Anda di halaman 1dari 141

PROPOSAL

PENERAPAN MODEL MASTERY LEARNING BERBANTUAN MEDIA


VISUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
SISWA KELAS XI PADA MATERI SUHU DAN KALOR
DI SMA NEGERI 2 DEWANTARA

Oleh:

NYI SAFITRI
NIM: 200730014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

ACEH UTARA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya yang begitu besar, maka Proposal Penelitian ini dapat
terselesaikan meskipun masih banyak kekurangan.

Hasil Proposal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka


perbaikan kualitas proses belajar mengajar di bidang pendidikan.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, dengan keterbatasan ilmu


pengetahuan yang penulis miliki oleh karena itu penulis menyadari laporan ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga segala bentuk saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan.

Harapan penulis, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pendidik,
calon pendidik, dan mahasiswa. Akhirulkalam penulis mengucapkan semoga
Allah SWT membimbing kita semua dalam naungan kasih dan sayang-Nya.
Semoga segala bantuan dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlimpah
disisi Allah SWT, Amin.

21 Oktober, 2023

Penulis
Nyi Safitri

i
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS…..………..……………………….. i

LEMBAR PENGESAHAN PROGRAM STUDI…..…………………...…….. ii

LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS…..……………………….….…….. iii

KATA PENGANTAR…..…………………………………………………..….. iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………...…….. vi

ABSTRACT…..…………………………..……………………………...…….. vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….…. viii

DAFTAR TABEL…..……………….…………………………………….…….. x

DAFTAR GAMBAR…..……………………………………………………….. xi

DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………...…….. xii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………...….… 1
1.2 Identifikasi Masalah.…………………...….....………….…………. 1
1.3 Pembatasan Masalah……………………………………………….. 2
1.4 Perumusan Masalah……………………………………………….. 2
1.5 Tujuan Masalah…………………………………………………….. 2
1.6 Hipotesis Masalah………………………………….……………….. 2
1.7 Manfaat Penelitian…..……………………………..……………….. 2
1.8 Definisi Operasional…………………………………..…………….. 2

ii
BAB II KAJIAN TEORI……………………………………………………... 3
2.1 Penerapan Model Mastery Learning .…………………………..….. 3
2.1.1 Pengertian Model Mastery Learning ……….………….….. 3
2.1.2 Karateristik dan Prinsip Model Mastery Learning……….. 3
2.1.3 Langkah – Langkah Model Mastery Learning………...….. 3
2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Mastery Learning ….. 3
2.2 Media Visual ……………………...……………….…………….….. 4
2.2.1 Pengertian Media Visual ………………...……………….….. 4
2.3 Pemahaman Konsep.…………………………………...…...…..….. 5
2.4 Suhu dan Kalor Konsep.…………………………………..……….. 6
2.5 Kajian Penelitian Relevan.………………………………...……….. 7
2.6 Kerangka berfikir ………………….……………………...……….. 8
2.7 Pertanyaan Penelitian ……...……………………………...……….. 9
BAB III METODE PENELITIAN……....…...……………………..………. 10
3.1 Metode dan Desain Penelitian……………………………..…...… 11
3.2 Tempat dan Waktu..…...……….…..………………………....….. 11
3.3 Populasi dan Sampel..…...……….…..…...………………..…..….. 11
3.4 Variabel Penelitian..…...……….…..…...………...………..…..….. 11
3.5 Tahapan Intervensi Tindakan.. ….…...…………………..…..….. 11
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data…..…………..…..….. 11
3.7 Validitas dan Reabilitas Instrumen..…...……….… ……..…..….. 11
3.8 Teknik Analisis Data..…...……….…..…...………………..…..….. 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……....…...……………………..…. 12
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian……………………...…………..…...… 12
4.2 Pembahasan..…...……….…..………………………………....….. 12
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……....……..………. 13
5.1 Kesimpulan ………………………………………….……..…...… 13
5.2 Implikasi ..…...……….…..…………………………………....….. 13
5.3 Saran ..…...……….…..…...………………………………..…..….. 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan jika pendidikan

dalam negara itu baik kualitasnya. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dalam

suatu negara dipengaruhi banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar, sarana

prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu upaya meningkatkan

kualitas pendidikan adalah meningkatkan pembelajaran disekolah. Dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan suatu hal

yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan

manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional,

maupun global (Mulyasa, 2006: 4).

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 menjelaskan Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang dimilikinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Selain itu, Pendidikan mempunyai peranan penting dalam suatu bangsa,

Pendidikan harus dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan

perkembangan zaman. Melalui Pendidikan bangsa Indonesia dapat meningkatkan

1
Pendidikan. Pendidikan Nasional bertujuan meningkatkan sumber daya manusia

yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti, berdisiplin, bertanggung jawab, mandiri,

dan cerdas (Damanik & Bukit, 2013:17). Salah satu pendukung tercapainya tujuan

Pendidikan Nasional adalah sekolah.

Sekolah merupakan suatu wadah sebagai tempat terjadinya proses belajar dan

pembelajaran. Belajar dan Pembelajaran berlangsung dalam suatu proses yang

dimulai dengan perencanaan berbagai komponen dan perangkat pembelajaran

agar

dapat di implementasikan dalam bentuk interaksi yang bersifat eduktif, dan

diakhiri dengan evaluasi untuk mengukur dan menilai tingkat percapaian tujuan

pembelajaran yang diharapakan (Hanafy, 2014:67). Namun tercapainya tujuan

pembelajaran dapat di pengaruhi oleh kebiasaan belajar siswa. Kebiasaan belajar

biasanya menunjukkan tingkat dimana siswa terlibat dalam tindakan ketika belajar

yang ditandai dengan rutinitas belajar yang tepat (misalnya materi) yang terjadi di

lingkungan kondusif untuk belajar (Crede & Kuncel, 2008:427). Kebiasaan

belajar didefenisikan sebagai tindakan yang dapat diperoleh dengan adanya

pengetahuan , keterampilan dan sikap (Beech, 2011:1). Selain itu dengan

dilakukannya penggabungan kebiasaan belajar dalam mengajar dan strategi

belajar akan meningkatkan prestasi siswa dibidang akademik (Baothman et al,

2018:1).

Pada hakikatnya, setiap siswa adalah individu yang unik, mempunyai tingkat

kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda-beda, baik dalam hal intensitas

maupun arah. Guru yang mempunyai tingkat kesabaran tinggi akan dapat

2
menunjukkan kepada siswa-siswanya bahwa semua orang mampu mempelajari

sesuatu (termasuk materi ajar di kelas), walaupun dengan alokasi waktu dan upaya

yang berbeda-beda. Sehingga guru harus memahami masing-masing siswa dalam

ketuntasan belajarnya. Agar sukses siswa harus dapat dengan tepat menganalisis

konten pelajaran, mencernanya, merefleksikannya, dan dapat mengartikulasikan

informasi itu dalam bentuk tertulis dan / atau lisan (Illahi & Khandai, 2015:2).

Salah satu konten pelajaran yang membutuhkan analisis lebih adalah pelajaran

Fisika.

Mata pelajaran Fisika ditingkat SMA/MA dipandang penting untuk diajarkan

sebagai mata pelajaran tersendiri karena memberikan bekal ilmu kepada peserta

didik. Fisika merupakan mata pelajaran yang membutuhkan pemikiran tingkat

tinggi sehingga siswa sulit memahami materi dalam Fisika. Sedangkan menurut

Hidayat dan Sutrisno (2000:80) dalam Viclara (2013:12) menyatakan bahwa

Fisika adalah ilmu yang impiris yaitu pernyataan fisika harus didukung oleh

serangkaian observasi baik dilakukan melalui eksperimen maupun melalui

pengukuran lapangan. Dalam belajar Fisika, keaktifan siswa sangat diperluka.

Keaktifan dalam belajar Fisika terletak pada dua segi, yaitu aktif dalam bertindak

(hands activity) dan aktif berfikir (minds activity) (National Resarch Council,

1996:20). Mims menyebutkan bahwa siswa akan akan aktif jika siswa dapat

menghubungkan pengetahuan baru dengan pemahaman awal mereka (Mims,

2003:1). Namun menghubungkan antara keduanya dalam pembelajaran fisika

tidaklah mudah. Oleh sebab itu dibutuhkan kebiasaan belajar yang baik agar siswa

3
dapat melakukan serangkaian observasi pada mata pembelajaran Fisika dengan

respon yang positif.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Dewantara,

pada

hari Senin tanggal 26 September 2022. Terlihat bahwa ketika pembelajaran Fisika

di mulai, awalnya siswa cenderung memperhatikan guru namun beberapa waktu

kemudian banyak siswa tidak fokus lagi dan tidak memperhatikan guru

menerangkan didepan kelas. Sehingga dapat diketahui bahwa kebiasaan siswa

yang terlihat hanya mengikuti apa yang di perintahkan guru tanpa adanya

keaktifan siswa dalam merespon pembelajaran tersebut. Jika guru bertanya, tidak

adanya inisiatif dari siswa untuk menjawab secara sendiri namun harus dipilih

oleh guru siswa yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya, ketika

siswa di beri tugas, mereka tidak serius mengerjakannya dan sebagian siswa

malah bermain dan ribut.

SMA Negeri 2 Dewantara pada kelas XI telah menggunakan Kurikulum 2013,

sebagaimana yang diketahui kurikulum 2013 ini guru sebagai fasilisator. Siswa

yang dituntut aktif dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran fisika.

Dalam proses belajar Fisika, siswa dituntut untuk dapat menguasai bahan

pelajaran. Cara mengikuti pelajaran antara lain membaca dan mempelajari materi

yang telah lalu dan materi selanjutnya. Karena sebelum menjelaskan pelajaran

selanjutnya, guru bertanya beberapa pertanyaan kepada siswa siswa tentang

materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dimana siswa harus terbiasa mengulang

kembali pelajaran di rumah secara mandiri. Kenyataannya berdasarkan hasil

4
wawancara dengan kakak letting yang sedang PPL di SMA Negeri 2 Dewantara,

Ia mengatakan bahwa masih ada siswa tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan

guru. Agar tidak jenuh dan bosan dalam pelajaran fisika, guru sering memberikan

siswa belajar secara kelompok. Namun kebiasaan siswa dalam belajar kelompok,

terdapat siswa yang tidak aktif. Terlihat juga ketika kebiasaan siswa dalam

menghadapi ujian, ulangan dan latihan pelajaran fisika. Siswa panik, dan juga

belajarnya di tumpukan atau disebut juga sistem kebut semalam. pendapat siswa

mengenai kebiasaan belajar pada mata pelajaran fisika perlu diketahui sejak dini

oleh guru.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah diatas

adalah dengan menggunakan model Pembelajaran Tuntas atau Mastery Learning

yang dapat mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dan

bekerja sendiri sehingga terjadi peningkatan hasil belajar, yakni siswa menguasai

bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh. Model pembelajaran yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model mastery learning dengan tujuan

meningkatkan kemampuan siswa dala memanahami konsep fisika. Menurut

Suryosubroto (2009) “Mastery learning merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menganut azas ketuntasan belajar”. Belajar tuntas (Mastery

Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa

seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang

tepat. Nasution (2009) menjelaskan bahwa “mastery learning dalam proses

mengajar-belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai

sepenuhnya oleh siswa”. Dalam usaha mencapai penguasaan penuh perlu

5
diselidiki prasyarat bagi pengesuaian itu. Salah satu Prasyaratnya adalah

merumuskan secara khusus bahan yang harus dikuasi dan tujuan itu harus

dituangkan dalam alat evaluasi yang bersifat sumatif agar dapat diketahui tingkat

keberhasilan siswa.

Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan, peneliti tertarik untuk

melakukan riset kepada siswa di SMA Negeri 2 Dewantara dengan menerapkan

model Mastery Learning dengan bantuan media audiovisual, untuk mengetahui

apakah dengan menerapkan model mastery learning dengan bantuan media visual

dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pelajaran fisika, terkhususnya

materi medan magnet yang dianggap sulit oleh sebagian siswa.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengkaji dan mengidentifikasi

kebiasaan belajar Fisika tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul

”Penerapan Model Mastery Learning Dengan Berbantuan Media Visual

Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas XI Pada Materi

Suhu dan Kalor di SMA Negeri 2 Dewantara”.

1.2 Identifikasi Masalah


Sebagaimana yang telah peneliti uraikan pada latar belakang masalah di atas

maka yang menjadi identifikasi masalah pada “Penerapan Model Mastery

Learning Dengan Berbantuan Media Visual Untuk Meningkatkan Pemahaman

Konsep Siswa Kelas XI Pada Materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 2

Dewantara” yaitu:

1. Siswa seringkali tidak memahami materi terkait persamaan matematis yang

ada pada fisika.


6
2. Guru perlu melakukan inovasi pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah

memahami pelajaran khususnya fisika.

3. Kualitas hasil belajar melalui pemahaman konsep siswa pada mata

pembelajaran Fisika tergolong rendah.

1.3 Pembatasan Masalah


Agar permasalahan lebih terarah, maka permasalahan yang dibahas, yaitu:

1. Jenis pembelajaran yang akan dilaksanakan adalah pembelajaran dengan

model mastery learning dengan menggunakan media visual.

2. Materi yang akan digunakan pada penelitian ini hanya tentang materi Suhu

dan Kalor.

3. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Dewantara

untuk penerapan model mastery learning menggunakan media visual.

4. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep

siswa.

1.4 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah apakah terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa kelas XI pada

materi Suhu dan Kalor dengan menerapkan model Mastery Learning dengan

berbantuan media visual di SMA Negeri 2 Dewantara?

1.5 Tujuan Penelitian

7
Berdasarkan rumusan masalah, dapat diketahui tujuan pada penelitian ini

adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa kelas XI pada

materi Suhu dan Kalor dengan menerapkan model Mastery Learning dengan

menggunakan media visual di SMA Negeri 2 Dewantara.

1.6 Hipotesis Penelitian


Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha: Terdapat pengaruh model Mastery Learning dengan berbantuan media Visual

terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas XI SMAN 2 Dewantara.

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan model Mastery Learning dengan

berbantuan media Visual terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas XII

dibandingkan kelas kontrol pada materi Suhu dan kalor di SMAN 2

Dewantara

1.7 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1.7.1 Manfaat penelitian secara teoritis


Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadikan

masukan dalam pengembangan model dan media pembelajaran serta

penerapannya

secara lebih lanjut, khususnya pada materi Suhu dan Kalor untuk mengetahui

bagaimana peningkatan pemahaman konsep Siswa Kelas XI dalam pembelajaran

fisika, dengan menggunakan model mastery learning dengan bantuan media

visual yang digunakan.

8
1.7.2 Manfaat penelitian secara praktis
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat dari hasil penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

tentang penerapan model mastery learning dengan bantuan media visual

untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam menyelesaikan

pembelajaran Fisika. Serta mendapatkan pengalaman langsung dalam proses

pembelajaran Fisika sekaligus model pembelajaran yang dapat dikembangkan

kelak.

2. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pembelajran baru

disekolah dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas di SMA Negeri 2

Dewantara.

3. Bagi Guru, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu model

pembelajaran disekolah untuk meningkatkan pemahaman konsep dan juga

sebagai masukan dalam pengelolaan kelas dan kondisi belajar mengajar yang

aktif menerapkan model mastery learning dengan menggunakan media

visual.

4. Bagi siswa, penelitian ini dimanfaatkan untuk mempermudah memahami,

mempelajari, dan melatih diri dalam menyelesaikan berbagai macam

permasalahan baik di dalam maupun di luar kegiatan pembelajaran pada

materi Suhu dan Kalor.

5. Bagi pembaca, dapat memberikan motivasi untuk mengembangkan dan

melakukan penelitian lainnya.

9
1.8 Definisi Operasional
1. Mastery Learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana siswa

diharapkan dapat menguasai secara tuntas standar kompetensi dari suatu unit

pelajaran. Asumsi yang digunakan dalam pembelajaran tuntas ini yaitu jika

setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai

suatu tingkat penguasaan dan jika siswa tersebut menghabiskan waktu yang

diperlukan maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan

itu.

2. Media Visual (image atau perumpamaan) merupakan peran yang sangat

penting dalam proses belajar karena mampu memperlancar pemahaman dan

memperkuat ingatan, menumbuhkan minat, dan memberikan hubungan antara

isi materi ajar dengan dunia nyata.

3. Pemahaman Konsep merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk

mengemukakan kembali materi yang diperoleh dengan menggunakan bahasa

yang mudah dipahami serta mampu mengaplikasikannya kembali sesuai

dengan pengalaman yang mereka dapatkan saat berlangsungnya suatu

pembelajaran.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penerapan Model Mastery Learning

2.1.1 Pengertian Mastery Learning

Menurut Suryosubroto (2009) “Mastery learning merupakan suatu model

pembelajaran yang menganut azas ketuntasan belajar”. Belajar tuntas (Mastery

Learning) adalah model pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh


11
peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat.

Nasution (2009) menjelaskan bahwa “mastery learning dalam proses mengajar-

belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai sepenuhnya

oleh siswa”. Dalam usaha mencapai penguasaan penuh perlu diselidiki prasyarat

bagi pengesuaian itu. Salah satu Prasyaratnya adalah merumuskan secara khusus

bahan yang harus dikuasi dan tujuan itu harus dituangkan dalam alat evaluasi

yang bersifat sumatif agar dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa.

Benyamin S. Bloom, Fred S. Keller dan James H. Block dengan model

pembelajaran mastery learning berpendapat bahwa sekitar 95% dari anak

sesungguhnya dapat menguasai secara tuntas bahan pelajaran yang diberikan.

Dengan praktek pengajaran yang biasa jumlah ini jauh lebih kecil. Banyak siswa

yang hanya menguasai sebagian kecil dari bahan ajaran, dengan menerapkan

konsep belajar tuntas, jumlah ini dapat ditingkatkan. Asumsi yang digunakan

dalam pembelajaran tuntas ini yaitu jika setiap siswa diberikan waktu sesuai

dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan jika siswa

tersebut menghabiskan waktu yang diperlukan maka besar kemungkinan siswa

akan mencapai tingkat penguasaan itu. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu

atau siswa tidak menggunakan waktu yang diperlukan maka siswa tidak akan

mencapai tingkat penguasaan belajar (Asep Herry Hernawan, 2010:5). Model

Mastery Learning ini terdiri atas lima tahap, yaitu orientasi (orientation),

penyajian (presentation), latihan terstruktur (structured practice), latihan

terbimbing (guided practice) dan latihan mandiri (independent practice). Tujuan

proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai

12
sepenuhnya oleh peserta didik. Ini disebut mastery learning atau belajar tuntas,

artinya penguasaan penuh (Nasution, 2013).

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

mastery learning dengan tujuan meningkatkan kemampuan siswa merumuskan

hipotesis fisika. Mastery Learning atau belajar tuntas adalah salah satu filsafat

yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat

belajar dengan hasil yang baik hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan

disekolah. Pada pelaksanaan pembelajaran ini, siswa yang mengalami kesulitan

belajar akan mendapatkan pelajaran remedial dan siswa yang menguasai kajian

diberikan program pengayaan. Pembelajaran lebih ditekankan pada peran guru

mendorong keberhasilan siswa secara individual dan dievaluasi menggunakan

penilaian berkelanjutan (Depdiknas:2008).

2.1.2 Karateristik dan Prinsip Model Mastery Learning

Adapun karakteristik model pembelajaran mastery learning adalah:

1) Para siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat

sesuai dengan harapan pengajar.

2) Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan.

Baik tingkatnya maupun satuan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari

bahan tersebut sampai ke tingkat penguasaan tertentu.

3) Tingkatan hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata

oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang

dibutuhkan untuk mempelajarinya.

13
4) Karakteristik pengajaran berkenaan dengan kesempatan belajar, kualitas

pengajaran, dan kemampuan memahami pengajaran.

5) Setiap siswa memperoleh kesempatan yang berdiferensiasi dan kualitas

pengajaran yang mayoritas siswa dapat mencapai tingkatan mastery.

Adapun prinsip model pembelajaran mastery learning adalah:

1) Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat

menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan.

2) Guru menyusun strategi tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan

khusus yang hendaknya dikuasai oleh siswa. Guru juga menetapkan tingkat

penguasaan yang harus dicapai siswa.

3) Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajaran

menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecilyang mendukung pencapaian

sekelompok tujuan khusus tersebut.

4) Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun

bahan ajaran untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan.

5) Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan

acuan patokan.

6) Konsep mastery learning juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan

individual.

2.1.3 Langkah – Langkah Model Mastery Learning


Secara operasional, strategi pembelajaran tuntas dilaksanakan dalam
beberapa tahapan berikut:
Tabel 2.1 Langkah - langkah model mastery learning
No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
14
. Siklus
Belajar
1.  Menetapkan isi  Bertanya tentang isi
pembelajaran. pembelajaran.
 Meninjau  Mengingat kembali
ulang pembelajaran
pembelajaran sebelumnya.
Orientasi selanjutnya  Memahami tujuan
 Menetapkan pembelajaran yang harus
tujuan dicapai.
pembelajaran.  Bertanya/mendiskusikan
 Menetapkan langkahlangkah
langkah- pembelajaran.
langkah
pembelajaran
2.  Menjelaskan /  Memerhatikan, bertanya.
memeragakan  Mendiskusikan,
konsep bertanya.
keterampilan  Menjawab tes yang
baru. diberikan guru.
Penyajian  Menggunakan
media visual /
audiovisual
untuk
menjelaskan
tugas.
 Mengevaluasi
tingkat untuk
kerja siswa.
3.  Guru  Memerhatikan, bertanya,
memberikan
15
contoh mendiskusikan.
langkah-  Menjawab pertanyaan
langkah guru.
penting dalam  Mencermati umpan
menyelesaikan balik dari guru, jika ada
tugas / soal. hal yang belum jelas
Memerhatikan, bertanya lagi pada guru.
bertanya,
mendiskusikan
Latihan .
testruktur  Guru
memberikan
pertanyaan
pada siswa.
 Guru
memberikan
umpan balik
(yang bersifat
korektif) atas
kesalahan
siswa dan
mendorongnya
untuk
menjawab
dengan benar
setiap tugas
yangn
diberikan.
4.  Guru  Siswa mengerjakan
memberikan tugas dengan semi
tugas. bimbingan.
16
 Guru  Siswa mengerjakan
mengawasi tugas dengan semi
semua siswa bimbingan.
Latihan secara merata.  Guru mencermati umpan
terbimbing  Guru balik dari guru, jika ada
memberikan hal yang belum jelas
umpan balik, bertanya lagi pada guru.
memuji, dan
sebagainya.
5.  Guru memberi  Siswa mengerjakan
tugas mandiri. tugas dikelas / dirumah
 Guru memberi secara mandiri.
tugas mandiri.  Mencermati umpan
 Guru balik dari guru, jika ada
Latihan memberikan hal yang belum jelas
mandiri beberapa tugas bertanya lagi pada guru.
mandiri  Mengerjakan tugas yang
sebagai latar diberikan secara
untuk mandiri.
meningkatkan
retensi siswa.

2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Mastery Learning


Model mastery learning memiliki beberapa keunggulan di pembelajaran
adalah:
1) Model ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan

dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

17
mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan

menemukan dan bekerja sendiri.

2) Mastery learning memberi pikiran yang efisien dan efektif untuk

mentransformasikan pendekatan yang didasarkan pada group-based mastery

learning kedalam kualitas pembelajaran secara optimal masing-masing peserta

didik. Oleh karena itu, prosedur ketuntasan akan bermanfaat pada masing-

masing guru untuk membuat investasi dan usaha yang memberikan hasil

dalam bentuk ketuntasan belajar pada semua peserta didik, tidak hanya pada

beberapa peserta didik.

3) Model ini berorientasi kepada peningkatan produktivitas hasil belajar, yakni

siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh.

4) Dalam model ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan

persuatif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap

siswa lainnya.

5) Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur

secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar prilaku) yang

jelas dan spesifik.

6) Pada hakikatnya, model ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak

naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang

memuaskan atau masih dibawah target dari hasil yang diharapkan, terus

menerus dibantu oleh rekannya dan guru.

18
7) Pengajaran tuntas berdasarkan perencanaan yang sistemik, yang memiliki

derajat koherensi yang tinggi dengan garis-garis besar program pengajaran

bidang studi.

8) Mastery learning relatif mudah dan murah. Artinya menyesuaikan metode

pembelajaran yang ada, bahan yang diperlukan, dan karakteristik dari semua

peserta didik sehingga dapat menjadi tawaran bagi peserta didik untuk

memenuhi pengembangannya.

9) Ketika direncanakan dengan baik, mastery learning membuat belajar dan

pembelajaran menjadi lebih efisien. Peserta didik menjadi tahu bahwa mereka

perlu belajar, dan guru tahu bahwa mereka perlu untuk memberi bantuan

macam apa yang secara individu diperlukan peserta didik.

Model mastery learning memiliki beberapa keunggulan dalam

pembelajaran adalah:

1) Model ini sulit dalam pelaksanaan karena melibatkan berbagai kegiatan, yang

berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.

2) Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat

perencanaan dalam jangka waktu satu semester.

3) Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara lama akan mengalami hambatan

untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.

4) Model ini sudah tentu memerlukan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana

dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita pada umumnya

masih langka dalam segi sumber teknis seperti yang diharapkan.

19
5) Model ini menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara luas,

menyeluruh, dan lebih banyak menggunakan sumber- sumber yang luas.

2.2 Media Visual

2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran Visual

Media visual adalah media yang melibatkan indra penglihatan. Penglihatan

merupakan indra kita yang mempunyai kemampuan paling besar untuk

menghayati dunia di sekitar kita. Berbagai penelitian telah mendukung pernyataan

tersebut, walaupun tidak ada kesepakatan umum tentang berapa besar distribusi

indra penglihatan di banding indra yang lain. Terdapat dua jenis pesan yang

dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal-

visual terdiri dari kata- kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan, dan pesan non

verbal – visual adalah pesan yang dituangkan kedalam simbol-simbol non verbal

visual yakni sebagai pengganti bahasa verbal, maka ia bisa disebut bahasa visual

inilah yang kemudian menjadi softwarenya media visual.

Dalam menerima pesan-pesan visual, dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Ada dua variabel yang sangat penting, yaitu perkembangan usia anak dan latar

belakang budaya yang dianutnya. Ketrampilan memahami pesan visual dapat

diartikan sebagai kemampuan menerima dan menyampaikan pesan-pesan visual.

Ketrampilan menerima pesan visual mencakup membaca visual secara tepat,

memahami makna yang terkandung didalamnya, menghubungkan unsur-unsur isi

pesan visual dengan pesan verbal atau sebaliknya, serta mampu menghayati nilai

keindahan visualisasi, Sedangkan kemampuan menyampaikan pesan visual

mencakup menvisualisasikan pesan verbal, melukiskan ata memvisualisasikan

20
makna isi pesan, dan menyederhanakan makna dalam bentuk visualisasi. Menurut

Bough dalam Arsyad (2004) bahwa kurang lebih 90% hasil belajar seseorang

diperoleh melalui indera pandang/ visual, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui

indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya, sementara itu Dale dalam

Arsyad (2004) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melaui indera

pandang/ visual berkisar 75%, melalui indra dengar sekitar 13%, dan melalui

indera lainnya sekitar 12%.Salah satu upaya untuk memudahkan peserta didik

dalam menerima informasi dari guru serta dapat belajar dengan menyenangkan

adalah guru menggunakan media pembelajaran.

Sukiman (2012: 29) menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari guru kepada siswa,

sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian,dan minat serta kemauan siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sukiman (2012: 85) menggolongkan media

pembelajaran menjadi empat jenis, yaitu : 1) media visual; 2) media audio; 3)

media audio; 4) media berbasis computer.

Media visual merupakan media pembelajaran yang menyalurkan pesan

lewat indera pandang atau penglihatan. Media visual terdiri dari berbagai macam

jenis, diantaranya adalah media grafis, media OHP, dan modul. Media visual

dapat diguakan untuk menggambarkan suatu kejadian yang belum pernah dilihat

siswa, kejadian yang dekat dengan diri siswa maupun kejadian yang pernah

dialami sendiri oleh siswa sehingga siswa teringat Kembali tentang kejadian

tersebut.

2.3 Pemahaman Konsep

21
Pemahaman merupakan kemampuan siswa untuk menerjemahkan atau

menafsirkan informasi yang didapatkan pada saat proses pembelajaran.

Berdasarkan taksonomi Bloom, kemampuan pemahaman adalah hasil belajar yang

lebih tinggi dari kemampuan menghafal. Pemahaman diartikan sebagai

kemampuan membangun suatu makna dari suatu hal yang meliputi kemampuan

menangkap arti, menerangkan, menyimpulkan, melihat hubungan dan

menerapkan apa yang dimengerti ke dalam kondisi dan situasi lainnya (Natalia,

2017). Konsep awal dibangun karena adanya pengalaman atau ide-ide yang

dibentuk sebelumnya, ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya.

pengalaman inilah yang akan membawa mereka untuk mengembangkan

penafsiran-penafsiran atau dugaan-dugaan pembentukan konsep awal (Wahyudi et

al., 2013). Kemampuan pemahaman konsep sangat penting bagi siswa (Janatin,

2019). Maka dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan

seseorang dalam menangkap dan memecahkan permasalahan dalam suatu

pembelajaran. Menurut (Arends, 2012) mengungkapkan bahwa defenisi

pemahaman konsep adalah pondasi bagi jaringan ide yang menuntun pemikiran

seseorang. Sehingga pemahaman terhadap suatu konsep fisika sangat dibutuhkan

dalam proses pemecahan masalah fisika. Pemahaman konsep merupakan

kemampuan kognitif tingkat C2 (Trianggono, 2017).

Pemahaman konsep siswa dapat diketahui melalui hasil tes (Utomo et al.,

2014). Pemahaman konsep siswa di ukur dari hasil nilai setelah menyelesaikan tes

yang diberikan. Pemahaman konsep siswa dapat diketahui melalui hasil tes

(Utomo et al., 2014). Menurut Bloom dalam ( Anderson et al, 2001), dalam

22
tingkatan proses kognitif pemahaman (Understand) terdapat tujuh indikator yang

dapat dikembangkan berdasarkan kategori proses kognitif, indikator dan

defenisinya yaitu seperti tabel berikut.

Tabel 2.2 Penejelasan Pemahaman


Kategori Penjelasan Kata Kerja Kunci

Pemahama Kemampuan Menerangkan, menjelaskan, menguraikan,


n memahami membedakan, menginterpretasikan,
instruksi/ masalah, merumuskan, memperkirakan,
menginterpretasikan meramalkan, menggeneralisir,
dan menyatakan menterjemahkan, mengubah, memberi
kembali dengan contoh, memperluas, menyatakan
kata-kata sendiri. kembali, menganalogikan, dan
merangkum.

Sumber : Utari, (2011)

Tabel 2.3 Kategori dan Proses Pemahaman Konsep


Pemahaman Membangun makna berdasarkan tujuan
pembelajaran mencakup, komunikasi oral,
(Understand)
tulisan, dan grafis

Kategori dan Proses Indikator Definisi


Kognitif

1. Interpretasi  Klarifikasi Mengubah dari bentuk


 Paraphrase awak ke bentuk yang

 Mewakilkan lain.

 Menerjemahkan
2. Mencontohkan  Menggambarkan Menemukan contoh
 Memberi contoh khusus ilustrasi dari
suatu konsep/prinsip
23
materi.

3. Mengklasifikasikan  Mengkategorisasika Menentukan sesuattu


n yang dimiliki oleh
 Menggolongkan suatu kategori.

4. Menggeneralisasikan  Mengabstraksikan Pengabstrakan tema-


 Menggeneralisasikan tema umum atau poin-
poin utama.

5. Inferensi  Menyimpulkan Penggambaran


 Mengekstrapolasika kesimpulan logis dari
n informasi yang
 Menginterpolasikan disajikan.

 Memprediksikan
6. Membandingkan  Mengontraskan Mencari hubungan
 Memetakan antara dua ide, atau

 Menjodohkan objek atau hal-hal


serupa.

7. Menjelaskan  Mengkontruksikan Mengkontruksi model


Model sebb akibat dari suatu
system.

Sumber : Anderson et al, (2001)

2.4 Suhu dan Kalor


A. Suhu

Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda

atau sistem. Suhu didefinisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki

bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan termal.

Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang tinggi,
24
dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan memiliki

suhu yang rendah. Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih panas atau

menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk atau

wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air karena

pengaruh panas atau dingin. Perubahan wujud pada air dapat dicermati pada

bagan pada Gambar 6.1.

Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air (1).

Bila terus-menerus dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah mencapai

titik didih) air akan mendidih dan berubah wujud menjadi uap air atau gas (2).

Proses sebaliknya terjadi manakala air yang berada dalam bentuk gas atau uap

air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair (3), dan ketika terus

didinginkan, maka pada saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku) air

akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es batu (4).

Gambar 6.1. Perubahan wujud pada air


Sumber: Buku IPA Guru Kelas 5 SEQIP

25
Selain perubahan wujud yang dialami benda, perubahan panas juga dapat

menyebabkan pemuaian. Pemuaian merupakan peristiwa perubahan ukuran

(penambahan panjang, luas, atau volume) suatu benda karena pengaruh suhu.

Pemuaian pada zat padat bisa berupa pemuaian panjang, pemuaian luas, maupun

pemuaian volume. Pemuaian pada zat cair dan pemuaian pada gas hanya terjadi

pemuaian volume.

Untuk mengkuantitatifkan besaran suhu dan menyatakan seberapa tinggi

atau rendahnya nilai suhu suatu benda diperlukan pengukuran yang dinamakan

termometer. Secara umum, dilihat dari hasil tampilannya, ada dua jenis

termometer yang biasa kita kenal yaitu termometer analog dan termometer digital.

Termometer analog yang banyak kita jumpai umumnya merupakan termometer

zat cair (termometer raksa atau termometer alkohol), sedangkan untuk termometer

digital umumnya menggunakan sensor elektronik. Contoh termometer analog dan

termometer digital diperlihatkan pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2. Termometer analog (termometer alkohol) dan termometer digital


Sumber: Microsoft Encarta Premium 2009

26
a. Termometer dan Jenis-jenis Termometer

Ketika suatu benda atau zat dipanaskan atau didinginkan hingga

mencapai suhu tertentu, maka beberapa sifat fisis benda tersebut akan

mengalami perubahan. Sifat fisika yang mengalami perubahan karena suhu

benda berubah dinamakan sifat termometrik (thermometric property). Beberapa

contoh sifat termometrik benda diantaranya volume (dalam hal ini kaitannya

dengan pemuaian zat, baik itu zat padat, zat cair, atau gas), tekanan (zat cair

dan gas), hambatan listrik, gaya gerak listrik, dan intensitas cahaya.

Sifat-sifat termometrik inilah yang dijadikan prinsip kerja sebuah

termometer. Termometer bekerja dengan memanfaatkan perubahan sifat

termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami perubahan suhu.

Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan adanya perubahan suhu

benda, dan dengan melakukan kalibrasi atau peneraan tertentu terhadap sifat

termometrik yang teramati dan terukur, maka nilai suhu benda dapat dinyatakan

secara kuantitatif.

Tidak semua sifat termometrik benda yang dapat dimanfaatkan dalam

pembuatan termometer. Sifat termometrik yang dapat digunakan dalam

pembuatan termometer harus merupakan sifat termometrik yang teratur.

Artinya, perubahan sifat termometrik terhadap perubahan suhu harus bersifat

tetap atau linier, sehingga peneraan skala termometer dapat dibuat lebih mudah

dan termometer tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengukur suhu secara

teliti.

27
Berdasarkan sifat termometrik yang dimiliki suatu benda, jenis-jenis

termometer diantaranya termometer zat cair, termometer gas, termometer

hambatan, termokopel, pirometer, termometer bimetal, dan sebagainya.

Sedangkan berdasarkan hasil tampilan pengukurannya, termometer dibagi

menjadi termometer analog dan termometer digital. Beberapa sifat termometrik

yang dimanfaatkan dalam pembuatan termometer diperlihatkan pada Tabel 6.1.

Dari beberapa jenis termometer tersebut, yang sering kita jumpai dalam

kehidupan sehari- hari adalah termometer zat cair dan termometer digital

sederhana. Kedua jenis termometer ini biasanya ada yang digunakan untuk

mengukur suhu badan kita dan ada pula yang digunakan untuk mengukur suhu

ruang (Gambar 6.2).

Tabel 6.1.Jenis-jenis Termometer


Jenis termometer Sifat termometrik Jangkauan Ukur (°C)

Air raksa dalam pipa Volume zat/panjang kolom -39 s/d 500

Gas volume konstan Tekanan gas -270 s/d 1500

Hambatan platina Hambatan listrik -200 s/d 1200

Termokopel Gaya gerak listrik -250 s/d 1500

Pirometer Intensitas cahaya > 1000

Termometer zat cair yang sering kita jumpai umumnya menggunakan

raksa atau alkohol. Pada dasarnya raksa dan alkohol digunakan sebagai zat

pengisi termometer karena keduanya memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan

dengan zat cair lainnya. Beberapa kelebihan raksa diantaranya:

a. Raksa tidak membasahi dinding kaca tabung termometer, sehingga


28
pengukuran suhu dapat dilakukan secara lebih akurat.

b. Raksa cepat mengambil panas dari benda yang akan diukur suhunya,

sehingga mudah dicapai keadaan kesetimbangan termal.

c. Pemuaian raksa terjadi secara teratur.

d. Raksa mempunyai warna yang mengkilat, sehingga menjadi mudah diamati.

e. Termometer raksa mempunyai jangkauan ukur yang lebar, yaitu sekitar 356,9

°C.

Namun demikian, raksa juga memiliki kelemahan, diantaranya tidak

dapat mengukur suhu yang rendah. Disamping itu raksa merupakan zat yang

sangat beracun, sehingga apabila tabung termometer yang berisi cairan raksa

pecah, hal ini akan menjadi sangat berbahaya. Oleh karena itu, biasanya

digunakan cairan alternatif lain, yakni alkohol sebagai pengganti raksa untuk

mengisi tabung termometer. Alkohol memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

alkohol tidak beracun dan termometer alkohol dapat digunakan untuk mengukur

suhu yang rendah. Akan tetapi, alkohol sebagai zat pengisi tabung termometer

memiliki beberapa kelamahan, diantaranya:

a. Alkohol tidak berwarna sehingga untuk penggunaan dalam tabung

termometer harus diberi warna agar mudah dilihat.

b. Alkohol membasahi dinding tabung termometer, sehingga tidak dapat

menunjukkan hasil pengukuran yang teliti.

c. Pemuaian alkohol kurang teratur.

d. Titik didih alkohol rendah (sekitar 78 °C), sehingga tidak dapat digunakan

29
untuk mengukur suhu yang tinggi.

Uraian diatas menggambarkan kepada kita sejumlah kelebihan dan kekurangan

raksa dan alkohol sebagai zat pengisi tabung termometer.

b. Penetapan Skala Suhu pada Termometer

Untuk dapat mengkuantitatifkan hasil pengukuran suhu dengan

menggunakan termometer maka diperlukan angka-angka dan skala-skala tertentu.

Penetapan skala yang terpenting adalah penetapan titik tetap bawah dan titik

tetap atas sebagai titik acuan pembuatan skala-skala dalam termometer. Untuk

penetapan titik tetap bawah sebuah termometer pada umumnya dipilih titik beku

air murni pada tekanan normal, yaitu suhu campuran antara es dan air murni pada

tekanan normal. Sedangkan penetapan titik tetap atas sebuah termometer

umumnya dipilih titik didih air murni, yaitu suhu ketika air murni mendidih pada

tekanan normal.

Setidaknya terdapat empat macam skala termometer yang biasa

digunakan, yaitu Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin. Titik tetap bawah

untuk skala Celcius dan Reamur ditetapkan pada skala 0°C dan 0°R, sedangkan

untuk Fahrenheit ditetapkan pada skala 32°F. Ketiga skala titik tetap bawah untuk

masing-masing skala termometer ini diambil dari titik beku air murni (titik lebur

es murni) pada tekanan normal. Adapun titik tetap atas ketiga skala ini berbeda-

beda, dimana untuk Celcius ditetapkan pada 100°C, untuk Reamur ditetapkan

pada 80°R, dan untuk Fahrenheit ditetapkan pada 212°F. Ketiga skala titik tetap

atas untuk masing-masing skala termometer ini diambil dari titik didih air murni

pada tekanan normal. Pada skala Kelvin, titik tetap bawah ketiga skala

30
termometer ini bersesuaian dengan skala 273 K dan titik tetap atasnya

bersesuaian dengan 373 K.

Khusus untuk skala Kelvin, titik tetap bawah tidak didasarkan pada titik

beku air, namun didasarkan pada ukuran energi kinetik rata-rata molekul suatu

benda. Dalam hal ini, nol Kelvin (tanpa derajat) dinamakan nol mutlak (nol

absolut), artinya tidak ada suhu-suhu di bawah suhu nol mutlak, atau ketika nilai

suhu mendekati nilai nol mutlak, maka energi kinetik rata-rata partikel

mempunyai suatu nilai yang minimum. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-

tersebut, maka skala Kelvin dinamakan skala suhu mutlak atau skala suhu

absolut, atau disebut juga skala termodinamik. Kelvin menjadi satuan standar

SI untuk besaran pokok suhu.

Untuk menyatakan satu nilai suhu pada skala termometer tertentu ke skala

termometer yang lain dapat dilakukan konversi skala suhu. Beberapa hubungan

antar skala termometer adalah sebagai berikut.

a) Skala Celcius dengan skala Reamur


𝑇𝐶 = 5𝑇𝑅 ↔ 𝑇𝑅 = 4𝑇𝐶 ; dimana TC = suhu skala Celcius; TR = suhu skala Reamur
4 5

b) Skala Celsius dengan skala Fahrenheit


𝑇𝐶 = 5(𝑇𝐹 − 32) ↔ 𝑇𝐹 = 9𝑇𝐶 + 32 ; dimana TC = suhu skala Celcius;
9 5

TF = skala suhu Fahrenheit.


c) Skala Celcius dengan skala Kelvin
𝑇𝐶 = 𝑇𝐾 − 273 ↔ 𝑇𝐾 = 𝑇𝐶 + 273 ; dimana TC = suhu skala Celcius;
TK = suhu skala Kelvin

31
Ilustrasi yang menggambarkan perbandingan masing-masing skala termometer
diperlihatkan pada Gambar 6.3 berikut.

Gambar 6.3. Perbandingan skala suhu termometer

c. Pemuaian (Ekspansi Termal)

Pernahkah Anda memperhatikan kaca jendela sebuah rumah yang tiba-tiba

retak ketika terkena cahaya matahari? Pernahkah Anda memperhatikan rel kereta

api yang merenggang (ada celah kecil) diantara sambungan rel kereta api ketika

pagi hari, tetapi ketika siang hari celah tersebut nampak merapat? Atau

pernahkah Anda mengalami kesulitan membuka tutup botol ketika tutup tersebut

dalam keadaan dingin? Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan kepada kita


32
bahwa pada dasarnya setiap benda atau zat, baik itu zat padat, zat cair, ataupun

gas akan memuai (mengalami pertambahan panjang, luas, atau volume) ketika

dipanaskan, dan sebaliknya, ketika benda atau zat tersebut didinginkan akan

menyusut (mengalami pengurangan panjang, luas, atau volume). Pengecualian

pada air, karena air memiliki sifat anomali sehingga perilaku pemuaian dan

penyusutannya berbeda pada rentang suhu 0 °C hingga 4 °C.

Akan tetapi, pemuaian atau penyusutan ini sangat dipengaruhi oleh

karakteristik zat atau benda itu sendiri. Artinya, untuk masing-masing zat yang

berbeda, perilaku pemuaiannya pun akan berbeda. Gambar 6.4 menunjukkan

celah yang terdapat pada sambungan jembatan yang sengaja dibuat demi

kepentingan pemuaian logam jembatan tersebut.

Gambar 6.4 Persambungan ekspansi termal pada jembatan


Sumber: Physics for Scientists and Engineers 6th edition

Karakteristik pemuaian pada suatu zat atau benda berbeda-beda, baik itu

untuk zat padat, zat cair, dan gas. Berikut akan dibahas mengenai pemuaian pada

masing-masing zat padat, cair, dan gas.


33
1. Pemuaian Zat Padat

Pada umumnya, zat padat akan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila

didinginkan. Penjelasannya secara fisis, pada saat zat padat belum dipanaskan,

partikel-partikel pada zat padat akan bergerak (bervibrasi). Ketika zat padat

dipanaskan, gerakan (vibrasi) partikel-partikel tersebut akan lebih cepat sehingga

jarak antar partikelnya akan menjadi semakin besar (berjauhan). Semakin

besarnya jarak antar partikel direpresentasikan oleh adanya pertambahan ukuran

zat padat, baik itu pertambahan panjang, luas, ataupun volume.

a. Pemuaian Panjang

Sebuah benda atau zat padat yang berbentuk batang tipis (seperti kawat

logam yang berdiameter kecil) ketika dipanaskan akan mengalami perubahan

panjang ke arah panjangnya, sehingga benda-benda seperti ini dikatakan

mengalami pemuaian panjang. Oleh karena bentuknya yang dominan ke arah

panjangnya, sehingga aspek pemuaian luas dan volumenya relatif sangat kecil

dibandingkan pemuaian panjangnya, sehingga pemuaian luas dan volumenya

dapat diabaikan.

L0

Gambar 6.5. Pemuaian panjang pada zat padat

34
Perubahan panjang benda atau pemuaian benda karena benda tersebut

dipanaskan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya panjang benda tersebut

mula-mula, jenis bahan yang digunakan, dan besarnya perubahan suhu yang

dialami benda tersebut. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut.

Δ𝐿 = 𝛼𝐿0Δ𝑇

𝐿 − 𝐿0 = 𝛼𝐿0Δ𝑇

𝐿 = 𝐿0 + 𝛼𝐿0Δ𝑇

𝐿 = 𝐿0(1 + 𝑎Δ𝑇)

dengan: ∆L = perubahan (pertambahan) panjang zat padat (m)

L0 = panjang zat padat mula-mula (pada suhu T 0) (m) L = panjang

zat padat (pada suhu T) (m)

∆T = T – T0 = perubahan suhu (°C atau K-1)

α = koefisien muai panjang ( °C-1 atau K-1)

b. Pemuaian Luas

Bila zat padat yang dipanaskan tidak berbentuk batang tipis, melainkan

berbentuk pelat atau kepingan, maka pemuaian tidak hanya terjadi ke arah

panjangnya saja, tetapi juga ke arah lebarnya. Atau dengan kata lain, zat padat

tersebut mengalami pemuaian luas.

35
A

A0

Gambar 6.6. Pemuaian luas pada zat padat

Sebagaimana halnya dengan pemuaian panjang, untuk pemuaian luas juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas mula-mula sebelum

dipanaskan, jenis zat padat yang digunakan, serta berapa besar perubahan suhu

yang dialami zat padat itu. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut.

Δ𝐴 = 𝛽𝐴0Δ𝑇

𝐴 − 𝐴0 = 𝛽𝐴0Δ𝑇

𝐴 = 𝐴0 + 𝛽𝐴0Δ𝑇

𝐴 = 𝐴0(1 + 𝖰Δ𝑇)

dengan:

∆A = perubahan (pertambahan) luas zat padat (m2)

A0 = luas zat padat mula-mula (pada suhu T0) (m2)

A = luas zat padat (pada suhu T) (m2)

∆T = T – T0 = perubahan suhu (°C atau K-1)

β = koefisien muai panjang ( °C-1 atau K-1) β = 2 α

36
c. Pemuaian Volume

Idealnya, suatu zat padat tidak hanya akan mengalami pemuaian

panjang atau pemuaian luas, tetapi mengalami pemuaian volume atau pemuaian

ruang. Hal ini dikarenakan pada dasarnya bagaimanapun bentuk suatu benda

padat atau zat padat, selalu memiliki dimensi ruang (panjang, lebar, dan tinggi)

sehingga pemuaian zat padat ketika zat padat itu dipanaskan adalah memuai ke

segala arah atau mengalami pemuaian volume.

Pemuaian volume pun dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya volume

zat padat mula- mula sebelum dipanaskan, jenis zat padat yang digunakan, serta

besarnya perubahan suhu yang dialami zat padat tersebut. Secara matematis

dinyatakan sebagai berikut.

Δ𝑉 = 𝛾𝑉0Δ𝑇

𝑉 − 𝑉0 = 𝛾𝑉0Δ𝑇

𝑉 = 𝑉0 + 𝛾𝑉0Δ𝑇

𝑉 = 𝑉0(1 + 𝛾Δ𝑇)

dengan:

∆V = perubahan (pertambahan) luas zat padat (m3)

V0 = luas zat padat mula-mula (pada suhu T0) (m3)

V = luas zat padat (pada suhu T) (m3)

∆T = T – T0 = perubahan suhu (°C atau K-1)

𝛾 = koefisien muai panjang ( °C-1 atau K-1)

37
𝛾 =3α

d. Manfaat dan Kerugian dari Pemuaian Zat Padat

Secara praktis, pemuaian pada zat padat menimbulkan sejumlah

keuntungan dan kerugian bagi kita. Berikut ini akan diuraikan sejumlah

keuntungan atau manfaat dari adanya pemuaian zat padat yang sering kita jumpai.

Beberapa keuntungan pemuaian ini diantaranya:

 Pemasangan ban roda lori kereta api

Diameter ban roda lori kereta api dibuat lebih kecil dibandingkan diameter

rodanya. Untuk memasangkan ban ke roda lori kereta api, biasanya sebelum

dipasangkan, ban lori ini dipanaskan sehingga sedikit memuai, kemudian ban ini

dipasangkan dalam kondisi sedang memuai. Ketika suhu ban ini turun, ban akan

menyusut dan melekat kuat pada rodanya tanpa perlu dibaut dengan rodanya.

 Pembuatan keping bimetal

Keping bimetal merupakan gabungan dua buah keping logam dengan

koefisien pemuaian berbeda yang diikat (dikeling) menjadi satu. Misalnya keping

baja dan keping kuningan. Ketika dipanaskan, keping bimetal ini akan

melengkung ke arah baja karena baja memiliki koefisien pemuaian lebih kecil

dibandingkan dengan kuningan. Apabila suhunya kembali turun, maka keping ini

akan lurus kembali. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi pada Gambar 6.6

berikut ini.

38
Gambar 6.7. Keping bimetal (kiri) dan keping bimetal yang telah
memuai (kanan)
Sumber: Physics for Scientists and Engineers 6th edition

Oleh karena sifatnya yang unik dan aplikatif, keping bimetal banyak

digunakan untuk keperluan teknik, misalnya dalam pembuatan termometer

bimetal, termostat bimetal, lampu tanda belok, saklar otomatis pada setrika

listrik, dan tanda peringatan kebakaran.

 Membuka tutup botol.

Pada sejumlah kasus, terdapat suatu botol atau kemasan yang tutupnya

terbuat dari logam. Terkadang kita kesulitan dalam membuka tutup botol

tersebut. Dengan memanfaatkan prinsip pemuaian, kita dapat dengan lebih

mudah membuka tutup tersebut dengan cara memanaskan (mengalirkan air

panas) pada tutup botol tersebut hingga sedikit memuai. Dengan cara ini tutup

botol atau kemasan tersebut dapat lebih mudah dibuka.

Disamping memberikan keuntungan atau manfaat, pemuaian zat padat

juga menimbulkan sejumlah kerugian dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa

kerugian yang sering kita jumpai diantaranya:

 Sambungan rel kereta api

Sambungan rel kereta api umumnya diberi celah yang cukup untuk

pemuaian. Ketika batang rel ini masih dingin maka celah antar batang rel ini

cukup lebar, namun seiring dengan peningkatan suhu rel, sehingga batang rel

menjadi panas, timbul pemuaian antara masing-masing batang rel, sehingga

39
celah antar batang rel ini menyempit dan kadang-kadang merapat sama sekali.

Bila diantara batang rel ini tidak diberi celah ketika rel bersuhu dingin,

maka ketika rel bersuhu panas, masing-masing batang rel akan memuai.

Akibatnya, karena tidak ada celah ruang antar batang rel, maka pemuaian

batang rel ini akan mengakibatkan terjadinya lengkungan pada bagian

sambungan batang rel.

 Pemasangan kabel listrik atau kabel telepon

Pemasangan kabel listrik atau kabel telepon pada tiang penyangga

umumnya dibuat kendur pada waktu suhunya rendah (pada pagi hari). Hal ini

dimaksudkan agar kabel listrik atau kabel telepon tersebut tidak putus ketika

suhunya tinggi (pada siang hari) akibat adanya pemuaian dari kabel karena

adanya pemanasan.

 Konstruksi sambungan jembatan

Jembatan yang terbuat dari logam pun dibuat bercelah diantara ujung-

ujung jembatan. Hal ini juga dimaksudkan agar jembatan tersebut memiliki

ruang yang cukup untuk pemuaian. Biasanya ujung-ujung jembatan ini

ditopang oleh roda yang dapat berputar sehingga pada saat terjadi pemuaian

atau pemyusutan, jembatan dapat memuai dengan bebas.

2.Pemuaian Zat Cair

Sebagaimana halnya zat padat yang memuai ketika dipanaskan, zat cair

pun akan memuai ketika dipanaskan. Oleh karena zat cair memiliki bentuk

yang tidak tetap (mengikuti bentuk wadahnya), maka pemuaian yang terjadi

40
pada zat cair adalah pemuaian volume. Pemuaian pada zat cair ini dapat diteliti

dengan menggunakan alat yang dinamakan dilatometer, yaitu sebuah labu

gelas yang mempunyai pipa kecil berskala, dan hasil pengukurannya

memenuhi persamaan pemuaian volume seperti pada zat padat yang secara

matematis dinyatakan sebagai berikut.

𝑉 = 𝑉0(1 + 𝛾Δ𝑇)

Anomali Air

Pada umumnya hampir setiap zat cair akan memuai bila dipanaskan,

dan akan menyusut bila didinginkan. Tetapi tidak demikian halnya dengan air.

Pada suhu 0 °C hingga 4 °C, air menunjukkan perilaku yang berbeda, dimana

bila dipanaskan maka volumenya akan menyusut (berkurang) dan bila

didinginkan maka volumenya akan mengembang (memuai). Hal yang

bertentangan dengan sifat pemuaian ini dinamakan anomali air. Jadi, bila air

dipanaskan dari mulai suhu 0 °C hingga 4 °C volumenya akan berkurang, dan

pada suhu lebih dari 4 °C volumenya akan bertambah.

3.Pemuaian pada Gas

Sebagaimana halnya dengan zat padat dan zat cair, gas ketika

dipanaskan akan memuai. Pada gas, pemuaian yang terjadi adalah pemuaian

volume. Untuk mengetahui pemuaian pada gas, digunakan alat yang

dinamakan dilatometer, yang berupa sebuah labu kosong yang digunakan

secara terbalik dan ujung pipanya dimasukkan kedalam air. Udara dalam

41
dilatometer suhunya dinaikkan dengan cara memegang bola dilatometer

dengan tangan. Karena suhu tangan lebih tinggi daripada suhu udara dalam

bola kaca, maka suhu udara dalam bola kaca akan meningkat. Kenaikan suhu

udara tersebut menyebabkan pemuaian gas di dalam tabung, sehingga dari

ujung pipa dilatometer yang tercelup akan keluar gelembung-gelembung

udara, dan ini menunjukkan bahwa udara di dalam dilatometer memuai dan

mendesak air hingga keluar dari pipa.

Pemuaian pada gas merupakan pemuaian volume, seperti halnya

pemuaian pada zat cair, sehingga secara matematis dinyatakan sebagai berikut.

𝑉 = 𝑉0(1 + 𝛾Δ𝑇)

Pemanfaatan sifat pemuaian pada gas adalah dalam penggunaan

termometer gas, yaitu dengan memanfaatkan perubahan volume gas pada

tekanan tetap. Pemuaian pada gas memenuhi tiga hukum fisika yaitu hukum

Boyle, hukum Charles atau hukum Gay-Lussac, dan hukum tekanan.

B. Kalor
Berbicara mengenai kalor, maka sesungguhnya kita sedang berbicara

mengenai energi, karena kalor itu sendiri merupakan salah satu bentuk energi.

Sebagai energi, kalor dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dari

satu keadaan ke keadaan lainnya. Kita tentu masih ingat bahwa energi bersifat

kekal; energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi energi

dapat berubah bentuk atau berpindah dari satu keadaan ke keadaan lainnya.

Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Kekekalan Energi.

42
Pada Kegiatan Belajar sebelumnya kita membicarakan pengaruh panas

terhadap perubahan wujud benda atau zat. Pada dasarnya setiap benda atau zat

dapat berubah dari satu wujud (padat, cair, dan gas) ke wujud lain dan perubahan

ini terjadi karena adanya peranan kalor. Proses perubahan wujud pada suatu

benda dapat digambarkan pada diagram berikut.

Pada proses mencair (melebur), menguap, dan menyublim, zat

membutuhkan sejumlah kalor, yang artinya ada perpindahan kalor dari

lingkungan kepada zat dan kalor itu sendiri digunakan untuk merubah wujud dari

padat menjadi cair, atau dari cair menjadi gas, atau dari padat menjadi gas. Pada

proses membeku, mengembun, dan mendeposit, zat melepaskan sejumlah kalor,

yang artinya ada perpindahan kalor dari zat kepada lingkungan pada saat

terjadinya perubahan wujud.

C. Perpindahan Kalor

Kalor dapat berpindah karena adanya perbedaan suhu. Kalor pada suatu

benda dapat berpindah dari suatu benda yang suhunya tinggi ke benda lain yang

suhunya rendah. Fenomena perpindahan kalor ini dapat dengan mudah dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat memasak, api yang mengenai

bagian dasar panci akan menyebar ke seluruh bagian permukaan panci dan bahan

makanan yang ada di dalamnya. Contoh lainnya yaitu kalor (panas) matahari

yang sampai ke permukaan bumi.

Berbicara mengenai perpindahan kalor, maka kita mengenal setidaknya

ada tiga cara terjadinya perpindahan kalor, yaitu melalui cara konduksi, cara
43
konveksi, dan cara radiasi.

1. Konduksi

Konduksi, atau disebut juga hantaran, merupakan salah satu cara

perpindahan kalor melalui suatu perantara zat tanpa disertai perpindahan bagian-

bagian dari zat itu. Misalnya, ketika kita memanaskan logam pada salah satu

ujungnya, maka lambat laun ujung lainnya akan menjadi panas karena adanya

perpindahan kalor melalui logam tersebut. Contohnya, apabila seseorang

memasak dengan menggunakan panci, maka api dari kompor akan memanaskan

bagian dasar panci terlebih dahulu sebelum kemudian seluruh permukaan badan

panci menjadi panas.

Kemampuan zat atau benda dalam menghantarkan kalor juga berbeda-

beda. Oleh karena itu, kemampuan benda-benda di alam dalam menghantarkan

kalor dibedakan kedalam dua kelompok: konduktor dan isolator. Konduktor

adalah kelompok benda-benda yang mudah menghantarkan kalor. Contoh

konduktor adalah tembaga, besi, aluminium, dan sejenisnya. Sedangkan isolator

adalah kelompok benda-benda yang sukar menghantarkan kalor. Contoh isolator

adalah kayu, karet, plastik, dan sejenisnya. Secara umum, bahan- bahan yang

terbuat dari logam umumnya merupakan konduktor kalor, sedangkan bahan-

bahan yang terbuat dari non logam umumnya merupakan isolator kalor.

2. Konveksi

Konveksi merupakan salah satu cara perpindahan kalor melalui suatu zat

disertai oleh perpindahan zat tersebut. Perpindahan kalor secara konveksi hanya
44
terjadi pada zat cair dan gas (fluida). Perpindahan kalor secara konveksi

dinamakan juga aliran panas, karena bagian- bagian zat itu terus mengalir

selama pemanasan. Misalnya, perpindahan kalor melalui air yang dipanaskan.

Ketika air dipanaskan, maka bagian air yang panas akan berkurang massa

jenisnya, sehingga akan naik ke permukaan. Tempat air panas tersebut akan

digantikan oleh air dingin yang juga akan mengalami hal serupa dengan air panas

sebelumnya. Proses seperti ini terus berulang hingga akhirnya seluruh bagian air

menjadi panas.

Perpindahan panas secara konveksi juga terjadi pada udara, sehingga

terjadi apa yang dinamakan angin darat dan angin laut. Angin laut terjadi pada

siang hari. Air lebih lambat menyerap panas dari tanah, sehingga pada siang hari

udara di atas lautan lebih dingin daripada udara di atas daratan. Akibatnya massa

jenis udara di atas daratan lebih kecil. Oleh karenanya, udara di atas daratan

akan naik dan tempatnya digantikan oleh udara di atas lautan, sehingga terjadi

aliran angin dari laut ke darat yang dinamakan angin laut. Angin darat terjadi

pada malam hari. Udara di atas daratan lebih cepat dingin dibandingkan udara di

atas lautan, sehingga udara di atas lautan akan naik dan tempatnya diisi oleh

udara di atas daratan, dan terjadi aliran angin dari darat ke laut yang dinamakan

angin darat.

3. Radiasi

Radiasi atau pancaran merupakan cara perpindahan kalor tanpa

perpindahan zat perantara. Misalnya pancaran sinar matahari. Panas dari

45
matahari dapat sampai ke bumi, walaupun jarak antara bumi dan matahari sangat

jauh dan diantara bumi dan matahari terdapat ruang hampa.

Sifat pancaran dari berbagai permukaan benda juga berbeda-beda.

Beberapa jenis benda tercatat ada yang mudah menyerap dan memancarkan

radiasi kalor dan beberapa jenis benda lainnya ada yang tidak mudah menyerap

dan memancarkan radiasi kalor. Berdasarkan sejumlah penyelidikan diketahui

bahwa benda hitam lebih mudah menyerap dan memancarkan kalor

dibandingkan dengan benda selain hitam. Oleh karena itu, apabila pada siang

hari yang terik kita menggunakan pakaian berwarna hitam, maka kita akan

merasakan panas yang lebih dibandingkan apabila kita menggunakan pakaian

yang berwarna selain hitam.

1) Kalor, Kapasitas Kalor, Kalor Jenis, dan Kalor Laten

Istilah kalor pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Perancis,

Antoine Laurent Lavoisier (1743 – 1794). Mulanya kalor diartikan sebagai fluida

(zat alir). Namun teori yang menyatakan bahwa kalor sebagai fluida ini tidak

bertahan lama, karena kemudian James Presscott Joule (1818 – 1889) melakukan

percobaan untuk menghitung jumlah energi mekanik yang ekivalen dengan kalor

sebanyak satu kalori. Berdasarkan percobaan tersebut, Joule menyimpulkan

bahwa kalor merupakan salah satu bentuk energi. Besar energi satu kalori setara

dengan 4,2 joule (1 kalori = 4,2 J).

Sebuah benda yang dipanaskan (diberi kalor), maka benda tersebut akan

mengalami kenaikan suhu. Besarnya kenaikan suhu yang dialami suatu benda

46
yang diberi kalor bergantung pada jumlah kalor yang diterima atau diserap oleh

benda dan jenis bendanya itu sendiri.

Semakin banyak kalor yang diterima atau diserap oleh benda, semakin

besar kenaikan suhunya. Adapun kaitannya dengan jenis benda, ada beberapa

benda yang membutuhkan sedikit kalor untuk menaikkan suhunya, akan tetapi

ada pula beberapa benda yang membutuhkan kalor yang cukup besar untuk

menaikkan suhunya.

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada bagian awal Kegiatan Belajar

ini, dalam mekanisme penyerapan atau pelepasan kalor oleh suatu benda ini

berlaku hukum kekekalan energi, dimana “kalor yang dilepaskan akan sama

dengan kalor yang diserap”. Pernyataan ini

diungkapkan oleh Joseph Black dan dikenal dengan istilah Asas Black.

Penulisan matematis Asas Black adalah 𝑄𝑙e𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡e𝑟i𝑚𝑎.

1. Kapasitas Kalor

Bila sejumlah kalor atau energi panas ditambahkan pada suatu zat, maka

suhu zat itu tentu akan naik (kecuali pada saat perubahan wujud, misalnya air

menguap atau es mencair). Banyaknya kalor (Q) yang diperlukan untuk

menaikkan suhu suatu zat sebanding dengan perubahan temperatur (∆T) zat

tersebut. Secara matematis hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut.

O = 𝐶. Δ𝑇

dengan C merupakan kapasitas kalor zat.

47
Kapasitas kalor didefinisikan sebagai banyaknya kalor atau energi panas

yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 °C atau 1 K. Oleh

karena satuan untuk kalor adalah joule dan satuan suhu adalah kelvin, maka

satuan untuk kapasitas kalor adalah joule/kelvin (J/K).

2. Kalor Jenis

Disamping kapasitas kalor, ada besaran lain yang berkaitan dengan kalor

yaitu kalor jenis zat. Kalor jenis suatu zat didefinisikan sebagai banyaknya kalor

yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kilogram zat itu sebesar 1 °C atau 1 K.

Atau dengan kata lain, banyaknya kalor (Q) yang diperlukan untuk menaikkan

suhu suatu zat sebanding dengan perubahan

temperatur (∆T) dan massa (m) zat tersebut. Secara matematis hubungan

tersebut dinyatakan sebagai berikut.

O = 𝑚𝑐. Δ𝑇

dengan m merupakan massa zat dan c merupakan kalor jenis zat. Dari

persamaan-persamaan di atas, kita melihat adanya hubugan antara kalor jenis zat

dengan kapasitas kalor zat.

𝑄=𝑄

𝐶. Δ𝑇 = 𝑚𝑐. Δ𝑇

sehingga kita memperoleh hubungan antara kalor jenis zat dan kapasitas kalor

zat sebagai berikut.

𝐶 = 𝑚c

48
Berdasarkan persamaan tersebut, maka satuan kalor jenis suatu zat adalah

joule/kg K (J/kg K).

Kalor jenis suatu zat merupakan sifat termal zat terhadap kemampuannya

menyerap kalor. Nilai kalor jenis zat tentu akan beragam, bergantung pada

kemampuan masing-masing zat dalam menyerap kalor. Berikut ini disajikan

beberapa nilai kalor jenis zat.

Tabel 6.3. Kalor jenis beberapa zat pada suhu 20 °C dan tekanan 1
atm.
Nama zat Kalor jenis (J/kg.K)

Aluminium 900

Tembaga 385

Emas 130

Baja/besi 450

Timah 130

Raksa 140

air 4190

3. Kalor Laten

Kita tahu bahwa bila sejumlah kalor ditambahkan pada suatu zat

akan menyebabkan kenaikan suhu zat tersebut. Bila kalor tersebut

terus-menerus ditambahkan kalor, maka suatu ketika zat tersebut akan

berubah wujud. Misalnya, ketika kita merebus air maka pada suatu saat

49
air tersebut akan mendidih dan berubah menjadi uap air. Anda dapat

melihat kembali proses perubahan wujud pada Gambar 6.1 dan Gambar

6.8.

Kalor yang diperlukan oleh suatu zat untuk berubah wujud

dinamakan kalor laten (L), dan besarnya kalor laten ini berbeda-beda,

bergantung dari jenis zatnya. Besarnya kalor yang diperlukan pada

perubahan wujud suatu benda dinyatakan oleh persamaan berikut.

𝑄 = 𝑚. 𝐿

Dengan L merupakan kalor laten.

Nilai kalor laten zat ini bergantung dari proses perubahan wujud

yang terjadi. Pada saat benda melebur (berubah wujud dari padat

menjadi cair atau sebaliknya), maka kalor laten yang digunakan

adalah kalor laten lebur dan biasanya disebut kalor lebur atau kalor

beku. Pada saat benda menguap (berubah wujud dari cair menjadi gas

atau sebaliknya), maka kalor laten yang digunakan adalah kalor laten

didih dan biasanya disebut kalor didih atau kalor uap.

2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan

Sebelum peneliti meneliti tentang model mastery learning (belajar tuntas)

dengan menggunakan media visual, sebelumnya sudah ada yang menerapkan

model mastery learning (belajar tuntas).

Tabel 2.4 Penelitian model mastery learning terdahulu

50
No Nama Judul Hasil Penelitian
.

1 (Ariyani Mulyo, Penerapan Strategi Dari hasil penelitian yang


2007) Belajar Tuntas Untuk dilakukan, disimpulkan
Meningkatkan Minat bahwa ada perbedaan yang
Belajar Matematika signifikan antara minat
Siswa Madrasah belajar matematika siswa
Tsanawiyah Pesantren sebelum dan sesudah
Al-Huda Dumai penerapan strategi belajar
tuntas.

2 (Nurul Imflementasi Metode Hasil penelitian ini


Arfinanti) Inside-Outside Circle menyimpulkan bahwa
(IOC) dalam Imflementasi Metode Inside-
Mencapai Belajar Outside Circle (IOC) dapat
Tuntas (Mastery membantu tercapainya
Learning) Siswa Belajar Tuntas (Mastery
Kelas VIII E SMP N Learning) karena nilai siswa
2 Muntilan pada memenuhi KKM yang telah
Pembelajaran Pokok ditetapkan dengan hasil yang
Bahasan Teorema diperoleh 87,18%.
Pythagoras

3 (Tony) Upaya Peningkatan Hasil penelitian ini


Hasil Belajar menyimpulkan bahwa
Pembelajaran Pendekatan Belajar Tuntas
Matematika Melalui (Mastery Learning) dapat
Pembelajaran Tuntas Meningkatkan Hasil Belajar
di kelas V SD N 3 Matematika Siswa. Hal ini
Keden). dapat dibuktikan dari hasil
yang dicapai yaitu: keaktifan

51
belajar siswa setinggi
76,92%, pemahaman materi
ajar sebesar 87,18%,
kemandirian belajar siswa
mencapai 79,49%.

4 (Ferawati Penerapan Model Hasil penelitian ini


Artauli Pembelajaran menyimpulkan bahwa
Hasibuan dan Mastery Learning penerapan model mastery
Henry Dinus Untuk Meningkatkan learning ini sudah mampu
Hutabarat, 2019) Kemampuan memenuhi kriteria tingkat
Merumuskan kemampuan siswa fisika yang
Hipotesis Fisika diharapkan
Siswa Kelas XI SMA
Negeri 3 Sibolga.

5 (Israh Juliana, Penerapan Model Berdasarkan hasil penelitian


2014) Pembelajaran pada skripsi ini, dapat
Mastery Learning disimpulkan bahwa model
Dalam Upaya pembelajaran mastery
Meningkatkan learning dapat meningkatkan
Kemampuan Kognitif kemampuan kognitif siswa
Siswa Pada Pokok dilihat melalui hasil lembar
Bahasan Turunan Di observasi aktivitas siswa dan
Kelas XI IPA2 SMA hasil belajar siswa.
Negeri 1
Panyabungan.

6 (Bustami, Pengembangan Berdasarkan hasil penelitian,


Yusrizal, dan Pendekatan Mastery dapat disimpulkan bahwa:
Adlim, 2016) Learning Dengan Terdapat perbedaan
Pola Kelompok signifikan ketuntasan belajar

52
Remedial Untuk dengan pembelajaran
Meningkatkan pendekatan mastery learnig.
Ketuntasan Dan Pola tutor sebaya
Motivasi Belajar berpengaruh terhadap hasil
Fisika Pada Siswa belajar siswa, sehingga terjadi
SMP Kabupaten penigkatan ketuntasan
Pidie. mencapai 80%.

2.6 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

KERANGKA BERFIKIR

Perencanaan

Refleksi SIKLUS Pelaksanaan


I

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS Pelaksanaan


II

Pengamatan

53
Pengumpulan Data

Analisis Data

Pembelajaran Tuntas mastery Hasil


learning adalah pembelajaran yang

mempersyaratkan siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas dengan

penyediaan waktu belajar yang cukup. Pengajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan

mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya, menemukan permasalahan dan

memecahkan masalah itu sendiri. Dengan menggunakan model pembelajaran ini

akan membuat siswa lebih aktif dan lebih paham materi yang diberikan oleh

guru, apabila ada siswa yang kesulitan dalam proses pembelajaran maka akan

dibantu oleh siswa lainnya dan guru. Pembelajaran ini menekankan pada peran

atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara

individual, dan juga pada interaksi siswa dengan materi atau objek belajar.

Model pembelajaran mastery learning sangat baik digunakan untuk dapat

meningkatkan kemampuam kognitif siswa karena pada pembelajaran ini siswa

dituntut untuk aktif dan lebih berinisiatif dalam memecahkan masalah sendiri

sehingga materi yang diberikan oleh guru dapat dikuasai secara tuntas sehingga

hasil belajar yang dicapai oleh siswa meningkat. Pemilihan model pembelajaran

yang tepat memang memerlukan keahlian tersendiri dan para guru harus pandai

memilih model yang dipergunakannya, oleh karena itu kesesuaian antara materi

dengan model pembelajaran sangat penting dalam proses pengajaran untuk itu

54
penulis mengangkat materi mengenai turunan dengan menggunakan mastery

learning sebab pada materi ini banyak rumus-rumus yang harus digunakan untuk

dapat menyelesaikan soal-soal sehingga kemampuan pemahaman konsep belajar

siswa meningkat.

2.7 Pertanyaan Penelitian

Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat

peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi Suhu dan Kalor

melalui penerapan model mastery learning dengan menggunakan media visual di

SMA Negeri 2 Dewantara”.

55
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Intervasi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian

3.1.1

Metode

Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian dalam bidang pendidikan,

yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu di dalam

kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pembelajaran secara professional. Penelitian Tindakan kelas merupakan

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Pelaku tindakan dari penelitian ini tidak lain adalah guru yang berusaha

memperbaiki proses kegiatan belajar yang terjadi di kelasnya. Hal ini dikarenakan

hanya guru yang mengetahui kondisi yang sebenarnya di kelas dan tidak ada yang

lebih memahaminya kecuali guru. Untuk itu, masalah dalam penelitian tindakan

kelas harus berasal dari guru. Namun dalam melakukan penelitian ini, seorang

guru memerlukan bantuan dari beberapa orang yang membantunya melakukan

kegiatan penelitian. Untuk itu, penelitian ini disebut penelitian kolaborator, yaitu

56
penelitian yang melibatkan orang lain selain peneliti. Dalam penelitian ini,

peneliti dibantu oleh guru dan kolaborator yang berusaha mencari solusi dari

permasalahan yang terjadi di kelas dimana penelitian dilakukan.

3.1.2

Desain

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas atau classroom based action research. Setiap siklus terdiri dari:

perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi

(reflection).

PTK juga dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran

di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah

tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi

nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas terdapat beberapa kata kunci (Key

words) yang perlu diperhatikan, yakni:

a.

PTK bersifat reflektif, yaitu PTK diawali dari proses perenungan atas dampak

tindakan yang selama ini dilakukan guru terkait dengan tugas-tugas

pembelajaran di kelas.

b.

PTK dilakukan oleh pelaku tindakan, yaitu PTK di rancang, dilaksanakan,

dianalisis oleh guru yang bersangkutan dalam rangka ingin memecahkan

57
masalah pembelajaran yang dihadapinya di kelas. Kalaupun dilakukan secara

kolaboratif, pelaku utama PTK tetap oleh guru yang bersangkutan.

c.

PTK dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

d.

PTK dilaksanakan secara sistematis, terencana dan dengan sikap mawas diri.

e.

PTK bersifat situsional dan kontekstual.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan

Kelas adalah proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui

refleksi dari dalam upaya memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara

melakukan tindakan yang terencana dan menganalisis setiap pengaruh dari

perlakuan itu dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pembelajaran serta membantu memperdayakan guru dalam memecahkan masalah

pembelajaran dikelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

penerapan model pembelajaran mastery learning menggunakan media visual dapat

meningkatkan pemahaman konsep siswa.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Dewantara yang terletak di

Jalan BTN Arun, Desa Paloh Lada, Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara,

Kabupaten Aceh Utara, Aceh. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian

ini dengan pertimbangan sebagai berikut:

a.

58
Menurut pengetahuan peneliti di sekolah tersebut belum pernah diadakan

penelitian dengan judul yang sama.

b.

lokasi tersebut mempunyai masalah dalam hasil belajar fisika karena kemampuan

pemahaman konsep siswa masih rendah, terutama pada materi Suhu dan Kalor.

Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada semester ganjil, dengan

waktu disesuaikan pada jadwal pelajaran fisika di kelas XI MIPA, SMA

Negeri 2 Dewantara yaitu hari Senin tanggal 26 September 2022.

3.3 Populasi dan Sampel

Menurut (Sugiyono, 2016) Populasi adalah wilayah generalisi yang terdiri

atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi pada penelitian yang akan dilakukan ini yaitu keseluruhan siswa kelas XI

MIPA SMA Negeri 2 Dewantara kelas XI MIPA 2 jumlahnya 25 siswa Alasan

memilih kelas XI MIPA sebagai populasi karena materi yang akan dipelajari

merupakan materi kelas XI MIPA. Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Ardat, 2013). Sampel pada penelitian ini

adalah siswa kelas XI MIPA 1 yang berjumlah 23 orang sebagai kelas kontrol dan

XI MIPA 2 yang berjumlah 25 orang sebagai kelas tindakan. Latar belakang kelas

XI MIPA 1 sebagai kelas kontrol yaitu untuk membandingkan hasil tes

pemahaman kelas eksperimen dengan hasil tes pemahaman kelas XI MIPA 1 yang

diketahui memiliki tingkat akademik yang lebih baik.

Pada penelitian ini teknik sampling yang peneliti pilih adalah purposive

59
sampling, teknik ini menentukan pemilihan sampel dengan alasan atau

pertimbangan tertentu, sampel ini direkomendasikan oleh guru mata pelajaran

fisika.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian yang akan dilakukan ada dua, yaitu variabel

terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel

terikat pada penelitian ini yaitu pemahaman konsep siswa dengan variabel

bebasnya adalah model mastery learning menggunakan media visual.

3.5 Tahapan Intervensi Tindakan Penelitian

Prosedur yang dilakukan adalah pelaksanaan proses empat komponen

kegiatan yang terdapat dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dinamakan

siklus. Pelaksanaan dalam siklus penelitian akan dilakukan berulang-ulang sampai

indikator yang telah ditentukan dalam pembelajaran telah tercapai, jika belum

tercapai maka siklus penelitian terus menerus dilanjutkan sampai pada siklus

berikutnya. Setiap siklus penelitian ini memiliki empat komponen yang terdiri

dari: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observasi), refleksi

(reflection).

1. Siklus Penelitian Pada Siklus I

a. Perencanaan (planning)

Sebelum peneliti melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti

memberikan tes soal kemampuan awal sebanyak 10 butir soal, untuk melihat

sejauh mana pemahaman Konsep siswa sebelum diterapkan pembelajaran

mastery learning. Rencana kegiatan yang dilakukan adalah:

60
1. Guru bersama peneliti membuat perencanaan pembelajaran.

2. Pemilihan materi yang menyangkut berbagai kompetensi dasar yang akan

dicapai beserta indikatornya khususnya materi Suhu dan Kalor.

3. Membuat jadwal pelaksanaan.

4. Membuat skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

( RPP ) pada materi suhu dan kalor dengan menggunakan mastery learning.

5. Membuat dan menyiapkan instrumen berupa lembar soal tes.

6. Menyiapkan format penilaian tes pemahaman konsep siswa.

b. Tindakan (action)

Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan

perencanaan tersebut ke dalam bentuk tindakan nyata. Pelaksanaan tindakan

meliputi:

1.

Guru mengucapkan salam, dan memotivasi siswa.

2.

Pada tahap kegiatan pembelajaran dalam setiap pertemuan, guru menjelaskan

kepada siswa tentang tujuan pembelajaran, apersepsi dan memberikan

pengarahan tentang cara belajar siswa dengan model pembelajaran mastery

learning.

3.

Guru menjelaskan materi pelajaran dengan memberikan kesempatan waktu yang

cukup kepada siswa untuk berkolaborasi dalam membahas defenisi dan rumus

suhu dan kalor.

61
4.

Memberikan beberapa masalah tentang materi suhu dan kalor yang diajarkan.

5.

Melaksanakan diskusi kedua kelas.

6.

Mengadakan uji tes kemampuan pemahaman konsep siswa dengan jumlah soal

pilihan berganda 25 butir soal.

7.

Guru melakukan pemeriksaan atas hasil pekerjaan siswa.

c.

Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan terhadap hasil-hasil atau dampak tindakan-

tindakan yang dilakukan anak dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran mastery learning. Hambatan apa yang

dialami tiap siswa selama proses pembelajaran yang berlangsung, dan bahan

untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dengan penerapan model

mastery learning menggunakan media visual.

Data yang dikumpulkan meliputi: (i) data tentang proses pembelajaran

di kelas selama pembelajaran berlangsung, (ii) data kemajuan hasil

pemahaman konsep belajar siswa pada materi suhu dan kalor.

d.

Refleksi (reflection)

Setelah tindakan dan pengamatan dilakukan, selanjutnya dilakukan

62
refleksi yaitu upaya untuk mengkaji segala hal yang terjadi atau sesuatu hal

yang belum tuntas dari tindakan yang dilakukan. Dalam hal ini untuk

mengetahui perkembangan kemampuan pemahaman konsep belajar siswa,

perubahan suasana pembelajaran di kelas, dan perkembangan kinerja guru

dalam mengelola pembelajaran. Refleksi dilakukan untuk mengevaluasi

seluruh kegiatan pembelajaran pada siklus I, untuk mempersiapkan

perencanaan menuju ke siklus II menggunakan media visual untuk

memperoleh hasil pembelajaran yang lebih baik.

2. Siklus Penelitian Pada Siklus II

Kegiatan pada siklus II didasarkan pada hasil refleksi siklus I. Pada siklus

II ada tambahan perbaikan dari tindakan sebelumnya yaitu menggunakan media

visual dengan tujuan untuk memperbaiki kesulitan atau hambatan yang

ditemukan pada siklus I.

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan observasi dan intrumen tes yang digunakan untuk mengetahui

pemahaman siswa respon siswa. Observasi merupakan teknik pengumpulan data

dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dengan alat

observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau teliti. Tes adalah instrumen

pengumpulan data untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau

tingkat penguasaan pembelajaran. Instrumen penelitian yang digunakan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian


No Instrumen Kegunaan Pelaksanaan
63
.

Memperoleh informasi Setiap Pertemuan


1 Lembar observasi tentang pemahaman konsep
belajar siswa.
Memperoleh data tentang Setiap 2 Pertemuan
2 Preetest dan Posttest hasil pemahaman konsep sekali
siswa.

Data hasil pemahaman konsep belajar siswa penelitian ini diperoleh

dengan cara pemberian tes belajar tentang materi Suhu dan Kalor. Tes hasil

belajar yang diberikan berbentuk pilihan berganda (multiple choice). Tes pilihan

berganda ialah tes obyektif dimana masing-masing item disediakan lebih dari 2

kemungkinan jawaban dan hanya satu dari pilihan-pilihan tersebut yang benar

atau yang paling benar. Jumlah soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 25 soal pada setiap pertemuan dengan empat alternatif jawaban (a, b, c,

dan d).

Dalam hal ini, peneliti menggunakan skor tanpa denda dimana untuk

setiap soal diberi skor 1 untuk jawaban yang benar dan diberi skor 0 untuk

jawaban yang salah. Lembaran tes hasil belajar ini digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa dalam memahami konsep materi Suhu dan Kalor setiap

mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran mastery

learning.

3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen


64
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan, yaitu valid dan

reliabilitas, akan lebih baik jika memiliki nilai tingkat validitas dan reliabilitas

yang tinggi. Sebelum tes kemampuan pemahaman konsep diberikan kepada siswa,

terlebih dahulu dilakukan uji coba instrument kepada siswa kelas atas yang telah

mempelajari materi tersebut. Adapun uji instrumen meliputi validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran dan daya beda. Untuk itu instrumen tes terlebih dahulu harus di

analisis.

3.8 Teknik Analisis Data dan Intrepestasi Hasil Analisis

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan apabila data dari seluruh

responden atau sumber data lain telah terkumpul (Sugiyono, 2016). Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa tahap analisis data adalah tahap akhir dalam penelitian ini,

karena pada tahap ini akan memberikan kesimpulan yang didapatkan oleh peneliti

dari seluruh proses penelitian yang telah dilaksanakan.

Setelah seluruh tindakan dilakukan, peneliti dan kolaborator malakukan

interpretasi hasil analisis. Interpretasi hasil analisis disajikan tidak hanya dalam

bentuk foto melainkan juga pada akhir setiap siklus, peneliti dan kolaborator

menghitung persentase pencapaian dengan kriteria keberhasilan yang telah

dirumuskan sebelumnya.

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah 80% dari jumlah siswa

memperoleh skor pemahaman konsep 75, sebagai indikasi bahwa model mastery

learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa SMA NEGERI 2

Dewantara. Jika kemampuan berbicara siswa belum mengalami peningkatan pada

satu siklus, maka penelitian akan dilanjutkan dengan siklus berikutnya sampai

65
mencapai target yang ditentukan. Oleh karena itu analisis yang digunakan dalam

pengolahan data adalah sebagai berikut.

3.8.1
Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran
Data proses pembelajaran diperoleh dari lembar observasi pelaksanaan

pembelajaran dan catatan lapangan yang diisi oleh observer sebanyak beberapa

kali pertemuan. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran diisi dengan cara

mengchecklist dengan pilihan jawaban yang benar diantara empat pilihan jawaban

alternatif (a, b, c, dan d).

Selanjutnya, untuk mendapatkan kategori keterlaksanaan pembelajaran

tersebut, persentase keterlaksanaan pembelajaran dibandingkan dengan kategori

keterlaksanaan pembelajaran menurut Arikunto.

3.8.2
Menghitung Nilai Hasil Pemahaman Siswa
a.

Reduksi Data

Menurut (Arikunto & Cepi, 2010) nilai akhir atau posttest siswa

ditentukan dengan menggunakan rumus:

nilai %=
∑ skor mentah x 100 %
skor total
Setelah itu menginterprestasikan nilai presentase sesuai dengan skor

penilaian sesuai tabel berikut.

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian


Skor % Kriteria
81 - 100 Sangat Baik
66
61 - 80 Baik
41 - 60 Cukup
21 - 40 Kurang
0 - 20 Sangat Kurang
Sumber : Arikunto dan Cepi,2010)
Selanjutnya dapat diketahui bagaimanakah ketuntasan belajar siswa secara

klasikal dengan rumus:

Dimana:

D = Prestasi kelas yang telah tercapai daya serap ≥ 75%

x = Jumlah siswa yang telah mencapai daya serap ≥ 75%

N = jumlah siswa.

Berdasarkan kriteria pemahaman konsep belajar siswa, jika telah terdapat

85% siswa yang mencapai ≥ 75% maka ketuntasan secara klasikal telah terpenuhi.

b.

Penyajian Data

Penyajian data adalah mendeskripsikan data yang telah diorganisir jadi

bermakna, yakni kegiatan analisis data berupa penyusunan atau penggabungan

dari sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan. Dimana setelah data diolah, maka disajikan dalam bentuk naratif.

c.

Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah memuat kesimpulan berdasarkan deskripsi

data, yakni memberikan kesimpulan atas temuan-temuan yang telah

dinterprestasikan dalam sajian data serta memberikan rekomendasi atau sasaran

yang terkait dengan merumuskan permasalahan dan tujuan penelitian. Dimana


67
setelah data disajikan, maka peneliti menarik kesimpulan dari sajian data tersebut

berupa keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan yang telah dilakukan.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan hasil dari penelitian tindakan kelas

yang telah dilakukan peneliti. Data-data yang didapatkan oleh peneliti dari hasil

penelitian ini meliputi temuan hasil observasi, aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil

tes tertulis siswa setelah tindakan dilakukan. Hasil penelitian ini terdiri dari dua

siklus dimana dalam setiap siklus mendeskripsikan beberapa aspek, yaitu

meliputi: Perencanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran yang terdiri dari

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, hasil belajar, dan

refleksi. Selanjutnya di dalam Pembahasan mendeskripsikan beberapa aspek juga

yaitu meliputi: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan hasil

belajar. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus memerlukan

waktu satu kali pertemuan atau 2 x 45 menit atau 90 menit. Data yang diteliti

adalah siswa kelas XI SMA Negeri 2 Dewantara yang terletak di Jalan BTN Arun,

Desa Paloh Lada, Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh

Utara, Aceh dengan jumlah siswa 25 orang.

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

Sebelum melakukan tindakan pembelajaran, peneliti melakukan observasi

terhadap pembelajaran IPA yang dilaksanakan oleh guru kelas XI. Hasil observasi

yang diperoleh yaitu proses pembelajaran yang dilakukan didominasi oleh guru

68
atau berpusat pada guru sedangkan siswa hanya menerima pembelajaran dari apa

yang diceramahkan dan didemonstrasikan guru. Ketika proses pembelajaran IPA

berlangsung tidak adanya kegiatan percobaan atau eksperimen yang melibatkan

siswa secara langsung ke dalam pembelajaran. guru hanya mengarahkan siswa

untuk tertib dan mecatat dengan mendengar apa yang disampaikan guru, sehingga

menimbulkan kebosanan dalam pembelajaran.

4.1.1
Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan awal dari penelitian

tindakan kelas. Pada siklus I peneliti menyusun dan mempersiapkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu pada kurikulum Merdeka dengan

menerapkan pendekatan inkuiri dengan tahapan-tahapan pembelajaran: bertanya

(Ask), Penyelidikan (Investigate), Menghasilkan (Create), Diskusi (Discuss),

Refleksi (Reflect). Materi yang disampaikan di siklus I ini adalah Kalor. Rpp yang

dibuat pada siklus I ini dirancang sedemikian rupa dengan mengacu pada

kurikulum Merdeka dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Rumusan tujuan pembelajaran menggambarkan pencapaian standar


kompetensi/kompetensi dasar.
2. Rumusan Indikator relevan dengan sasaran standar kompetensi.
3. Materi pembelajaran disusun mengacu kepada indikator, sesuai dengan
pencapaian standar kompetensi.
4. Langkah-langkah pembelajaran mencerminkan komunikasi guru-siswa yang
berorientasi berpusat pada siswa.
5. Media pembelajaran disesuaikan relevan dengan sasaran indikator,
disesuaikan dengan kondisi kelas, dan disiapkan untuk mendukung
perkembangan potensi siswa.
69
6. Evaluasi soal relevan dengan indikator dan sesuai dengan tuntutan waktu
secara proporsional

Penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat dengan

menerapkan pendekatan inkuiri terdapat pada langkah-langkah pembelajarannya.

Kegiatan inti pembelajaran dimulai dengan tahap ask (bertanya) dengan

mengajukan beberapa permasalahan kepada siswa yang selanjutnya masalah

tersebut akan diselidiki pada tahap investigate (penyelidikan) dengan cara

berkelompok, maka dibentuk anggota kelompok secara heterogen artinya didalam

setiap kelompok terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Selanjutnya siswa akan membuat laporan bersama dengan kelompok pada tahap

create (menghasilkan), setelah itu siswa diajak berdiskusi dan mempresentasikan

hasil percobaannya pada tahap discuss (diskusi) untuk mengetahui hasil

percobaan yang telah dilakukan oleh masing-masing kelompok, dan yang terakhir

adalah tahap reflect (refleksi). Dalam proses pembelajaran dengan menerapkan

pendakatan inkuiri, guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator,

siswa tidak menerima pembelajaran begitu saja, tetapi siswa menemukan dan

memperoleh pengetahuan dengan kegiatan percobaan. Untuk mengetahui

pemaparan yang lebih rinci dapat dilihat dalm bentuk Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) terlampir pada lampiran.

Pada tindakan siklus I guru/peneliti membagi siswa kedalam 5 kelompok,

Sehingga peneliti harus mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan

kerjakan oleh masing-masing kelompok belajar sebagai alat untuk melakukan

penyelidikan. Selain itu diakhir kegiatan pembelajaran siswa akan diberikan tes

tertulis berupa soal evaluasi sehingga peneliti harus mempersiapkan soal evaluasi
70
beserta kunci jawabannya. Untuk mengetahui data aktivitas guru dan siswa ketika

proses pembelajaran berlangsung peneliti mempersiapkan instrumen

pengumpulan data berupa lembar observasi yang akan diisi oleh observer. Dan

terakhir peneliti mempersiapkan alat percobaan yang akan digunakan dalam

pembelajaran.

b. Pelaksanaan
Tindakan siklus I ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Dewantara pada hari

Rabu, tanggal 7 juli 2023 dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Materi yang

diajarkan mengenai gaya dapat mempengaruhi bentuk benda. Pelaksanaan

tindakan siklus I sesuai dengan RPP yang disusun dengan menerapkan

pendekatan inkuiri yang terdiri dari lima tahap yaitu bertanya (Ask), Penyelidikan

(Investigate), Menghasilkan (create), Diskusi (Discuss), dan Refleksi (Reflect).

pembelajaran pada siklus I ini diikuti oleh siswa kelas XI sebanyak 23 orang

karena 2 orang siswa tidak hadir dengan alasan sakit. Dalam pembelajaran siklus I

keterlakanaan kegiatan mencapai 96,2 %.

Berikut deskripsi kegiatan yang dilakukan pada siklus I :

1) Kegiatan Awal

Sebelum dimulainya pembelajaran guru memberikan lembar observasi

kepada wali kelas dan teman sejawat sebagai observer. Pada kegiatan

awal/pendahuluan hampir semua kegiatan dapat terlaksana selama ± 10 menit,

kecuali kegiatan berdoa untuk mengawali pembelajaran tidak terlaksana karena

siklus I dilaksanakan selepas jam istirahat kelas namun guru menggantinya

dengan kegiatan siswa membersihkan kelas dengan cara mengambil sampah yang

71
berada dibawah tempat duduk mereka. Pembelajaran dimulai dengan

mengucapkan salam dari guru yang kemudian siswa menjawab salam secara

serentak, selanjutnya guru memerintah siswa untuk membersihkan kelas dengan

mengambil sampah yang berada dibawah meja dan tempat duduknya, siswa

semangat membersihkan kelas karena guru menghitung sampai sepuluh detik

kelas harus bersih. Selanjutnya guru mengabsen siswa dan siswa mengangkat

tangan serta berkata “hadir” sebagai tanda bahwa mereka hadir mengikuti

pembelajaran dan pada saat itu siswa yang hadir berjumlah 23 orang dan dua

orang siswa tidak hadir dengan alasan sakit.

Guru mengkondisikan siswa dengan memperingatkan cara duduk yang baik

ketika sedang belajar untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif sehingga

pembelajaran berjalan dengan tertib. Lalu guru melakukan tanya jawab mengenai

materi yang diajarkan sebelumnya tentang gaya, “kalian masih ingat apa yang

dimaksud dengan Suhu dan Kalor?” setelah itu guru memberikan apersepsi untuk

menggali pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan

mengajukan pertanyaan kepada siswa seperti, “Apakah kalian pernah melihat ibu

kalian menggoreng telur? Apa yang ibu kalian rasakan disekitar kompor api

tersebut?” Lalu guru mendapatkan berbagai jawaban yang diungkapkan oleh

siswa, seperti : pernah, sering, rasanya pasti ada perubahan suhu menjadi panas

dan lain-lain. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai bahwa tujuan pembelajaran kali ini siswa dapat menyimpulkan hasil

percobaan bahwa Kalor (perpindahan suhu).

2) Kegiatan Inti

72
Pada kegiatan inti, proses pembelajaran dilakukan dengan lima tahapan yaitu:

tahap bertanya (Ask), tahap penyelidikan (Investigate), tahap menghasilkan

(Create), tahap (Discuss), dan tahap (Reflect), yang dilakukan selama ± 50menit.

a) Tahap Bertanya (Ask)

Pada tahap bertanya (Ask) kegiatan yang dilakukan yaitu, guru mengajukan

beberapa permasalahan kepada siswa dengan memberikan beberapa pertanyaan,

seperti : Apakah kalian pernah membuat kerajinan tangan? Jika pernah,

pernahkah kalian membuat kreasi/mainan dari tanah liat atau plastisin? apa yang

kamu buat? Bagaimana bentuk tanah liat sebelum kalian berkreasi? Pada tahap ini

siswa menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban yang berbeda-

beda seperti pernah, tidak pernah, sering, membuat patung, membuat asbak,

membuat celengan, bentuk tanah liat awalnya tidak berbentuk, dll. Kemudian

guru menunjukkan dua buah plastisin dengan bentuk yang berbeda. Setelah itu

siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian siswa diberi kebebasan untuk

menentukan hipotesis/praduga jawaban untuk dikaji lebih lanjut dalam

penyelidikan, ketika siswa mengajukan pertanyaan siswa lain menjawab

pertanyaan temannya, kemudian siswa secara bebas membuat hipotesis jawaban

untuk dikaji lebih lanjut. Sementara itu guru memberi tanggapan dengan tidak

langsung membenarkan atau menyalahkan, tetapi guru memberikan kesempatan

kepada siswa lain untuk memberi tanggapan. Siswa berpikir tentang hipotesis

yang mereka pikirkan untuk dibuktikan dalam percobaan. Pada siklus I ini siswa

kesulitan dan malu-malu untuk mengajukan pertanyaan dan membuat hipotesis

sehingga guru harus mengarahkan siswa. Siswa terlihat antusias untuk melakukan

73
kegiatan penyelidikan.

b) Tahap penyelidikan (Investigate)

Pada tahap penyelidikan siswa melakukan kegiatan percobaan sebagai cara untuk

menyediki permasalahan yang didapatkan sehingga siswa dapat menjawab

pertanyaan dan hipotesis yang mereka pikirkan tentang apa yang menyebabkan

benda (plastisin) berubah bentuk. Siswa menyimak penjelasan dari guru bahwa

untuk membuktikan dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru, mereka akan

diberi kesempatan untuk menyelidiki sendiri dalam kegiatan percobaan gaya

dapat mempengaruhi bentuk benda secara berkelompok sehingga siswa dapat

mengetahui jawabannya. Ketika guru sedang menjelaskan siswa terlihat tidak

sabar dan antusias untuk segera melakukan kegiatan percobaan , hal tersebut

dapat dilihat pada lembar observasi asktivitas guru dan siswa. (terlampir) Guru

membagi siswa kedalam lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri

dari lima siswa karena jumlah siswa dikelas 25 orang. Sebelum kegiatan

pembelajaran guru telah merencanakan pembagian kelompok, dengan maksud

anggota kelompok terdiri dari anak yang heterogen yaitu anak pandai, anak

sedang dan anak yang kurang. Tujuannya supaya ketika proses pembelajaran anak

yang pandai bisa membimbing temannya. Pada saat pembagian kelompok ada dua

siswa yang tidak hadir, sehingga kelompok yang seharusnya terdiri dari lima

siswa, hanya terdiri dari 4 siswa. Proses pengelompokkan berlangsung gaduh

karena siswa berebut untuk menentukan tempat duduk sehingga guru harus

menentukan tempat duduk untuk masing-masing kelompok. Bahkan ada siswa

(SP) yang menolak untuk satu kelompok dengan seorang siswa lainnya (APT),

74
guru tidak membiarkan hal itu begitu saja. Guru harus memberikan pengertian

dan membujuk siswa untuk tetap melanjutkan kegiatan dengan kelompok yang

ditentukan. Setelah siswa sudah siap dan berkumpul dengan kelompoknya, guru

membagikan LKS masing-masing kelompok 1 buah serta membagikan alat dan

bahan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan percobaan kepada masing-

masing kelompok. Sebelum setiap kelompok melakukan kegiatan percobaan, guru

memberikan pengarahan supaya siswa lebih memahami apa yang diperintahkan di

dalam LKS. Namun ketika guru sedang memberikan pengarahan tidak semua

siswa mendengarkan, bahkan ada kelompok yang terdiri dari NFL, RZL, FMN,

RFK, TRK langsung melakukan kegiatan sebelum pengarahan dari guru selesai

sehingga guru menegur kelompok tersebut untuk mendengarkan pengarahan

terlebih dahulu. Setiap kelompok melakukan percobaan secara aktif, selama

melakukan percobaan guru terus memberi bimbingan kepada kelompok yang

belum mengerti dalam melakukan percobaan. Ketika proses percobaan

berlangsung ada siswa (ALW) yang bermain-main dengan alat percobaan,

sehingga menghambat kegiatan percobaan kelompok tersebut, hal itu

membuat harus guru menegur siswa tersebut. Selain itu ada juga siswa yang tidak

melakukan apa-apa (WL dan FTB), hanya melihat dan mengandalkan teman

kelompoknya melakukan kegiatan percobaan. Hal sebaliknya terjadi pada

kelompok yang berbeda, karena ada siswa (NFL) yang tidak memberikan

kesempatan kepada teman sekelompoknya untuk melakukan kegiatan percobaan.

Sehingga pada siklus I ini tidak semua kelompok dapat bekerjasama dengan

kelompoknnya secara baik saat proses penyelidikan dalam percobaan

75
berlangsung.

c) Tahap menghasilkan (Create)

Memasuki tahap ini seluruh kelompok selesai melakukan percobaan, siswa

menjawab persoalan dan membuat penjelasan dari percobaan dengan mengisi

LKS yang telah diberikan oleh guru. Kegiatan diskusi kelompok itu untuk

menjawab permasalahan tentang gaya dapat mempengaruhi bentuk benda

berdasarkan hasil percobaan. masing-masing kelompok berdiskusi dengan

menyusun data untuk mengisi LKS, sedangkan guru berkeliling untuk melihat

pekerjaan setiap kelompok dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan

atau membimbing kelompok yang belum mengerti dari pertanyaan yang terdapat

dalam LKS.

d) Tahap (Discuss)

Pada tahap ini dua perwakilan siswa dari masing-masing kelompok menyajikan

informasi yang dihasilkan mengenai gaya dapat mempengaruhi bentuk benda di

depan kelas. Awalnya dua orang perwakilan kelompok yang maju ke depan harus

ditunjuk oleh guru karena tidak ada yang mau untuk menjadi perwakilan

kelompok untuk mempresentasikan hasil percobaan yang didapat di depan kelas.

Namun, untuk kelompok seterusnya dua orang perwakilan dengan kesadaran

sendiri maju dan mempresentasikan hasil percobaannya tanpa harus ditunjuk oleh

guru. Pada saat kegiatan diskusi berlangsung tidak semua siswa fokus

memperhatikan temannya yang sedang mempresentasikan hasil percobaannya,

terlihat dari data-data yang diperoleh pada lembar pengamatan bahwa banyak

siswa yang masih sibuk memainkan alat percobaan dan menyelesaikan hasil
76
percobaan kelompoknya.

e) Tahap (Reflect)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan menggunakan waktu untuk meninjau

kembali hasil pengamatan yang telah dilakukan apakah permasalahan awal, alur

penelitian dan kesimpulan sudah sesuai atau belum dengan hasil diskusi? Siswa

berdiskusi kelompok kembali setelah mereka berdiskusi kelas, setiap kelompok

merefleksi hasil percobaannya, tetapi banyak siswa yang masih belum bisa

membuat kesimpulan bahkan ada yang belum mengerti istilah kesimpulan. Selain

itu juga beberapa siswa (ALW, RK, ISN) terlihat memukul- mukul meja dan tidak

berdiskusi kembali dengan teman kelompoknya sehingga kendisi kelas sangat

bising dan tidak kondusif. Guru tidak membiarkan mereka begitu saja, guru harus

menegur siswa supaya keadaan kelas kembali tertib. Siswa menyimak penguatan

dan koreksi yang disampaikan oleh guru dan temannya, mengenai proses dan

hasil investigasi yang telah dilakukan melalui kegiatan percobaan. guru

memberikan penguatan bahwa gaya dapat berupa dorongan atau tarikan dapat

mempengaruhi bentuk benda. Misalnya: platisin yang berbentuk bulat menjadi

pipih setelah ditekan/didorong.

3) Kegiatan Akhir

Pada tahap ini, guru dan siswa menyimpulkan hasil percobaan bersama-

sama, siswa harus dibimbing untuk dapat menyimpulkan percobaan. setelah itu

guru tidak memberikan penghargaan terlebih dahulu kepada siswa/kelompok

terbaik seperti yang ditulis dalam RPP dan lembar observasi. Guru terlebih dahulu

memberikan tes sebagai evaluasi dari akhir pembelajaran secara individu, siswa
77
mengerjakan soal tersebut dengan tertib, sedangkan guru berkeliling melihat

siswa mengerjakan soal. Setelah siswa selesai mengerjakan mereka

mengumpulkan pekerjaannya kepada guru. Ketika semuanya telah

mengumpulkan tugasnya guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang

paling tertib dan kepada siswa yang berani maju kedepan untuk mempesentasikan

hasil percobaannya. Kemudian guru menyampaikan informasi kepada siswa

bahwa pertemuan selanjutnya akan belajar mengenai besar gaya terhadap

perubahan bentuk benda. Terakhir siswa bersiap-siap untuk pulang dengan

merapikan tempat duduknya dan guru menutup kegiatan pembelajaran dengan

berdoa bersama-sama dipimpin oleh ketua kelas.

c. Hasil Pemahaman Konsep


Dalam penelitian ini, Kriteria Ketuntasan Minimal pada Mata Pelajaran

IPA di kelas XI SMA Negeri 2 Dewantara adalah 75. Berdasarkan hasil

wawancara dengan wali kelas, hal tersebut dikarenakan hasil belajar siswa kelas

XI yang masih rendah, sehingga KKM yang digunakan hanya 75. Jadi, apabila

nilai siswa ≥75, maka siswa tersebut dinyatakan lulus. Namun apabila nilai siswa

< 75, maka siswa tersebut dinyatakan belum lulus. Berikut data hasil evaluasi

siklus I :

Tabel 4.1
Data Hasil Tes Evaluasi Pemahaman Siswa siklus I

No Kode Siswa Nilai KKM Keterangan


1 WL 60 75 Tidak tuntas
2 APT 80 75 Tuntas
3 NFL 90 75 Tuntas

78
4 RK 50 75 Tidak tuntas
5 SPN 50 75 Tidak tuntas
6 ALG 90 75 Tuntas
7 AG - 75 Tuntas
8 ALW 80 75 Tuntas
9 BDM 80 75 Tuntas
10 DS 70 75 Tidak tuntas
11 DL 80 75 Tuntas
12 FMN 80 75 Tuntas
13 FTB 70 75 Tidak tuntas
14 HRI 90 75 Tuntas
15 HRA 100 75 Tuntas
16 HSN 80 75 Tuntas
17 RB 80 75 Tuntas
18 RM 100 75 Tuntas
19 BDS 40 75 Tidak tuntas
20 RZL 80 75 Tuntas
21 NK 90 75 Tuntas
22 FKR 70 75 Tidak tuntas
23 WWN - 75 Tuntas
24 AZM 80 75 Tuntas
25 NY 90 75 Tuntas
Jumlah nilai 1800
Rata-rata 78,2
Presentase 72%

TB = S ≥ 75
x 100 %
n

= 18 x 100 = 72%
25

79
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil tes evaluasi siklus I masih banyak
siswa yang belum mencapai nilai KKM. 7 dari 23 siswa memperoleh nilai di bawah
KKM. Perolehan hasil tes evaluasi tersebut didistribusikan kedalam tabel berikut ini :

Tabel 4.2
Distribusi Hasil Evaluasi Pemahaman Siswa siklus I

No. Skor (S) Frekuensi (F) Presentase (%) SxF


1 40 1 4 40
2 50 2 9 100
3 60 1 4 60
4 70 3 13 210
5 80 9 40 720
6 90 5 21 450
7 100 2 9 200
jumlah 23 100 2300
Skor Rata-rata 78,2
KKM 75

X =

Nilai Rata-rata evaluasi siklus I = Jumlah seluruh skor


banyaknya subjek

= 2300
23
= 78,2
Sedangkan untuk perbandingan nilai rata-rata kelas antara siklus I dan

pra siklus disajikan ke dalam grafik di bawah ini:

Grafik 4.1
Perbandingan Pemahaman Konsep Berdasar Nilai Rata-rata Kelas Siklus I

80
Dari tabel di atas diperoleh data bahwa dari 23 jumlah siswa yang

mengikuti evaluasi pada siklus I kebanyakan memperoleh nilai 80 yaitu

sebanyak 9 orang siswa, siswa yang memperoleh nilai terendah sebanyak satu

orang dengan perolehan nilai 40, sedangkan siswa yang memperoleh nilai

tertinggi sebanyak dua orang dengan perolehan nilai 100. Skor ideal pada siklus

I ini yaitu100. Dan grafik menunjukkan bahwa hasil pemahaman konsep siswa

pada siklus I meningkat.

KKM yang telah ditentukan pada mata pelajaran IPA adalah 75. Dengan

demikian siswa yang telah mencapai KKM berjumlah 18 orang siswa dengan

presentase sebesar 75% dan tujuh siswa lainnya belum mencapai KKM sebesar

25%.

Grafik 4.1
Ketuntasan Pemahaman Konsep Belajar Siklus I

81
d. Refleksi
Berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I, nilai rata-

rata kelas setelah dilaksanakan siklus I lebih tinggi dibandingkan sebelum

dilaksanakan siklus I. Secara umum pembelajaran dapat dikatakan berjalan

dengan baik tetapi belum optimal karena dalam pelaksanaan penelitian pada

siklus I ini terdapat beberapa kekurangan dalam proses kegiatan pembelajaran

sehingga diperlukan usaha perbaikan. Berikut temuan-temuan yang muncul pada

saat pelaksanaan tindakan siklus I yaitu: Siswa tidak fokus dan konsetrasi

Ketika pembelajaran akan dimulai, pada tahap Ask (bertanya) masih banyak siswa

yang malu dan kesulitan untuk bertanya, siswa kurang terkontrol ketika

pembagian kelompok sehingga keadaan kelas menjadi gaduh. Selanjutnya banyak

siswa masih yang bertanya ketika akan mengerjakan lembar kerja siswa karena

guru kurang jelas ketika menjelaskan petunjuk mengerjakan LKS dan siswa tidak

memperhatikan guru ketika memberikan petunjuk pengerjaan lembar kerja siswa,

pada tahap Investigate (penyelidikan) siswa sudah melakukan kegiatan sesuai

82
dengan perintah pada LKS namun ada siswa yang telihat tidak mengikuti kegiatan

dengan aktif bersama teman kelompoknya, ada juga siswa yang tidak memberikan

kesempatan kepada teman-teman kelompoknya untuk melakukan kegiatan

penyelidikan, pada tahap create (menghasilkan) tidak semua siswa ikut

berpartisipasi mengisi lembar kerjas siswa yang telah diberikan dikarenakan LKS

hanya satu disetiap kelompok. Pada tahap discuss (diskusi) Tidak ada siswa yang

mau maju untuk mempresentasikan hasil percobaan sehingga guru harus

menunjuk siswa untuk maju. Ketika diskusi kelas, suasana tidak kondusif masih

ada siswa yang asik bermain-main dengan alat percobaan, bermain-main dengan

teman sebangkunya dan tidak memperhatikan siswa yang mempresentasikan hasil

percobaan didepan kelas karena guru tidak memerintahkan siswa untuk

mengumpulkan alat percobaan terlebih dahulu. dan pada tahap Reflect (refleksi)

semua kelompok memeriksa kembali pekerjaan yang kurang benar. Pada siklus I

ini 7 orang siswa yang belum mencapai nilai KKM.

Dari kekurangan-kekurangan yang telah dipaparkan maka dapat

direkomendasikan bahwa untuk perbaikan siklus II diantaranya, guru harus

memberikan petunjuk yang lebih jelas, memperhatikan proses kegiatan kerja

kelompok agar seluruh siswa ikut serta dalam kerja kelompok, memberikan LKS

kepada masing-masing siswa, memberi tahu kepada siswa untuk memperhatikan

teman yang sedang mempresentasikan hasil percobaan didepan kelas.

memberikan penghargaan atau reward untuk siswa yang mau maju dan

mempresentasikan hasil percobaanya. Kekurangan-kekurangan pada

pembelajaran IPA dengan menerapkan pendekatan inkuiri akan menjadi acuan

83
peneliti untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus II.

4.1.2
Siklus II
Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 November 2022, materi

tentang kalor dapat mempengaruhi bentuk benda dengan rincian : Kalor dapat

merubah bentuk suatu benda sesuai dengan sifat benda dan besar kalor.

Pendekatan yang digunakan sama seperti Siklus I yaitu pendekatan inkuiri.

Berikut ini deskripsi hasil penelitian siklus II :

a. Perencanaan
Penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat untuk

siklus II pada dasarnya mengacu pada siklus I dan merupakan perbaikan dari

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada siklus I . Dimana pada siklus II

ini ada perbaikan yang telah dipaparkan dalam refleksi, yaitu : pada saat kegiatan

pendahuluan guru melakukan kegiatan permainan untuk melatih konsentrasi siswa

yaitu permainan “dengar dan jawab” dalam kegiatan inti, guru memberikan LKS

kepada masing-masing siswa. Selain itu, guru memerintahkan siswa untuk

memperhatikan guru ketika menjelaskan petunjuk pengerjaan lembar kerja siswa

agar tidak bertanya lagi cara mengerjakan lembar kerja siswa yang diisi secara

kelompok. Untuk membuat siswa agar tidak ribut, guru dan siswa membuat

perjanjian jika guru berkata “kelas XI” dengan nada tinggi siswa menjawab

dengan kata “siap” nada tinggi juga, namun ketika guru berkata “kelas XI tanpa

suara siswa menjawab dengan kata “siap” tanpa mengeluarkan suara. Untuk

pemaparan lebih rinci dapat dilihat dalam bentuk RPP terlampir pada lampiran.

84
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan penelitian sesuai dengan perencanaan tindakan

penelitian yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan sebelumnya.

Pelaksanaan penerapan pendekatan inkuiri pada pembelajaran IPA materi gaya

dapat mempengaruhi bentuk benda dalam rangka meningkatkan hasil belajar

siswa kelas XI SMA Negeri 2 Dewantara, dilaksanakan dengan tahap-tahap

kegiatan pembelajaran sesuai dengan pendekatan inkuiri yaitu terdiri dari lima

tahap kegiatan pembelajaran. tindakan pembelajaran pada siklus II sama dengan

siklus I dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Pembelajaran siklus II ini

diikuti oleh 24 orang dari 25 orang siswa karena 1 orang siswa tidak hadir

dengan alasan sakit.

Beikut deskripsi kegiatan yang dilakukan pada siklus II:

1) Pendahuluan

Pada kegiatan pendahuluan semua kegiatan dapat terlaksana dengan cukup

baik selama 10 menit. sebelum pembelajaran dimulai guru memberikan lembar

observasi kepada wali kelas dan teman sejawat sebagai observer seperti yang

dilakukan pada siklus I. Pembelajaran diawali dengan kegiatan berdoa dipimpin

oleh ketua kelas. Setelah berdoa guru mengabsen siswa, ketika guru menyebutkan

nama siswa, siswa yang bersangkutan mengangkat tangannya dan berkata “hadir”

sebagai bukti bahwa mereka hadir dalam pembelajaran. guru mengkondisikan

siswa untuk melatih konsentrasi siswa dengan menggunakan permainan “dengar

dan jawab”. Siswa terlihat bersemangat ketika mengikuti permainan tersebut dan

menjadi fokus. Untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif supaya

85
pembelajaran mudah dikondisikan guru dan siswa membuat perjanjian, jika guru

berkata “kelas XI” dengan nada tinggi siswa menjawab “siap” dengan nada tinggi

namun ketika guru berkata “kelas XI” dengan nada rendah siswapun menjawab

dengan nada rendah dan jika guru berkata “kelas XI” tanpa suara siswa juga

menjawab tanpa mengeluarkan suara. Setelah itu guru memberikan apersepsi

dengan mengulas sedikit materi sebelumnya. Guru bertanya kepada siswa

mengenai materi yang telah dipelajari sebelumnya tentang pengaruh kalor

terhadap bentuk benda. Siswa menjawab pertanyaan guru dengan melakukan

tanya jawab. “Masih ingat dengan pembelajaran sebelumnya mengenai kalor?”

siswa menjawab “masih buk”. “Percobaan apa yang kalian lakukan mengenai

kalor 2 minggu kemarin?” jawaban siswa beragam namun sesuai dengan kegiatan

yang pernah dilakukan. Selanjutnya guru menuliskan tujuan pembelajaran di

papan tulis dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2) Kegiatan inti

Dalam kegiatan inti, proses pembelajaran melalui 5 tahapan yaitu: tahap bertanya

(Ask), tahap penyelidikan (Investigate), tahap menghasilkan (Create), tahap

(Discuss), dan tahap (Reflect), yang dilakukan selama ± 50menit seperti yang

dilakukan di siklus I.

a) Tahap Bertanya (Ask)

Pada tahap bertanya (Ask) kegiatan yang dilakukan yaitu, guru mengajukan

beberapa permasalahan kepada siswa dengan memberikan beberapa pertanyaan

b) Tahap penyelidikan (Investigate)

86
Pada tahap penyelidikan siswa melakukan kegiatan percobaan seperti pada

siklus I sebagai cara untuk menyediki permasalahan yang didapatkan sehingga

siswa dapat menjawab pertanyaan dan hipotesis yang mereka pikirkan namun

pada siklus II ini tentang besar gaya dan sifat kalor terhadap perubahan bentuk

benda. Guru menjelaskan bahwa siswa akan melakukan kegiatan percobaan untuk

membuktikan dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru, seperti pada siklus

I, mereka akan diberi kesempatan untuk menyelidiki sendiri dalam kegiatan

percobaan gaya dapat mempengaruhi bentuk benda secara berkelompok sehingga

siswa dapat mengetahui jawabannya namun LKS pada siklus II ini diberikan

kepada masing-masing siswa sehingga setiap siswa aktif untuk mengisi LKS yang

mereka dapatkan. Pada siklus II ini antusias siswa tidak berkurang untuk

melakukan kegiatan percobaan karena alat dan bahan percobaan pada siklus II

lebih banyak dari percobaan pada siklus I dan siswa masih terlihat tidak sabar.

Selanjutnya guru merintah siswa berkumpul dengan kelompok yang telah

dibentuk pada siklus I dan siswa langsung mengerti kemudian menuju ke

tempat yang telah ditentukan oleh guru. Pada pembagian kelompok siswa keadaan

kelas masih dapat terkontrol oleh guru karena siswa bisa mengikuti kegiatan

sesuai dengan perintah guru. Pada saat pembagian kelompok ada satu siswa yang

tidak hadir. Setelah siswa sudah siap dan berkumpul dengan kelompoknya, guru

membagikan LKS masing-masing siswa satu buah namun dalam pengerjaannya

tetap dengan kelompoknya masing-masing serta membagikan alat dan bahan yang

diperlukan untuk melakukan kegiatan percobaan kepada masing-masing

kelompok yaitu paku, kertas origami, balon, plastisin. Pada saat membagikan alat

87
percobaan guru lupa untuk membawa batu sehingga guru memerintahkan kepada

masing-masing perwakilan untuk mengambil batu yang berada disekitar sekolah

selama 10 detik, siswapun berlarian untuk mengambil batu yang ada di

lingkungan sekolah. Sebelum setiap kelompok melakukan kegiatan percobaan,

guru memberikan pengarahan supaya siswa lebih memahami apa yang

diperintahkan di dalam LKS. Namun ketika guru sedang memberikan pengarahan

tidak semua siswa mendengarkan, masih ada saja beberapa siswa yang tidak

memperhatikan guru yang sedang memberikan pengarahan, untuk membuat siswa

mendengarkan penjelasan guru, guru tidak menegur siswa tetapi guru

memberikan informasi bahwa siwa terbaik yang mengikuti kegiatan pembelajaran

samapi akhir dengan tertib maka akan diberikan hadiah. Hal itu membuat siswa

termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan tertib. Setiap kelompok

melakukan percobaan secara aktif, selama melakukan percobaan guru memberi

bimbingan kepada kelompok yang belum mengerti dalam melakukan percobaan.

pada saat kegiatan percobaan setiap siswa aktif dengan kelompoknya karena

siswa mendapatkan LKS yang harus mereka isi. Sehingga pada siklus II ini semua

kelompok dapat bekerjasama dengan kelompoknnya secara baik saat proses

penyelidikan dalam percobaan berlangsung.

c) Tahap menghasilkan (Create)

Pada tahap ini seluruh kelompok selesai melakukan percobaan,masing- masing

siswa menjawab persoalan dan membuat penjelasan dari percobaan dengan

mengisi LKS yang telah diberikan oleh guru. Kegiatan diskusi kelompok itu

untuk menjawab permasalahan tentang gaya dapat merubah bentuk suatu benda

88
sesuai dengan sifat benda dan besar gaya hasil percobaan. masing-masing

kelompok berdiskusi dengan menyusun data untuk mengisi LKS, sedangkan guru

berkeliling untuk melihat pekerjaan setiap kelompok dan membimbing kelompok

yang mengalami kesulitan atau membimbing kelompok yang belum mengerti dari

pertanyaan yang terdapat dalam LKS. Tahap menghasilkan ini tidak terdapat

siswa yang tidak mengerjakan dan mengandalkan teman kelompoknya karena

mereka semua memegang LKS masing-masing.

d) Tahap (Discuss)

Pada tahap ini masing-masing kelompok selesai melakukan percobaan dan

mengisi LKS, guru memerintahkan siswa untuk mengumpulkan LKS dan alat

percobaan agar siswa fokus ketika melakukan kegiatan diskusi kelas. dua

perwakilan siswa dari masing-masing kelompok menyajikan informasi yang

dihasilkan mengenai gaya dapat merubah bentuk suatu benda sesuai dengan sifat

benda dan besar gaya di depan kelas. Guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menyampaikan hasil diskusinya didepan kelas tanpa menunjuk siswa. Dua

perwakilan dari kelompok tiga maju dengan kesadaran siswa sendiri disusul dua

perwakilan dari kelompok empat, dua, satu, satu dan terakhir kelompok lima.

Pada saat kegiatan diskusi berlangsung hampir semua siswa fokus memperhatikan

temannya yang sedang mempresentasikan hasil percobaan, terlihat dari data-data

yang diperoleh pada lembar pengamatan bahwa beberapa siswa yang tidak fokus

selalu melihat keluar kelas ketika siswa menanggapi hasil percobaan yang

disajikan temannya di depan kelas. Hasil dari setiap kelompok berbeda-beda,

sehingga masing-masing kelompok memeriksa kembali hasil percobaannya pada

89
tahap refleksi

e) Tahap (Reflect)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan menggunakan waktu untuk meninjau

kembali hasil pengamatan yang telah dilakukan apakah permasalahan awal, alur

penelitian dan kesimpulan sudah sesuai atau belum dengan hasil diskusi? Siswa

berdiskusi kelompok kembali setelah mereka berdiskusi kelas, setiap kelompok

merefleksi hasil percobaannya, pada siklus II ini siswa tidak mengalami kesulitan

dalam membuat kesimpulan. Siswa menyimak penguatan dan koreksi yang

disampaikan oleh guru dan temannya, mengenai proses dan hasil investigasi yang

telah dilakukan melalui kegiatan percobaan. guru memberikan penguatan bahwa

besar gaya yang diberikan untuk mengubah bentuk benda tidak sama. Misalnya:

besar gaya yang diperlukan untuk mengubah bentuk batu lebih besar

dibandingkan dengan besar gaya yang diperlukan untuk mengubah bentuk

plastisin.

3) Kegiatan akhir

Pada kegiatan akhir guru dan siswa menyimpulkan hasil percobaan bersama-

sama. Pada siklus II ini siswa sudah mulai bisa menyimpulkan percobaan,

walaupun masih ada siswa yang perlu dibimbing untuk menyimpulkan

percobaannya. Guru menuliskan kesimpulan yang telah disepakati dipapan tulis

setelah seluruh siswa mengumpulkan LKS mereka, sedangkan siswa menulis

kesimpulan akhir dibuku tulis mereka masing-masing. Kemudian siswa diberikan

tes secara individu sebagai evaluasi dari akhir pembelajaran, siswa mengerjakan

soal evaluasi dengan tertib. Saat siswa mengerjakan soal tersebut guru berkeliling
90
melihat kegiatan siswa. Setelah waktu yang ditentukan untuk mengerjakan soal

telah habis siswa mengumpulkan pekerjaannya, dan guru menutup pembelajaran.

c. Hasil Pemahaman Konsep


Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diperoleh siswa pada mata

pelajaran IPA pada siklus II setelah melakukan pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan inkuiri mengalami peningkatan dari siklus I setelah mengerjakan

lembar evaluasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Peningkatan Hasil Pemahaman Konsep Belajar Siswa Siklus II

No Nama Siklus Siklus Hasil Belajar Ketuntasan


Siswa I II
5 SPN 40 70  Tuntas
6 ALG 80 100  Tuntas
7 AG - 80 Tuntas
8 ALW 70 70  Tuntas
9 BDM 70 70  Tuntas
10 DS 60 70  Tuntas
11 DL 70 70  Tuntas
12 FMN 70 90  Tuntas
13 FTB 60 70  Tuntas
14 HRI 80 90  Tuntas
15 HRA 100 80  Tuntas
16 HSN 70 80  Tuntas
17 RB 70 70  Tuntas
18 RM 100 90  Tuntas
19 BDS 80 100  Tuntas
20 RZL 70 100  Tuntas

91
21 RFK 60 70  Tuntas
22 ISN 70 70  Tuntas
23 ND 90 90  Tuntas
24 ST 80 100  Tuntas
25 RSD 80 90  Tuntas
26 SST 90 100  Tuntas
27 WWN - 90 Tuntas
28 AZM 70 80  Tuntas
29 NK 80 70  Tuntas

Berikut grafik peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II.

Grafik. 4.2 Peningkatan Ketuntasan Pemahaman Konsep Hasil Belajar

ketuntasan hasil belajar siswa


120%

100%
persentase

80%

60%

40%

Dari data di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus II

terjadi peningkatan. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh setelah pembelajaran

dengan menerapkan pendekatan inkuiri menunjukkan peningkatan, yaitu nilai

rata-rata disiklus II menjadi 81,6. nilai rata-rata dan tingkat keberhasilan

ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan menunjukan sudah

92
diatas batas kelulusan yang telah ditentukan peneliti dengan keberhasilan

ketuntasan belajar siswa sebesar 100%. Hal ini menunjukan bahwa prestasi

belajar siswa sudah meningkat dan mencapai KKM yang telah ditentukan pada

pembelajaran siklus II karena ketuntasan di siklus II sudah mencapai 100%

melebihi indikator keberhasilan penelitian.

d. Refleksi
Berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus II yang telah

dijabarkan sebelumnya, siswa sudah dapat menerima pembelajaran dengan baik,

dan siswa sudah mulai terbiasa menpendekatan inkuiri ini, siswa sudah bisa

bekerjasama dengan baik sehingga siswa aktif dalam pembelajaran. Hal ini

terbukti dengan hasil belajar yang telah diperoleh siswa dapat dilihat dari nilai

rata-rata kelas dan persentase pencapaian KKM siswa yang sudah mencapai KKM

dari siklus I, dan Siklus II mengalami peningkatan. Hal ini menjadi bukti untuk

menjawab permasalahan pada penelitian ini bahwa penerapan pendekatan inkuiri

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok gaya dapat

mempengaruhi bentuk suatu benda. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan

bahwa penelitian ini sudah mencapai hasil yang signifikan, ketuntasan hasil

belajar yang mencapai 100% ini menurut widoyoko termasuk kedalam kategori

sangat baik sehingga penelitian ini dihentikan pada siklus II. Selain itu karena

berhubung dengan kondisi waktu yang tidak memungkinkan dan melihat hasil

belajar siswa sudah signifikan jadi penelitian ini diberhentikan pada siklus II.

4.2 Pembahasan

93
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

pendekatan inkuiri bahwa hasil belajar siswa di kelas IV SDN 04 Cibodas

meningkat. Pendekatan inkuiri pada pembelajaran IPA materi gaya dapat

mempengaruhi bentuk suatu benda di kelas IV SDN 04 Cibodas cocok untuk

diterapkan karena dengan pendekatan tersebut terbukti siswa menjadi lebih aktif

untuk mengikuti pembelajaran dan pembelajaran berpusat pada siswa, siswa

melakukan penyelidikan pada saat percobaan sehingga siswa lebih banyak belajar

untuk memecahkan masalah secara mandiri.

1. Perencanaan

Pada kegiatan perencanaan pembelajaran perlu persiapan yang mata disetiap

siklusnya dengan menyusun RPP, membuat LKS, menyiapkan alat percobaan,

dan menyusun instrumen pengumpulan data seperti lembar observasi aktivitas

guru dan siswa. Penyusunan RPP dibuat sedemikian rupa dengan pendekatan

inkuiri.

RPP memuat SK, KD, Indikator, tujuan, pelaksanaan yang terdiri kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti (meliputi tahap bertanya (ask), penyelidikan

(Iinvestigate), menghasilkan (create), diskusi (discuss), dan refleksi(reflect) ), dan

kegiatan akhir, pedoman penskoran. Materi dalam RPP siklus I adalah gaya dapat

mempengaruhi bentuk suatu benda. Dalam pelaksanaan RPP siklus I, tahapan

pembelajaran pada saat percobaan siswa melakukan penyelidikan secara

berkelompok dengan satu lembar LKS setiap kelompoknya. Sedangkan materi

RPP siklus II yaitu Gaya dapat merubah bentuk suatu benda sesuai dengan sifat

benda dan besar gaya. Perbaikan pada siklus II yaitu guru melakukan demonstrasi
94
diawal pembelajaran, guru membagikan LKS kepada masing-masing siswa

dengan kelompok yang sama seperti siklus I.

2. Pelaksanaan

Berdasarkan hasil siklus I sampai dengan siklus II dengan menerapkan

pendekatan inkuri pada mata pelajaran IPA materi gaya dapat mempengaruhi

bentuk suatu benda dapat dikatakan berhasil karena dalam proses pembelajaran

siswa secara aktif terlibat langsung untuk mencari dan menemukan jawaban atas

permasalahan yang ada dalam pembelajaran. hal ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Majid (2013, hlm. 222)yaitu:

1) Pendekatan inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk

mencari dan menemukan.

2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan

menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga

diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self-belief).

3) Mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Dalam penelitian ini juga guru sebagai peneliti mempunyai penguasaan

teori yang cukup mengenai penerapan pendekatan inkuiri, sehingga pelaksanaan

pembelajaran sudah sesuai dengan langkah-langkah Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan inkuiri ini dapat

memberikan penjelasan bahwa dalam proses pembelajaran siswa akan mampu

bekerjasama dalam menuntaskan materi yang dipelajarinya, dalam pembelajaran


95
dengan menggunakan model ini juga siswa akan terlibat dalam pengerjaan tugas

yang diberikan oleh guru bersama anggota kelompoknya, siswa yang

berkemampuan tinggi dapat membantu siswa yang berkemampuan rendah,

sehingga hasil pembelajaran dapat tercapai secara merata, selanjutnya

pembelajaran dengan model ini memberikan penjelasan bahwa siswa belajar tidak

hanya mendapatkan dari guru saja, tetapi dari teman sejawat pun dapat dilakukan.

Setelah melalui serangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari siklus I

sampai dengan siklus II dapat dilihat bahwa aktivitas guru dan siswa pada

setiap siklusnya meningkat. Dalam pembelajaran siklus I keterlakanaan

kegiatan mencapai 96,2 %. Berdasarkan hasil lembar observasi aktivitas guru

maupun siswa terdapat beberapa kekurangan yang terjadi pada Siklus I,

kekurangan- kekurangan tersebut antara lain: guru dan siswa tidak melakukan

kegiatan berdoa diawal kegiatan pembelajaran, guru masih kesulitan membuat

siswa fokus dan konsentrasi ketika pembelajaran akan dimulai, siswa

kesulitan dan malu-malu untuk mengajukan pertanyaan dan membuat hipotesis

sehingga guru harus mengarahkan siswa, guru kurang jelas dalam memberikan

pengarahan untuk melakukan kegiatan percobaan, siswa kurang terkondisikan

ketika proses pengelompokkan, tidak semua siswa aktif mengerjakan Lembar

Kerja Siswa. Pada pelaksanaan Siklus I, masih terdapat banyak kekurangan

sehingga disusunlah perencanaan pelaksanaan Siklus II dengan memperbaiki

kekurangan- kekurangan pada Siklus I dan mempertahankan kelebihan-kelebihan

pada Siklus I. Dalam pembelajaran siklus II keterlakanaan kegiatan meningkat

mencapai 100%. Pelaksanaan Siklus II pun disusun dengan memperbaiki

96
kekurangan- kekurangan pada Siklus I dan mempertahankan kelebihan-kelebihan

pada Siklus I. Berdasarkan hasil refleksi Siklus I, pada kegiatan awal guru

melakukan kegiatan untuk memfokuskan dan mengkondisikan konsentrasi siswa

supaya pembelajaran berlangsung dengan kondusif, guru melakukan kegiatan

demonstrasi mengenai pengaruh gaya terhadap bentuk benda, LKS dibuat

untuk masing-masing siswa sehingga tidak ada siswa yang saling mengandalkan

ketika mengisi lembar kerja

siswa.

3. Hasil belajar

Manfaat dari pendekatan inkuiri ini yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa

pada siklus dapat dikatakan berhasil karena ada peningkatan hasil belajar yang

diperoleh siswa dari siklus I sampai siklus II yaitu skor rata-rata siswa pada siklus

I yaitu 72,4 dan pada siklus II skor rata-rata siswa diperoleh 81,6. Dari hasil

tersebut diketahui bahwa siswa yang dengan menerapkan pendekatan inkuiri ini

siswa mendapatkan nilai di atas KKM.

Pada siklus I masih terdapat tujuh orang siswa atau 25% yang belum tuntas atau

belum mencapai nilai KKM. Pada siklus II seluruh siswa atau 100% siswa dapat

mencapai nilai KKM.

Perolehan hasil belajar ini berdampak pada meningkatknya aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran. Siswa dapat menyelesaikan permasalahan dan menemukan

sendiri jawaban atas permasalahan yang diberikan. Siswa mulai percaya diri

dalam mengungkapkan pendapatnya dan kerjasama siswa selama proses

pembelajaran dengan teman sejawatnya sangat baik. Selain itu, selama kegiatan
97
diskusi berlangsung tidak ada lagi yang mendominasi dalam diskusi ataupun

siswa yang hanya diam dan bermain saja. Keberhasilan penerapan pendekatan

inkuiri ini belum tentu berhasil jika diterapkan dalam materi lain, karena

tergantung pada guru yang menguasai teori pembelajaran dengan menerapkan ini.

Maka dari itu, guru dan peneliti yang akan melakukan penelitian dengan

menerapkan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan inkuiri, harus lebih

menguasai teori menggunakan pendekatan pembelajaran ini agar proses

pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai dengan tujuan yang

diharapkan.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan, terlihat bahwa pada siklus I

kemampuan berbicara siswa belum meningkat, dalam hal ini siswa yang mencapai

skor >75 hanya sebesar 59%. Hal ini membuat peneliti dan kolaborator

melanjutkan penelitian menuju siklus II. Setelah dilakukan perlakuan pada siklus

II, ternyata kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, yaitu 90% jumlah siswa mencapai persentase skor >75. Hasil ini telah

memenuhi target penelitian yang telah ditentukan, yaitu 80% dari jumlah siswa

memperoleh persentase skor kemampuan berbicara sebesar >75. Berdasarkan

hasil tersebut, maka peneliti dan kolaborator sepakat untuk menghentikan

penelitian cukup sampai siklus II saja, karena telah berhasil memenuhi target.

98
Kemampuan berbicara siswa mengalami perkembangan setelah dilakukannya

tindakan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran whole language yaitu

dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif serta pembelajaran yang

menarik sehingga siswa tenggelam dalam pembelajaran yang dilakukan

(immertion), siswa belajar meniru contoh yang baik (demonstration), guru

memberi kesempatan berbagai kegiatan yang menumbuhkan keberanian siswa

untuk berbicara (approximation), menanamkan rasa kebersamaan dan tanggung

jawab pada siswa (responsibility), memberikan reward atau respon positif

terhadap anak ketika berbicara, baik bercerita, bertanya, mengajukan pendapat

atau idenya tentang suatu hal (employment), dan mengulas kembali materi yang

telah diberikan dan kegiatan yang dilakukan siswa (feedback)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan whole

language dapat meningkatkan kemampuan beribcara siswa kelas III SDN

Rawamangun 11 Pagi, Jakarta Timur.

B. Implikasi

Implikasi hasil penelitian ini adalah dalam pembelajaran berbicara untuk

siswa kelas III SD, perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembalajaran yang

mengacu pada perkembangan siswa, dan mengintegrasikan keempat kemampuan

berbahasa yang dipelajari siswa, menekankan pembelajaran yang bermakna bagi

siswa serta menyenangkan agar siswa dapat menikmati pembelajaran yang

diberikan.

99
Pendekatan whole language tidak hanya dapat digunakan untuk

menigkatkan kemampuan menulis, membaca dan menyimak tetapi juga dapat

meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Penigkatan kemampuan berbicara

siswa melalui pendekatan whole language ini bertujuan agar siswa sekolah dapat

menjadi pribadi yang berani untuk berbicara menjadi komunikator yang baik,

serta kaku di dalam kelas. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat jangka

panjang bagi siswa ketika siswa telah dewasa, siswa tidak mengalami kesulitan

ketika diberikan kesempatan untuk berbicara di depan publik karena siswa telah

dibiasakan sejak dini.

C. Saran

1. Bagi Lembaga Pendidikan Sekolah

Lembaga pendidikan sekolah dasar diharapkan juga dapat menerapkan

pendekatan whole language dengan prinsip-prinsip pembelajarannya untuk

mengembangkan kemampuan berbicara siswa, baik siswa kelas rendah maupun

kelas tinggi. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan whole language ini

tidak hanya kemampuan berbicara saja yang dapat berkembang, tetapi

keterampilan berbahasa seperti membaca, menulis dan menyimak juga dapat

diajar karena pendekatan whole langauge adalah pendekatan yang utuh. Dengan

meningkatkan kemampuan berbicara siswa di dalam kelas, secara tidak langsung

kemampuan bersosialisasi siswa pun akan ikut berkembang karena berbicara

dapat memudahkan siswa untuk berkomunikasi dengan teman dan orang-orang

disekitarnya. Melalui pendekatan whole language, siswa dapat belajar


100
mengembangkan kemampuan bahasanya dengan lebih alami dan menyenangkan

karena dikemas melalui kegiatan bermain sehingga sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan siswa.

2. Bagi Guru

Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat sangat diperlukan untuk dapat

mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak didiknya. Dengan menggunakan

pendekatan whole language, guru dapat mengembangkan kemampuan berbicara

siswa dengan lebih menyenangkan dan lebih alami karena disini siswa diberi

kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya melalui kegiatan

bermain. Penciptaan kondisi kelas yang kondusif, kaya akan tulisan, dan

menyenangkan sehingga merangsang minat belajar dalam mengembangkan

kemampuan berbicara siswa

3. Bagi Orang tua dan Masyarakat

Mengingat pentingnya peran orang tua dan masyarakat dalam mengembangkan

kemampuan berbicara anak, maka pemberian sarana dan dukungan berupa

kesempatan untuk anak mengekspresikan diri, menyampaikan keinginan, ide atau

pendapatnya melalui berbicara sangat diperlukan agar anak tidak merasa malu

atau takut untuk belajar berbicara dan mengembangkan kemampuannya tersebut.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya hendaknya dapat mengembangkan penelitian lanjutan

yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berbicara dan

pendekatan whole language dengan menerapkan prinsip-prinsipnya serta tidak

101
menutup kemungkinan untuk mencoba menemukan berbagai kegiatan menarik

lainnya dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mulyono. Pendidikan Anak Bagi Berkesulitan Belajar, Rineka


Cipta, Jakarta 2003
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2005

Nurul Afrinanti, Hasil Penelitian Mastery Learning, http//diglib.uin.suka.ac.id.


(online). Diakses tanggal 18 Desember 2022.
Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2003.

Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. Cepi, Safruddin AJ. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Tony, Hasil Penelitian Belajar Tuntas, http://www.orangflores.com/uploads.pdf.


(online). Diakses tanggal 18 Desember 2013.
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Kencana 2010.

Zainal Aqib dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: CV Yrama Witya, 2010.

Asep Herry Hernawan. 2008. Makna Ketuntasan dalam Belajar. Bandung: FIP
Universitas Pendidikan Indonesia.
Daryanto. 1993. Media Visual untuk Pengajaran Teknik. Tarsito Bandung.
Depdiknas.

102
Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-
Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Alfansyur, A., & Mariyani, M. (2020). Seni Mengelola Data: Penerapan
Triangulasi Teknik, Sumber Dan Waktu Pada Penelitian Pendidikan Sosial.
Historis: Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah,
5(2), 146-150.
Alighiri, D., Drastisianti, A., & Susilaningsih, E. (2018). Pemahaman konsep
peserta didik materi larutan penyangga dalam pembelajaran multiple
representasi. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2).
Pengembangan
Ananda, Kompetensi
Rusydi. (2020). Guru).
Penelitian Medan: Kelas
Tindakan CV. Pusdikra
(TeoriMitra Jaya. untuk
dan Praktik

Angraini, G., & Sriyati, S. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Peserta didik SMA N Kelas X di Kota Solok Pada Konten. Biologi. Journal
of Education Informatic Technology and Science (JeITS), 1(1), 114-124.
Arifin, Z., & Retnawati, H. (2017). Pengembangan Instrumen Pengukur Higher
Order Thinking Skills Matematika Peserta didik SMA Kelas X.
PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika, 12(1), 98–108. Brookhart,
S. M. (2010). How to Assess Hinger Other Thinking Skill in Your
Classroom. Virginia: ASCD.
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar evaluasi pendidikan edisi 2. Jakarta: PT Bumi
Aksara. Ariyana, Y., Pudjiastuti, A., Bestary, R., & Zamroni. (2018). Buku
Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Arnyana, I. B. P. (2019). Pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi 4c
(communication, collaboration, critical thinking and creative thinking) untuk
menyongsong era abad 21. Prosiding: Konferensi Nasional Matematika dan
IPA Universitas PGRI Banyuwangi, 1(1), i-xiii.
Astuti, L.S. (2017). Penguasaan Konsep IPA Ditinjau dari Konsep Diri dan Minat
Belajar Peserta didik. Jurnal Formatif, 7(1), 40-48.
Aqib, Z., & Chotibuddin, M. (2018). Teori dan Aplikasi Penelitian Tindakan
Kelas:(PTK). Yogyakarta: Deepublish. Azulianingsih, V. (2018). Analisis
Miskonsepsi Materi Archaebacteria dan Eubacteria dalam Buku Teks Biologi
SMA Kelas X di Kabupaten Banyumas. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi,
7(6), 435-440.
Batubara, I. H. (2017). Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis
melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph dan

103
geogebra di SMA Freemethodist Medan. MES: Journal of Mathematics
Education and Science, 3(1), 47-54.
Darmadi, H., (2017). Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam
Dinamika Belajar Peserta didik. Yogyakarta. CV Budi Utama.
Darmawati. 2017. Pengembangan Instrumen Tes untuk Mengukur kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pelajaran Matematika di SMPN 17
Makassar. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar: Makassar.
Djamarah, S. B., & Zain, A. (2006). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fauzia, H. A. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika SD. Primary: Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 7(1), 40-47.
Gunarto, 2013. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: Unissula
Press.
Hidayati, A. U. (2017). Melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
pembelajaran matematika pada peserta didik sekolah dasar. Terampil: Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 4(2), 143-156. Husnaeni. 2015.
Pengaruh Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep Peserta Dididk Kelas X
IPA SMA Negeri 22 Makassar (Studi pada Materi Pokok Larutan Elektrolit
dan Non Elektrolit. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar.
Isroátun & Rosmala, A., (2021). Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Bumi Aksara
Januariawan, I. W., Wijaya, I. K. W. B., Supadmini, N. K., & Dewi, D. N. (2020).
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pendekatan
Open-Ended. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 125-140.
https://repo.undiksha.ac.id/3011/9/1613021009-LAMPIRAN.pdf
http://journal.ummat.ac.id/index.php/orbita/article/download/6924/3807
https://repo.undiksha.ac.id/4139/9/1513021076-LAMPIRAN.pdf
http://repository.uki.ac.id/9521/7/DaftarPustaka.pdf.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/58172/2/SKRIPSI%20NADHILA
%20KHAIRUNA.pdf
http://repository.upi.edu/637/6/S_PGSD_0902842_CHAPTER3.pdf

104
105
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian


-

106
Lampiran 3 Silabus

Silabus

SUHU DAN KALOR

Identitas Umum
Nama Penulis : Nyi Safitri
Prodi : Pendidikan Fisika
NIM : 200730014

FASE JENJANG KELAS PERKIRAAN MODA ALOKAS


JUMLAH SISWA PEMBELAJARAN WAKTU

F SMA XI 35 SISWA Paduan Tatap Muka dan 4JP


PJJ
(4x45men

Tujuan Pembelajaran

10.1. Menganalisis karakteristik Suhu dan Kalor

10.2 Mengamati adanya suhu dan kalor yang terterapkan yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari seperti proses perpindahan panas dan lainnya.

10.3 Menjelaskan konsep suhu dan kalor khususnya Kalor sehari-hari dalam
contoh di atas.

Elemen CP yang dituju :


- Pemahaman Kalor
- Keterampilan Proses

Tujuan Pembelajaran yang menjadi prasyarat bagi kegiatan dalam modul ini.

Memahami konsep suhu dan kalor dalam kehidupan sehari –hari dan melakukan
percobaannya lalu dapat mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan atau tulisan

107
Pertanyaan Pemantik:

1. Apakah perbedaan antara Suhu dan Kalor ?


2. Hal-hal apa saja yang bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari yang tergolong
dalam Suhu ?
Apakah pengetahuan latar yang perlu dimiliki siswa sebelum mempelajari topik ini?

Siswa sudah mampu menyebutkan Konsep perpindahan kalor yang berupa sifat Konduksi, Konveksi,
dan radiasi serta Contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Profil pembelajar Pancasila : bernalar kritis, mandiri, kreatif.

Sarana Prasarana Media Perkiraan Biaya

1. Lilin Power Point Bahan untuk demontrasi bisa


2. Sendok menggunakan bahan yang ada
3. Korek api LKPD di rumah siswa
4. Cup Gelas
5. Air Lingkungan sekitar
6. Balon
7. Pisau
8. Internet
9. Buku referensi

Target Peserta Didik


Perangkat ajar ini dapat digunakan guru untuk mengajar :

 Siswa regular/tipikal
 Siswa dengan hambatan belajar
 Siswa cerdas berbakat istimewa (CIBI)
 Siswa dengan ketunaan 108
Persiapan pembelajaran

1. Membaca materi tentang perpindahan Kalor.


2. Menyiapkan alat dan bahan.
3. Menyiapkan lembar kerja (mengambil dari lampiran perangkat ini dan
menyesuaikan dengan kebutuhan di tempat mengajar)
Video yang mendukung: (Bila tidak bisa dibuka bisa mencari dengan video lain
yang sejenis)

Pengertian dan jenis kalor (dalam bahasa Indonesia) :


https://youtu.be/vxcVos8uQpg

Contoh penerapan perpindahan kalor (dalam bahasa Indonesia) :


https://youtu.be/sLE3ll5tt40

Eksperimen perpindahan kalor (dalam bahasa Indonesia) :


https://youtu.be/iWQlwRfqj84

Video ciri-ciri perpindahan kalor : https://youtu.be/SpLLzLCxUOg

Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan ke - 1

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Pembukaan (15 menit)

1. Mengucapkan salam dan menyapa 1. Menjawab salam dan berdoa


peserta didik saat memulai secara klasikal.
pembelajaran, dan memeriksa
kehadiran. 2. Memperhatikan guru.
2. Fase 1 (Modelling) 3. Peserta didik membawakan yel-
3. (yel-yel) yel yang diberikan guru.
4. Menjawab pertanyaan guru.
4. (As Question + Apresiasi)
5. Menyimak dan memberi respon
5. Memberikan pemusatan perhatian balik dalam bentuk pertanyaan
dengan mengaitkan
109
materi/tema/kegiatan pembelajaran mengenai materi.
yang akan dilakukan dengan
pengalaman peserta didik
sebelumnya serta mengajukan 6. Peserta didik melakukan
pertanyaan untuk mengingat dan pemanasan agar lebih semangat
menghubungkan materi selanjutnya. dalam belajar.
6. (Ice Breaking)
7. Mendengarkan motivasi dari
guru.
7. Menyampaikan motivasi tentang apa
yang dapat diperoleh (tujuan &
manfaat) dengan mempelajari Suhu 8. Peserta didik menyepakati
dan Kalor. Bersama tata tertib yang dibuat
8. Fase 2 Agrement (Kesepakatan) Bersama.
Guru menjelaskan hal-hal yang akan
disepakati bersama saat proses 9. Menyimak tujuan pembelajaran
pembelajaran sedang berlangsung. mengenai materi Suhu dan
9. Menyebutkan tujuan pembelajaran. Kalor.

Kegiatan Inti ( 60 menit)

10. Fase 3 Stimulation (Pemberian 10. Peserta didik harus


Rangsangan) memperhatikan penjelasan yang
- Guru menjelaskan hal-hal yang akan disampaikan oleh guru.
dipelajari, kompetensi yang akan
dicapai, serta metode yang akan
ditempuh.
- Peserta didik diberi rangsangan untuk 11. Peserta didik harus aktif untuk
memusatkan perhatian pada topik mengidentifikasi,menganalisis
materi Suhu dan Kalor. serta berhipotesis tentang materi
11. Fase 4 Problem Statemen yang sedang dijelaskan oleh
(Identifikasi Masalah) guru.
- Guru memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin pertanyaan yang 12. Siswa membentuk kelompok
berkaitan dengan gambar yang sesuai dengan arahan dari guru
disajikan dan akan dijawab melalui untuk berdiskusi mengenai
kegiatan belajar khususnya pada materi yang sedang
materi Suhu dan Kalor. berlangsung.
12. Fase 5 Data Collecting
(Mengumpulkan Data)
- Guru membentuk peserta didik
menjadi beberapa kelompok untuk 13. Peserta didik harus mampu
mendiskusikan, mengumpulkan Menganalisis masalah yang ada,
110
informasi dari buku ajar dan e-book saat pembelajaran sedang
lainnya sebagai bahan literasi, berlangsung.
mempresentasikan ulang, dan saling 14. Peserta didik mampu mengulas
bertukar informasi mengenai materi dan merangkum materi, serta
Suhu dan Kalor. menciptakan suasana diskusi
13. Fase 6 Data Processing yang menarik tentang materi
(Mengelolah Data) Suhu dan Kalor.
- Peserta didik dalam kelompok
menuangkan data dengan
mempresentasikan hasil kerja 15. Peserta didik dapat
kelompok secara point singkat. menyimpulkan tentang materi
14. Fase 7 Verification medan magnet yaitu Suhu dan
(Memverisfikasi) Kalor.
- Peserta didik membandingkan hasil - Peserta didik yang belum paham
diskusi antar kelompok melalui sesi diharuskan untuk
beberapa presentasi kelompok dan menyampaikan bagian yang
guru mengarahkan proses belum dipahami mengenai
pembelajaran ke bentuk tanya jawab materi yang berlangsung.
yang berhubungan dengan materi 16. Peserta didik bermain games
seputar temperatur yaitu Suhu dan yang diberikan Guru
Kalor.
15. Fase 8 Generalization
(Menyimpulkan)
- Peserta didik (dibimbing guru)
membuat kesimpulan tentang hal-hal
yang telah dipelajari terkait materi
Suhu dan Kalor.
- Peserta didik kemudian diberi
kesempatan untuk
menanyakan/diskusi Kembali hal-hal
yang belum di pahami tentang materi
Suhu dan Kalor.

16. Games
Penutup (15 menit)

17. Fase 9 Refleksi 17. Menyimpulkan ulang hasil


- Guru memandu/membimbing peserta pembelajaran
didik untuk menyimpulkan ulang - Mengapresiasi apapun hasil dari
hasil pembelajaran. kerja kelompok
- Guru memberikan penghargaan - Mencatat tugas rumah tentang
misalnya Pujian atauu bentuk materi yang berlangsung atau
penghargaan lain yang Relevan akan berlangsung
kepada kelompok yang kerjanya - Berdoa dan menjawab salam
baik.
111
- (Apresiasi)
- Guru menugaskan peserta didik
untuk terus mencari informasi
dimana saja yang berkaitan dengan
materi yang sedang atau akan
dipelajari selanjutnya.
- (yel-yel)
Guru bersama peserta didik mengakhiri
pembelajaran dengan membacakan
doa dan ucapan salam penutup.

Pertemuan ke - 2

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Pembukaan (15 menit)

1. Menyapa siswa dan menanyakan kabar 1. Siswa berdoa dipimpin oleh


lalu dibuka dengan doa dan mengecek ketua kelas.
kehadiran siswa. 2. Siswa menjawab pertanyaan
2. Guru menanyakan apa materi yang sudah guru.
dipelajari minggu sebelumnya.

Kegiatan Inti ( 60 menit)

3. Guru mendemonstrasikan percobaan 3. Siswa mengamati


untuk mengamati perpindahan kalor. percobaan/demo yang
4. Guru membagi kelompok yang berisikan dilakukan oleh guru.
maksimal 5 siswa/kelompok. 4. Siswa bergabung dengan
5. Guru meminta siswa untuk menyiapkan kelompoknya.
alat dan bahan untuk mengamati (bila dilakukan secara daring
perpindahan kalor maka percobaan yang akan
6. Guru menginstruksikan siswa untuk dilakukan secara individu)
melakukan percobaan perpindahan kalor 5. Siswa menyiapkan alat dan
yang mereka pilih dan sudah didiskusikan bahan dan juga kamera
sebelumnya. Lalu mereka akan untuk merekam video
merekamnya dan akan dijadikan video percobaan mereka.
untuk di unggah di media social yang (Siswa visual bisa mencatat
mereka miliki (bisa melalui IG, FB, hasil percobaan.
youtube, tiktok) dan guru akan diberikan 6. Siswa secara berkelompok
link nya. mengerjakan praktek
Alternatif : melakukan percobaan fisika
Bila tidak ada akses internet /jaringan dan percobaan kimia yang
internetnya kurang bagus: sudah mereka sudah pilih
112
-Percobaan bisa divideokan lalu sebelumnya.
dikirimkan melalui WA.
-Percobaan dituliskan hasil dan
pengamatannya di buku lalu ditunjukkan
ke guru saat PTM.
Penutup (15 menit)

7.Guru meminta siswa untuk menyimpulkan 7. Siswa menyimak guru.


pembelajaran hari ini.

8.Guru mengingatkan untuk mempelajari


materi di minggu depan tentang konsep
8. Siswa menyimak guru.
kalor yang terjadi dalam perpindahan
kalor. Dan juga batas pengumpulan tugas
adalah seminggu.

9.Guru menutup pertemuan dengan berdoa 9. Siswa menjawab salam guru


dan mengucap salam. dan mengucapkan terima
kasih.

Materi

KALOR

Kalor adalah energi yang dapat diteruskan oleh satu benda ke bendalain
secara konduksi,perolakan dan penyinaran. (kamus kimia ; 2002).Sampai pada
pertengahan abad 18, orang masih menyamakanpengertian suhu dan kalor. Baru
pada tahun 1760, Joseph Black membedakan kedua pengertian ini. Suhu adalah
sesuatu yang diukur pada termometer, dan kalor adalah sesuatu yang mengalir
dari benda yangpanas ke benda yang dingin untuk mencapai keadaan termal.
Pada tahun 1798, seorang ilmuwan amerika, Benjamin Thompson
menyasingkan definisi kalor sebagai fluida kalorik. Ia yang merupakan seorang
anggota militer mengamati bahwa ketika meriam menembakkan peluru, ada kalor
yang dihasilkan pada meriam. Berdasarkan pengamatannya, thompson
menyimpulkan bahwa kalor bukanlah fluida, tetapi kalor dihasilkan oleh usaha
yang dilakukan oleh kerja mekanis misalkan gesekan. Satu kalori didefinisikan
sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu air sebesar 1°C.
Satuan kalor adalah kalori. Satu kalori (1 kal) didefinisikan sebagai jumlah
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu gram air dari 14,5 oC menjadi
15,5oC. Jumlah kalor (Q) yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda
sebanding dengan massa benda (m) dan sebanding dengan kenaikan suhu (t).
Secara matematis,
Q=m×c×Δt .

113
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu 1 kg suatu zat sebesar 1oC atau 1 K. Satuan kalor jenis adalah J/kg oC atau
J/kg K.

Sifat – sifat Kalor

Kapasitas kalor benda adalah banyaknya kalor yang diperlukan zat untuk
menaikkan suhu sebesar 1°C atau 1 K. Selain itu, kapasitas kalor juga
didefinisikan sebagai Kemampuan suatu benda untuk menerima atau melepas
kalor sehingga dapat menaikkan atau menurunkan suhu benda sebesar 1°C atau
1 K. Kalor yang diberikan dalam sebuah benda dapat digunakan untuk 2 cara,
yaitu untuk merubah wujud benda atau untuk menaikkan suhu benda itu.
Besar kalor yang diberikan pada sebuah benda yang digunakan untuk
menaikkan suhu tergantung pada :
· Massa benda
· Kalor jenis benda
· Perbedaan suhu kedua benda

Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor


yang terlibat dalam suatu perubahan suatu reaksi kimia. Alat ini bisa digunakan
untuk menentukan kalor jenis suatu zat.

Perpindahan Kalor dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :


Perubahan suhu yang terjadi pada suatu zat dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan wujud zat. Perubahan wujud gas menjadi cair disebut
mengembun contoh peristiwa mengembun adalah tetesan air pada tutup gelas.
Perpindahan kalor dari suatu benda ke benda lain dapat melalui tiga cara
 Konduksi
Konduksi merupakan perpindahan kalor yang tidak disertai dengan partikel
penghantar nya.
 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai perpindahan partikel-
partikel zat
 Radiasi
Radiasi merupakan peristiwa memancarnya panas dari suatu benda dalam
bentuk gelombang elektromagnetik.

 Contoh penerapan Perpindahan Kalor


Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat yang tidak ikut mengalami
perpindahan. Hal ini berarti perpindahan kalor pada suatu zat tersebut tidak
disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya.
Contoh:
114
- Benda yang terbuat dari logam akan terasa hangat atau panas jika ujung benda
dipanaskan,misalnya ketika memegang kembang api yang sedang dibakar.
- Knalpot motor menjadi panas saat mesin dihidupkan.
- Tutup panci menjadi panas saat dipakai untuk menutup rebusan air.
- Mentega yang dipanaskan di wajan menjadi meleleh karena panas.
- Saat kamu menyetrika, setrika yang panas bersentuhan dengan kain yang kamu
setrika.
Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran yang zat perantaranya ikut
berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan kalor merambat, terjadilah
konveksi. Konveksi terjadi pada zat cair dan gas (udara/angin).
Contoh:
- Gerakan naik dan turun air ketika dipanaskan.
- Gerakan naik dan turun kacang hijau, kedelai, dan lainnya ketika dipanaskan.
- Terjadinya angin darat dan angin laut.
- Gerakan balon udara.
- Asap cerobong pabrik yang membumbung tinggi.
Radiasi
Perpindahan kalor tanpa zat perantara merupakan radiasi. Radiasi adalah
perpindahan panas tanpa zat perantara. Radiasi biasanya disertai cahaya.
Contoh radiasi:
- Panas matahari sampai ke bumi walau melalui ruang hampa.
- Tubuh terasa hangat ketika berada di dekat sumber api.
- Menetaskan telur unggas dengan lampu.
- Pakaian menjadi kering ketika dijemur di bawah terik matahari.

LKPD-1

Tujuan Pembelajaran : Menganalisis karakteristik perpindahan kalor

1. LENGKAPI TABEL BERIKUT INI !


NO PERISTIWA PERPINDAHAN KALOR
115
Konduksi Konveksi Radiasi

1 Kayu yang dibakar.

2 Gelas yang panas

3 Pakaian yang menjadi kering

4 Besi yang dibakar

5 Keringatan di terik matahari

6 Proses air mendidih

7 Kenalpot yang terasa panas

8 Pembakaran sampah.

9 Asap cerobong pabrik

10 Ledakan pada petasan atau


kembang api

2. Setelah menyimak materi hari ini, sebutkan minimal 3 ciri-ciri


perubahan fisika dan 2 ciri-ciri perubahan kimia :

Ciri - ciri perpindahan kalor secara konduksi


1.
2.
Ciri - ciri perpindahan kalor secara konveksi
1.
2.
Ciri - ciri perpindahan kalor secara radiasi
1.
2.

116
LKPD-2

Tujuan Pembelajaran : Mengerjakan soal perpindahan kalor dengan melakukan


praktikum sederhana.

Lembar Kerja Peserta


Didik
Judul Materi : Kalor
Kelompok :
Kelas : XI / Semester Genap
Alokas Waktu : 10 Menit
Kopetensi Dasar dan Indikator Pencapaian
1. menunjukkan kemampuan menjelaskan kembali
konsep kalor.
2. menunjukkan kemampuan menjelaskan kembali
konsep perpindahan kalor berdasarkan soal yang
diujikan.

Dengan penjelasan materi Kalor yang telah disampaikan, siswa-siswi yang telah
mengikuti materi tersebut diharapkan mampu untuk mengerjakan soal-soal berikut
dengan cermat!

A. Petunjuk Belajar :
Sebelum mengerjakan masalah berikut sebaiknya kamu membaca buku/e-
book fisika kelas XI. Cari tahu tentang materi Suhu dan Kalor pada sub bab
materi Kalor.
B. Petunjuk :
1. Kerjakan tugas yang ada pada lembar kegiatan secara berkelompok yang
telah dibentuk.
2. Diskusi dengan teman kelompokmu
3. Akan ditunjuk secara acak wakil dari kelompok untuk melaporkan hasil
diskusinya
117
Soal 1. Kerjakanlah soal berikut ini!

Ketika suhu air dinaikkan sebesar 25⁰C dan kapasitas kalor 3.160J/K. maka kalor yang
diterima air adalah…

Jawab:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………

Soal 2. Kerjakanlah soal berikut ini!

Sebuah batang besi homogen yang salah satu ujungnya dipanaskan memiliki luas
penampang 15 cm2, konduktivitas termal besi 4 x 10 5 J/msK, panjang batang 2 m, dan
perbedaan suhu kedua ujung 20 K. Maka besar kalor yang merambat dalam 4 sekon
adalah..
Jawab:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………

Soal 3. Kerjakanlah soal berikut ini!

Dalam suatu percobaan, digunakan lempeng sebesar 2 kg. untuk menaikkan suhu lempeng
sebesar 2⁰C, dibutuhkan kalor sebanyak 3.600 J. Tentukan kapasitas kalor lempeng
tersebut!
Jawab:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
118
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………

Soal 4. Berikanlah contoh-contoh penerapan perpindahan kalor dalam


kehidupan sehari-hari!
Jawab:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………

Soal 5. Berikanlah kesimpulan secara singkat tentang materi perpindahan


kalor yg telah disampaikan dengan versi terbaik dari kelompok mu!
Jawab:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………

PENUTUP
Refleksi Guru Refleksi Siswa Catatan
1. Apakah kegiatan membuka 1. Apakah saya sudah dapat
pelajaran dapat mengarahkan dan membedakan ciri-ciri
mempersiapkan peserta didik perpindahan konduksi,
mengikuti pelajaran dengan baik
kenveksi, dan radiasi
?
2. Apakah siswa memahami 2. Apakah saya sudah dapat
penjelasan saya? menyebutkan contoh
3. Apakah yang harus diperbaiki bila perubahan fisika dan perubahan
119
siswa tidak paham penjelasan kimia dalam kehidupan sehari-
saya? hari
4. Siswa mana yang perlu perhatian 3. Apakah saya sudah dapat
saya?
menganalisis konsep kimia
yang terjadi dalam Kalor dalam
kehidupan sehari-hari
Asesmen (Tertulis dan/atau Performa)
Asesmen Pemahaman Sains :
Melalui tes tertulis dan secara langsung melalui tanya jawab.
1. Ketika suhu air dinaikkan sebesar 25⁰C dan kapasitas kalor 3.160J/K. maka kalor yang
diterima air adalah?
2. Dalam suatu percobaan, digunakan lempeng sebesar 2 kg. untuk menaikkan suhu lempeng
sebesar 2⁰C, dibutuhkan kalor sebanyak 3.600 J. Berapakah kapasitas kalor lempeng
tersebut?
3. Berikanlah contoh-contoh penerapan perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari!
4. Berikanlah kesimpulan secara singkat tentang materi perpindahan kalor yg telah
disampaikan dengan versi terbaik dari kelompok mu!
Asesmen Keterampilan Proses:
Melalui observasi kinerja / penampilan presentasi/ pengerjaan LKPD

Aspek Penilaian
Unjuk Kerja
Contoh instrumen penilaian unjuk kerja dapat dilihat pada instrumen penilaian ujian keterampilan
berbicara sebagai berikut:

Instrumen Penilaian
Sangat Kurang Tidak
Baik
No Aspek yang Dinilai Baik Baik Baik
(75)
(100) (50) (25)

1 Kesesuaian respon dengan pertanyaan

2 Keserasian pemilihan kata

3 Kesesuaian penggunaan tata bahasa

Kriteria penilaian (skor)


100 = Sangat Baik
75 = Baik
50 = Kurang Baik
25 = Tidak Baik

120
Cara mencari nilai (N) = Jumlah skor yang diperoleh siswa dibagi jumlah skor
maksimal dikali skor ideal (100)

Instrumen Penilaian Diskusi


No Aspek yang Dinilai 100 75 50 25

1 Penguasaan materi diskusi

2 Kemampuan menjawab pertanyaan

3 Kemampuan mengolah kata

4 Kemampuan menyelesaikan masalah

Keterangan :
100 = Sangat Baik
75= Baik
50 = Kurang Baik
25 = Tidak Baik

REKOMENDASI BACAAN

Sumber bacaan bisa dari buku referensi baik cetak maupun BSE, atau dari internet
misalnya untuk memperkaya pengetahuan guru dan siswa tentang tema atau
materi pembelajaran, seperti link:

 https://gurubelajarku.com/perpindahan-kalor/

SOAL PENGAYAAN

Tabel ini menunjukkan kalor jenis beberapa zat. Harga kalor jenis bergantung
pada suhu dan tekanan. Akan tetapi, untuk perubahan suhu yang tidak terlalu
besar kalor jenis dianggap tetap.

Zat Kalor Jenis


(J/kg K)
Aluminium 900
Tembaga 390
Kaca 670
Besi atau Baja 450
Timah hitam 130
121
Marmer 860
Perak 230
Kayu 1.700
Alkohol (etil) 2.400
Raksa 140
Es 2.100
Air 4.200
Udara 1.000

a. Apakah yang disebut kalor jenis?


b. Zat apakah yang kalor jenisnya paling tinggi?
Solusi:

a. Fakta Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu 1 kg suatu zat sebesar 1oC atau 1 K. Pada suhu 15oC dan tekanan 1 atm,
kalor jenis air adalah c = 1 kkkal/kg oC = 4.200 J/kg K. Artinya, untuk
menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1 oC atau 1 K diperlukan kalor sebanyak 1
kkal atau 4.200 J.
b. Berdasarkan Tabel tampak bahwa air adalah zat yang kalor jenisnya paling
tinggi. Artinya, jika dibandingkan dengan zat lain untuk massa dan kenaikan
suhu yang sama, air mampu mengambil kalor yang lebih besar apabila air
bersentuhan dengan benda yang suhunya lebih tinggi. Jadi, air merupakan
bahan yang baik sekali untuk menyimpan energi panas. Air juga merupakan
pendingin yang baik. Itulah sebabnya air dipilih sebagai bahan pendingin
radiator mesin mobil. Pada siang hari ketika terik matahari, air dalam danau
masih terasa dingin meskipun udara di sekitarnya terasa panas. Hal ini karena
kalor jenis air lebih tinggi daripada udara di sekelilingnya, sehingga udara lebih
cepat naik suhunya daripada air.

REMEDIAL

Jika dari hasil evaluasi masih terdapat siswa yang belum memenuhi standar minimal, maka
guru melaksanakan kegiatan remedial. Kegiatan ini diawali dengan remedial teaching , yaitu
guru memberikan pengulangan untuk materi-materi yang CP nya belum tercapai.

Contoh soal remedial

Perubahan Konduksi Konveksi Radiasi Penjelasan

Keju meleleh

Kayu terbakar 122

Pakaian yang
dijemur kering

Proses air
Pengaruh perubahan kalor dibagi menjadi bebrapa bagian, seperti berikut :
1. Pengaruh Kalor Pada Zat

Alat dan Bahan

Gelas kimia, termometer skala Celsius, pembakar spiritus, kaki tiga, kawat kasa, dan beberapa
pecahan es batu

Prosedur Percobaan

1. Masukkan beberapa pecahan es batu ke dalam gelas kimia. Ukurlah suhu awal es batu deng
termometer. Tempatkan gelas kimia di atas kaki tiga dengan menggunakan alas kawat kasa.
2. Panaskan gelas kimia yang telah berisi pecahan-pecahan es batu dengan menggunakan
pembakar spiritus.
3. Amati perubahan angka pada termometer sambil mengamati perubahan yang terjadi pada es
batu mulai dari bentuk padat, cair, dan akhirnya mendidih.
4. Bagaimanakah kesimpulan kalian tentang pengaruh kalor pada zat?

Berdasarkan Kegian dapat disimpulkan bahwa ketika kalor diberikan pada sejumlah es ba
(wujud padat), suhu es naik sampai mencapai titik leburnya (kira-kira 0 oC). Ketika es meleb
menjadi air, suhu tetap 0oC sampai seluruh es melebur. Apabila kalor terus diberikan, suhu air ter
meningkat sampai mencapai titik didih 100 oC. Berdasarkan Kegiatan dapat disimpulkan bahw
pemberian kalor pada zat dapat menyebabkan perubahan suhu zat dan perubahan wujud zat

2. Hubungan antara Kalor dan Perubahan Suhu

Alat dan Bahan

Gelas kimia, termometer skala Celsius, statif, pembakar spiritus, kaki tiga, kawat kasa, dan air 50
mL

Prosedur Percobaan

1. Tuangkan air ke dalam gelas kimia dan catatlah suhunya. Selanjutnya, letakkan gelas
123
kimia di atas kaki tiga dengan menggunakan alas kawat kasa.
2. Pasang termometer pada statif dan masukkan termometer ke dalam air.
3. Panaskan air dengan menggunakan pembakar spiritus.
4. Amati suhunya untuk setiap selang waktu 1 menit. Tulislah hasil pengamatan kalian pada
Tabel Pengamatan.
Berdasarkan Kegiatan dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu pemanasan
3. Hubungan antara Kalor dan Massa Zat
Bagaimanakah hubungan antara kalor dan massa zat? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kalian dapat melakukan Kegiatan 4.3 di atas, tetapi dengan
massa air yang berbeda. Misalnya, menggunakan air sebanyak 50 mL dan 100
mL. Apabila masing-masing air dipanaskan dengan pemanas yang sama, air
manakah yang mencapai suhu 40oC terlebih dahulu? Benar. Air sebanyak 50
mL membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai suhu 40 oC.
Artinya, air sebanyak 100 mL membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mencapai suhu 40oC. Pemanasan yang semakin lama menunjukkan jumlah
kalor yang diterima air juga semakin banyak. Sebaliknya, pemanasan yang
lebih singkat menunjukkan jumlah kalor yang diterima juga semakin sedikit.
Jadi, jumlah kalor sebanding dengan massa benda. Semakin besar massa
benda, semakin besar pula jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu benda benda itu. Semakin besar massa benda, semakin besar pula jumlah
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda. Semakin kecil massa
benda, semakin kecil pula jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu benda itu.

4. Hubungan antara Kalor dan Jenis Zat


Alat dan Bahan

Gelas kimia (2 buah), termometer skala Celsius (2 buah), statif (2 buah), pembakar spiritus (2
buah), kaki tiga (2 buah), kawat kasa (2 buah), serta air dan minyak goreng masing-masing 50 mL

Prosedur Percobaan

1. Tuangkan 50 mL air dan 50 mL minyak goreng masing-masing ke dalam gelas kimia dan
catatlah suhunya. Selanjutnya, letakkan gelas kimia di atas kaki tiga dengan menggunakan
alas kawat kasa.
2. Pasanglah termometer pada statif dan masukkan termometer ke dalam air. Hal yang sama,
lakukanlah untuk minyak goreng.
3. Panaskan masing-masing gelas kimia dengan menggunakan pembakar spiritus yang
memiliki kemampuan pembakaran yang sama.
4. Berapakah waktu yang diperlukan setiap zat cair untuk mencapai suhu 40oC?
Jika Kegiatan dilakukan dengan teliti, ternyata air membutuhkan waktu lebih lama untuk
mencapai suhu 40oC. Artinya, untuk mencapai suhu 40oC air membutuhkan kalor lebih banyak
daripada minyak goreng. Dengan demikian, jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
zat bergantung pada jenis zat. Perbedaan jumlah kalor ini disebabkan oleh sifat khas yang dimiliki
oleh air dan minyak goreng. Dalam fisika, sifat khas ini dinamakan kalor jenis dengan simbol c.
Jadi, air dan minyak goreng memiliki kalor jenis yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas dapat124 disimpulkan bahwa untuk menaikkan suhu suatu zat
bergantung pada tiga faktor, yaitu: perubahan suhu, massa zat, dan kalor jenis. Uraian di atas juga
menunjukkan bahwa jumlah kalor (Q) yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda
sebanding dengan massa benda (m) dan sebanding dengan kenaikan suhu (t).
DAFTAR PUSTAKA

Modul pembelajaran Fisika SMA : https://file.defantri.com/2022/04/article-


14.html
Sumber: simpkb.id
https://www.bola.com/ragam/read/5063159/contoh-contoh-perpindahan-
kalor-secara-konduksi-konveksi-dan-radiasi

GLOSARIUM

Perubahan fisika : perubahan yang tidak disertai dengan perubahan komposisi


kimia dari komponen – komponen penyusunnya

Perpindahan Kalor : perubahan perpindahan panas yang terjadi pada benda

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Mata Pelajaran : Fisika


Kelas/Semester : XI/Semester Genap
Materi pokok : Suhu dan Kalor
Alokasi waktu : 2 x 45 menit (2 JP)

Tujuan pembelajaran
Melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery
Learning dan pendekatan saintifik, peserta didik diharapkan mampu Memahami
konsep Suhu dan Kalor, Menganalisis temperatur dan Mengetahui penerapan
pengaplikasian Suhu dan Kalor dengan rasa ingin tahu, tanggung jawab, disiplin
selama proses pembelajaran, bersikap jujur, percaya diri dan pantang menyerah,
serta memiliki sikap sikap responsive (berpikir kritis) dan proaktif (kreatif), serta
mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik melalui literasi tinggi.

Kegiatan pembelajaran
Gambaran Umum Pertemuan Kegiatan Pembelajaran dan alternatifnya

125
a. Pertemuan ke-1
Persiapan Pembelajaran

 Model : Discovery Learning


 Pendekatan : Saintifik
 Metode : Demonstrasi, Diskusi, Persentasi dan Tanya jawab
 Menyiapkan alat dan bahan :

Kegiatan Pembelajaran

Aktivitas Guru Aktivitas dan Pengaturan Peserta


Didik
Pembukaan apresepsi (durasi 5 menit) Pengaturan Peserta Didik: klasikal
18.Mengucapkan salam dan menyapa peserta didik saat 18. Menjawab salam dan berdoa
memulai pembelajaran, dan memeriksa kehadiran. secara klasikal.
19.Fase 1 (Modelling) 19. Memperhatikan guru.

20. (yel-yel)
20. Peserta didik membawakan yel-
yel yang diberikan guru.
21. (As Question + Apresiasi) 21. Menjawab pertanyaan guru.
22.Memberikan pemusatan perhatian dengan 22. Menyimak dan memberi respon
mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang balik dalam bentuk pertanyaan
akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik mengenai materi.
sebelumnya serta mengajukan pertanyaan untuk
mengingat dan menghubungkan materi selanjutnya.
23. (Ice Breaking) 23. Peserta didik melakukan
pemanasan agar lebih semangat
dalam belajar.
24.Menyampaikan motivasi tentang apa yang dapat 24. Mendengarkan motivasi dari
diperoleh (tujuan & manfaat) dengan mempelajari guru.
Suhu dan Kalor.
25. Fase 2 Agrement (Kesepakatan) 25. Peserta didik menyepakati
Guru menjelaskan hal-hal yang akan disepakati Bersama tata tertib yang dibuat
bersama saat proses pembelajaran sedang Bersama.
berlangsung.
26. Menyebutkan tujuan pembelajaran. 26. Menyimak tujuan pembelajaran
mengenai materi Suhu dan
Kalor.

Kegiatan Inti (durasi 35 menit) Pengaturan Peserta Didik:


Berkelompok (3-5) Peserta Didik
27. Fase 3 Stimulation (Pemberian Rangsangan) 27. Peserta didik harus
- Guru menjelaskan hal-hal yang akan dipelajari, memperhatikan penjelasan yang
126
kompetensi yang akan dicapai, serta metode yang disampaikan oleh guru.
akan ditempuh.
- Peserta didik diberi rangsangan untuk memusatkan
perhatian pada topik materi Suhu dan Kalor.
28. Fase 4 Problem Statemen (Identifikasi Masalah) 28. Peserta didik harus aktif untuk
- Guru memberikan kesempatan pada peserta didik mengidentifikasi,menganalisis
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin serta berhipotesis tentang materi
pertanyaan yang berkaitan dengan gambar yang yang sedang dijelaskan oleh
disajikan dan akan dijawab melalui kegiatan belajar guru.
khususnya pada materi Suhu dan Kalor.
29. Fase 5 Data Collecting (Mengumpulkan Data) 29. Siswa membentuk kelompok
- Guru membentuk peserta didik menjadi beberapa sesuai dengan arahan dari guru
kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan untuk berdiskusi mengenai
informasi dari buku ajar dan e-book lainnya sebagai materi yang sedang
bahan literasi, mempresentasikan ulang, dan saling berlangsung.
bertukar informasi mengenai materi Suhu dan Kalor.
30. Fase 6 Data Processing (Mengelolah Data) 30. Peserta didik harus mampu
- Peserta didik dalam kelompok menuangkan data Menganalisis masalah yang ada,
dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok saat pembelajaran sedang
secara point singkat. berlangsung.
31. Fase 7 Verification (Memverisfikasi) 31. Peserta didik mampu mengulas
dan merangkum materi, serta
- Peserta didik membandingkan hasil diskusi antar
menciptakan suasana diskusi
kelompok melalui sesi beberapa presentasi
yang menarik tentang materi
kelompok dan guru mengarahkan proses
Suhu dan Kalor.
pembelajaran ke bentuk tanya jawab yang
berhubungan dengan materi seputar temperatur yaitu
Suhu dan Kalor.
32. Peserta didik dapat
32. Fase 8 Generalization (Menyimpulkan)
menyimpulkan tentang materi
- Peserta didik (dibimbing guru) membuat kesimpulan
medan magnet yaitu Suhu dan
tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait materi
Kalor.
Suhu dan Kalor.
- Peserta didik yang belum
- Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk
paham diharuskan untuk
menanyakan/diskusi Kembali hal-hal yang belum di
menyampaikan bagian yang
pahami tentang materi Suhu dan Kalor.
belum dipahami mengenai
materi yang berlangsung.
33. Peserta didik bermain games
33. Games
yang diberikan Guru
Penutup (durasi 5 menit)
34. Fase 9 Refleksi 34. Menyimpulkan ulang hasil
- Guru memandu/membimbing peserta didik untuk pembelajaran
menyimpulkan ulang hasil pembelajaran. - Mengapresiasi apapun hasil dari
- Guru memberikan penghargaan misalnya Pujian kerja kelompok
atauu bentuk penghargaan lain yang Relevan kepada - Mencatat tugas rumah tentang
kelompok yang kerjanya baik. materi yang berlangsung atau
akan berlangsung
127
- (Apresiasi) - Berdoa dan menjawab salam
- Guru menugaskan peserta didik untuk terus mencari
informasi dimana saja yang berkaitan dengan materi
yang sedang atau akan dipelajari selanjutnya.
- (yel-yel)
- Guru bersama peserta didik mengakhiri
pembelajaran dengan membacakan doa dan ucapan
salam penutup.

Penilaian Hasil Pembelajaran


1. Penilaian Sikap : Proses Pembelajaran
2. Penilaian Pengetahuan : Tes Lisan dan Tes Diskusi
3. Penilaian Keterampilan : Praktek Manual

Lampiran 5 Validasi RPP


-
Lampiran 6 Validasi Soal Pemahaman Konsep
-
Lampiran 7 Hasil Observasi
-
Lampiran 8 Hasil Lembar Kerja Siswa
-
Lampiran 9 Soal Pretest dan Posttest

1. Besaran fisika yang dimiliki bersama antara dua benda atau lebih yang
berada dalam kesetimbangan termal merupakan definisi dari ...
A. Suhu C. Pemuaian
B. Panas D. Kalor jenis

2. Termometer merupakan alat pengukur suhu. Ada beberapa jenis


termometer diantaranya termometer zat cair, termometer gas,
termometer hambatan, termokopel, pirometer, dan termometer
bimetal. Termometer jenis ini bekerja berdasarkan pada sifat ...
A. termokimia C. termodinamika
128
B. termometrik D. termofisika

3. Termometer yang sering digunakan untuk keperluan di laboratorium


umumnya merupakan termometer zat cair. Berdasarkan pertimbangan
khusus, zat cair yang biasa digunakan untuk mengisi termometer yang
mampu mengukur suhu yang rendah adalah ...

A. air C. spiritus
B. raksa D. alkohol

4. Skala termometer yang menetapkan titik tetap bawahnya berdasarkan


energi kinetik rata-rata molekul suatu benda yang memiliki nilai
minimum atau dinamakan nol mutlak adalah skala ...
A. Celcius C. Reamur
B. Kelvin D. Fahrenheit

5. Pada skala Celcius, titik tetap bawahnya adalah 0 °C dan titik tetap
atasnya adalah 100 °C. Pada skala Fahrenheit, titik tetap bawahnya
adalah 32 °F dan titik tetap atasnya adalah 212 °F. Ada suatu nilai yang
menunjukkan bahwa nilai suhu pada skala Celcius sama dengan nilai
suhu pada skala Fahrenheit. Nilai tersebut adalah ...
A. 32 B. 0 C. -40 -273

6. Suhu sebuah benda ketika diukur dengan menggunakan termometer


Fahrenheit adalah 149 °F. Nilai suhu benda tersebut dalam skala Celcius
dan Kelvin adalah ...
A. 56 °C dan 128 K C. 25 °C dan 208 K
B. 65 °C dan 338 K D. 45 °C dan 358 K

7. Pemuaian pada benda umumnya terjadi ketika ketika suatu benda


dipanaskan (suhu benda naik) dan sebaliknya bila suatu benda
129
didinginkan maka benda akan menyusut. Akan tetapi ada pengecualian
pada air, dimana ketika suhu air bertambah dari 0 °C hingga 4 °C, air akan
menyusut. Keadaan ini lebih dikenal dengan ...
A. anomali C. pembekuan
B. kalori D. Pemuaian

8. Sebuah pipa baja pada suhu 20 °C panjangnya 100 cm. Berapakah


panjang pipa baja tersebut pada suhu 60 °C? ( = 0,000011 °C-1)?
A. 100,144 cm C. 100,004 cm
B. 100,044 cm D. 100.114 cm
9. Ketika suhunya dinaikkan sebesar 50 °C, sebuah batang logam yang
mula-mula panjangnya 2 m berubah menjadi 2,00061 m. Koefisien muai
panjang batang logam tersebut adalah ...
A. 0,61 x 10-6 °C-1 C. 61 x 10-6 °C-1
B. 6,1 x 10-6 °C-1 D. 610 x 10-6 °C-1
10. Tiga buah logam; A, B, dan C, masing-masing memiliki koefisien muai
panjang () yang berbeda-beda, dimana koefisien muai panjang A lebih
besar dari B dan koefisien muai panjang C lebih besar dari A. Bila ketiga
logam tersebut dipanaskan, maka ...
A. Logam A memuai lebih cepat dari logam B dan logam C
B. Logam B memuai lebih cepat dari logam A dan logam C
C. Logam C memuai lebih cepat dari logam A dan logam B
D. Ketiga logam A, B, dan C memuai bersamaan

11. Dua buah keping logam, A dan B, memiliki koefisien muai panjang yang
berbeda, dimana koefisien muai panjang A lebih besar daripada koefisien
muai panjang B. Dari kedua keping logam tersebut dibuat keping bimetal.
Ketika keping bimetal ini tersebut dipanaskan maka ...
A. bimetal akan melengkung ke arah keping A
B. bimetal akan melengkung ke arah keping B
130
C. bimetal akan melengkung ke arah keping A untuk keping B dan ke
arah keping B untuk keping A
D. bimetal tidak akan melengkung

12. Tekanan suatu massa tertentu gas pada suhu tetap berbanding terbalik
dengan volumenya. Pernyataan tersebut merupakan bunyi dari ...
A. Hukum Boyle C. Hukum Gay-Lussac
B. Hukum Charles D. Hukum Tekanan

13. Pada mulanya kalor diartikan sebagai fluida atau zat alir. Kemudian
ada seorang ilmuwan Inggris yang melakukan sebuah percobaan
untuk menghitung jumlah energi mekanik yang ekivalen dengan kalor
sebanyak satu kalori dan berhasil membuktikan bahwa kalor
merupakan salah satu bentuk energi. Ilmuwan yang dimaksud adalah
...
A. Joseph Black C. Anders Celcius
B. J. P. Joule D. A. L. Lavoisier

14. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kilogram


zat sebesar 1 °C atau 1 K merupakan definisi dari ...
A. kalor jenis C. kalor didih
B. kalor lebur D. kapasitas kalor

15. Peristiwa terjadinya angin darat dan angin laut adalah salah satu
bukti adanya perpindahan panas secara ...
A. radiasi C. konveksi
B. konduksi D. pancaran

16. Perpindahan panas secara konduksi terjadi apabila ...


A. pada bagian bahan yang panas molekulnya bergerak ke

131
molekul lainnya sehingga suhunya naik.
B. pada bagian bahan yang panas molekulnya tetap diam sehingga
suhunya naik.
C. pada bagian bahan yang panas molekulnya berpindah ke
molekul lainnya sehingga suhunya naik.
D. pada bagian bahan yang panas molekulnya bergetar dan
membentur molekul lainnya sehingga suhunya naik.

17. Nelayan di pantai akan pergi melaut pada malam hari karena ...
A. Pada malam hari terjadi angin laut yang arahnya dari darat ke laut
B. Pada malam hari terjadi angin darat yang arahnya dari darat ke laut
C. Pada malam kari terjadi angin laut yang arahnya dari laut ke darat
D. Pada malam hari terjadi angin darat yang arahnya dari darat ke laut

18. Sebuah logam yang massanya 5 kg memiliki kapasitas kalor 2,324 x


103 J/K. Nilai kalor jenis logam tersebut adalah ...
A. 4648 J/kg K C. 46,48 J/kg K
B. 464,8 J/kg K D. 4,648 J/kg K

19. 250 g timah dipanaskan dari 10 °C hingga 45 °C. Bila kalor jenis
timah adalah 130 J/kg.°C, berapakah banyaknya kalor yang
diperlukan?
A. 1137,5 J C. 1175 J
B. 11,375 J D. 113,75 J

20. Untuk melebur 5 kg es menjadi 5 kg air pada suhu 0 °C


diperlukan kalor 1680 kJ. Berapakah nilai kalor lebur es?
A. 360 kJ C. 336 kJ
B. 630 kJ D. 136 kJ

Lampiran 10 Jawaban Soal Pretest dan Posttest

132
1. A, besaran fisika yang dimiliki bersama antara dua benda
atau lebih yang berada dalam kesetimbangan termal
merupakan definisi dari suhu.
2. B, termometer bekerja berdasarkan sifat termometriknya.
3. D, salah satu kelebihan dari alkohol adalah dapat
digunakan untuk mengukur suhu yang rendah.
4. B, skala Kelvin merupakan skala suhu mutlak, dan titik
bawah dari skala Kelvin didasarkan pada ukuran energi
kinetik minimal dari suatu benda.
5. C, dengan menggunakan hubungan antara skala Celcius dan
Fahrenheit
6. B, dengan menggunakan hubungan antara skala Celcius,
Fahrenheit, dan Kelvin.
7. A, anomali pada air terjadi antara rentang 0 °C hingga 4
°C dimana ketika suhu bertambah antara rentang
tersebut terjadi penyusutan volume air.
8. B, dengan persamaan pemuaian panjang, panjang
pipa baja tersebut setelah mengalami kenaikan
suhu menjadi 100,044 cm.
9. B, dengan persamaan pemuaian panjang, koefisien muai
panjang batang logam adalah 6,1 x 10-6 °C-1.
10. C, semakin besar koefisien muai panjang, semakin
panjang perubahan panjang karena perubahan suhu;
ini berarti semakin cepat pemuaian logam tersebut
untuk selang waktu yang bersamaan.
11. B, logam A memiliki koefisien muai panjang lebih besar
sehingga akan memuai lebih panjang; karena pada
bimetal masing-masing keping dikeling, sehingga
bimetal akan melengkung ke arah keping B.
12. A, hukum Boyle.
133
13. B, J. P. Joule
14. A, kalor jenis
15. C, konveksi
16. D, konduksi terjadi karena getaran molekul-molekul pada bagian
bahan yang panas dan menggetarkan (membentur) molekul lainnya
sehingga ikut bergetar.
17. D, malam hari terjadi angin darat yang arahnya dari darat ke laut.
18. B, kalor jenis logam (c) = C/m = 464,8 J/kg K.
19. A, kalor yang diperlukan (Q) = m.c.∆T = 1137,5 joule
20. C, kalor lebur es (L) = Q / m = 336 kJ

Lampiran 11 Uji Validasi Pemahaman Konsep


-
Lampiran 12 Uji Realiabilitas
-
Lampiran 13 Taraf Kesukaran
-
Lampiran 14 Daya Pembeda
-
Lampiran 15 Analisis Kriteria Soal
-
Lampiran 16 Pedoman Wawancara Guru

1. Berapa kelas yang Bapak ajar mata pelajaran fisika di kelas


XI?
2. Model/metode/pendekatan apa yang
biasanya Bapak gunakan ketika
melaksanakan pembelajaran fisika?
3. Sejak kapan Bapak menggunakan
model/metode/pendekatan ini dalam
pembelajaran fisika?
4. Apakah model/metode/pendekatan tersebut
Bapak gunakan di semua kelas yang Bapak ajar

134
mata pelajaran fisika?
5. Bagaimanakah suasana pembelajaran fisika
setelah Bapak menerapkan
model/metode/pendekatan tersebut dalam
pembelajaran fisika?
6. Apakah terdapat kendala ketika
menerapkan model/metode/pendekatan yang
Bapak gunakan saat ini?
7. Bagaimanakah cara Bapak untuk mengatasi kendala
tersebut?
8. Apakah menurut Bapak penerapan
model/metode/pendekatan tersebut dapat
mencapai hasil pembelajaran yang baik?
9. Bagaimanakah nilai siswa setelah
menerapkan model/metode/pendekatan ini?
10. Apakah melalui model/metode/pendekatan
yang Bapak gunakan saat ini mampu
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa?
11. Apakah selama proses pembelajaran fisika
Bapak menggunakan kelompok belajar?
12. Bagaimanakah cara Bapak untuk
menentukan anggota untuk setiap kelompok
belajar siswa?
13. Apakah siswa pernah ditugaskan untuk
merancang/membuat proyek terkait materi
fisika yang sedang dipelajarinya?
14. Menurut Bapak, bagaimanakah respon
mengenai tugas merancang/membuat proyek

135
tersebut?

Lampiran 17 Dokumentasi

Lampiran 18 Nama-nama Siswa

NO JK NAMA
1 P Ayu Komang Amanda Gunawan

136
2 P Ayu Resti Melinda
3 P Dominica Ivone Devita Maheswari
4 L Gde Pandyata Prathama
5 L I Dewa Gede Krishna Kanhaiya Chintamani
6 L I Gede Juna Darma Putra
7 L I Gede Made Wahyu Setiawan
8 P I Gusti Ayu Made Winda Maharani
9 L I Gusti Bagus Agung Kasumayana
10 L I Gusti Bagus Anom Suryadinata
11 L I Gusti Made Wawan Adi Putra
12 L I Gusti Ngurah Agung Krisna Widiantara Bagus Putra
13 L I Gusti Ngurah Wahyu Krisna
14 L I Made Edo Gresta Sutrisna
15 L I Made Govinda Duta Paramahamsa
16 L I Made Narendra Aiswarya Darma
17 L I Putu Anandika Wira Pratama
18 L I Putu Andi Wiratama Putra
19 L I Putu Igharcita Mattangwan
20 L I Putu Yoga Satwika
21 P Kadek Arya Dwi Sastrani
22 P Kadek Ayu Melly Andari
23 P Kadek Ayu Mirah Ariyani
24 P Kadek Mahatma Dwi Maharani
25 P Ni Kadek Mei Permatasari
26 P Ni Luh Irma Diyanti

Lampiran 19 Biodata
-

137

Anda mungkin juga menyukai