurity merupakan perasaan di mana dipengaruhi oleh masa kecil
yang dimiliki, trauma masa lalu, pengalaman akan kegagalan dan
penolakan, kesendirian, kecemasan sosial, pandangan negatif akan
diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai orang tua atau pasangan
yang pengkritik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi


Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian ini berlokasi di IAILM
Suryalaya. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena melihat seringnya terjadi
konflik sosial dan konflik menjadi suatu yang sangat penting untuk mendapatkan
perhatian lebih dan membangun kesadaran mahasiswa akan pentingnya gaya
pertemanan. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian
mengenai Dampak Perilaku Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di
Prodi PAI Semester II IAILM Suryalaya. Waktu yang akan digunakan dalam proses
penelitian ini berkisar selama kurang lebih tiga minggu.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian lapangan di
mana peneliti melakukan pengamatan langsung ke lapangan terhadap objek yang
akan diteliti untuk memproleh informasi dan data-data tentang masalah yang akan
diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menunjuk subjek penelitian. Ada yang mengistilahkan informant karena informant
memberikan informasi tentang suatu kelompok atau entitas tertentu. Istilah lain
adalah participant. Partisipan digunakan, terutama apabila subjek mewakili suatu
kelompok tertentu, dan hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian dianggap
bermakna bagi subjek. Istilah informan dan partisipan tersebut secara substansial
dipandang sebagai instrument utama dalam penelitian kualitatif.

C. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara
Di samping memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan
data, dengan metode interview peneliti harus memikirkan tentang
pelaksanaanya. Memberikan angket kepada responden dan menghendaki
jawaban tertulis, lebih mudah jika dibandingkan dengan mengorek jawaban
responden dengan tatap muka.
12

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu


dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang mewawancarai (Interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.
Wawancara dilakukan dengan berdialog dan tanya jawab dengan teman-
teman di institute Agama Islam Latifah Mubarokiyah. Hasil-hasil wawancara
kemudian dituangkan dalam struktur ringkasan, yang dimulai dari penjelasan
ringkas identitas, deskripsi situasi atau konteks, identitas masalah, deskripsi
data, dan penutup.

D. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara berkesinambungan dari
awal sampai akhir penelitian, baik dilapangan maupun diluar lapangan dengan
mempergunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman:
1. Reduksi data, yaitu membuat abstraksi seluruh data yang diperoleh dari seluruh
catatan lapangan hasil observasi wawancara dan pengkajian dokumen.
2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakakan.
3. Kesimpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan mahasiswa sebagai makhluk
yang bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan merupakan sesuatu yang
harus dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia memang makhluk sosial.
Terkadang teman yang dekat dan datang silih berganti. Sebagian mahasiswa PAI II
IAILM Suryalaya membuat Circle Friendship atau kelompok pertemanan. Yaitu
berteman dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri.
Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat antara
seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada perilaku dan
gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan dan keburukan pada
saat bersamaan. Artinya, jika berteman dengan orang buruk maka akan berdampak
buruk juga terhadap diri kita yang biasa disebut Toxic friendship.
Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan tidak
sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi lainnya.
Ciri dari Persahabatan beracun yaitu pengkritik, tidak ada empati, keras kepala, dan
selalu bergantung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dengan
mewawancarai beberapa informan yang memiliki kriteria yang dibutuhkan, maka
hasil penelitian ini akan menjelaskan tentang Perilaku Komunikasi Toxic friendship
dengan Teman Sebaya (Studi pada Mahasiswa PAI Semester II IAILM Suryalaya)
yang mengacu pada beberapa indikator yaitu, pengkritik, tidak ada empati, keras
kepala, dan selalu bergantung.
1. Pengkritik
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan, disebutkan
bahwa mereka kerap mendapatkan kritikan dari beberapa temannya. Namun
kritikan teresebut bersifat tidak membangun, namun terkesan merendahkan.
Salah satunya Mahasiswa PAI Semester II IAILM, (Inisial G) yang memiliki
kelompok pertemanan. Inisial (G) menjelaskan bagaimana ia membentuk suatu
kelompok pertemanan:
14

“Saya membentuk suatu kelompok pertemanan karena awalnya kita satu


jurusan tapi beda kelas. Terus saya lihat dia ramah dan baik ke semua
orang lama- lama akrab waktu semester satu - an sampai sekarang
kayaknya”
(G) membenarkan ia memiliki satu kelompok pertemanan di kampus. Ia
membentuk suatu kelompok pertemanan karena memiliki kesamaan yaitu
jurusan yang sama di kampus dan ketertarikan pada pada kepribadian yang baik
dan ramah. Lalu (G) menceritakan tentang adanya toxic friend di dalam
kelompok pertemananya:
“Terdapat satu toxic friend di dalam kelompok pertemanan saya. Dia
datang disaat butuh saja keras kepala dan suka mengkritik tanpa
introspeksi diri”
(G) mengatakan terdapat satu toxic friend di dalam kelompok
pertemanannya. Ia memiliki perilaku bergantung, keras kepala dan pengritik.
Dalam hal ini penulis memfokuskan pada poin Pengkritik.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat pengkritik yang
dimiliki Toxic Friendship bisa dikatakan lebih condong ke arah merendahkan,
membully ataupun men-judge seseorang yang dapat berdampak pada perilaku
korbannya.

2. Tidak ada empati


Menurut (Yager, 2006: 88) Tidak Ada Empati, Artinya dalam hubungan
tidak adanya sifat memahami dari sudut pandang seseorang untuk merasakan,
menyayangi dan menunjukkan simpati kepada orang lain. Seperti halnya (A)
menuturkan tentang seorang temannya yang berperilaku tidak berempati,
bahwa:
“mereka menciptakan suasana negatif kalo ada bahan untuk membully
orang. Pernah, sesekali teman saya memberikan omongan yang tidak
menyenangkan dan membuat mental saya down“
Faktor kedua dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman
sebaya yaitu perilaku tidak ada empati. Salah satu perilaku dari seorang toxic
yaitu tidak adanya empati terhadap teman temannya. Dalam hubungan
pertemanan tidak adanya sifat saling menyayangi, mengasihi, dan simpati
terhadap orang lain. Mereka cenderung mendekat disaat memiliki tujuan, tidak
15

perduli terhadap masalah orang lain jika tidak mendapatkan keuntungan, dan
suka memerintah.

3. Keras Kepala
(Yager, 2006:89) Keras kepala, artinya tidak mau mendengar kata orang
lain, menganggap pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya
salah, tidak mau mengalah, tidak mau untuk meminta bantuan orang lain.
(G), mahasiswa yang sebelumnya telah dijelaskan pada poin pengkritik,
melanjut kan pada poin keras kepala. Ia menceritakan tentang temannya yang ia
larang berpacaran dengan seseorang yang dia anggap buruk terhadap temannya.
“Keras kepala ketika kita memberikan saran tapi dia tidak mau
mendengar padahal kita menyampaikan saran tersebut demi
kebaikannya. Dan suka mengkritik bahwa ini itu tidak baik sedangkan
yang dia lakukan belum tentu benar.”
Pada poin ini penulis memfokuskan pada perilaku keras kepala. (G)
menjelaskan bahwa toxic friend tersebut keras kepala karena tidak mau
mendengarkan saran yang diberikan (G) padahal saran tersebut dinilai baik
untuk dirinya. Lebih lanjut ia menceritakan contoh kasusnya, yaitu:
“contohnya pada saat temanku dekat dengan seseorang. ku larang supaya
tidak terlalu dekat sama itu orang karena dia sudah tahu bagaimana
perlakuannya ke dia. tapi temanku Bilang "Tidak usah ikut campur sama
urusanku karena saya sendiri yang jalani".
Dari cerita yang disampaikan (G), seorang temannya yang keras kepala
tidak pernah mendengarkan saran dari dia.padahal maksud (G) sangat baik, tapi
dia tetap pada pediriannya.
Faktor ketiga, dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman
sebaya adalah perilaku keras kepala yaitu salah satu perilaku toxic friend yang
tidak mau mendengar pendapat atau saran temannya dan mengagap dirinya
selalu benar. Mereka susah untuk mengakui kesalahan dan susah untuk bekerja
sama. Perilaku keras kepala dapat merugikan salah satu pihak pada keadaan
tertentu.
16

B. Dampak Perilaku Komunikasi Toxic Friendship


Perilaku komunikasi Toxic friendship dapat berdampak negatif yang
diakibatkan oleh pertemanan yang tidak sehat. Menurut (Yager, 2006: 93-116)
menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di antaranya Kompetisi berlebih,
Penghianatan, Kecemburuan, Balas dendam, Kemarahan, Depresi. Dan insecure.
Dari hasil wawancara dari beberapa informan yang telah di teliti maka
dapat dijabarkan dampak perilaku komunikasi Toxic friendship sebagai berikut:
1. Kompetisi berlebih dan Penghianatan
(Yager, 2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan
sedikit sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan prestasi
dari masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda halnya ketika
kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk saling
menjatuhkan satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap acuh serta
mengecilkan arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari tindakan buruk.
2. Kecemburuan
(Yager, 2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah faktor
utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif. Cemburu
adalah mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk mengusik hati
seseorang yang memunculkan kebutuhan untuk membuat orang lain merasa
buruk.
Menurut (G) Mahasiswa PAI II yang merasakan dampak kecemburuan
atas perlakuan salah satu teman toxicnya menjelaskan:
“Saya merasakan kecemburuan sesuai dengan studi kasus yang saya
jelaskan tadi kalau dia sedang dekat dengan seseorang dengan kasus
tersebut perlahan-lahan teman saya itu pergi menjauh dan hanya datang
ketika dia butuh saja saya merasa cemburu karena dia hanya datang
kepada saya ketika dia sedang sedih atau ada masalah dengan
pasangannya itu”
Berdasarkan pernyataan (G), ia merasa cemburu saat temannya lebih
memilih orang lain di saat senang, dan seperti melupakannya. Sedangkan pada
saat sedih atau berada dalam masalah dia mencarinya untuk meminta bantuan
saja.
17

3. Balas dendam
Balas dendam merupakan reaksi dari perasaan yang tidak berdaya untuk
memengaruhi orang lain supaya menyukai, menginginkan, menghargai maupun
mengakui diri kita (Yager, 2006: 95-97).
4. Kemarahan
Marah merupakan potensi perilaku, yakni emosi yang dirasakan dalam
diri seseorang. Seperti yang dirasakan (A), mahasiswa PAI II yang telah
menceritakan tentang toxic friend yang berperilaku tidak empati mengatakan:
“Menjengkelkan bikin emosi terus. Saya orangnya tidak enakkan kalo
orang sikapnya begitu”
5. Depresi
Depresi merupakan kondisi medis yang berupa suasana hati yang buruk
secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap segala hal dan merasa
kekurangan energy (Yager, 2006: 141-142). Depresi merupakan kondisi
emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat sangat,
perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak dapat
tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta kesenangan dalam
aktivitas yang sering dilakukan (Davison, Neale dan Kring, 2012: 11).
Sama yang dirasakan (G), dampak dari perilaku toxic teman temannya
yang selalu mengkritik tetapi terkesan mengolok-olok atau menghina dirinya.
“Depresi sering direndahkan kalau lagi bicara tidak nyambung atau
karena pakaian ku hijabku bajuku atau rok yang kusut. Suka dikasih
malu-malu depan orang lain, selalu dibully sama diketawain.”
(G) merasa depresi tehadap perilaku komunikasi toxic temannya. Ia juga
merasa direndahkan karena cara berbicaranya yang kurang nyambung. Begitu
juga dengan penampilannya yang mereka rasa kurang rapi. Hikma juga biasanya
menjadi bahan bully-an dan candaan teman-temannya.
6. Insecure (rasa tidak aman)
Menurut Greenberg (2015) insecurity merupakan perasaan di mana
dipengaruhi oleh masa kecil yang dimiliki, trauma masa lalu, pengalaman akan
kegagalan dan penolakan, kesendirian, kecemasan sosial, pandangan negatif
akan diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai orang tua atau pasangan yang
pengkritik.
18

Dari beberapa faktor perilaku Toxic friendship yang dijelaskan, Toxic


friendship dapat berdampak buruk bagi circle pertemanan itu sendiri. Salah satu
pihak pasti menjadi korbannya. Dampak dari Toxic friendship yaitu kompetisi
berlebih, penghianatan, kecemburuan, balas dendam, kemarahan, depresi, dan
insecure (rasa tidak aman) (Yager, 2006: 93-116).
Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa respon yang di
berikan beberapa Mahasiswa PAI II IAILM Suryalaya terhadap dampak dari
perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya diantaranya adalah:
a. Membicarakannya
b. Mencoba menasehatinya dengan baik agar menjadi teman yang baik
c. Mencari kesibukan lain atau pergaulan lain
d. Memutuskan Komunikasi
e. Mendiamkan
f. meninggalkan toxic friend tersebut.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Perilaku komunkasi Toxic friendship dengan
teman sebaya pada mahasiswa PAI II IAILM Suryalaya yang telah dikemukakan
dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya dapat terjadi
disebabkan beberapa faktor yaitu rasa percaya diri, tantangan keakraban,
memahami isyarat, depresi, dan kepribadian. Toxic friendship adalah jenis
hubungan persahabatan yang beracun. Hubungan persahabatan terjalin yang
hanya menguntungkan di salah satu pihak. Perilaku komunikasi Toxic
friendship yang terjadi di Prodi PAI Semester II IAILM Suryalaya yaitu
pengkritik, tidak ada empati, keras kepala, dan selalu bergantung yang
disampaikan secara verbal dan non verbal. Perilaku komunikasi toxic friendship
dapat dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
2. Dampak dari Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya di
Prodi PAI Semester II IAILM Suryalaya yang dirasakan beberapa mahasiswa
yaitu kompetisi berlebih, kecemburuan, balas dendam, kemarahan,
penghianatan, depresi, dan insecure (rasa tidak aman)serta terdapat 2 macam
respon yang didapatan oleh peneliti yaitu secara verbal dan nonverbal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adler, Ronald B., George Rodman. (1985). Understanding Human Communication


Second Edition. New York: Holt
Davison, Gerald C, John M. Neale, Ann M. Kring. (2012). Psikologi Abnormal. Edisi
Kesembilan. (Noermala Fajar, Penerjemah). Jakarta: Rajawali Pers. Desmita
Devito, J.A.( 1997). Komunikasi Antar Manusia. Eds. 5. Jakarta: Professional Book.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan. Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Jumadi, E., Wahab, B. A., & Okianna, O. (2013). Pengaruh Teman Sebaya Terhadap
Gaya Hidup Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UNTAN (Doctoral
dissertation, Tanjungpura University).
M. Gilliard, Joyce. ( 2016). The Little Book About Toxic Friends, How to Recognize a
Toxic Relationship. Xlibris
Moleong (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Nasution (1991). Metodologi riset (metodologi ilmiah). Bandung: jemmars
Septiyuni, D. A., Budimansyah, D., & Wilodati, W. (2015). Pengaruh kelompok teman
sebaya (peer group) terhadap perilaku bullying siswa di sekolah. SOSIETAS,
5(1).
Soejanto, A. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Yager, Ph. D, Jan. (2006). When Friendship Hurts Mengatasi Teman Berbahaya &
Mengembangkan Persahabatan yang Menguntungkan. diterjemahkan oleh
Arfan Achyar. Tangerang: AgroMedia Pustaka

20

Anda mungkin juga menyukai