Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH KONSELING BEHAVIORISTIK TERHADAP

TOXIC RELATIONSHIP PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 4


MATARAM TAHUN PELAJARAN 2023/2024

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Pogram Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu


Pendidikan dan Psikologi Universitas Pendidikan Mandalika, Sebagai Salah Satu
Persyaratan Untuk Melakukan Penelitian

OLEH

ARI SAFARYAN JAYA


NIM. 19021009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN & KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA
MATARAM
20223
ii
UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI (FIPP)
Alamat : Jl. Pemuda No.59A Telp/Fax: (0370) 638991 Mataram
Website: www.undikma.ac.id/ Email : Fipp@undikma.ac.id

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING PROPOSAL

Proposal yang disusun Oleh: Ari Safaryan Jaya, NIM: 19021009 yang berjudul
“Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Toxic Relationship Pada Siswa
Kelas VIII Di SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2023/2024”, telah diperiksa dan
dapat dikembangkan menjadi skripsi.

Mataram, 2 Desember 2023

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Hariadi Ahmad, M.Pd Ni Made Sulastri, M.Pd


NIK. 200611228 NIK. 201610003

Dekan

Suharyani, M.Pd
NIK: 200709045

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun proposal dengan judul
“Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Toxic Relationship Pada Siswa Di
SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2023/2024” sebagaimana mestinya.
Proposal ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat – syarat guna
untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi Ilmu Pendidikan
Dan Psikologi Universitas Pendidikan Mandalika.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Pembimbing I Hariadi Ahmad, M.Pd atas segala saran, maupun bimbingan
kepada penulis selama penyusunan proposal.
2. Pembimbing II Ni Made Sulastri, M.Pd atas segala saran, maupun bimbingan
kepada penulis selama penyusunan proposal.
3. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung dan tidak langsung
selama proses penyusunan proposal ini.
Semoga dengan adanya ini proposal ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan terkhusus kepada peneliti.

Mataram, 2 Desember 2023

Peneliti,

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN LOGO...............................................................................................ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING PROPOSAL..................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

DAFTAR TABEL................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian........................................................................................4

E. Lingkup Penelitian........................................................................................5

F. Definisi Oprasional.......................................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................6

A. Deskripsi Teori..............................................................................................6

1. Konseling Behavioristik.......................................................................................6
a. Pengertian Konseling Behavioristik.................................................................6
b. Tahapan Konseling Behavior..........................................................................7
c. Teknik Behavioristik Modeling.....................................................................10
2. Toxic Relationship......................................................................................13

a. Pengertian Toxic Relationship...........................................................................13


b. Komponen Toxic Relationship..........................................................................15
B. Hasil Penelitian yang Relavan....................................................................21

C. Pengaruh Konseling Behavioristik Teknik Modeling Terhadap Toxic


Relationship........................................................................................................21

v
D. Kerangka Berfikir.......................................................................................24

E. Hipotesis Penelitian.....................................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................26

A. Rancangan Penelitian..................................................................................26

B. Populasi dan Sampel...................................................................................29

1. Populasi..............................................................................................................29
2. Sampel................................................................................................................29
C. Instrumen Penelitian...................................................................................30

D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................31

E. Teknik Analisis Data...................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35

vi
DAFTAR TABEL

2.1. Tabel Bagan Kerangka Berfikir......................................................................25

3.1. Tabel Jumlah Populasi Siswa Kelas


VIII Di SMPN 4 Mataram..............................................................................29

vii
DAFTAR GAMBAR

3.1.Gambar Rancangan Penelitian .......................................................................28

3.2. Gambar Rumus Uji T.....................................................................................34

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa perkembangan transisi yang terjadi antara masa
anak-anak dan masa dewasa yang mencangkup perubahan biologis yterkait dengan
tubuh, kognitif yang terkait dengan pemikiran bersifat kongkret, dan
sosioemosional terkait hubungan dengan lawan jenis (Aulia, F. 2014:09). Masa
remaja ini menjadi ajang untuk mencari jati diri untuk membentuk sebuah karakter
dan untuk penyesuaian diri di lingkungan tempatnya berada. Dimana pada masa
ini remaja akan mengalami pasang surut berupa emosi bahkan di sertai dengan
peroses pertumbuhan fisik maupun perubahan mental yang pesat. Masa remaja ini
pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan yang dapat
memicu terjadinya rasa frustasi di dalam dirinya, memicu terjadinya konflik di
dalam dunia pertemanan maupun dalam dunia pacaran dengan demikian dapat
mengakibatkan rasa ketersaingan di dalam kehidupan sosial budaya dengan seiring
berjalannya waktu dapat mengakibatkan terjadinya toxic relationship dalam masa
pertemanan.
Pertemanan sendiri merupakan hubungan sosial antar individu yang saling
menguntungkan. Pertemanan yang sehat yaitu pertemanan yang mendukung satu
sama lain, saling membantu, dan saling mengerti. Secara umum pertemanan
digambarkan sebagai dua orang atau lebih yang kerap kali menghabiskan waktu
bersama. Secara lebih mendalam, hubungan pertemanan juga dapat dikatakan
sebagai hubungan persahabatan. Pertemanan pada dasarnya mendeskripsikan
kualitas pertemanan yang bersifat saling memberikan dukungan, dan memiliki
tingkat konflik tersendiri (Terion et. al 2015:76). Terdapat beberapa masalah dari
pertemanan itu sendiri, baik dari segi internal maupun dari segi eksternal. Masalah-
masalah dari segi eksternal ini dipengaruhi dari luar diri seseorang, biasanya
disebabkan karena pengaruh lingkungan, perilaku tidak jujur, dan adanya rasa
cemburu. Sedangkan masalah internal ini merupakan faktor dari dalam seseorang
yang memberikan pengaruh cara pandang dalam berfikir ataupun berupa tindakan
secara individu, faktor internal ini disebabkan dari kepribadian seseorang seperti

1
2

korban memiliki ketergantungan terhadap lawan jenis dan adanya dorongan


seksual.
Toxic relationship merupakan suatu hubungan yang tidak menyenangkan
bahkan dapat menyebabkan suatu kerugian. Secara umum toxic relationship sering
dialami oleh remaja usia muda, tetapi tidak banyak juga dialami oleh siapa saja
tidak terpaut usia. Menurut (Mataputun & Saud, 2020: 32-37) menyatakan bahwa
pada dasarnya seorang remaja sangat memperlukan adaptasi tersendiri ketika
berada di lingkungan yang asing baginya.
Toxic relationship dapat berupa suatu hubungan dalam pertemanan dimana
hubungan pertemanan ini dapat merugikan dan menyebabkan seseorang merasa
dirugikan. Toxic relationship tidak hanya merugikan kesehatan fisik, tetapi dapat
merugikan kesehatan mental seseorang. Dampak yang dimaksud tersebut dapat
bersifat psikologi bagi orang yang mengalami toxic relationship, bahkan dapat
menjadi individu yang rendah diri dan pesimis dan tidak percaya diri. Seseorang
yang mengalami toxic ini mampu membenci dirinya sendiri karena diakibatkan
dari perkataan maupun perlakuan yang diberikan oleh temannya dan dirinya
sendiri tanpa adanya suatu dukungan, sehingga hal inilah yang dapat memicu
terjadinya gangguan kesehatan mental bagi orang yang mengalami perlakuan toxic
relationship (Zulfiana, E., Rahmanindar, N., & Hidayah, S. N. 2023).
Dalam toxic relationship dukungan dari teman merupakan hal yang sangat
penting bagi seseorang yang mengalami toxic relationship karena teman dapat
memberikan suatu support dan dukungan sehingga dapat menguatkan kesehatan
mentalnya. Pada masa remaja akan banyak hubungan yang terjalin, oleh sebab itu
pada masa remaja harus dibekali tentang jenis hubungan yang positif dan negative
sehingga emosi yang muncul pada saat berintraksi dengan teman dapat terkotrol.
Remaja perlu mengetahui tentang dampak positif dan negative dari toxic
relationship ini untuk menumbuhkan kesadaran diri pada remaja terkait cara
bersosialisasi bersama teman sebaya, keluarga, maupun lingkungan, oleh karena
itu diperlukannya konseling behavioristic untuk memberikan suatu pemahaman
tentang toxic relationship itu sendiri. Untuk mengetahui permasalahan Toxic
Relationship diperlukan adanya konseling, yaitu Konseling Behavior (Julianto
et.al, 2020).
3

Konseling behavior sendiri merupakan teknik konseling yang


berlandaskan teori belajar tingkah laku individu untuk membantu konseli
memepelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya sendiri.
Pendekatan behavior merupakan pendekatan yang berkembang secara logis dari
keseluruhan sejarah psikologi eksperimental. Pendekatan Behavioral didasari oleh
hasil eksperimen yang melakukan investigasi tentang prinsip-prinsip tingkah laku
manusia (Sudyana, D. K., Satria, I. K., & Winantra, I. K. (2020:81).
Konseling behavioral adalah suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.
Pendekatan behavioristic bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah
untuk membentuk suatu tingkah laku yang baru dimana pendekatan tingkah laku
ini dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam gangguan tingkah laku
yang bersifat sederhana hingga yang kompleks baik individual yang konpleks.
Teknik konseling behavior yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik modeling atau pencontohan. Teknik ini mengharuskan individu mengamati
seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model.
Teknik ini bisa diperoleh melalui pengalaman baik secara langsung atau tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku seseorang yang dijadikan sebagai
modelnya. Teknik modeling ini pada dasarnya merupakan belajar melalui
observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati,
menggeneralisir berbagai penangamatan sekaligus melibatkan proses kognitif
(Damayanti, R., & Aeni, T, 2016:100).
Berdasarkan hasil observasi pada bulan Juni 2022 di SMPN 4 Mataram
terdapat masalah Toxic Relationship yaitu seperti siswa sering kali berbicara kasar
kepada temannya seperti berbicara dengan nada yang keras/tinggi, memanggil
temannya dengan nama hewan, melakukan kekerasan fisik seperti memukul, dan
mendorong, melakukan pelecehan seperti mempermalukan teman di temannya
yang lain, memegang bokong lawan jenisnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yaitu
Bagaimana Pengaruh Konseling Behavioristik terhadap Toxic Relationship Pada
Siswa di SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2023/2024. Untuk memberikan
4

jawaban sementara terhadap masalah tersebut maka diajukan hipotesis diduga


bahwa adanya beberapa siswa yang mengalami Toxic Relationship tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Konseling Behavioristik
Terhadap Toxic Relationship Pada Siswa SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran
2023/2024?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Toxic
Relationship Pada Siswa SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2023/2024.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini, yakni:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang lebih
luas terutama pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan dan Psikologi sehingga pembelajaran yang diperoleh dapat
berguna dikemudian hari dan dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam
peroses pengamatan untuk generasi yang selanjutnya, terkhusus pada
penelitian yang membahas tentang Pengaruh Konseling Behavioristik
Terhadap Toxic Relationship Pada Siswa SMPN 4 Mataram Tahun
Pelajaran 2023/2024.
b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk
mendapatkan suatu informasi berupa pengetahuan ataupun penelitian
dibidang pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian dapat diharapkan memberikan suatu informasi maupun
pengetahuan yang jelas bagi seseorang peneliti yang akan melakukan
penelitian selanjutnya.
b. Hasil penelitian ini juga dapat diterapkan maupun dikembangkan pada
dunia pendidikan sehingga mendapatkan informasi yang lebih jelas.
5

E. Lingkup Penelitian
Agar ruang lingkup menjadi jelas, maka masalah-masalah yang menjadi
suatu sarana perlu dibatasi, berhubungan dengan hal tersebut, maka yang menjadi
ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Objek penelitian yaitu pada siswa siswa/siswi kelas VIII SMPN 4 Mataram
tahun pelajaran 2023/2024
2. Subjek penelitian ini adalah pada siswa/siswi yang mengalami toxic
relationship dengan menggunakan metode konseling behavioristic.
3. Lokasi penelitian dilakukan di SMPN 4 Mataram, Jl. Ade Irma Suryani No. 54,
Karang Taliwang, kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara
Barat.
F. Definisi Oprasional
1. Pengaruh
Pengaruh dalam penelitian ini adalah suatu daya atau kekuatan yang
ditimbulkan melalui pemberian Konseling Behavioristik Terhadap Toxic
Relationship Pada Siswa SMPN 4 MataramTahun Pelajaran 2023/2024.
2. Konseling Behavioristik
Konseling behavioristik dengan teknik modeling diberikan secara
kelompok dalam masalah toxic relationship di hadapi siswa, dalam bidang
pendidikan, karir, dan berkehidupan sosial di kalangan masyarakat. Adapun
tahapan – tahapan proses atensi, proses retensi, proses reproduksi motorik, dan
proses penguatan dan motivasi.

3. Toxic Relationship

Toxic relationship berupa hubungan yang tidak sehat antara individu,


yang menyebabkan salah satu dari individu merasa dirugikan atas suatu hubungan
yang terjalin. Komponen toxic relationship ini diantaranya kecemasan berlebih,
tidak percaya diri, takut memulai suatu hubungan yang baru, penghinaan, patah
hati, dan menyebabkan rasa takut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Konseling Behavioristik
a. Pengertian Konseling Behavioristik
Konseling Behavior adalah konseling yang didasarkan pada suatu upaya
untuk merubah perilaku berdasarkan pada pengalaman dalam berinteraksi
dalam lingkungan sekitar yang dikondisikan (Sulthon, S.2018:2.2).
Konseling behavioral disatu sisi pada dasarnya suatu pendekatan yang efektif
dalam melakukan modifikasi pada tingkah laku, namun disisi lain konseling
behavioral tidak memandirikan konseling karena tidak melibatkan konseling
dalam prosesnya (Prabowo, A. S., & Cahyawulan, W. 2016:15-19).
Pendekatan behavioristik merupakan suatu usaha untuk memanfaatkan
secara sistematis pengetahuan teoritis dan empiris yang dihasilkan dari suatu
penggunaan metode eksperimen dalam bentuk psikologi untuk memahami
dan menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Pendekatan behavioral
bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah sesuai dan
membentuk tingkah laku baru (Sanyata, S.2012:1-11).
Teori pembelajaran melalui pendekatan Behavioristik ini merupakan
suatu stimulus ataupun berupa respon. Stimulus yang dimaksudkan adalah
berupa apa saja yang disampaikan ataupun diberikan oleh seorang guru
kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan yang diterima
oleh siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Teori ini
juga pada dasarnya dapat berupa pandangan terhadap suatu individu sebagai
makhluk hidup yang relative ketika memberikan suatu respon dalam
lingkugan yang terjadi. Teori ini juga lebih mengutamakan kepada
pengukuran, sebab terjadinya pengukuran merupakan suata sarana yang
cukup penting untuk melihat hal-hal yang terjadi terhadap perubahan tingkah
laku tersebut.
Berdasarkan pada pandangan manusia pendekatan Behavioristik ini
dianggap bahwa manusia bersifat mekanistik atau dapat merespon terhadap

6
7

keadaan lingkungan yang terjadi dengan adanya suatu kontrol yang terbatas
dimana manusia memulai suatu kehidupan dan memberikan reaksi terhadap
ligkungannya dapat menghasilkan suatu pola-pola yang dapat membentuk
suatu keperibadian.
Pendekatan behavioristik dalam proses konseling membatasi perilaku
yang terjadi sebagai suatu fungsi interaksi antara pembawaan dengan
lingkungan. Perilaku yang diamati merupakan suatu rasa kepedulian dari
konselor sebagai salah satu kriteria pengukuran dalam keberhasilan
konseling. Peroses konseling ini merupkan suatu tahapan dalam
pembelajaran sehingga mendapatkan suatu pengalaman belajar untuk
terbentuknya suatu konseling sehingga dapat merubah suatu perilaku dan
dapat memecahkan masalah yang terjadi.
b. Tahapan Konseling Behavior
Menurut (Pratiwi,A 2017:57) Konseling behavior memiliki empat
tahapan yaitu:
1. Proses atensi (proses perhatian/ attention processes), proses
perhatian adalah saat seseorang memperhatikan sebuah kejadian atau
perilaku. Perhatian ini dipengaruhi oleh ikatan dan perhatian
pengamat pada modelnya, sifat model yang menyenangkan dan daya
tarik mempunyai arti penting bagi tingkah laku yang diamati bagi si
pengamat
Dalam tahapan ini siswa/siswi diharuskan memperhatikan
model yang menarik, berhasil, atraktif dan popular. Dalam tahap ini
siswa/siswi dapat meniru bagaimana cara orang lain berfikir, dan
bertindak dan penampilan model dihadapan orang lain.
Di dalam kelas guru dapat menarik perhatian siswa untuk
melakukan proses belajar mengajar agar lebih jelas, dan terkadang
guru memberikan motivasi untuk siswa agar lebih giat dan rajin
untuk belajar.
Siswa juga sering mengambil contoh dari kakak kelasnya di
sekolah maupun teman – teman di luar sekolahnya, yang membuat
8

siswa tersebut mengikuti ha yang dia adopsi dari lingkungan


sekitarnya.
Dengan adanya teknologi dan sosial media membuat
seseorang lebih mudah untuk melihat tingkah laku seseorang atau
bahkan idolanya dan mengadopsi hal baru yang ia dapatkan melalui
konten yang ditonton.
Proses atensi memiliki fungsi kognitif seperti memori,
bahasa, dan fungsi eksekutif. Atensi juga berperan dalam kecepatan
reaksi dan akurasi dalam kecerdasan. Dalam hal ini seseorang harus
memfokuskan perhatian kepada model terlebih dahulu sebelum
memberikan respon terhadap stimulus tersebut.
2. Proses retensi (proses peringatan/retention proces), proses
mengingat (retensi) adalah kemampuan mengingat ketika seseorang
telah mengamati model dan perilakunya.
Ketika sedang mengamati perilaku model dan melakukan
hal yang sama seperti model, maka ksiswa akan menggunakannya
sebagai tolak ukur untuk tindakan dikesempatan lain.
Seseorang tidak hanya menirukan perilaku model, tetapi
seseorang juga menggunakan imajinasinya melakukan perilaku
model yang diperhatikannya.
Dalam proses retensi ini seseorang mengadopsi beberapa
symbol yang mereka lihat atau mereka dengar sepeerti reaksi ketika
berjumpa dengan guru, keluarga, teman, orang tua.
Di dalam kelas ketika guru telah mendapat perhatian dari
siswa, guru akan melakukan perilaku yang baik dihadapan siswa
sekaligus menjadikan sebuah model yang akan ditiru oleh siswa dan
diadopsi di kehidupan sehari – harinya.
Jadi seseorang harus mengingat prilaku yang dilakukan
modelnya untuk mengadopsi dan menggunakannya di dalam
kesempatan lain yang sama.
3. Proses reproduksi motoric (motoric reproduction processes), proses
reproduksi motoric merupakan bagian yang menirukan kembali apa
9

saja yang telah diingat. Reproduksi motoric ini mencangkup


kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik,
stimulus dari tindakan baru disajikan dalam memori, mereka harus
merubah kembali menjadi tindakan yang tepat.
Pada proses ini dapat dilihat apakah stimulus atau perilaku
yang diberikan model sudah dikuasai oleh pengamat atau belum,
seseorang harus mengubah representasi simbolis dari pengamatan
menjadi suatu tindakan. Agar seseorang dapat mengadopsi tingkah
laku model, seseorang harus mempunyai kemampua motoric untuk
melakukan perilaku sesuai dengan yang telah di peragakan oleh model
sebelumnya
Di dalam kelas guru akan memanggil siswa kedepan untuk
merubah representasi simbolis dari pengamatan siswa menjadi sebuah
tindakan yang tepat, atau dengan kata lain siswa akan memperagakan
perilaku sesuai dengan perilaku yang dilakukan oleh model.
Diperlukan latihan berkali – kali untuk melatih dan melancarkan
perilaku yang telah diadopsi dari model dan umpan balik terhadap
aspek yang salah, menghindari perilaku keliru yang akan menjadi
kebiasaan yang tidak diinginkan.
4. Proses penguatan dan motivasi (reinforcement and motivational
processes), belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau peserta
didik memiliki motivasi yang tinggi untuk mengamati tingkah laku
model.
Seseoranag belum tentu bisa mengadopsi perilaku yang
sama dengan model saat itu juga, adanya imitasi juga diatur dari
pemberian dan penguatan motivasi.
Contoh adanya imitasi seperti seseorang melihat suatu
model melakukan suatu hal tertentu dan mendapat penghargaan atas
hal yang model lakukan, seseorang itu akan mempunyai motivasi
lebih untuk menirukan hal yang sama yang dilakukan oleh model.
Tetapi sebaliknya, ketika seseorang melihat model yang
melakukan suatu hal tertentu yang mendapat respon negative seperti
10

dihukum atau dipermalukan, maka seseorang tidak akan mempunyai


motivasi untuk melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh model
tersebut.
dalam hal ini siswa akan menirukan model karena merasa
model melakukan hal yang positif yang akan meningkatkan motivasi
siswa. Perhatian dan representasi dapat memicu pengumpulan
stimulus untuk belajar.
Perilaku imitasi ini didapat melalui lingkungan, orang tua
dirumah seperti kebiasaan orang tua seperti menyapu, berbicara yang
sopan dan beretika, actor yang ditonton siswa di televisi maupun di
media sosial , dan sebuah profesi seperti dokter yang mengobati orang
sakit, dan guru yang mengajarkan kebaikan kepada muridnya.
(Ferdiansa, G., & Karneli, Y. 2021:3)
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa konseling
behavioristic merupakan suatu upaya untuk menghilangkan tingkah laku
abnormal yang disebabkan oleh pengaruh interaksi sosial di lingkungan,
menjadi perilaku yang lebih baik atau normal, dengan menggunakan teknik
modeling.
c. Teknik Behavioristik Modeling
Modeling merupakan salah satu teknik dalam membantu individu untuk
mempelajari perilaku tertentu. Modeling ialah belajar melalu observasi dengan
menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati, meggeneralisir
berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kongnitif (Sutanti, T.
2015).
Modeling adalah istilah yang menunjukan terjadinya proses belajar
melalui pengamatan (observational learning) terhadap orang lain dan perubahan
terjadi melalui peniruan. Peniruan (imitation) menunjukan bahwa perilaku oran
lain yang diamati. Proses belajar melalui pengamatan menunjukan terjadinya
proses belajar setelah mengamati perilaku pada orang lain. (Damayanti, R., &
Aeni, T. (2016:100)
a. Proses atensi ( proses perhatian/attention processes)
11

Konselor harus menjalin hubungan yang baik dengan siswa agar


siswa merasa nyaman dan terbuka kepada konselor. Hal ini dapat
menguntungkan konselor dalam melakuakn proses konseling.
Menyediakan ruang dan waktu untuk melakuakn konseling modeling dan
mempersiapkan media yang akan digunakan konselor dalam proses
konseling modeling, seperti layar projector, speaker, dan handphone
sebagai media alternatifnya.
konselor dalam proses ini akan memberikan perhatian kepada
siswa dengan menggunakan media atau model yang akan memperagakan
perilaku yang baru kepada siswa. Konselor akan memilih model yang
menarik, atraktif dan populer agar siswa dapat memfokuskan perhatiannya
kepada model Konselor juga harus memberi pemahan kepada siswa terkait
tentang perilaku yang diperankan oleh model sehingga siswa dapat
menanamkan perilaku yang baru.
Model yang bisa dijadikan sebagai contoh oleh konselor dapat di
ambil melalui lingkungan sekitar, sosial media, maupun diperagakan
langsung oleh model di hadapan siswa dalam proses konseling modeling.
Siswa akan memperhatikan perilaku model yang diberikan oleh konselor
melalui media yang telah disiapkan untuk melakukan konseling modeling.
Siswa dalam proses konseling harus bisa memahami perilaku dari model,
siswa dapat meniru bagaimana cara orang lain berfikir dan bertindak
seperti bagaimana cara model berfikir yang positif yang tidak mencela
atau menyinggung perassan orang lain dan berperilaku saling menghargai
dan menghormati pendapat orang lain.
Dalam proses atensi konselor akan menjalin hubungan dengan
siswa guna membangun suasana yang nyaman terhadap siswa dan
konselor. Konselor menyediakan ruang dan waktu untuk melakukan
proses konseling menyediakan media untuk menunjang kelancaran
konseling dan mempersiapkan model untuk diamati oleh siswa sembari
memberikan pemahaman kepada siswa agar siswa lebih gampang
menanamkan perilaku atau pemikiran yang dilakukan model.
b. Proses retensi (proes peringatan)
12

Dalam proses ini konselor berupaya untuk memaksimalkan ingatan


siswa terkait perilaku dan sikap yang telah dilakuakn oleh model dengan
cara memberikan point – point pertanyaan sesuai dengan apa yang telah
siswa perhatikan dari model. Sembari memberikan pertanyaan konselor
juga akan mengulang kembali perilaku yang dilakukan model untuk
memperkuat ingatan siswa terkait prilaku model sebelumnya agar siswa
lebih cepat menangkap respon baru yang mereka dapat dan mereka segera
mengadopsi dikesehariannya.
Konselor akan memberikan kesempatan kepada siswa maju
kedepan untuk mempraktikan prilaku dan sikap yang telah diperhatikan
dari model sebelumnya baik perorang, berpasangan, atau juga secara
kelompok. Upaya ini dilakuakn oleh konselor untuk memperkuat serta
memupuk sebuah respon baru untuk siswa yang bisa direpresentasikan
secara simbaolis dalam ingatannya, dan membiasakan siswa berprilaku
yang lebih positif kedepannya.
Peran siswa pada proses ini adalah menanamkan perilaku atau
respon yang baru yang telah di perhatikan dari model sebelumnya, siswa
diharapkan bisa memahami perilaku model untuk memberikan respon
yang positif dan membuang respon atau perilaku negative dari siswa itu
sendiri.
Siswa juga akan dituntut untuk menguatkan perilaku yang baru
mereka adopsi melalui model sebelumnya yang telah perhatikannya,
semakin sering siswa melakukan perilaku positif yang mereka adopsi
maka siswa akan semakin terbiasa dengan perilakunya yang baru dan
kebiasaan dan prilaku yang buruk akan ditinggalkan. Tahapan dalam
proses retensi ini seperti bagaimana konselor memberikan pemahaman
kepada siswa terkait perilaku model yang telah diamati siswa sebelumnya
dengan cara memberikan pertanyaan seputar prilaku model sebelumnya
dan memperagakan kembali untuk memperkuat respon yang diamati
siswa.
Siswa juga diberikan kesempatan untuk melakuakn kembali atau
mempraktikan respon yang telah diamati dari model untuk memperkuat
13

respon dalam ingatan sehingga siswa menjadi terbiasa dengan respon baru
yang mereka adopsi.
c. Proses reproduksi motoric
Proses reproduksi motoric ini merupakan kegiatan yang menirukan
kembali apa saja yang telah dilakukan oleh model yang diperhatikan
sebelumnya. Konselor akan memberikan kesempatan kepada siswa maju
untuk memperagakan kembali perilaku apa saja yang telah diingat siswa
terkait dengan apa yang dilakuakn model. Pada proses ini siswa harus
merubah representasi simbolis dari pengamatannya menjadi sebuah
tindakan atau perilaku. Siswa akan memperagakan kembali apa saja yang
diingat dari perilaku model sebelumnya.
d. Proses penguatan dan motivasi
Proses ini adalah proses akhir yang harus dilakukan oleh seorang
konselor, ketika konselor telah memberikan proses atau tahap – tahap
dalam melakukan konseling teknik modeling konselor harus memberikan
penguatan kepada siswa agar dapat membentuk respon dan perilaku yang
baru bagi siswa.
Penguatan ini dilakukan konselor dengan cara menyuruh siswa
menirukan sebuah model dengan merasakan ketika melakukan sebuah
perilaku yang baik akan meningkatkan penguatan respon positif dan siswa
bisa memodifikasi perilaku terhadap model yang telah diamati.
Memberikan motivasi kepada siswa akan mendorong siswa
melakukan perilaku atau respon baru yang yang lebih baik dari perilaku
sebelumnya, sehingga siswa dapat memahami perilaku yang baik yang
harus diambil dan yang harus diterapkan dalam bersosialisasi, dan
membuang perilaku buruk sebelumnya.
2. Toxic Relationship
a. Pengertian Toxic Relationship
Toxic Relationship merupakan suatu hubungan yang tidak sehat yang
sering terjadi di kalangan remaja yang dapat memberikan suatu dampak
terjadinya konflik internal. Hubungan ini rentan terjadi dan membuat para
penderitanya menjadi produktif, terjadinya gangguan secara mental, bahkan
14

dapat mengakibatkan terjadinya suatu sikap emosional yang tinggi yang dapat
berujung terjadinya tindakan kekerasan (Julianto et al. 2020:103). Bentuk
hubungan yang tidak sehat memang tidak dapat dihindari pada masa distrupsi
ini, sebagai suatu akibat dari semakin besarnya tuntutan yang terjadi di tengah
masyarakat sehingga bebrapa orang dapat mengalami toxic relationship ini.
Remaja dapat dikatakan sebagai tahapan pendewasaan memerlukan suatu
adaptasi yang bersifat positive ketika berada di lingkungan yang baru atau
bersifat asingn baginya. Komunikasi yang terjalin juga sangat membantu
dalam peroses penesuaian terhadap lingkungannya (Mataputun & Saud, 2020:
32-37; Soedarsono & Wulan, 2017:447-456). Di dalam proses adaptasi yang
terjadi dapat menimbulkan suatu hubungan yang rentan dengan hadirnya toxic
relationship di dalam lingkungan sebaya pada remaja. Remaja yang sedang
mengalami tahapan adaptasi dengan lingkungan barunya tentu saja akan
mencari tokoh atau figure yang dapat iya tiru, khususnya pada lingkungan
sebayanya. Jika di dalam suatu ligkungan menimbulkan rasa pengekangan
yang terjadi dengan teman sebayanya akan menimbulkan tindakan
perundungan, saling menyinggung, menyebarkan ujaran kebencian di dalam
dirinya yang mulai timbul, hingga kekerasan fisik lainnya yang dapat melukai
sehingga akan terbentuknya “jalinan” Toxic Relationship di dalam dirinya.
Menurut (Wulandari, 2019:01) menyatakan bahwa toxic relationship pada
dasarnya dapat terjadi pada siapapun, namun pada umumnya dapat dialami
oleh kalangan remaja di dalam hubungan pertemanan dimana pada usia remaja
ini belum mampu mengontrol perasaan dan pada usia remaja ini pelampiasan
ataupun perasaan dapat memicu pada stress bahkan depresi, bahkan dapat
menimbulkan sikap-sikap negatif karena belum mampu memenejemen rasa
stress yang dirasakan. Pada usia 19 tahun termasuk kedalam kategori remaja
yang dimana usia 19 tahun ini merupakan usia yang cukup rentan mengalami
toxic relationship.
Usia 19 tahun ini merupakan usia remaja yang memiliki kategori remaja
akhir yang sering terjadi suatu hubungan pertemanan yang dapat merugikan
atau dapat dikatanan dengan toxic relationship ini. Remaja mulai memahami
dan merasakan perlakuan teman terhadap dirinya belum bisa mengontrol
15

perasaan dan tingkah lakunya terhadap teman sebelumnya, sehingga pada


dasarnya seseorang yang mengalami toxic relationship ini sering kali tidak
mampu menghindar dari perlakuan teman sebayanya.
Toxic Relationship merupakan suatu hubungan pertemanan yang dimana
hubungan pertemanan ini sungguh sangat merugikan dan membuat seseorang
merasa buruk. Toxic relationship tidak hanya merugikan kesehatan fisik, akan
tetapi juga akan merugikan kesehatan mental. Dampak yang bersifat psikologi
bagi orang yang mengalami toxic relationship cenderung menjadi individu
yang rendah diri dan pesimis (Abdullah, N. U., & Ike, A. 2022).
Jadi dari ketiga teori tersebut maka Toxic Relationship adalah hubungan
antar individu yang tidak sehat yang disebabkan oleh adanya konflik internal,
Toxic Relationship biasa terjadi dikalangan remaja, tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadi pada usia-usia dewasa yang membuatnya korban merasa
tertekan.
b. Komponen Toxic Relationship
1. Kecemasan berlebih
Dalam kehidupan sehari – hari manusia selalu diikuti dengan rasa
cemas, baik itu cemas karena tugas sekolah, cemas karena pekerjaan,
cemas dengan karir dimasa depan, cemas dengan suatu hubungan, dll.
kecemasan merupakan emosi negative yang ditandai dengan perasaan
khawatir, was – was dan disertai dengan peningkatan sistem jaringan.
(Gumantan, A., Mahfud, I., & Yuliandra, R. (2020:20).
Kecemasan ini adalah salah satu ciri - ciri gangguan mental, tanda –
tanda kecemasan ini bisa dilihat dari adanya perasaan khawatir, cemas atau
takut yang berlebihan sehingga berdampak kepada aktivitas sehari – hari
dan mengganggu kesehatan pada tubuh seseorang yang memiliki
kecemasan berlebih.
Imunitas seseorag akan menurun ketika seseorang yang mengalami
kecemasan berlebih ini merasakan kecemasan yang kuat sehingga
membuat aktivitas sehari – harisnya terganggu seperti jam tidur yang tidak
teratur, tidak nafsu makan, dan sering lupa.
16

Kecemasan berlebih ini dialami korban ketika seseorang merasa


terancam sehingga membuatnya mereasa cemas ketika berada disituasi
terterntu. Seseorang yang mendapat gangguan akan merasakan kecemasan
karena perilaku seseorang kepada korban menimbulkan rasa yang tidak
nyaman untuk korban bahkan merugikan korban.
2. Tidak percaya diri
Kepercayaan diri merupakan hal yang penting yang harus dimiliki
oleh seseorang, kepercayaan diri merupakan aspek yang penting dalam
masa perkembangan remaja. Kepercayaan diri merupakan suatu perasaam
dan keyakinan terhadap kemampuan yang ada pada dirinya sendiri untuk
mendapat kesuksesan dengan usaha sendiri.
Tetapi disisi lain seseorang yang tidak percaya diri cenderung
bertindak seolah – olah tidak bisa melakukan apa – apa, selalu ragu
ketikan melakukan tugas, tidak ada keberanian berbicara ketika tidak
mendapat dukungan dari orang lain, sering menghindar ketika diajak
berkomunikasi, dan menarik diri dalam lingkungan.
Seseorang yang mengalami toxic relationship cenderung tidak
percaya diri karena adanya bullying terhadap korban yang membuat
seseorang merasa takut untuk berinteraksi.
Bullying sendiri dapat berupa verbal dan non verbal yang membuat
seseorang merasa takut dan cemas ketika bertemu dengan seseorang yang
membulinya, dampaknya seseorang yang mendapat perliku buliying tidak
mempunyai kepercayaan diri ketika bertemu dengan orang baru, sulit
untuk memulai komunikasi dengan seseorang dan merasa malu.
Karena kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain,
seseorang yang tidak percaya diri akan cenderung menarik diri dari
lingkungan sekitarnya, yang membuatnya akan sulit mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya,
Seseorang yang tidak percaya diri biasanya disebebkan karena
seseorang tidak mendapatkan dukungan dari teman dan lingkunngan
sekitarnya, dan cenderung menunggu orang lain melakukan sesuatu
17

kepada dirinya. Semakin sulit seseorang percaya kepada dirinya sendiri,


semakin sulit juga untuk memustuskan apa yang terbaik untuk dirinya.
3. Takut memulai hubungan baru
Ketakutan dalam memuluai hubungan yang baru ini terjadi karena
seseorang pernah mengalami trauma pada hubungan masa lalunya yang
masih mengusik yang membuatnya merasa pesimis dengan hubungan yang
baru.
Ketakutan ini dipicu dengan adanya rasa bersalah dan rasa malu
yang dialami oleh seseorang, perasaan bersalah dan malu sering kali tidak
dapat dihindari karena seseorang akan merasa bahwa hal buruk yang dulu
tejadi akan terulang kembali.
Akibatknya timbul rasa trauma untuk memulai suatu hubungan
baru karena tidak ingin hal – hal buruk yang pernah terjadi akan terjadi
kembali, bahkan sering menghindar dari suatu kelompok atau individu
lainnya ketika bersosialisasi.
Memiliki keraguan terhadap orang lain merupakan salah satu
faktor yang membuat seseorang takut untuk memulai suatu hubungan yang
baru, karena kurangnya kepercayaan terhadap orang baru dan hal – hal
buruk dalam hubungan sebelumnya masih membekas diingatannya.
Ketakutan ini juga dipicu karena takut tidak diterima dengan baik
oleh kelompok atau individu. Seseorang yang memiliki rasa takut untuk
memulai suatu hubungan baru cenderung tidak percaya diri dengan
kemampuannya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang
membuat seseorang merasa pesimis ketika ingin memulai komunikasi
dengan orang baru.
4. Penghinaan
Penghinaan ini dapat ditelusuri dari kata “menghina” yang berarti
“menyaerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Korban penghinaan
ini biasanya merasa malu karena nama baik seseorang telah di jatuhkan
yang membuat pandangan masyarakat bisa berubah.
Pada zaman sekarang seiring berjalannya zaman dan kemajuan
teknologi dan ramainya pengguna sosial media, penghinaan terhadap
18

seseorang tidak jarang dilakukan secara langsung tetapi juga penghinaan


ini bisa dilakukan secara verbal di media sosial.
Sindiran yang dibuat di sosial media dituju kepada seseorang yang
dimaksud merupakan tindakan yang negative yang dapat memicu korban
menjadi malu ketika bersosialisasi di luar, dan membuat korbannya
menjadi lebih mengasingkan diri dari lingkungan sekitarnya.
Penghinaan ini disebabkan karena muncul rasa tidak suka dan
perasaan tidak hormat yang bersifat beracun dan berpusat pada kemarahan
dan kebencian pada seseorang.
Ketidak sukaan ini diakibatkan karena seseorang merasa iri dan
dengki, sebal terhadap seseorang karena satu dan lain hal, tidak nyambung
ketika berkomunikasi, dan pernah merasa sakit hati. Perasaan seperti itu
akan membuat seseorang melakukan penghinaan baik disadarinya ataupun
tidak disadari.
Perasaan sebal, iri dan dengki ini muncul dari hati seseorang yang
mengetahui ada seseorang yang lebih dari dirinya dari aspek – aspek
tertentu, seperti orang yang iri dengan kebahagiaan dan pencapaian
seseorang yang menimbulkan rasa tidak suka.
Orang yang tidak nyambung ketika berkomunikasi ini cenderung
orang yang aktif bertemu dengan orang yang pasif atau sebaliknya yang
membuat. Seseorang merasa tidak cocok dengna individu tersebut.
Ketika batin orang diusik dan menorehkan luka dalam hati
seseorang baik itu disengaja atau tidak, spontan prasaan dan hati mulai
mengucilkan orang tersebut, entah karena masih kesal meskipun ia sudah
meminta maaf.
5. Patah hati
Patah hati adalah kondisi rasa sakit secara batin yang menimbulkan
suatu emosional sedih yang yang sangat mendalam yang diakibatkan oleh
putus cinta, tidak mendapatkan apa yang diinginkan, dan sebagainya
(Pradipta, A. R., & Raharja, E. (2022:2).
Patah hati biasa sering tarjadi pada masa masa remaja, pada masa
peralihan dari masa kanak – kanak ke masa remaja, Karena masa peralihan
19

juga bisa dikatakan sebagai ajang utuk mencari jati diri bagi seseorang,
tidak heran banyak orang yang mengalami patah hati baik dari faktor
hubungan percintaan, teman, dan keluarga.
Patah hati atau broken heart syndrome ini merupakan gangguan
yang terjadi pada hati yang sifatnya sementara, biasanya disebabkan
karena ketersinggungan perasaan yang membuat seseorang merasa tidak
nyaman dalam menjalin hubungan, membuly, menghina, dan kekecewaan
dari suatu hubungan.
Ketersinggungan merupakan sebuah perasaan negative yang
muncul ketika seseorang merasa tersinggung atau hatinya terluka yang
disebabkan oleh ucapan, tindakan, atau situasi tertentu.
Istilah bullying sering kita dengar belakangan ini, bullying dalam
bahasa Indonesia adalah penindasan, bullying ini merupakan segala bentuk
penindasan tindak kekerasan baik baik fisik atau psikis yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang yang lebih mendominasi atau berkuasa
terhadap orang lain.
Sedangkan menghina atau penghinaan ini bisa dikatakan tindakan
yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Penghinaan ini
disebabkan karena ketidaksukaan terhadap seseorangn karena adanya
amarah dan kebencian terhadap seseorang.
Kekecewaan dari suatu hubungan ini biasanya disebabkan karena
ketidak puasan terhadap sesuatu keinginan, harapan, atau sesuatu yang
tidak sesuai harapan dari sebuah hubungan. Misalnya seseorang menjalin
hubungan dengan suatu kelompok untuk melakukan suatu diskusi, tetapi
respon dari kelompok teresebut tidak serius dan tidak sesuai dengan
ekspektasi.
Rasa kecewa ini umu terjadi pada seseorang da nada beberapa ciri-
ciri orang yang sudah kecewa yakni mood yang hancur, hialng minat pada
hal yang disukai, memiliki pikiran negative, dan mengalami perubahan
perilaku.
20

6. Rasa takut
Rasa takut merupakan suatu perasaan yang bisa dialami oleh setiap
orang tidak terkecuali anak – anak dalam kehidupan sehari – hari.rasa
takut sering berhubungan erat saat orang merasa takut akan sesuatu.
Perasaan takut merupakan suatu perasaan gelisah terhadap sesuatu
yang diharapkan, sebaliknya rasa takut merupakan respon terhadap sesuatu
bahaya yang timbul pada saat ini.
Rasa takut adalah yang diperoleh bayi setelah lahir, rasa takut
merupakan respon primitive dan merupakan suatu mekanisme protektif
untuk melindungi seseorang dari bahaya dan pengerusakan dini di
timbulkan karena ada ancaman yang diberikan seseorang dimasa lalu yang
membuat seseorang merasa terancam sehingga membuatnya memendam
perasaannya. (Lampus, B. S., & Gunawan, P. N. (2016-1)).
Penyabab timbulnya rasa takut pada seseorang diantaranya seperti
adanya ancaman, baik secara fisik, emosional maupun psikologis, dan
ancaman tersebut dapat bersifat nyata atau sekedar fantasi saja.
Ancaman sendiri merupakan suatu kegiatan atau perbuatan yang
mengancam, seperti niat buruk seseorang yang dapat merugikan,
menyulitkan, menyusahkan atau mencelakakan seseorang ataupun
kelompok. Ancaman fisik ini dapat berupa perompakan, pencurian, dan
kekerasan fisik seperti memukul menggunakan tangan kosong maupun
menggunakan barang atau sebagainya.
Sedangkan ancaman emosional atau psikologis sendiri merupakan
anaman yang menyerang mental pikiran seseorang, yang membuat
seseorang akan mengingat setiap perkataan yang dilontarkan oleh
seseorang yang mengancam, dan menimbulkan rasa takut ketika bertemu
disituasi tertentu.
Rasa takut juga bisa disebut dengan cemas berlebih atau dalam
bahasa Inggrisnya Anxiety Disorder, gejala awal rasa takut atau anxiety
disorder ini adalah perasaan gugup hingga jantung berdebar kencang,
tubuh dan pikiran sulit dikontrol, emosi tidak terkendali, dan membuat
seseorang merasa panic.
21

B. Hasil Penelitian yang Relavan


Hasil penelitian yang terdahulu yang relavan dengan penelitian ini
diantaranya adalah penelitian yang telah dilakuan oleh:
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Julianto et al., (2020:103) yang berjudul
“Hubungan antara Harapan dan Harga Diri Terhadap Kebahagiaan pada
Orang yang Mengalami Toxic Relationship dengan Kesehatan Psikologis” .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harapan dan harga
diri terhadap kebahagian pada orang yang mengalami toxic relationship
dengan kesehatan pisiologis dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
harapan memiliki pengaruh tingkat kebahagiaaan seseorang.
2. Penelitian yang dilakukan oleh (Praptiningsih & Putra, (2021:132) yang
berjudul “Toxic Relationship Dalam Komunikasi Interpersonal Di Kalangan
Remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
hubungan tidak sehat dalam komunikasi interpersonal di kalangan remaja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama pelaku Toxic Relationship
yaitu toxic people bisa menjadi orang terdekat kobrban, seperti keluarga inti
yang terdiri dari ayah,ibu, kakak, adik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Sudyana, D. K., Satria, I. K., & Winantra, I.
K:2020:85) yang berjudul “ Konseling Dan Behavioral dan Penguatan Positif
Dalam Meningkatkan Perilaku Sosial Peserta Didik” bertujuan untuk
mengembangkan perilakku sosial peserta didik dalam penguatan perilaku
positif melalui penerapan Bimingan Konseling Behavioral sehinggal dapat
dibentuk perilaku sosisal yang baik. Hasil penelitian menunjukan bahwa,
perilaku sosial dapat dikembangkan dengan jalan manipulasinya
menggunakan konseling behavioral. Konseling behavioral ini menekankan
pada penguatan perilaku positif. Melalui penerapan bimbingan konseling
behavioral akan dapat dibentuk perilaku sosial yang lebih baik.
C. Pengaruh Konseling Behavioristik Teknik Modeling Terhadap Toxic
Relationship
Modeling merupakan salah satu teknik dalam membantu individu untuk
mempelajari perilaku tertentu. Modeling ialah belajar melalui observasi dengan
menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir
22

berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif (Sutanti, T.


(2015:191).
Modeling adalah istilah yang menunjukan terjadinya proses belajar
melalui pengamatan (observational learning) terhadap orang lain dan perubahan
terjadi melalui peniruan. Peniruan (imitation) menunjukan bahwa perilaku oran
lain yang diamati. Proses belajar melalui pengamatan menunjukan terjadinya
proses belajar setelah mengamati perilaku pada orang lain. (Damayanti, R., &
Aeni, T. (2016:100)

Teori behavioral modeling merupakan belajar melalui observasi dengan


menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir
berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognintif
Dari penjelasan konseling teknik modeling di atas memiliki peran dan
pengaruh terhadap toxic relationship. Teknik modeling ini efektif karena dengan
menampilkan model yang menarik dan atraktif agar siswa tertarik untuk
mengamati tingkah laku model dan tidak cepat merasa bosan ketika proses
konseling teknik modeling ini berlangsung. Maka teknik modeling ini dapat
membantu siswa untuk menambah atau mengurangi tingkah laku,
menggeneralisir berbagai pengamatan tingkah laku yang telah diamati dari
model.
Pengaruh yang terjadi pada saat konseling modeling terhadap toxic
relationship ini siswa dapat berlatih untuk mengurangi suatu kondisi rasa cemas
yang berlebih dalam suatu keaadan dengan cara menirukan setiap perilaku yang
dilakukan model, baik sifat dan sikap dari model untuk membangun respon baru
yang bisa diterapkan dalam suatu hubungan.
Siswa mendapatkan motivasi untuk menjadi lebih percaya diri dalam
membangun atau membentuk suatu hubungan, siswa menjadi terbuka ketika
menyampaikan sesuatu kepada orang lain tanpa merasa jika dirinya memiliki
banyak kekurangan. Motivasi itu sendiri dapat berasal dari konselor, model yang
diamati, dan teman sebayanya.
Pengaruh konseling modeling ini pada siswa yang takut memulai
hubungan baru hampir sama dengan siswa yang tidak percaya diri, dalam teknik
23

ini siswa mendapat motivasi untuk berani memulai suatu hubungan baru yang
tentunya lebih positif dari hubungan yang sebelumnya, siswa juga lebih mudah
membangun relasi baru dengan individu maupun kelompok.
Dalam teknik modeling ini terdapat tahap retensi yaitu proses mengingat
ketika siswa telah mengamati perilaku model seperti berlapang dada ketika orang
lain mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat orang lain, dan
berperilaku sewajarnya, membuat siswa lebih menghargai kelebihan dan
kekurangan dari orang lain, dan juga dapat lebih mengontrol emosi dan
perasaannya dalam menjalin hubungan, baik antar individu maupun kelompok.
Patah hati sebenarnya tidak bisa disembuhkan, tetapi patah hati hanya bisa
menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu, dalam teknik modeling ini dapat
mengurangi rasa sakit yang diakibatkan oleh patah hati dengan model
memperagakan aktivitas yang lebih positif seperti rajin beribadah, berolahraga,
dan sering berdiskusi hal positif dengan teman agar siswa yang mengalami patah
hati bisa terhibur dan dapat melupakan rasa yang membuat hatinya sakit.
Siswa mendapat respon baru setelah mengamati dan mengingat perilaku
model yang diamati untuk mengatasi ketakutannya terhadap suatu hal seperti
menjauhi atau melaporkan oknum yang mengancam siswa kepada guru agar
oknum yang mengancam dapat diberikan sanksi agar oknum mendapat efek jera
dan siswa merasa aman..
Konseling behavioristik dengan menggunakan teknik modeling ini
merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi terjadinya hubungan
toxic yang berlebih dalam dunia pertemanan sehingga nantinya dapat mengurangi
perilaku yang buruk yang dapat merugikan individu maupun orang lain dengan
demikian hubungan toxic yang berlebih ini dapat dihindari dan nantinya dapat
bersifat positif.
Pengaruh yang didapatkan dari konseling behavioristik dengan teknik
modeling yakni siswa akan mendapatkan pengalaman maupun pemahaman yang
baru yang bersifat positif terkait bagaimana menjalin suatu hubungan yang sehat,
serta dapat memberikan dampak yang positif dalam bersosialisasi di lingkungan
khususnya pada dunia pertemanan.
24

D. Kerangka Berfikir
Toxic Relationship pada dasarnya merupakan suatu hubungan yang tidak
sehat yang terjadi di kalangan remaja, dimana hubungan tidak sehat ini dapat
mengakibatkan suatu konflik bahkan rasa kekhawatiran yang tinggi di dalam diri
seseorang yang mengalami toxic relationship ini. Konflik batin yang terjadi
dalam diri seseorang dapat mengakibatkan rasa kemarahan bahkan tingkat
emosional yang tinggi. Toxic relationship ini pada dasarnya dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan yang sulit terhadap dirinya maupun lawan jenisnya karena
adanya faktor lingkungan yang didapatkan bersifat menyimpang. Pada dasranya
toxic relationship ini dapat terjadi karena terjalinnya suatu komunikasi bersifat
pasif baik berdasarkan dunia maya ataupun keadaan lingkungan yang di dengar
maupun di lihatnya.
Pendekatan yang dapat dilakukan agar toxic relationship ini terjadi
secarara berkelanjutan maka dilakukan pendekatan Behavioristik yang dimana
pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang dilakukan oleh seseorang
kusioner agar mendapatkan suatu hasil dari yang seseorang korban yang
mengalami tindakan toxic relationship berupa tingkah laku yang terjadi di
kalangan hubungan pertemanan baik berupa internal maupun eksternal. Tekhnik
yang digunakan dalam konseling ini menggunakan tekhnik modeling, tekhnik
modeling ini merupakan tekhnik yang menganjurkan klien harus memperhatikan
model dan memahami apa saja hal yang positif yang dilakukan oleh model guna
merubah sifat buruk klien menjadi suatu hal yang positif.
Berdasarkan pernyataan yang telah dijelaskan, hubungan toxic relationship
dikatakan sebagai hubungan yang tidak sehat yang sering terjadi di dalam dunia
pertemanan bahkan pacaran. Dengan demikian peneliti perlu membuktikan
terlebih dahulu mengenai hubungan toxic relationship agar lebih jelas sehingga
peneliti mengangkat penelitian yang berjudul “Pengaruh Konseling Behavioristik
Terhadap Toxic Relationship Pada Siswa Kelas VII Di SMPN 4 Mataram Tahun
Pelajaran 2022/2023”.
25

Gambar 2.1. Kerangka Berfikir

TAHAPAN K. DAMPAK
TOXIC BEHAVIOR KONSELING

1. Kecemasan 1. Proses atensi 1. Kecemasannya


berlebih 2. Proses retensi berkurang
2. Tidak percaya diri 3. Proses 2. Percaya diri
3. Takut memulai reproduksi bertambah
hubungan yang motorik 3. Berani memulai
baru 4. Proses hubungan yang
4. Penghinaan penguatan dan baru
5. Patah hati motivasi 4. Menjadi lebih
6. Rasa takut menghargai orang
lain
5. Perasaan menjadi
lebih baik
6. Menjadi lebih
berani untuk
menghadapi
sesuatu yang
ditakuti

E. Hipotesis Penelitian
Menurut sugiyono (2016: 64) “Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah dalam sebuah penelitian dan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2014:

110)” Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian ,sampai terbukti melalui data

yang terkumpul.

Berdasarkan landasan teori tersebut maka diterapkan hipotesis

penelitian, adalah: Bahwa ada pengaruh konseling behavioristic terhadap

toxic relationship di SMPN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2023/2024


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan angket kepada
siswa/siswa kelas VII, VIII, IX. Tujuan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan
yang dirumuskan dan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan selama proses
penelitian. Ada beberapa hal yang harus dilakukan penulis saat penelitian tersebut
berlanjut, yakni Menentukan masalah yang muncul dalam penelitian. Selama
proses penelitian ini ada dua variabel yang digunakan. Variabel merupakan
serangkaian bentuk yang telah ditetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari
lebih mendalam dan diteliti sehingga mendapatkan suatu data tentang tema yang
telah diangkat oleh peneliti sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
Sugiyono (2013: 39) menjelaskan bahwa di dalam rancangan penelitian ini
terdapat dua variabel yaitu Konseling behavioristik sebagai variabel bebas
(independen variabel) dan Toxic Relationship sebagai variabel terikat (devendent
variabel). Variabel bebas adalah kondisi yang oleh pelaku eksperimen
dimanipulasi untuk menerangkan hubungan dengan fenomena yang diobservasi.
Variabel ini sering disebut sebagai variabel pengaruh, karena tujuannya untuk
mempengaruhi variabel lain. Sedangkan variabel terikat adalah kondisi yang
berubah ketika pelaku eksperimen mengganti variabel bebas. Variabel ini sering
disebut sebagai variabel yang dipengaruhi atau terpengaruhi, karena variabel ini
dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan menurut Yatim Riyanto (2011: 9)
variabel adalah gejala yang menjadi objek penelitian. Dengan demikian setiap
gejala yang muncul dan dijadikan objek penelitian adalah variabel penelitian.
Variabel ini memiliki variasi makna dan nilai ketika sudah diteliti. Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat dirumuskan di sini bahwa variabel penelitiaan
adalah suatu nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu

26
27

yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lebih lanjut dan ditarik
kesimpulannya.

Untuk lebih jelasnya berikut tabel One Grup Pre-test Post-test Design
(Sugiyono, 2016: 75).

O1 X O2

Tabel 3.1 One Grup Pre-Test

Ketentuan :

O1 : Pree test (sebelum perlakuan)

O2 : Post test (setelah perlakuan)

X : Treatment (perlakuan)

Langkah -langkah desain penelitian ini adalah :

1. Pelaksanaan pree test, untuk mengukur sejauh mana dampak Toxic


Relationship sebelum subjek diberikan perlakuan berupa layanan Konseling
behavioristik.
2. Perlakuan berupa pemberian layanan untuk jangka waktu 3 kali pertemuan.
3. Memberikan post test, untuk mengukur dampak yang timbulkan dari toxic
relationship verbal setelah subjek di berikan perlakuan berupa layanan
konseling kelompok dengan teknik konseling behavioristik.
4. Melakukan analisis data dan menguji t-tes.
5. Membuat kesimpulan dalam bentuk laporan penelitian.
28

RANCANGAN PENELITIAN
Gambar 3.2 (Arikunto, 2005:74)

variabel X Variabel Y
Teknik Behavior Toxic Relationship

Indikator Indikator
1. Proses atensi 1. Kecemasan berlebih
2. Proses retensi 2. Tidak percaya diri
3. Proses reproduksi 3. Takut memulai
4. Proses pengamatan dan hubungan yang baru
Proses motivasi 4. Penghinaan
5. Patah hati
6. Rasa takut

Konseling Kelompok Angket Pre-Test

treatment

Angket Post-Test

Analisis Data

Kesimpulan
29

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono 2019: 146).
Adapun populasi pada penelitian ini dengan jumlah siswa laki-laki kelas
VIII sebanyak 172 dan siswa perempuan berjumlah 206 dengan jumlah
rombel 10.
Adapun rincian populasi penelitian terdapat pada tabe berikut:

Tabel 4.1 : Tabel Jumlah Populasi Kelas VIII di


SMPN 4 MATARAM
Tahun Ajaran 2023/2024

KELAS VIII

No. Kelas Laki – laki Perempuan Populasi


1. VIII.1 16 16 32
2. VIII.2 17 15 32
3. VIII.3 17 15 32
Jumlah 96
Sumber Data Peserta Didik SMPN 4 MATARAM Tahun Ajaran 2023/2024.

2. Sampel
Dalam penelitian kuantitatif, sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki olwh populasi. (Sugiyono, 2016:147) Sedangkan
ahli lain menyatakan bahwa “ sampel adalah sebagian dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti” (Ridwan,2010:
56).
30

Dalam penelitian ini ditarik sampel menggunakan teknik Sampling


Purposive. Sugiyono (2016) mengatakan Sampling Puposive adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Artinya, digunakan teknik
purposive sampling, karena penelitian telah menentukan terlebih dahulu
sampel yang digunakan dengan tingkat roxic relationship yang tinggi.
Sampel pada penelitian yang akan diteliti yakni siswa/siswi yang memiliki
toxic relationship tinggi pada kelas VIII di SMPN 4 Mataram Tahun
Pelajaran 2023/2024.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur untuk memperoleh data variabel
yang akan diteliti. (IKIP Mataram, 2011:15) menjelaskan bahwa “instrumen
penelitian mencakup unsur unsur yang dibutuhkan dalam pengumpulan
data.Alat yang digunakan untuk memperoleh data dalam mengukur masing-
masing variabel penelitian.
Dalam peroses penelitian ini istrumen yang digunakan dalam bentuk
angket, diantaranya sebagai berikut: menurut (Arikunto, 2014:195) menyatakan
bahwa angket dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung sudut pandang.
Angket yang dimaksud tersebut dalam bentuk:
1. Angket terbuka, merupakan suatu angket yang memberikan suatu kesempatan
kepada responden untuk menjawab dalam kalimat sendiri.
2. Angket tertutup, merupakan suatu angket yang disediakan jawaban sehingga
responden memilih jawaban yang disediakan.
Dalam metode angket ini juga dipeprlukan pengukuran guna untuk
mengetahui tingkat self efficacy siswa, pengukuran angket yang digunakan yaitu
skala likert dan memiliki dua macam pernyataan yaitu positif dan negative.
Angket dalam penelitian ini terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu a) sangat sering
memiliki skor 4 (empat); b) sering memiliki skor 3 (tiga); c) kadang – kadang
memiliki skor 2 (dua); d) tidak pernah memiliki skor 1 (satu). Sebaliknya,
pernyaytaan negative memiliki skor sebagai berikut: a) sangat sering memiliki
skor 1 (satu); b) sering memiliki skor 2 (dua); c) kadang – kadang memiliki skor 3
(tiga); d) tidak pernah memiliki skor 4 (empat).
31

Setelah siswa mengisi instrument angket, kemudian jawabannya akan


dikaitkan sesuai dengan skor masing – masing item lalu dijumlahkan.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah salah satu langkah strategis yang terpenting
dalam suatu penelitian, karena data yang diperoleh di lapangan akan saat
bermanfaat dalam menyajikan hipotesis yang telah dirumuskan. Dalam
penelitian data yang dikumpukan adalah data sebelum dilakukan perlakuan
dan setelah diberikan perlakuan teknik konseling behavioristik. Dalam metode
ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2016: 142). Angket adalah daftar pertanyaan
yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi
tersebut bersedia memberikan respons sesuai dengan permintaan pengguna
(Suharsimi 2013: 102).

Dari pendapat ahli diatas angkat adalah suatu teknik pengumpulan


data yang berisikan beberapa pertanyaan yang harus di isi atau dijawab oleh
responden untuk memperoleh data yang dibutuhkan peneliti. Yang dimana
data tersebut digunakan untuk mengukur sejauh mana pengaruh bullying
verbal pada siswa SMP Negeri 4 Mataram pada saat sebelum diberikan
perlakuan (pree test) dan setelah diberikan perlakuan (post test).

Setelah siswa mengisi instrumen angket, kemudian jawabannya akan


disesuaikan dengan skor masing-masing item dan akan dijumlahkan. Sebelum
itu peneliti harus menentukan nilai intervalnya. Untuk menentukan nilai
interval yang diinginkan peneliti harus menentukan nilai tertinggi angket yaitu
4 x 33 sedangkan untuk menentukan nilai terendah angket yaitu 1 x 33. Maka
dari itu, nilai tertinggi dikurangi dengan nilai terendah dan hasilnya dibagi
sesuai dengan jumlah kategori angket yaitu 132 - 33 = 99, maka hasilnya akan
32

di bagi 3 menjadi 99:3 = 33 jadi interval dalam penelitian ini adalah 33 untuk
lebih jelasnya.

Tabel 4.2 : Tabel Interval Kriteria Skor Kemampuan HOTS

NO KRITERIA INTERVAL
1 Tinggi 99-132
2 Sedang 66-98
3 Rendah 33-65

Untuk mengetahui kriteria siswa sesuai dengan tabel yang diatas, maka
peneliti mengurutkan skor dari yang tertinggi sampai yang rendah, sehingga
peneliti dapat mencocokkan skor yang diperoleh siswa sesuai dengan kriteria
diatas.

2. Teknik Observasi

`Metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan


melaksanakan pengamatan langsung terhadap objek, secara teliti serta
pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Menurut
Sutrisno (dalam Sugiyono, 2016: 145): “Metode observasi adalah suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dan di antara yang terpenting adalah proses
pengamatan dan ingatan.

Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa observasi


dapat dilakukan untuk mengamati objek tertentu yang sesuai dengan rumusan
masalah, sehingga dapat membantu kelancaran dari pelaksanaan penelitian.
Observasi ini dilakukan sebelum melakukan proses penelitian, observasi
penelitian ini terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap lingkungan
sekolah dan terhadap perilaku yang mencolok dari siswa.
33

3. Teknik Wawancara
Menurut sugiyono (2013: 137 ), wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila penelitian
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.
Dari pembahasan di atas maka wawancara ini akan diterapkan yaitu
wawancara terbuka untuk guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK SMP
Negeri 4 Mataram, dikarenakan guru BK sudah mengetahui informasi
mengenai siswa yang memenuhi informasi bagi peneliti. Maka data yang
didapatkan dalam wawancara sebagai penunjang dalam proses mendapatkan
hasil dalam penelitian. Teknik wawancara ini bertujuan sebagai pendukung
dalam proses pengumpulan data di sekolah.
4. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013: 240) menyatakan bahwa metode


dokumentasi yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu. Sehubungan dengan
penelitian ini, maka metode dokumentasi digunakan sebagai metode
pelengkap untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan rumusan
masalah. Dukumentasi ini dapat berupa foto-foto dan satuan layanan selama
proses penelitian berlangsung di SMP Negeri 4 Mataram. Teknik
dokumentasi ini hanya digunakan sebagai pendukung dalam proses
pengumpulan data di sekolah.

E. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui angket dikumpulkan
kemudian disusun sebagai bahan untuk melakukan analisis data
menggunakan analisis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini dalam bentuk analisis data t-test indevendent dengan rumus pendek (short
method) Sugioyono (2016:125).
adapun bentuk rumus t-test yang digunakan sebagai berikut:
34

Gambar. 3.3: Gambar Rumus UjI T

Md
t=

√ ∑ xd 2
N (N−1)

Keterangan:
t = Nilai test yang dicari
Md = Mean dari deviasi (d) Post-test dan Pre-test
xd = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi
N = Banyak subyek
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data statistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis nihil (H0).
2. Membuat tabel kerja.
3. Memasukkan data ke dalam rumus.
4. Menguji nilai t-test.
5. Menarik kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. U., & Ike, A. (2022). Hubungan Toxic Relatioship Terhadap Gangguan
Kesehatan Mental Pada Remaja. Pondok Pesantren Mathlabul Ulum Kabupaten
Sumenep

Arini, A., Gigault, J., Venel, Z., Bertucci, A., & Baudrimont, M. (2022).The
Underestimated Toxic Effects Of Nanoplastics Coming From Marine Sources:A
Demonstration On Oysters (Isognomon Alatus). Chemosphere, 295, 133824.
University Of Bordeaux Agriculture Lovely Profesional University.

Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Aulia, F. (2014). Studi Deskriptif Help Seeking Behaviour Pada Remaja yang Pernah
Mengalami Parental Abuse Ditinjau dari Tahap Perkembangan (Masa Awal
Anak-anak–Masa Remaja) dan Identitas Gender. CALYPTRA, Universitas
Surabaya.

Azwar, S. (2015) Prosedur Penelitian Suatu Praktik, Jakarta: Rineka. Cipta

Damayanti, R., & Aeni, T. (2016). Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik
Modeling Untuk Mengatasi Perilaku Agresif Pada Peserta Didik Kelas Viii B
Smp Negeri 07 Bandar Lampung. KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling
(E-Journal).

Devi, P., & Kumar, P. (2020). Concept And Application Of Phytoremediation In The
Fight Of Heavy Metal Toxicity. Journal Of Pharmaceutical Sciences And
Research, 12(6). School Of
Ferdiansa, G., & Karneli, Y. (2021). Konseling Individu Menggunakan Teknik
Modeling untuk Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa. Edukatif:
Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(3) Universitas Negeri Padang, Indonesia

Gantina Komalasari, Eka Wahyuni, Karsih (2011) Teori Dan Teknik Konseling. Jakarta.

Gumantan, A., Mahfud, I., & Yuliandra, R. (2020). Tingkat kecemasan seseorang
terhadap pemberlakuan new normal dan pengetahuan terhadap imunitas tubuh.
Sport Science and Education Journal, 1(2).

Hou, J., Jiang, Y., Chen, S., Hoy, Y., Wu, J., & Fan, N. (2019). Addictive Behaviors
Reports Cognitive Mechanism Of Inimate Interpersonal Relationship And
LonelinessIn Internt-Addict : An ERP Study. Addictive Behaviors Reports,
10(July)100209.https://doi.org/10.1016/j.abrep.

IKIP Mataram. (2011). Pedoman Pembimbingan dan Penulisan Karya Ilmiah. Mataram.
36

Inayah. Z.. & Sudjarwo. S.A. (2021). The Protective Effect of Xanthone viaMalondial
dehyde and Superoxide Dismutase Expresisson on Mice Sertolicell Induced by 2-
Methoxyethanol. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology. 15(13).

Irawan, C., Sirait, S. M., SULISTIAwATY, L. I. L. I. S., & Setyawati, S. R. (2020).


Toxicity test with BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) method on methanol, ethyl
acetate extract, hexane on seeds and rind of matoa extract(Pometia
pinnata). Oriental Journal Of Chemistry, 36.
Julianto, V., Cahayani, R. A., Sukmawati, S., & Aji, E. S. R. (2020). Hubungan antara
harapan dan harga diri terhadap kebahagiaan pada orang yang mengalami toxic
relationship dengan kesehatan psikologis. Jurnal Psikologi Integratif, 8(1),
103.UIN Sunan Kalijaga
Lampus, B. S., & Gunawan, P. N. (2016). Hubungan perasaan takut anak
terhadap perawatan gigi dengan kebersihan gigi dan mulut di RSGM Unsrat
Manado. e-GiGi, 4(2).
Mardhiyyah, R. W., & Indiriani, F. (2018). Pendekatan Konseling BehavioralUntuk
Mengurangi Perilaku Prokrastinasi Pada Siswa SMA. Fokus (Kajian Bimbingan
& Konseling dalam Pendidikan), 1(4), IKIP Siliwangi.

Mataputun, Y., & Saud, H. (2020). Analisis Komunikasi Interpersonal Danpenyesuaian


Diri Remaja. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 8(1), Universitas Cendrawasih,
Indonesia.

Petrovici, A., & Dobrescu, T. (2014). The Role Of Emotional Intelligence Inbuilding
Interpersonal Communication Skills. Procedia-Socialandbehavioral
Sciences, 116, University Of Bacau.

Prabowo, A. S., & Cahyawulan, W. (2016). Pendekatan Behavioral: Dua Sisi Mata
Pisau. Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1), FIP UNJ.

Pradipta, A. R., & Raharja, E. (2022). Menguak Fenomena Social Loafing Di Kalangan
Mahasiswa Yang Patah Hati. Diponegoro Journal of Management, 11(5),
Universitas Diponegoro.

Praptiningsih, N. A., & Putra, G. K. (2021). Toxic Relationship Dalam Komunikasi


Interpersonal Di Kalangan Remaja. Communication, 12(2), 132.
https://doi.org/10.36080/comm.v12i2.1510

Pratiwi, A. (2017). Efektifitas Teknik Modeling Simbolis Untuk Meningkatkan Motivasi


Berprestasi Siswa Smp Negeri 2 Minasatene. Jurnal Konseling Andi Matappa,
1(1). STKIP Andi Matappa Pangkep, Sulawesi Selatan.

Safitri, W. A. (2013). Dampak Kekerasan Dalam Berpacaran. Universitas Jember.

Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalamkonseling. Jurnal


Paradigma, 14(7),
37

Soedarsono, D. K., & Wulan, R. R. (2017). Model Komunikasi Teman Sebaya Dalam
Pembentukan Identitas Diri Remaja Global Melalui
MediaInternet. JurnalAspikom, 3(3), Universitas Telkom, Bandung.

Sudyana, D. K., Satria, I. K., & Winantra, I. K. (2020). Konseling Behavioral Dan
Penguatan Positif Dalam Meningkatkan Prilaku Sosial Peserta Didik.
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.

Sugiyono. (2016). Metde Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


ALFABETA, CV.

Sulthon, S. (2018). Mengatasi Kenakalan Pada Siswa Melalui Pendekatan Konseling


Behavioral. Konseling Edukasi: Journal Of Guidance and Counseling, 2(2).
IAIN Kudus.

Sutama, G. A., Suranata, K., & Dharsana, I. K. (2014). Penerapan Teori Behavioral
dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas
AK C SMK Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Ilmiah
Bimbingan Konseling Undiksha, 2(1). Universitas Pendidikan Ganesha.

Sutanti, T. (2015). Efektivitas teknik modeling untuk meningkatkan empati mahasiswa


Prodi BK Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Konseling, 1(2), 188-198.

Terrion, J,L., Rocchi, M. O’Rielly, S (2015). The Relationship Between Friendship


Quality and Antisocial Behavior of Adolescents inResidential Substance Abuse
Treatment.Journal of Groups in Addiction & Recovery.

Wijono, S., Parengkuan, I. L., Morina, S., Supit, V. D., Jaya, D. K., Wicaksono, L. S., &
Iskandar, M. C. (2022). Effect Of Microplastic Intake On Intestinal And
Pancreatic Cell Damage. Jurnal Widya Medika, 8(2),.

Wulandari, R., Amalia, M., Aryawati, R., Hamim, S. A., & Verawaty, M. (2019,
February). The Potency Of Toxic Cyanobacteria Planktothrix Agardhii Isolated
From A Retention Pond In Palembang To Cyprinus Carpio L: A Preliminary
Study. In Journal Of Physics: Conference Series (Vol. 1167, No. 1, P. 012041).
IOP Publishing.

Zulfiana, E., Rahmanindar, N., & Hidayah, S. N. (2023). Phenomenological Study Of


Adolescent Perception Of Toxic Relationships. SEAJOM: The Southeast Asia
Journal of Midwifery Diploma Program, Politeknik HarapanBersam.

Anda mungkin juga menyukai