Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS TEKNIK COGNITIVE DISPUTATION MELALUI


KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI SELF-
HANDICAPPING SISWA KELAS VIII
DI SMP NEGERI 4 LUYO

ANNISA MAHARANI MASRURAH


1844042026

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Penelitian dengan Judul “Efektivitas Teknik Cognitive


Disputation Melalui Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengatasi Self
Handicapping Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 4 Luyo.”

atas nama:
Nama : Annisa Maharani Masrurah
NIM 1844042026
Jurusan/Prodi : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan/
Bimbingan & Konseling
Fakultas : Fakultas Ilmu Pendidikan

Setelah diperiksa dan diteliti, Proposal Penelitian ini telah memenuhi


syarat untuk diujiankan.

Makassar, 2 Juni 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdullah Pandangg, M.Pd Suciani Latif, S.Pd., M.Pd


NIP. 19601231 198702 1 005 NIP. 19820424 200812 2 002

Disahkan:
Ketua Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Drs. Muhammad Anas, M. Si


NIP. 19601213 198703 1 005
2
iii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………...v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...…vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...…….vii
BAB I ................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 7
BAB II ............................................................................................................................... 7
KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS .............................................. 7
A. Kajian Teori ........................................................................................................... 7
1. Self Handicapping .............................................................................................. 7
2. Cognitive Disputation ...................................................................................... 13
3. Konseling Kelompok ....................................................................................... 17
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 23
C. Kerangka Pikir ..................................................................................................... 25
D. Hipotesis .............................................................................................................. 27
BAB III ............................................................................................................................ 28
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 28
A. Jenis Penelitian ..................................................................................................... 28
B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 29
C. Desain Penelitian.................................................................................................. 31
D. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 31
E. Definisi Operasional Variabel .............................................................................. 33
F. Teknik dan Pengumpulan Data ............................................................................ 34
G. Instrumen Penelitian ............................................................................................ 36
H. Alat dan Bahan ..................................................................................................... 36
I. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 36
iv

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 38


LAMPIRAN .................................................................................................................... 40
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi SMPN 4 Luyo………………………………..………….29


vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Randomized Pretest-Posttest Control Group……………….…..30


Tabel 3.2 Sebaran populasi……………………………………………………..….31
vii

KATA PENGANTAR

Memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian

berjudul“ Efektivitas Teknik Cognitive Disputation Melalui Layanan Konseling

Kelompok Dalam Mengatasi Self Handicapping Siswa Kelas VIII di SMP

Negeri 4 Luyo”. Proposal ini juga disusun sebagai bahan kajian untuk

dipertimbangkan bagi pihak pengambil keputusan. Saya berharap rencana yang

saya susun sebagai mana yang ada pada proposal ini dapat terealisasi sebagai mana

mestinya. saya menyadari bahwasannya dalam penyusunan proposal ini sangat jauh

dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat saya harapkan

sebagai bahan masukan agar kedepannya lebih baik.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah turut

berpartisipasi hingga terlaksanakannya kegiatan ini.

Peneliti, 2 Juni 2022

ANNISA MAHARANI MASRURAH


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu karakteristik perkembangan kognitif siswa di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) yang dikutip dari artikel prestasi global modern

school (2021) yakni keinginan agar lingkungan bisa menerima mereka. Hal ini

terjadi seiring dengan perubahan emosi remaja yang sedang fokus untuk dapat

diterima, untuk itu siswa direntang usia remaja ini cendurung akan

memunculkan perilaku yang mereka anggap dapat membentuk harga diri yang

baik dilingkungan.

Keinginan untuk diterima ini dapat berdampak positif dan negatif bagi diri

siswa. Pada penelitian ini, peneliti berfokus pada salah satu dampak negatif

dari keinginan untuk diterima yakni perilaku self handicapping. Self-

handicapping merupakan kecacatan strategi kognitif dimana seseorang

menghindari usaha dengan harapan dapat mencegah kegagalan menyakiti

harga diri (Fahromansyah : 2021). Para peneliti percaya bahwa self-

handicapping menjadi mekanisme perlindungan dari kemungkinan efek

kegagalan yang berpotensi merusak harga diri (Iresearchnet : 2021).

Dalam lingkup Pendidikan, self handicapping sering terjadi dikarenakan

strategi penghargaan eksplisit di Sekolah membuat siswa cenderung

menetapkan standar tinggi untuk mendapatkan persetujuan sosial atas

kemampuan dan pencapaian prestasi mereka (Ardina Karner : 2014). Hal

1
2
tersebut menimbulkan perasaan cemas dan takut pada siswa mengenai hasil

akhir dari usaha yang mereka lakukan. Sehingga, ketakutan-ketakutan ini bisa

membuat siswa lebih memilih untuk tidak melakukan usaha yang maksimal

agar tidak kecewa dengan kegagalan yang akan mereka dapatkan nantinya.

Pada 24 Juni 2021, peneliti menemukan gambaran masalah self-

handicapping siswa dari hasil wawancara guru BK di SMP Negeri 4 Luyo.

Diketahui bahwa beberapa siswa seringkali memberikan banyak alasan ketika

ditanya mengenai kesalahan atau kecorobohan yang mereka lakukan. Akan

tetapi, guru BK menemukan hal yang berbeda setelah melakukan analisis

mendalam, siswa ternyata mengaku sengaja berbuat kesalahan dan ceroboh

seperti tidak mengerjakan tugas, tidak belajar sebelum ujian, dan terlambat

datang ke sekolah karena takut jika pada hasil akhir yang mereka dapatkan

tidak memuaskan sehingga para siswa tersebut lebih memilih untuk tidak

berusaha lebih keras agar nantinya tidak begitu kecewa dengan hasil dan

penghargaan yang mereka dapatkan.

Masalah yang terjadi di SMP Negeri 4 Luyo memperlihatkan bahwa siswa

mulai mengekternalisasi atau memaafkan kegagalan dan mencari berbagai

alasan untuk menghindari tugas serta melanggar peraturan di Sekolah serta

kemudian menginternalisasi keberhasilan untuk melindungi diri (kelemahan)

yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Kayla (2015)

bahwa para self-handicapping akan mengeksternalisasi atau memaafkan

kegagalan dan menginternalisasi keberhasilan untuk melindungi diri mereka.

Jumat 1 April 2022, peneliti melakukan pembagian skala self

handicapping di SMP Negeri 4 Luyo. Waktu pelaksanaan tersebut berdekatan


3
dengan pelaksanaan ujian sekolah untuk kelas IX, Oleh karena itu peneliti

hanya melakukan pembagian skala self handicapping pada siswa kelas VII

dan kelas VIII. Kemudian berdasarkan hasil analsisis tersebut, peneliti

menemukan kriteria perilaku self-handicapping yang ternyata kebanyakan

terjadi pada siswa kelas VIII. Dari keseluruhan jumlah siswa kelas VIII yaitu

24 siswa, ditemukan 12 siswa yakni 8 perempuan dan 4 laki-laki yang

memiliki skor perilaku self- handicapping dengan nilai yang berada pada

rentang 50 hingga 100 (masalah berat – sangat berat). Jabaran skor tersebut

terdiri dari 1 siswa dengan skor 50-75 (masalah berat) dan 11 siswa yang

memiliki skor 75-100 (masalah sangat berat). Hasil analisis tersebut

memperlihatkan bahwa masalah self-handicapping yang terjadi pada siswa di

SMP Negeri 4 Luyo sudah sangat perlu untuk ditangani.

Selain itu, beberapa siswa yang diwawancarai mengenai hal ini juga

mengatakan bahwa :

“Percumaji kak, tidak bisaji juga masuk di otakku. Biarki


mau belajar bagaimana tetapji begitu nilaita, yang penting
naik kelas jaki. Terlanjur orang pintar betulpi baru bisa
bagus sekali hasil nilainya”

Pernyataan ini memperlihatkan bagaimana siswa benar-benar

menggambarkan self-handicapping dari cara berpikir mereka yang irasional.

Rhodewalt dan Tragakis (dalam Fahromansyah, 2021) menjelaskan adadua

faktor self-handicapping, yaitu faktor distal yakni faktor yang berasal dari

situasi masa lalu dan faktor proksimal yakni faktor yang berasal dari situasi

saat ini. Berdasalkan hasil analisis skala self handicapping dan wawancara

guru BK, peneliti menemukan fakta bahwa perilaku self-handicapping siswa

lebih cenderung berasal dari faktor proksimal yakni situasi saat ini dimana
4
siswa merasa merasa tidak mampu memenuhi anggapan publik dan begitu

takut akan kegagalan hasil akhir nilai yang akan ia dapatkan dimana semua hal

tersebut juga berkaitan dengan strategi penghargaan eksplisit dari sekolah

yang saat ini terjadi.

Permasalahan self-handicapping siswa ini menjadi hambatan yang akan

menghalangi perkembangan siswa karena self-handicapping ini sendiri adalah

bagian dari perilaku kecacatan diri (Nar & Erol : 2017). Untuk membantu

siswa mengatasi self-handicapping yang dialami, diperlukan suatu upaya yang

maksimal dan tersistematis dalam mengoptimalkan kemampuan siswa untuk

keluar dari permasalahan ini.

Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting untuk turut serta

mengatasi permasalahan tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang

Bimbingan dan Konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah

Tahun 2014 Nomor 111 Pasal 1 :

“Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis,


dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor
atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi
perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian
dalam kehidupannya.”

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan secara individu

dan juga berkelompok. Penelitian ini akan melakukan konseling secara

berkelompok karena mengingat bahwa penerimaan sosial juga menjadi faktor

yang sangat berpengaruh bagi para self-handicapping. Selain itu, jumlah siswa

yang terindikasi mengalami self handicapping juga berjumlah 12 siswa untuk

itu peneliti memutuskan untuk melakukan konseling seccara berkelompok


5
Konseling kelompok adalah layanan yang memungkinan siswa (masing-

masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan

pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok (Prayitno : .

Nandang Rusmana 2019).

Untuk menunjang keberhasilan proses pelaksanaan tersebut, digunakan

juga teknik konseling yang sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan dari

siswa yang menjadi sasaran pelakasanaanya. Dalam penelitian ini, sasaran

pelaksanaan ialah 12 siswa di SMP Negeri 4 Luyo yang terindikasi melakukan

self-handicapping. Adapun teknik yang digunakan peneliti untuk mengangani

permasalahan yakni teknik cognitive disputation.

Cognitive Disputation adalah sebuah teknik yang berakar dari pendekatan

Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan tujuan untuk mengubah

keyakinan irasional menjadi keyakinan rasional. Salah satu bentuk keyakinan

irasional yang diidentifikasi oleh Ellis dalam Dwinda Tiara (2019) adalah lari

dari kesulitan dan tanggung jawab lebih mudah daripada menghadapinya

seperti halnya perilaku self-handicapping yang dimaksud dalam penelitian ini.

Dispute kognitif menurut Thompson digunakan konselor untuk

mengkonfrontasi keyakinan irasional dan kekhawatiran yang terkait. Selain

itu, teknik ini juga berusaha untuk meniadakan depresi, stres, dan serangan

kepanikan yang ada pada diri konseli.

Teknik Cognitive Disputation ini pun dipilih peneliti berdasarkan

informasi yang diperoleh dari guru BK bahwa beberapa layanan yang ia

lakukan berkaitan dengan masalah ini menggunakan proses konfrontasi

dimana guru BK berusaha untuk menentang argument dan keyakinan awal


6
para siswa yang terliha tidak rasional. Akan tetapi, pelaksanaan konseling

yang dilakukan guru BK dalam upaya pengentasan masalah itu belum

dilaksanakan sesuai aturan pelaksanaan seharusnya disebabkan keterampilan

dan pemahaman yang kurang. Untuk itu, berdasarkan hasil analisis skala self

handicapping mengenai akar permasalahan konseli dan informasi tambahan

dari guru BK ini, peneliti berusaha menemukan teknik penanganan tepat yang

kemudian dipilihlah teknik cognitive disputation ini.

Dengan teknik ini para konseli atau siswa akan didorong dan dimodifikasi

aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis

sehingga konseli dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yang

diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya

(Mohammad Surya : 2003).

Berdasarkan keseluruhan hal inilah peneliti akhirnya akan melakukan

penelitian berjudul “Efektivitas Teknik Cognitive Disputaion Melalui

Konseling Kelompok Dalam Mengatasi Self Handicapping Siswa Kelas VIII

di SMP Negeri 4 Luyo”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan teknik cognitive disputation melalui konseling

kelompok dalam mengurangi perilaku self-handicapping siswa kelas

VIII di SMPN 4 Luyo?

2. Apakah teknik cognitive disputation melalui konseling kelompok dapat

mengurangi perilaku self-handicapping siswa kelas VIII di SMPN 4

Luyo?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami pelaksanaan teknik cognitive disputation melalui

konseling kelompok dalam mengurangi perilaku self-handicapping

siswa kelas VIII di SMPN 4 Luyo.

2. Untuk mengetahui keefektivan teknik cognitive disputation melalui

konseling kelompok dalam mengurangi perilaku self-handicapping

siswa kelas VIII di SMPN 4 Luyo.

D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bidang

bimbingan dan konseling, khususnya dalam pengentasan masalah

mengenai self-handicapping siswa melalui layanan konseling kelompok

dengan teknik cognitive disputation.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan guru bimbingan dan konseling

dalam penggunaan teknik cognitive disputation melalui konseling

kelompok untuk mengatasi self-handicapping siswa. Pertimbangn

tersebut juga akan membantu guru bimbingan dan konseling dalam

meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat dan

sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

b. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini diharapkan dapat membantu peserta didik

dalam mengatasi permasalahan self-handicapping yang terjadi

pada diri mereka..


8
c. Bagi Peneliti

Menjadi salah satu referensi bagi para peneliti untuk

melakukan penelitian yang berkaitan tentang keefektifan teknik

cognitive disputation melalui konseling kelompok dalam mengatasi

self-handicapping siswa.
9

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA


KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Self Handicapping

a. Konsep Dasar Self Handicapping

Istilah self-handicapping (SH) mengacu pada fenomena ketika,

dalam kondisi tertentu, individu yang dicirikan oleh faktor kepribadian

tertentu menghalangi kesuksesan mereka dengan hambatan yang

dipaksakan sendiri dalam situasi kinerja yang penting (Adlerian :

1985)

Fenomena Self Handicapping memiliki akar Adlerian (DeGree &

Snyder, 1985), Konsep tersebut diperkenalkan pada tahun 1978 ketika

Jones dan Berglas menemukan dalam sebuah studi empiris bahwa

subjek yang mengharapkan kegagalan dalam situasi kinerja memilih

untuk menggunakan obat penghambat kinerja (Pandokrin) daripada

obat peningkat kinerja (Actavil; Berglas & Jones, 1978; Jones &

Berglas, 1978). Temuan ini menimbulkan pertanyaan mengenai asumsi

dasar teori perbandingan sosial (Festinger, 1954) yang menunjukkan

bahwa motif dasar manusia adalah untuk memperoleh umpan balik

yang akurat, valid dan diagnostik tentang kemampuan mereka, karena

orang tampaknya menghindari informasi tersebut dalam situasi

9
10

tertentu.

Berdasarkan temuan mereka, Jones dan Berglas (1978)

mendefinisikan self handicapping sebagai setiap tindakan atau pilihan

pengaturan kinerja yang meningkatkan kesempatan untuk

mengeksternalisasi (atau memaafkan) kegagalan dan menginternalisasi

(secara wajar menerima pujian untuk) kesuksesan.

Melalui self handicapping, situasi "menang-menang" dapat diatur

sebelum kinerja tugas karena kegagalan berikutnya dapat dikaitkan

dengan penyebab eksternal, tidak stabil, dapat dikendalikan, dan

spesifik sementara kesuksesan dapat dijelaskan oleh kemampuan

mengatasi bahkan faktor penghambat. Atribusi semacam itu

bermanfaat karena mendukung kelangsungan motivasi dan emosi

positif jika terjadi kegagalan atau kesuksesan (Weiner, 1985). Self-

handicappers menggunakan penghalang untuk mengaburkan hubungan

antara kemampuan dan kinerja mereka, dan ini memungkinkan citra

diri positif mereka dan Pandanggan positif orang lain tentang mereka.

Coudevylle, Martin Ginis dan Famose (2008) melihat self

handicapping melalui lensa teori kognitif sosial Bandura. Teori

pembelajaran kognitif sosial mengusulkan bahwa motivasi manusia

dan dengan demikian tindakan dan kinerja manusia sebagian besar

dipengaruhi oleh harapan. Mereka menyarankan bahwa individu yang

menghambat kinerja mereka sendiri mengambil risiko yang besar

karena mereka yakin mereka akan berakhir dengan kegagalan

(Pyszczynski & Greenberg, 1983). Oleh karena itu,mereka yang


11

melihat relatif sedikit atau tidak ada peluang untuk mencapai

kesuksesan akan menginvestasikan lebih sedikit usaha dalam tugas

yang relevan dengan ego yang akan datang dibandingkan dengan

mereka yang mengharapkan kesuksesan. Artinya, seperti yang

diprediksi oleh teori kognitif sosial, perilaku maladaptif seperti

kurangnya usaha terutama terjadi dalam situasi hasil yang tidak pasti

ketika harapan pada umpan balik tentang pencapaian/kemampuan yang

baik rendah

Secara keseluruhan, individu yang lebih memilih perilaku self

handicapping yakin akan kegagalan yang tak terhindarkan (efikasi diri

yang dirasakan rendah), sehingga mereka mengikuti strategi "tidak ada

ruginya", sementara mereka yang mengandalkan cacat yang dilaporkan

sendiri tidak secara jelas mengantisipasi kegagalan (Coudevylle et al.,

2008).

Contoh masalah self handicapping yang dijelaskan Adina

Karner (2014) dalam sebuah jurnal berjudul “Perfectionism and self-

handicapping in adult education” contoh kriteria self handicapping

pada siswa yakni, jika seorang siswa tidak mempersiapkan ujian

dengan baik, ia mengantisipasi nilai rendah, dapat mulai mengeluh

tentang gejala fisik (nyeri) dan/atau gejala psikologis (insomnia) yang

dapat menjelaskan kinerja rendah pada ujian dan tanpa harga dirinya

terpengaruh dengan cara apapun. Ini seperti orang yang menciptakan atau

berpura-pura adanya faktor pengganggu eksternal dan kemudian dia membuat

koneksi eksternal untuk kegagalan itu dan meninggalkan ruang untuk koneksi
12

internal jika berhasil (Berglas dan Jones,1978). Jika orang tersebut berhasil

mendapatkan nilai tinggi, maka ia menunjukkan dirinya lebih pintar dari yang

ia kira sebelumnya, sehingga berhasil melawan penyakit atau insomnia.

Meskipun self-handicapping adalah cara menjaga harga diri

seseorang, perilaku ini merupakan mekanisme penghancuran diri

karena mendorong kurangnya tanggung jawab dan usaha, serta

kesadaran diri. Akibatnya, dengan menggunakan strategi ini orang

tersebut memfasilitasi atribusi yang diinginkan untuk sukses maupun

gagal (Hirt, Deppe dan Gordon, 1991).

b. Aspek dan indicator Self Handicapping

Baumeister dan Scher (1988) mengidentifikasi dan

mengkategorikan aspek perilaku-perilaku tertentu yang merugikan diri

sendiri. Mereka mengklasifikasikan perilaku tersebut di bawah tiga

kategori dalam tinjauan yakni :

1) Penghancuran diri (kerugian yang diramalkan dan diinginkan;

misalnya, berusaha untuk membuat kesalahan)

2) Trade-off antara manfaat jangka pendek dan jangka panjang

(kerugian sudah diperkirakan sebelumnya). terlihat tetapi tidak

diinginkan; misalnya, mengabaikan keadaan/kondisi yang baik)

3) Strategi kontraproduktif (kerugian tidak diramalkan atau

diinginkan; misalnya, ketekunan berlebihan, ketidakberdayaan

yang dipelajari).

c. Faktor yang mempengaruhi


13

Faktor-faktor yang mempengaruhi self handicapping berasal dari

dua jenis sumber yakni kemunculannya tergantung pada konteks

situasional serta kualitas pribadi.

1) Konsteks situasional

Faktor pencetus kontekstual yang paling sering disebutkan

adalah ketidakpastian. Beberapa berpendapat bahwa hasil

yang tidak pasti dari kinerja masa depan (lebih khusus,

ketidakpastian keberhasilan) saja sudah cukup untuk

memperoleh self handicapping. Hal ini mungkin karena

umpan balik keberhasilan non-kontingen dalam hal individu

menerima informasi yang jelas tentang tingkat kemampuan

yang tinggi namun tetap tidak pasti apakah mereka dapat

mencapai keberhasilan dalam tugas-tugas masa depan

(Berglas & Jones, 1978). Faktor kontekstual penting tambahan

adalah fitur tugas. Hal ini karena tugas-tugas tersebut

mengekspos penilaian yang menguntungkan dari kemampuan

seseorang dengan risiko tertinggi.

Secara umum, self handicapping lebih sering terjadi

dalam situasi publik (Hirt, McCrea, & Kimble, 2000; Kolditz

& Arkin, 1982). Hal ini dapat dijelaskan dengan citra yang

baik yang ingin ditampilkan oleh handicapper agar terlihat

sebagai orang yang kompeten. Ada hasil empiris yang

menunjukkan bahwa selain kehadiran orang lain,

komposisinya juga dapat mempengaruhi terjadinya self

handicapping. Brown dan Kimble (2009) menemukan bahwa


14

subjek menunjukkan tingkat self handicapping yang lebih

tinggi ketika eksperimen dari lawan jenis hadir. Efek ini

sangat kuat ketika eksperimen perempuan mengamati subjek

laki-laki.

2) Kualitas Pribadi

Pribadi para self handicappaing berkaitan dengan perasaan

dan pola pikir mereka sangatlah berpengaruh. Alter dan

Forgas (2007) menemukan bahwa kebahagiaan, yaitu suasana

hati yang positif secara signifikan meningkatkan keinginan

untuk melakukan handicap. Ini terutama benar dalam masalah-

masalah ketika suasana hati yang positif disertai dengan

umpan balik kinerja yang tidak bergantung. Penulis

menjelaskan temuan ini dengan menyarankan bahwa ketika

umpan balik tidak dapat diandalkan/tidak informatif, orang

mencoba untuk mempertahankan suasana hati yang positif dan

oleh karena itu mereka membebaskan diri dari konsekuensi

kegagalan yang mungkin terjadi. Faktor situasional tambahan

yang memfasilitasi self handicapping adalah kesadaran diri

yang objektif (Hirt et al., 2000; Kimble & Hirt, 2005).

2. Cognitive Disputation

a. Konsep Dasar Cognitive Disputation


Cognitive Disputation adalah teknik untuk mengubah keyakinan

irasional menjadi keyakinan rasional. Salah satu bentuk keyakinan

irasional yang diidentifikasi oleh Ellis (1979) adalah lari dari kesulitan

dan tanggung jawab lebih mudah daripada menghadapinya. Dispute


15

kognitif menurut Thompson merupakan teknik yang digunakan

konselor untuk mengkonfrontasi keyakinan irasional dan kekhawatiran

yang terkait. Selain itu, teknik ini juga berusaha untuk meniadakan

depresi, stres, dan serangan kepanikan yang ada pada diri konseli.

Dengan teknik ini konseli di dorong dan dimodifikasi aspek

kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis

sehingga konseli dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai

yang diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap

lingkungannya (Mohammad Surya : 2003).

b. Prinsip Pelaksanaan Cognitive Disputation

Komalasari (2016) menyebutkan bahwa cognitive disputation

mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical

persuation, didactic presentation, socratic dialogue, vicarious

experiences, dan sebagai ekspresi verbal lainnya.

Philosophical persuation atau persuasi filosofis bermakna

membujuk, mengajak atau merayu sesuai dengan kajian mendasar

tentang masalah yang sedang diperbincangkan. Didactic presentation

bermakna sesi diamana konselor atau guru BK bersifat aktif berbicara

untuk menjelaskan permasalahan yang sedang terjadi sedangkan

socratic dialogue bermakna sesi dimana para konseli atau siswa

diberikan kesempatan untuk mengemukakan masalah dan perasaan

mereka secara aktif. Terakhir, vicarious experiences adalah salah satu

metode symbolic modeling yaitu proses belajar dengan cara

mengamati model secara simbolik yang tetap diiringi dengan

penjelasan verbal untuk memperjelas kaitannya dengan permasalahan.


16

Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli

untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi

masalah. Teknik ini digunakan dengan maksud untuk mengubah

sistem keyakinan yang irasional konseli serta perilaku-perilakunya

yang negatif.

Dalam pelaksanaannya, konselor akan mengidentifikasi secara

tepat jenis-jenis isi yang dikemukakan oleh konseli dan

mengidentifikasi alternatifalternatif respons yang dapat dilakukan. Ada

beberapa jenis respons yang bisa digunakan sebagai stimulus untuk

menghasilkan isi khusus yang dinyatakan dalam komunikasi konseli.

Stimulus yang disampaikan itu dapat digunakan secara khusus untuk

merespons isi kognitif dari komunikasi. Isi kognitif itu berupa ide-ide

yang berhubungan dengan kejadian-kejadian, manusia, dan benda-

benda ( Farchatin : 2021).

Jenis respons yang dapat digunakan dari stimulus yang


menghasilkan isi dari kognitif ialah (Achmad, dkk : 2006)
a) Diam (seperti memperhatikan konseli dengan menatap mata
konseli)
b) Meminimalkan aktivitas verbal (seperti katakata hhmm,
iya, oh, dan sebagainya)
c) Menyatakan kembali seluruh atau sebagian apa yang
dikomunikasikan oleh konseli
d) Melakukan probing, yaitu bertanya yang memerlukan
jawaban lebih dari satu kata jawaban dari konseli.

c. Prosedur Pelaksanaan Cognitive Disputation

Langkah-langkah implementasi teknik cognitive disputation yang

dapat diterapkan dalam kegiatan konseling yakni sebagai berikut


17

(Michael & Windy :2011) :

a) Pertama

Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa

mereka tidak logis dan irrasional. Proses ini membantu konseli

memahami bagaimana dan mengapa dapat terjadi irrasional.

Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka mempunyai

potensi untuk mengubah hal tersebut (Gantina & Eka)

b) Kedua

Farchatin (2021) Menjelaskan bahwa pada tahap ini konseli

dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif

tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli

mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan cara

berpikir secara rasional. Konselor juga mendebat pikiran

irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk

menantang validitas ide tentang diri, orang lain dan lingkungan

sekitar.

Pertama-tama konseli diminta apakah dirinya menentukan

pilihan dalam hidupnya atau membiarkan situasi yang

menentukan hidupnya. Berdasarkan evaluasi konseli terhadap

pengalamannya tersebut, konseli kemudian diajak untuk

mengeksplorasi ide-ide yang rasional serta mengenali reaksi

yang muncul bila berhadapan dengan situasi tersebut. Konseli

perlu memahami rantai pikiran, perasaan serta perilaku pada

situasi yang membuat dia cenderung tidak mampu untuk

beradaptasi.
18

Setelah mengetahui pikiran negatif, konselor memberikan

pertanyaan menantang untuk mengubah pikiran negatif menjadi

positif melalui pertanyaan yang logis, realita dan pragmatis.

Dari hasil tersebut diharapkan konselor dapat membantu

konseli untuk memahami mengapa konseli memiliki pikiran

negatif dan kesulitan dalam menghadapi masalah yang terjadi.

c) Ketiga

Tahap ketiga, ialah tahap terakhir, konselor membantu

konseli untuk mengembangkan pikiran rasional sehingga

konseli tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh

pemikiran irasional. Konseli perlu menyadari bahwa suatu

kejadian dapat dimaknai secara berbeda-beda. Setelah dapat

mengidentifikasi pikiran irasional terhadap suatu situasi,

konseli kemudian diajak untuk memunculkan perilaku maupun

perasaan yang positif. Dengan bantuan peneliti, konseli diajak

untuk terus berpikir positif dan menentang pikiran negatifnya

3. Konseling Kelompok

a. Konsep Dasar Konseling Kelompok

Secara etimologis istilah konseling berasal dari kata counsel yang

diambil bahasa latin yaitu counselium berarti “bersama” atau

“berbicara bersama-sama” yang dirangkai dengan saling “menerima”

dan “memahami”. Nurihsan (2008) dalam mendefinisikan konseling

kelompok memberikan Pandanggan bahwa konseling kelompok dapat

diartikan sebagai sebuah bantuan kepada individu dalam situasi


19

kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan untuk

diarahkan kepada pemberian kemudahan bagi pertumbuhan dan

perkembangan individu dalam arti memberi kesempatan dan dorongan

pengarahan kepada individu yang bersangkutan untuk berubah sikap

dan perilakunya agar selaras dengan lingkungan.

Konseling kelompok mempunyai unsur terapeutik, adapun ciri-ciri

terpeutik dalam konselong kelompok adalah terdapat hal-hal yang

melekat pada interaksi antarpribadi dalam kelompok dan membantu

untuk memahami diri dengan lebih baik serta menemukan

penyelesaian atan berbagai kesulitan yang sedang dihadapi (Nandang

Rusmana : 2019).

Peneliti memilih melaksanakan konseling secara berkelompok

karena didasarkan pada penelitian Midgley & Urdan (1995)

menyebutkan bahwa prediktor positif lain dari self handicapping

dalam konteks sekolah adalah kehadiran teman-teman yang memiliki

orientasi sekolah negatif . Antisipasi eksklusi sosial adalah faktor lain

yang terkait dengan lingkungan sosial yang meningkatkan

kemungkinan self handicapping.

b. Prinsip Pelaksanaan Konseling Kelompok

Konseling kelompok teknik cognitive disputation pendekatan

Rational-Emotive berlandaskan bahwa manusia dilahirkan dengan

membawa potensi. Potensi tersebut dapat digunakan baik untuk

bersikap rasional dan jujur, maupun untuk berpikir irasional dan jahat.

Ellis memandang bahwa manusia manusia mempunyai sifat rasional


20

dan irasional. Pada umumnya, individu berperilaku dengan cara-cara

tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dengan cara itu.

Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis.

Jika individu dapat mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, ia akan

dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional (corey, 1990).

Para penganut teori pendekatan ini percaya bahwa tidak ada orang

yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya tetapi setiap

orang bertanggung jawab akan tingkah lakunya (Nandang Rusmana :

2019).

Unsur pokok pelaksanaan konseling kelompok teknik cognitive

disputation pendekatan Rational-Emotive berasumsi bahwa berpikir

dan emosi bukan dua proses yang terpisah. Menurut Ellis, pikiran dan

emosi merupakan dua hal yang saling bertumpah tindih, serta pada

prakteknya kedua hal tersebut saling terkait. Emosi disebabkan dan

dikendalikan oleh pikiran. Sedangkanm emosi merupakan pikiran yang

dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif

yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi, dan

pada situasi tertentu emosi seseorang dapat menjadi pemikiran.

Dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi

mempengaruhi pikiran. (Nandang Rusmana : 2019).

Pelaksanaan konseling kelompok teknik cognitive disputation

ini diupayakan untuk mengubah keyakinan irasional menjadi

keyakinan rasional. Salah satu bentuk keyakinan irasional yang

diidentifikasi oleh Ellis (1979) adalah lari dari kesulitan dan tanggung

jawab lebih mudah daripada menghadapinya. Menurut Komalasari


21

(2016) Dispute kognitif adalah usaha untuk mengubah keyakinan

irasional konseli melalui philosophical persuation, didactic

presentation, socratic dialogue, vicarious experiences, dan sebagai

ekspresi verbal lainnya. Setelah melakukan dispute secara verbal,

konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada

situasi yang menjadi masalah.

c. Prosedur Pelaksanaan Konseling Kelompok

Pelaksanaan Konseling Kelompok teknik cognitive disputation ini

akan dilaksanakan pada Siswa yakni konseli SMP Negeri 4 Luyo yang

terindikasi melakukan self handicapping. Peneliti bertindak dan

berperan aktif sebagai pengarah dan observer dalam pelaksanaan

konseling kelompok teknik cognitive disputation ini. Berikut ini tahap

pelaksanaan konseling kelompok cognitive disputation :

1) Pembukaan

Peneliti membangun hubungan dengan anggota konseli.

Peneliti memperkenalkan diri dan mengenal masing-masing

anggota yang dapat memudahkan peneliti dalam melaksanakan

penelitian. Dengan memanggil nama setiap konseli dan

menanyakan tempat tinggal, hobi dan kegiatan sehari-hari maka

secara tidak langsung peneliti mengobservasi perilaku konseli.

2) Transisi

a) Peneliti membangun hubungan dengan anggota konseli

yang terindikasi melakukan self handicapping dan

menjelaskan tata cara pelaksanaan dimana mereka akan


22

peneliti menjelaskan tata cara pelaksanaan konseling dan

peneliti akan menjelaskan persoalan yang nantinya akan di

selesaikan dengan konseling.

b) Konselor mempersiapkan konseling, pelaksaan konseling

dilakukan di luar ruangan dengan membentuk lingkaran

sebagai tujuan supaya siswa lebih merasa nyaman dan tidak

kaku pada saat melakukan konseling kelompok

c) Konselor menanyakan kesiapan para siswa atau konseli

untuk memasuki tahap inti konseling

3) Inti

a) Konselor memberikan kesempatan konseli untuk

bercerita tentang apa masalahnya yang terjadi

b) Konseli secara bergantian menceritakan masalahnya

c) Konselor memberikan keyakinan bahwa konseli mampu

untuk mengubah keyakinan irasionalnya

d) Konseli diminta apakah dirinya memilih menentukan

pilihan dalam hidupnya atau membiarkan situasi yang

menentukan hidupnya

e) Konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan

perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diajak

untuk mengeksplorasi ideide untuk menentukan tujuan- tujuan

cara berpikir secara rasional.

f) Konselor mengkonfrontasi keyakinan irasional dan

kekhawatiran yang terkait self handicapping

g) konseli dibantu untuk secara terus menerus


23

mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan

fillosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak

terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran

irasional. Dengan memberikan contoh cerita tentang

sukses di mulai dengan hal baru (Farhaticm)

Dispute kognitif, teknik ini dilakukan dengan cara bertanya,

konseli yang memiliki pikiran irasional dapat dirubah dengan

beberapa pertanyaan dispute logis, reality teasting, pragmatic

disputation

4) Tahap Akhir

a) Mengevaluasi kemajuan, konselor memastikan apakah

konseli sudah mencapai perubahan yang signifikan dalam

berpiki

b) Konselor menguatkan kembali hasil yang telah dicapau saat

proses konseling, selain itu konselor mempersiapkan

kemunduran dari hasil yang telah dicapai dan kemungkinan

mengalami masalah dikemudian hari.

c) Peserta didik melakukan evaluasi terhadap kegiatan

konseling kelompok, peserta didk saling memberi saran dan

saling memberi dukungan yang positif sebagai cara untuk

mengevaluasi perilaku self handicapping. Evaluasi

digunakan untuk memberi dukungan pada konseli yang

dilakukan untuk menurunkan perilaku self handicapping.

d) Konselor menutup dan memberikan apresiasi pada para

konseli yang terlibat dalam proses konseling kelompok


24

yang telah melaksanakan kegiatan secara tertib dan disiplin.

B. Penelitian Relevan

Penelitian tentang self handicapping berkaitan dengan cognitive

disputation (keyakinan irrasional dan kognitif) :

a. Penelitian Cinal dkk tahun 2017 berjudul “Self-Handicapping and

Irrational Beliefs About Approval In A Sample of Teacher

Candidates” menguji hubungan antara self handicapping, dan

keyakinan irasional tentang persetujuan, keyakinan irasional

tentang interpersonal. Skala Self Handicapping dan Bentuk Pendek

Skala Keyakinan Irasional digunakan untuk mengukur penelitian

ini. Analisis data menggunakan korelasi Rho Spearman dan

analisis Mann-Whitney U, dan didapatkan hasil bahwa tingkat

keyakinan irasional umum signifikan terkait dengan tingkat self-

handicapping (r= .33 dan r= .18 masing-masing, p<.05). Hasilnya

membuktikan bahwa skor self-handicapping berhubungan dengan skor

keyakinan irasional.

b. Sebuah penelitian berjudul “Irrational Beliefs and Behavioral

Misregulation in the Role of Alcohol Abuse Among College

Students” oleh Diana Paula Dudău (2014) memberikan kuisioner

berkaitan dengan perilaku self handicapping berupa penggunaan

alcohol kepada 203 mahasiswa. Dari penelitian tersebut didapatkan

informasi bahwa keyakinan irasional secara signifikan menjadi

predictor dari perilaku self handicapping para mahasiswa tersebut.

c. Jurnal Penelitian berjudul “When Down Looks Like Up: Self-


25

Deceptive Self-Handicapping” yang ditulis oleh Kyle T. Hallam

(2020) menjelaskan masalah self handicapping dengan melakukan

penelitian terhadap masalah keyakinan irrasional untuk melihat

paradigma pembentukan keyakinan irasional itu sendiri yakni

melalui contoh baru dari penipuan diri yang disengaja seperti yang

diwujudkan dalam perilaku self handicapping. Dari beberapa

contoh masalah yang disajikan, peneliti menyimpulkan bahwa para

self handicapping merasionalisasi bukti, untuk menghindari

keyakinan yang tidak diinginkan dan mempertahankan yang

diterima dengan kata lain mereka merasionalkan keyakinan yang

irrasional.

d. Penelitian berjudul “Self-Handicapping Among University

Students: The Role of Procrastination, Test Anxiety, Self-Esteem,

and Self-Compassion” oleh Funda & Ayhan (2019) memberikan

kesimpulan bahwa pemikiran irrasional para siswa dapat menumbuhkan

kecemasan evaluasi mereka dan mengarahkan mereka untuk

mengantisipasi ancaman yang lebih besar yang merupakan salah satu

alasan utama di balik handicap. Selain itu, peneliti juga menambahkan

contoh masalah seperti yang dijelaskan oleh Wong, bahwa siswa yang

cemas akan ujian memiliki lebih banyak pemikiran negatif dan irasional.

e. Penelitian oleh Jean Tirole (2002) berjudul “Rational irrationality:

Some economics of self-management” menjelaskan bahwa jenis

bukti yang berpotensi lebih merusak keyakinan rasionalitas berasal

dari perilaku self handicapping. Jenis self handicapping yang

dianalisis yakni seperti mengambil tindakan yang mengganggu


26

kinerja seseorang, kurang persiapan sebelum ujian, menetapkan

tujuan atau tugas yang terlalu ambisius, dan menghindari

“overcontrol”

C. Kerangka Konseptual

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan kriteria seberapa

jauh target dapat dicapai (Sedarmayanti, 2009). Efektivitas teknik cognitive

disputation melalui konseling kelompok ini adalah suatu ukuran untuk

memberikan kriteria seberapa besar teknik tersebut dapat mengatasi

permasalahan self handicapping siswa di SMP Negeri 4 Luyo. Berikut bagan

kerangka berpikir yang peneliti buat untuk mempermudah dalam proses

menjalankannya :

• Berusaha untuk membuat


kesalahan • Sangat yakin pada kegagalan
• Mengabaikan perilaku • Kurangnya kesadaran diri
positif • Menghindari usaha
• Ketidakberdayaan • Sengaja membuat hambatan
untuk diri sendiri

• Pembukaan
Membangun hubungan dengan anggota
• Modifikasi
konseli. Peneliti memperkenalkan diri dan
kognitif
mengenal masing-masing anggota
pemikiran
• Transisi
irasional menjadi
Membangun hubungan dan memastikan rasional
kesiapan siswa
• bertindak atau
• Inti berperilaku
Mengkonfrontasi keyakinan irrasional siswa sesuai sistem
menggunakan tahapan teknik cognitive nilai
disputation yakni philosophical
persuation, didactic presentation,
socratic dialogue dan vicarious
experiences • Memahami potensi diri
• Penutup • Bertanggung jawab
Evaluasi, menguatkan hasil yang dicapai, • optimis
memberikan apresiasi dan menutup

Tabel 2.1 Kerangka Konseptual


27

D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka rumusan hipotesis

penelitian ini adalah :

H0 = Teknik cognitive disputation melalui konseling kelompok efektiv untuk


mengurangi perilaku self handicapping siswa di SMP Negeri 4 Luyo
H1 = Teknik cognitive disputation melalui konseling kelompok tidak efektiv

untuk mengurangi perilaku self handicapping siswa di SMP Negeri


4 Luyo
28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan

kuantitiatif. Analisis deskriptif yang digunakan bertujuan untuk

mendiskripsikan hasil penelitian mengenai keefektivan dari teknik yang akan

digunakan dalam mengatasi permasalahan penelitian. Adapun pengertian

deskriptif menurut Sugiyono (2012) adalah metode yang berfungsi untuk

mendeskripsikan atau memberi kriteria terhadap objek yang diteliti melalui

data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa melakukan

analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.

Mohamad Ali (1982:120) menjelaskan bahwa : “Metode penelitian

deskriptif digunakan untuk memecahkan masalah sekaligus menjawab

permasalahan yang terjadi pada masa sekarang”. Dilakukan dengan

menempuh langkah – langkah pengumpulan data, klasifikasi dan analisis atau

pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama

untuk membuat pengkriteria tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu

deskriptif.

Kemudian yang dimaksud dengan pendek atan kuantitatif adalah

pendekatan yang digunakan dalam penelitian dengan cara mengukur

indikator– indikator variable penelitian sehingga diperoleh kriteria diantara

27
29

variable- variabel tersebut. Penelitian kuantitatif merupakan salah satu

pendekatan penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan

terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya.

Menurut Sugiyono (2014) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Tujuan dari pendekatan kuantitiatif menurut Winarno Surakhmad

(1998:139) adalah untuk mengukur dimensi yang hendak diteliti. Adapun

dimensi yang dimaksud akan diukur dalam penelitian ini yaitu Evektivitas

teknik cognitive disputation melalui konseling kelompok dalam mengatasi self

handicapping siswa di SMP Negeri 4 Luyo.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan

sejak tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang

lebih 2 (dua) bulan, 1 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan

data yang meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan

berlangsung.

Adapun kriteria pelaksanaan waktu konseling kelompok dengan

pendekatan REBT teknik cognitive disputation yakni terdiri dari 5 tahap

kegiatan (Rahma Muti’ah : 2019) yaitu :

1) Pertemuan pertama yang terdiri dari 4 langkah yaitu disputing awal,


30

identifikasi keadaan diri, menghentikan irrational belief dan emotional

belief, dan merumuskan pemikiran dan perasaan yang rasional.

2) Pertemuan kedua, yaitu tahap persuasif, latihan relaksasi, dan home work.

3) Pertemuan ketiga terdiri dari 2 langkah yaitu tahap konfrontasi, dan menulis self

talk.

4) Pertemuan keempat yaitu mengerjakan tugas dan menghadapi situasi nyata.

5) Pertemuan kelima yaitu pembahasan homework dan melakukan evaluasi.

2. Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SMP Negeri 4 Luyo

Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat.

Gambar 3.1 Peta Lokasi SMPN 4 Luyo

C. Desain Penelitian

Rancangan desain penelitian yang akan digunakan oleh peneliti yakni True

– experimental design yakni rancangan penelitian eksperimental yang meneliti

tentang kemungkinan sebab-akibat antara perlakuan terhadap variable terikat

tertentu, dengan melibatkan kelompok yang diberi perlakuan (kelompok

eksperimen) dan kelompok kontrol (tidak diberi perlakuan) lalu kemudian


31

dibandingkan antara keduanya (Abdullah Pandang & Muhammad Anas :

2019). Adapun jenis rancangan yang digunakan The randomized pretest-

postttest control group design yakni sebagai berikut :

Kelompok Pratest Perlakuan Posttest

(R) Eksperimental Y1 X Y1

(R) Kontrol Y2 - Y2

Tabel 3.1. : Desain Randomized Pretest-Posttest Control Group

D. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini yakni siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Luyo

yang terindentifikasi mengalami self-handicapping, dan sampel dari penelitian

ini yakni 6 Siswa kelas VIII di Sekolah tersebut yang terindikasi mengalami

self-handicapping.

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 4

Luyo Kabupaten Polewali Mandar tahun ajaran 2022-2023 yang berjumlah

12 orang sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut :

Adapun sebaran populasi dapat dilihat pada Tabel berikut :


32

No Kategori Sub Populasi Jumlah


1 VIII Laki-Laki 4
2 VIII Perempuan 8
Jumlah 12
Tabel 3.2 Sebaran populasi
2. Sampel
a. Ukuran Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Sampel penelitian ini adalah 6 peserta didik

yang terindikasi melakukan perilaku self-handicapping kelas VIII

SMPN 4 Luyo.

b. Prosedur pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling

yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel

dengan adanya pertimbangan subjek bukan didasarkan atas strata,

random atau daerah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu. Artinya

kuesioner diberikan kepada responden yang sesuai dengan

karakteristik penelitian yaitu karakteristik perilaku self-handicapping

dan bersedia mengikuti penelitian ini dengan cara mengisi skala self

handicapping kuesionernya.

E. Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel-variabel penelitian harus dirumuskan untuk menghindari

kesesatan dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, definisi

operasional variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Self-handicapping
Jones dan Berglas (1978) mendefinisikan self handicapping
33

sebagai setiap tindakan atau pilihan pengaturan kinerja yang

meningkatkan kesempatan untuk mengeksternalisasi (atau memaafkan)

kegagalan dan menginternalisasi (secara wajar menerima pujian untuk)

kesuksesan.

Self-handicapping juga adalah cara menjaga harga diri

seseorang, perilaku ini merupakan mekanisme penghancuran diri

karena mendorong kurangnya tanggung jawab dan usaha, serta

kesadaran diri. Akibatnya, dengan menggunakan strategi ini orang

tersebut memfasilitasi atribusi yang diinginkan untuk sukses maupun

gagal (Hirt, Deppe dan Gordon, 1991).

2. Teknik Cognitive Disputation

Cognitive Disputation adalah teknik untuk mengubah keyakinan

irasional menjadi keyakinan rasional. Salah satu bentuk keyakinan

irasional yang diidentifikasi oleh Ellis (1979) adalah lari dari kesulitan

dan tanggung jawab lebih mudah daripada menghadapinya. Teknik ini

akan mendorong konseli untuk memodifikasi aspek kognitifnya agar

dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga konseli

bisa bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yang diharapkan

baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya

(Mohammad Surya : 2003)

3. Konseling Kelompok

Secara etimologis istilah konseling berasal dari kata counsel yang

diambil bahasa latin yaitu counselium berarti “bersama” atau

“berbicara bersama-sama” yang dirangkai dengan saling “menerima”


34

dan “memahami”. Nurihsan (2008) dalam mendefinisikan konseling

kelompok memberikan Pandanggan bahwa konseling kelompok dapat

diartikan sebagai sebuah bantuan kepada individu dalam situasi

kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan untuk

diarahkan kepada pemberian kemudahan bagi pertumbuhan dan

perkembangan individu dalam arti memberi kesempatan dan dorongan

pengarahan kepada individu yang bersangkutan untuk berubah sikap

dan perilakunya agar selaras dengan lingkungan.

F. Teknik dan Pengumpulan Data

1. Skala self handicapping

Metode skala self handicapping atau kuesioner adalah suatu daftar

yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau

bidang yang akan diteliti. Untuk memperoleh data, skala self

handicapping disebarkan kepada responden (orang-orang yang

menjawab atas pertanyaan yg diajukan untuk kepentingan penelitian),

Dalam hal ini penulis membuat pertanyaan-pertanyaan tertulis

kemudian dijawab oleh responden/sampling dengan bentuk skala self

handicapping adalah skala self handicapping tertutup, yaitu skala self

handicapping yang soal-soalnya menggunakan teknik pilihan ganda

atau sudah ada pilihan jawaban, sehingga responden tinggal memilih

jawaban yang dikehendaki.

Teknik skala self handicapping dalam penelian ini digunakan untuk

mengetahui tingkatan perilaku self handicapping siswa. Pada

pelaksanaan penelitian siswa diarahkan untuk mengisi skala self


35

handicapping tersebut berdasarkan keadaan diri mereka sebenarnya.

Data yang diperoleh dari skala self handicapping adalah skor perilaku

self handicapping.

2. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara akurat terhadap fenomena-

fenomena pada penelitian, dalam observasi partispan ini peneliti

terlibat dengan keseharian orang yang sedang diamati. Teknik

observasi pada dasarnya digunakan untuk mengamati ataupun melihat

apa perubahan fenomena yang berkembang dan kemudian bisa

dilakukan penilaian pada perubahan itu. Teknik observasi ini

digunakan untuk mengungkapkan data konseli yang berkaitan dengan

perilaku self-handicapping, melalui cara berbicara (berkomunikasi)

bersikap (tingkah laku), serta hubungan konseli dengan sekitarnya.

3. Dokumenter

Metode dokumenter adalah alat pengumpulan datanya disebut form

pencatatan dokumen, dan sumber datanya berupa catatan atau

dokumen yang tersedia. Seperti halnya kehadiran siswa dalam

mengikuti acara-acara pelajaran di kelas, dokumennya terlihat pada

daftar hadir siswa.Metode ini juga digunakan untuk memperoleh

beberapadata lainnya mengenai siswa di SMP Negeri 2 Luyo.

G. Instrumen Penelitian

Peneliti akan menggunakan instrument penelitian berupa Skala Self-

handicapping yang disusun berdasarkan tiga dimensi oleh Urdan dan Migdley

(2001) antara lain: perilaku handicapping; alasan untuk perilaku; dan waktu
36

kemunculan perilaku. Pernyataan disusun sesuai dengan indikator dari setiap

dimensi tersebut. Metode skoring menggunakan 5 (lima) alternatif jawaban

dari skor 1 (satu) untuk STS (sangat tidak sesuai), hingga skor 5 (lima) untuk

SS (sangat sesuai). Semakin tinggi skor skala academic self-handicapping,

semakin tinggi academic self-handicapping subjek.

H. Alat dan Bahan

1. Kertas HVS

2. Pulpen

I. Teknik Analisis Data

Abdullah Pandang & Muhammad Anas (2019) memberikan

kriteria uraian analisis data dengan menggunakan program SPSS dengan

analisis The randomized pretest-postttest control group design yaitu dalam

rancangan ini, kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan

kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok diawali dengan pengukuran

awal (pratest) dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran

kembali (posttest). Pemilihan subjek ke dalam kedua kelompok melewati

proses randomisasi.

Setelah itu akan dilakukan interpretasi dengan pendekatan

probabilitas. Abdullah Pandang & Muhammad Anas (2019) menyebutkan

bahwa output analisis melalui SPSS biasanya sudah menyertakan

informasi mengenai derajat probabilitas nilai signifikansi dari pengujian

statistik yang telah dilakukan. Dengan demikian, pengujian hipotesis dapat

langsung menggunakan nilai probalitasi ini untuk menguji hipotesis.

Pengujian hipotesis dengan pendekatan probabilistic dilakukan dengan


37

membandingkan nilai probabilitas, diberi simbo p dengan nilai taraf

signifikansi acuan, diberi symbol α. Jika misalnya menggunakan taraf

signifikansi 5% sebagai batas penolakan Ho, maka kriteria pengambilan

keputusan menjadi tolak Ho jika p ≤ α 0,05.


38

DAFTAR PUSTAKA

Chakouch, K. L. 2015. Academic Self-Handicapping : Prevalence and Its Impact On


Engagement With Academic Support in a Tertiary Enviropment. Bachelor Of
Arts Woth Honours In Psychology at The University of Tasmania, 12-54.

Clarke, I. 2016. Internal and external aspects of self-handicapping reflect the distinction
between motivations and behaviours: Evidence from the Self-handicapping Scale.
Personality and Individual Differences, 100, 6-11.

Dwinda, P.T. 2019. Konseling Kelompok Prespektif Integratif (Teknik Dispute Cognitive
& Teknik Imageri) Untuk Mencegah Upaya Percobaan Bunuh Diri Siswa
Berasrama di Pesantren. Jurnal Selaras Kajian Bimbingan dan Konseling serta
Psikologi Pendidikan, Vol 2 No 2 Halaman 67-76.

Elfira. 2021. Permasalahan Yang Dialami Siswa SMPN Luyo Selama Masa Pandemi
Covid-19. Luyo.

Fahromansyah. 2021. Apa Yang Dimaksud Dengan Self Handicapping. Forum Diskusi
Online Dictio, https://www.dictio.id (Diakses pada 7 Oktober 2021).

Global Prestasi. 2021. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Modern
Islamic School. https://www.prestasiglobal.id/karakteristik-siswa-sekolah-mene
ngah-pertama/ (diakses pada 31 Mei 2021)

Hallam, K. T. 2020. When Down Looks Like Up: Self-Deceptive Self-Handicapping. 1-


70.

Indonesia, R. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Bimbingan


dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Nomor 111
Pasal 1 Tahun 2014.

Iresearchnet.com. 2021. Self Handicapping. Psychology Research and Reference ,


http://psychology.iresearchnet.com/social-psychology/self/self-handicapping/.
(Diakses pada 7 Oktober 2021).

Karner, A. 2014. Perfectionism and Self-Handicapping in Adult Education. Procedia and


Behavioral Sciences, 434-438.

Kaya, Ç. 2017. Self-Handicapping and Irrational Beliefs About Approval. 869-880.

Muti'ah Rahma. 2019. Kriteria Pelaksanaan Konseling Kelompok dengan Teknik


REBT (Rational Emotive Behavior Therapy) dalam Upaya Mengatasi
Kecemasan Mate-matika SIswa SMP. Ristekdik (Jurnal Bimbingan dan
Konseling). Vol 4 No 1 Halaman 37-44
39

Niami, F. 2021. Terapi Kognitif Dengan Teknik Dispute Untuk Mengurangi Pola Pikir
Negatif Pada Karyawan PHK Dampak Covid-19 Di Desa Waru Sidoarjo.
Skripsi, 1-107.

Pandang, A. & Anas, M. 2019. Penelitian Eksperimen Dalam Bimbingan dan Konseling
(Konsep Dasar & Aplikasinya Tahap Demi Tahap. Makassar: Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar.

Paula, D. 2014. Irrational Beliefs and Behavioral Misregulation in the Role of Alcohol
Abuse Among College Students. Journal of Rational Emotive & Cognitive
Behavior Therapy, 61-74.

Purwanto. 2015. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Untuk Psikologi dan Pendidikan).


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rusmana Nandang. 2019. Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah :


Metode Teknik dan Aplikasi. Bandung. UPT Penerbitan dan Percetakan UPI
PRESS.

Yildirim, B. F & Ayhan. D. 2019. Self-Handicapping Among University Students: The


Role of Procrastination, Test Anxiety, Self-Esteem, and Self-Compassion.
Psychological Reports, 1-19.
40

LAMPIRAN

A. KISI-KISI INSTRUMEN
1. SKALA SELF HANDICAPPING

No Sub-variabel Indikator Nomor Item


Favorable Unfavorable
1. Perilaku • Pernyataan verbal
Handicapping dari sumber
1,2 7,8
internal dan
eksternal
• Tindakan dari 3,4 9,10
sumber internal
• Tindakan dari 5,6 11,12
sumber eksternal
2. Alasan Perilaku • Merasa terasa
Handicapping terancam oleh
13,14 19,20
kemungkinan
gagal
• Meragukan
15,16 21,22
kemampuan diri
• Merasa tidak
mampu
memenuhi 17,18 23,24
anggapan publik
yang telah
terbentuk
3. Waktu • Sebelum
Kemunculan melakukan
Perilaku kinerja terkait 25,26 31,32
kompetensi
tertentu
• Sebelum
kegagalan benar- 27,28 33,34
benar terjadi
• Dilakukan
berulang setelah 29,30 35,36
perbuatan dalih
terlebih dahulu
41

SKALA SELF HANDICAPPING

No Item Pernyataan SS S KS TS STS


Sebelum orang lain menanyakan tentang nilai
saya yang kurang baik, saya akan lebih
1 dulu mengatakan bahwa saya memang enggan
untuk berusaha terlalu keras.
Saat orang lain memaklumi kegagalan yang saya
alami, saya merasa aman-aman saja jika gagal
2 pada kesempatan selanjutnya.

Saya merasa memiliki kemampuan yang terbatas


untuk menyelesaikan hal yang berat.
3

Sebelum orang lain mempertanyakan hasil saya


yang kurang maksimal dalam pelajaran, saya
lebih dulu mengatakan bahwa ada berbagai
4 aktivitas lain yang menghambat fokus saya
untuk belajar.
Saya merasa terbebani pada orang lain yang
meyakini bahwa saya akan berhasil
5

Ketika saya menghadapi mata pelajaran yang


membutuhkan konsentrasi lebih untuk
6 memahaminya, saya merasa ragu apakah saya bisa
menguasai materi mata pelajaran tersebut.
Sebelum saya menyelesaikan tugas kelompok,
saya sudah menduga bahwa saya akan merasa
7 terhambat oleh kinerja teman kelompok saya.

Ketika orang lain meyakini kemampuansaya, saya


merasa ragu apakah saya dapat
8 mewujudkan harapan tersebut.

Ketika menghadapi tugas yang sulit, saya


merasa percuma jika mengerjakannya dengan
9 bersungguh-sungguh.

Sebelum saya belajar untuk ujian, saya mengeluh


pada orang lain tentang situasi yang sering
10 menghambat saya dalam belajar.
42

Saat saya menghadapi kondisi yang rumit,


saya merasa berbagai masalah lain juga
11 mengganggu konsentrasi saya.

Saat saya meragukan kemampuan diri saya dalam


mengerjakan tugas, saya melakukan usaha
12 yang seadanya saja untuk mengerjakan tugas
tersebut.
Saat saya memikirkan kemungkinan akan
mendapatkan nilai yang buruk, saya merasa berat
13 untuk mengerjakan tugas tersebut.

Saat saya pesimis terhadap kinerja saya dalam


tugas kelompok, saya menganggap anggota
14 kelompok yang tidak kompeten membuat tugas
kelompok semakin terhambat.
Sebelum saya mengetahui nilai ujian saya, saya
mengatakan pada orang lain bahwa saya lupa
15 belajar materi ujian tersebut.

Saat saya membuat perkiraan tentang rintangan


dalam tugas, saya menjadi terbebani untuk
16 menyelesaikan tugas tersebut.

Saat orang lain tetap percaya pada kemampuan


saya meski apa yang saya lakukan hasilnya tidak
17 maksimal, saya akan merasa tidak perlu berusaha
lebihkeras pada tugas yang lain.
Sebelum saya mendapatkan hasil revisi dari tugas
saya, saya mengatakan pada orang lain bahwa saya
18 malas mengerjakan tugas tersebut.

Saya tetap berusaha menyelesaikan tugas,


walaupun saya merasa tidak yakin apakah saya
19 mampu mengerjakannya dengan baik.

Saya menjawab apa adanya saat orang lain


bertanya tentang usaha saya yang kurang dalam
20 mengerjakan suatu hal

Saya yakin dapat mencapai target yang


diharapkan orang lain pada saya.
21
43

Saya berupaya untuk belajar lebih giat, meski saya


pesimis terhadap kemampuan saya dalam
22 menghadapi suatu ujian

Saya menyingkirkan hal-hal yang berpotensi


mengganggu saya belajar, sebelum saya
23 mempersiapkan diri untuk ujian.

Saya bersemangat untuk meraih target akademik,


ketika orang lain menganggap saya bisa.
24

Setelah saya memperoleh hasil revisi tugas saya,


saya tidak menjelaskan apa pun kepadateman-
25 teman.

Sebelum saya bekerja dalam kelompok, saya


memilih orang yang tepat untuk menjadi anggota
26 kelompok.

Saat saya meragukan kontribusi saya dalam tugas


kelompok, saya tidak menyalahkan teman- teman
27 kelompok saya.

Ketika saya mendapatkan nilai yang kurang


memuaskan dalam ujian, saya tidak berusaha
28 menutupinya.

Saat saya merasa akan gagal,saya berusaha


menenangkan diri saya sendiri
29

Ketika saya terbebani oleh sesuatu, sayatidak akan


menyalahkan hal lainnya.
30

Saat saya menghadapi tugas yang penuh hambatan,


saya meyakinkan diri sendiri untuk
31 menyelesaikannya.

Ketika saya mengetahui kendala yang muncul


selama mengerjakan tugas, saya
32 memikirkan solusi yang dapat saya lakukan.
44

Saat orang lain melihat keberhasilan saya, saya


33 bersemangat untuk mempertahankan keberhasilan
itu.

Saat mata pelajaran yang saya pelajari sulit


34
untuksaya mengerti, saya belajar semakin
giat.

Saya tidak berusaha menutupi seberapa jauh usaha


35 belajar yang telah saya lakukan, ketika nilai saya
kurang memuaskan.

Saat orang lain tetap yakin pada kemampuan saya


36 walaupun saya gagal, saya mencoba dengan giat
untuk berhasil.

2. PEDOMAN OBSERVASI

No Tahapan/Sesi Indikator Indikator Perilaku Khusus


Perilaku Umum
1. Pertemuan Sesi-1 •Mengabaikan
•Tidak tahu membedakan
manfaat jangka pendek
Trade-off dan jangka panjang
• Tidak memerhatikan
kerugian yang sudah bisa
diperkirakan sebelumnya
2. Pertemuan Sesi-2 • Membuat keributan
• Sengaja tidak mengerjakan
Penghancuran diri tugas
• Perilaku merugikan yang
sengaja diinginkan
3. Pertemuan Sesi-3 • Ketekunan yang berlebihan
Strategi • Ketidakberdayaan
kontraproduktif • Kerugian yang tidak
direncanakan
46

B. SKENARIO PELAKSANAAN INTERVENSI

Tahapan Utama Tujuan Kegiatan Utama Bahan dan Waktu Output


Media

a. PENDA- HULUAN • Mematuhi a. Menjelaskan alasan dan • LCD dan 50 menit a. Konseli mematuhi
/ PRA- Protokol tujuan Slide protokol kesehatan
KONSELING kesehatan b. Menjelaskan tahapan b. Konseli memahami
• Lembar
• Konseli kegiatan
komitmen
tujuan dan prosedur
memiliki c. Menjelaskan kegiatan
pemahaman ketentuan dan kode • Handsanit
c. Konseli menyatakan
dan kesiapan etik izer dan
komitmen dan
untuk Masker
d. Mendapatkan komitmen kesedian mengikuti
mengikuti layanan
seluruh
rangkaian
layanan
• Disputing awal,
• identifikasi
keadaan diri,
• menghentikan
irrational belief
dan emotional
belief,
• merumuskan
pemikiran dan

8
47

perasaan yang
rasional,

b. Tahap 1 • Menciptakan a. Konselor membuka • Lembar 45 Menit a. Konseli dapat lebih


intervensi suasana hangat kegiatan dengan komitmen, terbuka dalam
(Pengembangan antara konselor mengucapkan salam dan • lembar mengungkapkan
dan konseli doa biodata, masalah yang
keterlibatan)
• Membuat para b. Konselor menanyakan • ATK dihadapinya
konseli nyaman kabar konseli b. Konseli memahami
dalam c. Konselor mengucapkan permasalahan yang
mengungkapkan terima kasih kepada sedang dihadapinya
permasalahan konseli atas
yang dialami kesediaannya mengikuti
• tahap persuasif, kegiatan
• latihan d. Konselor membangun
rapport sembari
relaksasi,
memperkenalkan diri
• home work, dan diikuti oleh konseli
e. Konselor membuat
komitmen bersama
konseli dengan
memberikan lembar
komitmen demi
tercapainya tujuan yang
diharapkan
f. Konselor menanyakan
kesiapan konseli dalam
mengikuti kegiatan
48

g. Konselor mengarahkan
konseli untuk mengisi
biodata yang tersedia
h. Konselor menjelaskan
asas dalam BK
i. Konselor mengucapkan
terima kasih atas
partisipasi konseli dan
melakukan kontrak
waktu untuk pertemuan
selanjutnya
j. Konselor mengakhiri
pertemuan dengan doa
dan salam
c. Tahap 2 • tahap a. Konselor membuka ATK 50 Menit a. Konseli lebih terbuka
intervensi konfrontasi, dan kegiatan dengan mengungkapkan
• menulis self mengucapkan salam dan masalah yang
(Identifikasi
doa dialaminya
masalah dan talk,
b. Konselor menanyakan b. Konseli memahami
diagnosis) permasalahan yang
kabar konseli
c. Konselor mengucapkan sedang dihadapi
terima kasih kepada c. Konseli dapat
konseli atas kesediannya menetapkan tujuan
mengikuti kegiatan yang diharapkan atas
d. Konselor menanyakan masalah yang
kesiapan konseli sebelum dialaminya
memasuki kegiatan inti
e. Konselor menjelaskan
kembali hasil dari
pertemuan sebelumnya
f. Konselor membantu
49

konseli mencari solusi


yang sesuai dengan
permasalahan yang
dialami
g. Konselor menerapkan
konseling kelompok
dengan teknik cognitive
disputation sebagai
alternatif bantuan dalam
membantu konseli
menangani masalah yang
dialami
h. Konselor menyimpulkan
pertemuan hari ini
i. Konselor mengucapkan
terima kasih kepada
konseli dan menyepakati
waktu untuk pertemuan
selanjutnya
j. Konselor mengakhiri
pertemuan dengan doa
dan salam
d. Tahap 3 • membantu konseli a. Konselor membuka 60 Menit ATK Konseli dapat mengatasi
intervensi mengatasi masalah kegiatan dengan masalah yang dialami
(Treatment) yang dialami mengucapkan salam dan
• Dapat mendebat doa
(disputing) pikiran b. Konselor menanyakan
irasional yang kabar konseli dan
dimiliki konseli mengucapkan terima
• mengerjakan kasih atas kesediaannya
mengikuti kegiatan
50

tugas dan c. Konselor menanyakan


kesiapan konseli dalam
• menghadapi mengikuti kegiatan
situasi nyata d. Konselor menjelaskan
tujuan dan manfaat
teknik cognitive
disputation yang akan
digunakan dalam sesi
konseling kelompok
e. Konselor menjelaskan
kembali hasil dari
pertemuan sebelumnya
f. Konselor mengarahkan
konseli untuk
menuliskan hal-hal yang
ingin dilakukan agar
tujuan yang telah
dituliskan dapat tercapai
g. Konselor mengarahkan
konseli untuk membuat
daftar perilaku spesifik
yang selalu merugikan
mereka
h. Konselor membantah
keyakinakan-keyakinan
irasional konseli
mengenai perilaku
tersebut menggunakan
philosophical
persuation, didactic
51

presentation, socratic
dialogue, vicarious
experiences, dan
sebagai ekspresi verbal
lainnya
i. Konselor mengarahkan
konseli untuk membuat
daftar perilaku spesifik
yang dapat membantu
dalam mencapai tujuan
j. Konselor mengarahkan
konseli untuk
menuliskan
manfaatmanfaat yang
diterima setelah perilaku
diubah
k. Konselor mengajak
konseli membuat
komitmen untuk berubah
dengan menyatakan
langsung didepan
konselor dan teman
terdekatnya
l. Konselor mengarahkan
konseli untuk merancang
cara-cara yang dapat
dilakukan dalam
menghadapi godaan atau
stimulus-stimulus
pikiran irasional yang
52

membuatnya melakukan
self hamdicapping
m. Konselor mengarahkan
konseli untuk mencatat
dan melaporkan secara
teratur tindakan dan hasil
dari pikiran mereka
sehari-hari
n. Konselor merancang
strategi untuk mencegah
kembalinya self
handicapping dengan
mengenali penyebab
yang memungkinkan
o. Konselor memberi
waktu selama satu
minggu untuk para
konseli melatih
pikirannya menjadi lebih
rasional lagi
p. Konselor menyimpulkan
pertemuan
q. Konselor mengucapkan
terima kasih
r. Konselor mengakhiri
pertemuan dengan doa
dan salam
e. TERMINASI • Konseli a. Mendiskusikan Lembar 50 menit • Konseli menunjukkan
mengetahui capaian umum penilaian kepuasan atas layanan
capaian awal dari layanan dan kepuasan
yang telah diberikan
layanan yang
53

telah dilakukan kepuasaan konseli • Konseli menunjukkan


serta tindaklanjut b. Membicarakan tindak komitmen untuk
yang diperlukan.
lanjut yangdiperlukan menerapkan dan
• pembahasan menindaklanjuti hasil
homework dan c. Memberi motivasi
dan dukunganuntuk layanan
• melakukan
mengimplementasi
evaluasi.
hasil layanan
d. Menyampaikan
terima kasih dan
penghargaan
54

HASIL SKALA
SELF
HANDICAPPIN
G

NO NAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 SKO R NILAI


1 GL 5 5 5 5 5 3 4 4 5 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 177 98
2 AW 5 3 5 5 5 5 5 5 3 5 3 5 3 5 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 166 92
3 MS 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 1 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 2 5 1 5 5 5 4 5 5 165 91
4 AP 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 163 90
5 SJ 4 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 156 86
6 TL 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 3 3 4 3 4 5 5 4 5 4 2 4 3 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 2 5 150 83
7 TR 4 3 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 3 5 4 3 3 5 4 4 5 4 4 3 3 5 5 4 4 5 4 5 3 4 5 147 81
8 FY 4 4 3 3 3 4 5 4 4 4 3 5 5 4 4 4 3 5 5 4 4 4 5 5 4 3 3 5 3 4 4 4 4 5 5 4 146 81
9 FT 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 3 145 80
10 FA 3 4 4 4 4 5 3 4 4 3 2 5 3 3 4 3 3 3 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 143 79
Rerata 151.8333 83.83333
11 NW 3 4 4 4 4 5 3 4 4 0 3 5 3 3 4 3 3 3 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 140 77
Min 124 68
12 SU 4 4 3 4 5 3 5 2 3 3 4 5 3 4 2 3 2 3 4 2 3 5 4 4 4 4 2 2 4 4 3 4 4 3 4 5 124 68
Max 177 98
Std 14.30088 8.054737
Var 204.5152 64.87879
DOKUMENTASI

( Wawancara Guru BK SMP Negeri 4 Luyo)

(Data siswa SMP Negeri 4 Luyo)

(Pembagian Skala self handicapping)

Anda mungkin juga menyukai