Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MENILAI HUBUNGAN SAAT BERKOMUNIKASI

Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Komunikasi Antarpribadi

Dosen Pengampu :

Dra. Elni Yakub, MS. / Siska Mardes, S.Pd., M.Pd., Kons.

Disusun Oleh:

Kelompok 7 Kelas B

Desy Belanda Situmeang 2205112641


Iffah Syahna Khalishah 2205112670
Tesa Sessio Mentiana 2205111326
Salma Deyanti 2205111308
Rusdian Shabrina Mukti R. 2205134493

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta karunia sehingga kelompok ini dapat menyelesaikan tugas makalah
kelompok yang berjudul “Menilai Hubungan Saat Berkomunikasi”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
“Komunikasi Antarpribadi” di Program studi Bimbingan dan Konseling FKIP
Universitas Riau.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen mata kuliah Komunikasi Antar Pribadi yaitu Ibu Dra. Elni Yakub, MS. dan
Ibu Siska Mardes, S.Pd., M.Pd., Kons.. Selain itu makalah ini juga dibuat dengan
tujuan sebagai metode pembelajaran guna menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan khususnya tentang Menilai Hubungan Saat Berkomunikasi.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi
materi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini dan menjadi bahan perbaikan di
masa yang akan datang.

Pekanbaru, 24 November 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
KAJIAN TEORI ............................................................................................................... 3
2.1 Menilai Kekuatan Hubungan Antarpribadi................................................... 3
2.2 Lingkungan Hubungan Yang Bermutu .......................................................... 3
2.3 Pengembangan Hubungan dan Pengorganisasian ......................................... 7
2.4 Sifat Timbal Balik dalam Hubungan Antarpribadi .................................... 12
2.5 Peran Tugas dan Pemeliharaan Hubungan Antarpribadi .......................... 15
BAB III............................................................................................................................. 21
PENUTUP ........................................................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 21
3.2 Saran ................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai makhluk sosial, manusia sejatinya akan senantiasa menjalin
hubungan dengan individu lain melalui komunikasi antarpribadi, mencoba
mengenali dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi dan
mempertahankan interaksi tersebut. Komunikasi Antarpribadi merupakan
proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka,
melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna
(Budyatna, 2011:14 dalam Edi Harapan dan Syarwani Ahmad, 2016).

Menjalin hubungan dalam kehidupan manusia merupakan syarat mutlak


untuk mempertahankan eksistensinya dalam bermasyarakat, terutama dalam
interaksi antarmanusia, sebab hubungan antarmanusia memainkan peran
penting dalam membentuk kehidupan masyarakat, terutama Ketika hubungan
antarpribadi itu mampu memberi dorongan kepada orang tertentu berkaitan
dengan perasaan, pemahaman informasi, dukungan, yang mempengaruhi citra
diri orang serta membantu orang untuk memahami orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka makalah ini memilikirumusan
masalah sebagai berikut:

1. Apa itu menilai kekuatan hubungan antarpribadi?


2. Seperti apa lingkungan hubungan yang bermutu?
3. Bagaimana pengembangan hubungan dan pengorganisasian?
4. Bagaimana sifat timbal balik dalam hubungan antarpribadi?
5. Apa saja peran tugas dan pemeliharaan hubungan antarpribadi?
6. Apa itu kepemimpinan dalam komunikasi antarpribadi?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka tujuan penulisan
adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tentang cara menilai kekuatan hubungan antarpribadi.


2. Mengetahui tentang ciri lingkungan hubungan yang bermutu.
3. Mengetahui tentang pengembangan hubungan dan pengorganisasian.
4. Mengetahui tentang sifat timbal balik dalam hubungan antarpribadi.
5. Mengetahui apa saja peran tugas dan pemeliharaan hubungan antarpribadi.
6. Mengetahui tentang kepemimpinan dalam komunikasi antarpribadi.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Menilai Kekuatan Hubungan Antarpribadi


Sejumlah penelitian membuktikan bahwa inisiasi hubungan antarpribadi
ternyata menegangkan. Selanjutnya, usaha untuk mempertahankan hubungan
antarpribadi ketika seseorang sedang dalam masalah juga sangat menegangkan.
Dalam bentuknya yang lebih kritis, yaitu saat disintegrasi dari hubungan
interpesonal, ternyata melahirkan kesepian dalam hidup, terjadi kekacauan
keluarga, bahkan dapat melahirkan depresi.

Kesuksesan dalam hubungan antarpribadilah yang dirasakan menyenangkan


dan memuaskan. Seperti dinyatakan di atas, apa pun bentuknya, terjadinya
permasalahan dalam hubungan, dirasakan sebagai hal yang menegangkan dan
tidak mengenakkan. Meninjau kembali hubungan, bagaimana memeliharanya,
ataupun memperbaikinya adalah sangat penting dalam komunikasi
antarpribadi. Alasan untuk melakukan peninjauan kembali hubungan
interpersonal dapat bermacam-macam, seperti kebosanan, keretakan,
pertumbuhan, disintergrasi, dan lain-lain. Jika sebab-sebabnya dapat banyak
sekali, maka akibatnya terbatas.

2.2 Lingkungan Hubungan Yang Bermutu


Lingkungan yang bermutu adalah lingkungan yang memberikan
kesempatan kepada seorang individu untuk selalu mengalami pertumbuhan.
Perkembangan individu dan hubungan sebaliknya berkaitan dengan kepuasan
rasa diri, dan hubungan yang memuaskan. Ini adalah produk dari:

(1) dukungan positif konsep diri,


(2) akurasi konsep diri, dan
(3) keterampilan mengelola interaksi.

3
Watzlawick et al (Cushman, 1985 dalam Edi Harapan dan Syarwani Ahmad,
2016) menemukan adanya tiga respons komunikasi yang dapat diberikan
seorang terhadap presentasi diri atau inisiasi untuk membentuk hubungan,
yaitu konfirmasi, penolakan, dan diskonfirmasi. Respons konfirmasi memberi
umpan balik pada orang lain bahwa seorang menerima presentasi diri atau
hubungan yang disinisiasi. Respons penolakan memberi umpan balik pada
orang lain bahwa seorang mengerti presentasi dirinya beserta inisiasi
hubungannya, tapi ia tetap menolaknya. Sedangkan respons diskonfirmasi
memberi umpan balik bahwa seorang menolak untuk mengerti realita dari
presentasi diri ataupun hubungan yang diharapkannya. Suatu lingkungan
komunikasi bermutu untuk pengembangan diri dan hubungan yang
memuaskan, harus berisi dukungan kuat terhadap konsep diri yang positif
ataupun respons yang bersifat konfirmasi diri orang lain.

Akurasi konsep diri menjadi esensi untuk meramalkan dampak dari perilaku
seseorang terhadap orang lain, untuk mendapatkan tempat dari orang lain,
untuk mencapai penyesuaian hubungan, dan untuk mencapai hubungan yang
memuaskan. Kesalahan penilaian seseorang pada orang lain, atau sebaliknya
kesalahan orang lain terhadap dirinya, sangat mengecewakan. Kekecewaan
mengarah pada disintergrasi konsep diri dan disintergrasi hubungan;
sedangkan akurasi konsep diri menuju pada pertumbuhan konsep diri dan
pertumbuhan hubungan.

Keterampilan mengelola interaksi dapat terwujud dari pengetahuan tentang


liku-liku dan permasalahan hubungan dan komunikasi antarpribadi, dan ini
adalah mengenai semua yang telah dibicarakan di atas dan lainnya mengenai
hubungan interpersonal.

2.2.1 Kelanjutan Hubungan

Hal yang sangat menyenangkan adalah mencoba merefleksikan hubungan


antarpribadinya dengan teman sejawat, kemudian memahami bagaimana dan
mengapa hadirnya rasa kebanggaan diri dan kepuasan dari hubungan

4
antarpribadi tersebut yang lahir dari interaksi antarindividu yang hadir di
dalamnya.

Melanjutkan hubungan demikian, melibatkan penggunaan keterampilan


mengelola interaksi, misalnya menjalin hubungan yang pantas dan kinestik. Ini
gunanya untuk memahami perubahan- perubahan konsep diri orang lain, dan
untuk meningkatkan dukungan positif yang timbal-balik dari konsep diri
tersebut, dan akurasi konsep diri dalam rangka mempererat hubungan antara
kedua belah pihak. Pemahaman mengenai hubungan demikian, memberi
pengetahuan pada diri mengenai siapa dirinya, dan dapat menjadi apakah
dirinya dengan adanya bantuan dari orang lain.

2.2.2 Memperbaiki Hubungan

Dalam hubungan antarpribadi kadang-kadang teman sejawat membuat


kesalahan tanpa disengaja, dan kesalahan tanpa sengaja tersebut dapat
mengancam hubungan. Juga sering kali hal demikian tidak disangka akan
menimbulkan dampak terhadap hubungan. Bila hal ini terjadi, ada tiga
kemungkinan tindakan yang dapat diambil, di antaranya adalah: (1) diabaikan
dan dianggap bencana alam; (2) pemutusan hubungan; (3) dikonfirmasikan
dengan teman tersebut tentang permasalahan dan kemungkinan akibatnya, dan
diminta untuk melakukan berbagai pertimbangan. Pertimbangan merupakan
suatu tipe pembicaraan di mana perlu dicoba untuk menjembatani jarak antara
perilaku yang tidak diduga dengan harapan orang lain.

Menurut Abizar (1986) (dalam Edi Harapan dan Syarwani Ahmad, 2016)
terdapat empat tipe perhitungan yang dapat dilakukan, yaitu: (1) penyesalan
(excuse), (2) pembenaran (justification), (3) konsesi, dan (4) penolakan.

Pada penyesalan, seseorang mengakui bahwa perbuatannya jelek, salah dan


tidak pantas, tetapi menolak bertanggung jawab penuh terhadapnya. Pada
pembenaran, seseorang akan menerima tanggung jawab terhadap
perbuatannya, tetapi menolak bahwa apa yang dilakukannya menyebabkan
masalah. Seperti misalnya ada pernyataan "saya memang berkata demikian,

5
tetapi itu tidak akan menyinggung orang lain". Pada konsesi, seseorang
mengakui bertanggung jawab atas perbuatannya, oleh karena itu ia
memberikan restitusi ataupun kompensasi. Pada penolakan, seseorang akan
menolak sifat negatif dari perbuatannya. Misalnya, "saya sengaja menyatakan
hal itu, dan itu akan membuatnya akan menjadi orang yang lebih baik".

Keempat penghitungan di atas adalah cara-cara yang umum ditemui dalam


masyarakat, dalam rangka menetralisir perbuatan atau konsekuensinya bila
terjadi masalah. Dalam hal ini, perhitungan, meluruskan, dan memperbaiki
kembali identitas individu serta hubungan, jika terjadi masalah. Melakukan
berbagai perhitungan tersebut menjadi keterampilan, mengelola interaksi, dan
menjadi sangat penting untuk membangun lingkungan komunikasi yang
bermutu, di mana individu dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan interaksi,
dalam rangka memberikan dukungan positif terhadap konsep diri dan akurasi
konsep diri.

2.2.3 Membicarakan Kembali Hubungan

Pengalaman yang cukup menegangkan adalah menilai kembali hubungan,


kemudian sampai pada kesimpulan bahwa hubungan perlu dibicarakan kembali
agar menjadi lebih intim. Keberhasilan membicarakan kembali hubungan
interpersonal tergantung pada sejumlah keterampilan mengelola interaksi.

Pertama, seorang individu harus mulai dengan memberikan dukungan kuat


dan akurat atas konsep diri orang lain, yang akan membentuk dasar bagi
hubungan baru. Kedua, harus mengisolasi secara hati-hati sifat konsep diri
yang ditolak dalam erbuat persabahatan lama. Lalu membicarakan hubungan
interpersonal dengan mencoba secara eksplisit atau implisit menolak sifat-sifat
rsebut. Ketiga, menyimpulkan dampak penolakan itu terhadap bungan
interpersonal dan memperlihatkan bahwa hal tersebut akan membangun
hubungan baru yang lebih positif. Keempat, seorang individu harus
menghargai aspek positif dari diri orang lain yang memungkinkan terciptanya
hubungan interpersonal yang baru. Kelima, seorang individu harus

6
menegaskan akan menolak seseorang karena dibentuknya suatu persetujuan
untuk mencoba hubungan baru, dan mewujudkan dukungan terhadap perasaan
yang mendasari hubungan interpersonal yang baru tersebut.

2.2.4 Memutuskan Hubungan

Dalam membina hubungan dengan orang lain, mungkin tiba waktunya di


mana orang lain dirasakan merusak konsep diri dan perasaan diri seseorang
sehingga penilaian kembali hubungan interpersonal bermuara pada pemutusan
hubungan ini. Pertama, dengan cara mengundurkan diri atau menghindari,
yaitu dengan cara menghilang. Kedua, menyampaikan pemutusan dengan nada
positif. Ketiga, dengan cara yang disebut Machiavellianisme, dimana
seseorang menyeret orang lain ke dalam posisinya yang mana orang lain harus
merasa kehilangan muka, atau memutuskan hubungan. Akhirnya mengambil
jalan terbuka, yaitu menyatakan secara terus terang kenapa hubungan harus
berakhir,

Mengelola hubungan interpersonal seperti ini membutuhkan jelasnya


permasalahan. Namun, tidak semua masalah hubungan interpersonal dirasakan
jelas. Menilai hubungan interpersonal tidak selamanya mudah. Namun harus
dibutuhkan usaha untuk melakukannya. Sebab, bagaimanapun yang
diharapkan adalah pengembangan hubungan, dan bukan pemutusan.
Memahami dengan baik permasalahan, lalu mengelolanya dengan baik
merupakan langkah ke arah pengembangan hubungan.

2.3 Pengembangan Hubungan dan Pengorganisasian


Komunikasi antarpribadi merupakan unsur yang sangat penting dalam
sebuah organisasi. Sementara itu, kemampuan untuk berkomunikasi secara
interpersonal memungkinkan orang-orang mengoordinasikan perilaku mereka.
Konsentrasi berhubungan dengan pembentukan koordinasi perilaku antar
komunikator untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi adalah esensi dari
organisasi. Bila seseorang tidak dapat memengaruhi orang lain,

7
mengoordinasikan perilakunya, maka seseorang tidak akan bisa
mengorganisasi diri satu sama lain.

2.3.1 Mengembangkan Hubungan Organisasi

Perkembangan hubungan antarindividu berorientasi pada perilaku antara


satu individu dengan individu lainnya. Semakin baik perkembangan hubungan,
akan semakin terjalin hubungan kerja sama antarindividu bersangkutan, dan
hubungan akan semakin terkoordinasi. Oleh karena kerja sama interpersonal
sangat diperlukan untuk terjalin menjadi organisasi sosial, maka
pengembangan hubungan menjadi sangat penting dalam sebuah organisasi.
Pada kenyataannya, pengembangan hubungan menjadi level yang paling dasar
dalam organisasi sosial.

Menurut Abizar, 1986 (dalam Edi Harapan dan Syarwani Ahmad, 2016)
tidak seorang pun yang dapat berbuat banyak secara individu dalam organisasi.
Hanya melalui aktivitas yang terkoordinasi secara terikat segala sesuatu dicapai
dalam kehidupan organisasi. Pernyataan ini dapat menyebabkan kekesalan bagi
seseorang yang melihat dirinya sebagai individu yang memiliki kekuatan
(power). Adapun yang tidak dapat dipahaminya bila power bukanlah sesuatu
yang dapat digunakan seorang diri. Power seseorang didasarkan pada
kemampuan seseorang untuk memengaruhi perilaku orang lain. Semakin
berpengaruh seorang anggota organisasi, semakin besar power yang akan
didapatkan individu tersebut di dalam kegiatan organisasi. Hubungan
interpersonal mampu membantu memengaruhi laku orang lain.

2.3.2 Mengembangkan dan Mempertahankan Hubungan

Hubungan interpersonal yang baik didasarkan pada pemenuhan kebutuhan


yang saling menguntungkan antar orang- orang yang saling berhubungan.
Masing-masing pihak dalam hubungan interpersonal, di antara keduanya saling
mengharapkan satu sama lain, dan berbuat dengan caranya masing-masing.
Kunci daripada wujud hubungan yang efektif adalah dengan membuat berbagai
ekspektasi yang jelas dari komunikator interpesonal, sehingga mereka dapat

8
mengarahkan berbagai aksinya sesuai dengan kebutuhan dan harapan dari
individu yang berhubungan tersebut.

Misalnya, hubungan di antara suami istri memiliki banyak harapan tentang


perilaku interpersonal yang bersifat wajar. Suami mengharapkan istrinya
membersihkan rumah, sementara istri mengharapkan suaminya membersihkan
pekarangan. Sering kali harapan ini tidak terucapkan sampai apa yang
diharapkan tersebut tidak kesampaian. Masing-masing pihak berpikir bahwa
pihak lainnya tahu apa yang diharapkan darinya tanpa ada pengucapan.

Keadaan ini dapat berbahaya, sebab bila satu pihak tidak sadar akan
harapan-harapan yang diharapkan pihak lain, terdapat kemungkinan salah satu
pihak tidak akan berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk
memperlihatkan konfliknya masalah ini lebih jauh, harapan dari pihak lain dari
adanya perubahan secara kontinu, menjadikan potensi intuk memenuhi
berbagai harapan ini semakin rendah untuk tercapai.

Pola hubungan yang sama, terjadi pada hubungan bisnis dan profesional.
Para pekerja untuk satu tugas yang sama mempunyai harapan tertentu terhadap
perilaku teman sejawatnya. Sebagai contoh, dua orang sekretaris bekerja di
satu kantor kecil mungkin akan saling tergantung satu sama lain untuk berbagai
tugas organisasi. Sekretaris A mungkin mengharapkan sekretaris B melakukan
pekerjaan tertentu, dan sekretarais B juga mengharapkan sekretarais A
melaksanakan pekerjaan lainnya. Masing-masing sekretaris ini dapat bekerja
secara kooperatif serta memenuhi harapan dari masing-masing pihak bila
mereka sadar mengenai hal itu, dan adanya keinginan untuk berbuat sesuai
dengan harapan masing-masing. Bila pekerjaan pengetikan tergesa-gesa
diberikan oleh pimpinan pada salah seorang sekretaris, sedangkan sekretaris
tersebut sedang sibuk mengerjakan pekerjaan lain, maka sekretaris yang lain
diharapkan melaksanakan pekerjaan tersebut. Sementara itu, beban kerja
kantor berubah, maka hubungan kerja kooperatif di antara keduanya juga harus
berubah. Bila kedua sekretaris masih mengandalkan harapan lama untuk
membimbing perilaku mereka, maka mereka tidak akan mampu mengharapkan

9
berbagai tuntutan baru dari organisasi. Jika beban kerja berubah, harapan
hubungan harus diperbaharui dan direvisi melalui komunikasi interpersonal.

Mempelajari berbagai harapan orang lain adalah hal yang tidak dapat
dielakkan dalam hubungan antarpribadi. Setiap saat seorang berkomunikasi
dengan orang lain, seorang memengaruhi hubungan dengan orang tersebut
dalam berbagai hal. Sejauh perilakunya cocok dengan harapan orang lain
terhadap dirinya, maka orang bersangkutan dapat memperkuat hubungan
tersebut. Bila perilakunya tidak cocok dengan harapan mereka, maka dia akan
membuat orang lain menjadi prustasi, dan keadaan ini akan memperlemah
hubungan interpersonal..

Bila seseorang gagal memenuhi harapan yang dibayangkan oleh orang lain
mengenai perilakunya, maka ia akan mengecewakan orang tersebut dan ini
akan merusak hubungan. Interpretasi yang dilakukan terhadap perilaku yang
tidak memenuhi harapan, biasanya sangat negatif. Sering dianggap orang ini
gila (bodoh) ataupun jelek (sengaja tidak mau bekerja sama). Interpretasi elek
dan gila ini sering menjadi streotipe yang dapat melemahkan percayaan
komunikator, dan menimbulkan kecurigaan serta pemahaman yang salah
dalam hubungan. Semakin komunikasi gagal memenuhi harapan orang yang
berhubungan, akan semakin lemah hubungan di antara mereka. Komunikator
dibuat frustasi oleh respons negatif yang diterimanya, dan sering tidak sadar
bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap harapan satu sama lain. Kegagalan
untuk memenuhi harapan orang lain, dapat menyebabkan respons yang tidak
pantas, kemarahan, dan bahkan permusuhan. Perilaku seperti ini akan
melahirkan perilaku tambahan yang ridak wajar di mana semua pihak tidak
memenuhi harapan orang-orang yang sedang berhubungan, dan pada akhirnya
menyebabkan siklus yang menarik dari hubungan yang semakin memburuk.

Pada batas-batas tertentu, hubungan yang efektif diibaratkan persetujuan


dalam sebuah kontrak. Biasanya tidak berupa kontrak tertulis yang diceritakan
secara detail. Hubungan biasanya bersifat kurang formal dibandingkan dengan

10
kontrak legal. Keadaan ini biasanya mengambil bentuk kontrak informal, di
mana orang yang berhubungan selalu belajar dari pengalaman

masa lalu mengenai apa yang diharapkan dari kedua belah pihak. Pesan-
pesan metakomunikasi yang kompleks (pesan-pesan yang memberikan umpan
balik mengenai komunikasi) digunakan untuk membangun kontrak hubungan
tertulis. Terdapat dua tugas dari pengembangan kontrak tertulis ini, yaitu:

(1) teman berhubungan harus memahami harapan dari kedua belah pihak,
(2) teman berhubungan harus setuju untuk mencoba memenuhi harapan
satu sama lain.

Sebagai contoh, dalam hubungan antara pekerja konstruksi yang bangunan


yang bekerja bersama membuat kerangka lantai paling atas bangunan
bertingkat tinggi. Kontrak tertulis mereka bangun mungkin bersifat interaksi
informal dan penuh guyon pada situasi-situasi yang lebih santai (saat istirahat,
makan siang, dan sebagainya), tetapi akan berubah menjadi interaksi
pertolongan yang serius dalam situasi yang berbahaya (saat membawa balok
besi ke puncak bangunan). Oleh karena pekerjaan mereka merupakan
pekerjaan berbahaya, kontrak implisit yang dibangun adalah untuk meyakini
bahwa kedua pihak mengharapkan pertolongan satu sama lain. Bila salah satu
pihak melanggar kontrak implisit ini dengan jalan mengganggu pekerjaan
pihak lain dalam situasi yang berbahaya, maka salah satu pihak akan
mengambil risiko merusak hubungan, di samping juga membahayakan
kehidupan yang sesungguhnya. Pengenalan para pekerja terhadap harapan
yang diharapkan berikut persetujuan yang tidak diucapkan untuk berbuat
memenuhi harapan satu sama lain, merupakan suatu ilustrasi dari penggunaan
secara efektif kontrak implisit ini.

Dalam hubungan interpersonal yang efektif, teman sejawat membangun


kontrak yang dimengerti dengan jelas dan disetujui semua pihak. Komunikator
yang tidak sadar harapan dari masing- masing pihak, akan bekerja mencari
informasi baru serta secara berkesinambungan memperbarui persepsinya

11
mengenai harapan- harapan tersebut. Sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan
yang selalu berubah dari teman sejawat yang selalu berhubungan dapat
memperbarui harapan dari hubungannya dan membicarakan kembali kontrak
implisit yang mereka sepakati. Komunikator mencoba memperbarui terus
kesadarannya terhadap kontrak implisit dengan cara secara terus-menerus
memberi dan menerima umpan balik interpersonal yang memungkinkan
mereka untuk selalu berbuat secara pantas dengan pertumbuhan hubungan.
Semakin bisa mereka memperbarui kontrak implisit ini, hubungan di antara
keduanya semakin mampu memenuhi kebutuhan secara timbal balik, dan
mampu mempertahankan hubungan yang terus bertumbuh.

2.4 Sifat Timbal Balik dalam Hubungan Antarpribadi


Hubungan kemanusiaan yang dibangun di atas aturan yang sangat kokoh,
merupakan norma timbal-balik yang menyatakan bahwa "dalam hubungan
antarpribadi, perilaku masing-masing pihak memiliki kesamaan. Setiap pihak
mempolakan aksinya dalam merespons bagaimana orang lain berperilaku
terhadapnya." Berarti mereka bereaksi terhadap satu sama lain didasarkan pada
persepsinya terhadap perilaku masing-masing pihak. Contoh, bila si A
menerima dan memenuhi harapan si B, hal itu menyebabkan si B menerima
dan memenuhi harapan si A.

Atas dasar norma timbal-balik, seseorang berkomunikasi dengan pihak lain


sesuai dengan cara bagaimana orang itu menganggap pihak lain berkomunikasi
dengan dirinya. Semakin ia memperlakukan seseorang sebagai objek, semakin
orang itu memperlakukannya secara tidak berharga; sebaliknya, semakin la
berkomunikasi dengan orang lain sebagai manusia berharga, semakin orang
tersebut akan memperlakukannya dengan penuh penghargaan.

Norma timbal-balik menegaskan bahwa hubungan interpersonal


berkembang meningkat dari waktu ke waktu orang Semakin seseorang
memperlihatkan keinginan untuk memenuh harapan orang lain, semakin besar
kemungkinan bahwa itu akan memenuhi harapannya. Sebagai contoh, bila
seseorang menegur orang lain dengan keramahan kepada teman sejawar

12
perilakunya memperlihatkan bahwa ia menghargai eksistensi teman sejawat
tersebut, dan bahwa mungkin ia berharap teman sejawat tersebut menghargai
eksistensi dirinya. Orang yang di tegur merasa dipaksa oleh hukum timbal-
balik untuk menegurnya sebagaimana yang ia lakukan. Bila seseorang setuju
untuk menegur satu sama lain, berarti ia telah membangun satu kontrak
implisit. Berdasarkan pada awal kontrak implisit tersebut, ia mungkin telah
mulai mengembangkan kontrak implisit tambahan dengan orang lain. Bila ia
mencoba untuk membantu teman sejawat menyiapkan satu tugas yang sulit,
ada kemungkinan ia membutuhkan pertolongan, dan ia juga akan menolong
diri anda. Dalam contoh ini, norma timbal-balik membantu seseorang
mengembangkan hubungan kerja sama selangkah demi selangkah dengan
rekan sejawat.

Norma timbal-balik membantu membimbing persamaan usaha antar rekan


yang saling berhubungan. Bila si A dalam suatu hubungan berbuat lebih
banyak untuk si B dibandingkan yang dilakukan si B untuk si A, berarti mereka
akan melanggar norma timbal-balik ini, dan hubungan antara keduanya akan
memburuk. Pembaruan dari kontrak implisit umumnya menyebabkan
terjadinya negoisas! interpersonal untuk mempertahankan kesamaan dalam
hubungan. Bila teman sejawat yang sedang berhubungan ingin memperbarui
kontrak implisit dengan jalan berbuat sesuatu untuk menolongnya, demi norma
timbal-balik ia punya hak untuk meminta sesuatu sebagai balasan.

Harapan yang dimiliki oleh setiap orang mengenai perilaku orang lain sering
berfungsi sebagai self-fulfiling prophecy pernal Self-fulfilling prophecy
interpersonal terjadilah terhadap orang lain menyebabkan orang kedua
merespons sesuai dengan harapan ini. Sebagai contoh, bila manajer A percaya
bahwa bawahan B tidak jujur sehingga tidak dapat dipercaya, manajer A akan
mengomunikasikan kecurigaannya ini terhadap bahanny melalu perilaku
verbal dan nonverbal seperti misalnya ekspresi muka yang tidak bersahabat dan
seterusnya. Semakin atasan mendeteksi perilaku yang tidak dapat dipercaya ini,
semakin merasa tidak enak dengan manajernya. Bawahan si B bisa saja enggan

13
untuk mengemukakan informasi yang jujur dan terbuka pada manajer A sebab
bawahan tidak memercayai manajernya Oleh karena bawahan tidak
memberikan informasi yang jujur rhadap manajer, maka harapan manajer
mengenai bawahan jadi terpenuhi.

Self-fulfilling prophecy tidak perlu bersifat destruktif. Hal ini dapat


digunakan secara menguntungkan terhadap kehidupan organisasi. Bila
seseorang ingin berbuat dengan penuh pemikiran, semakin ia
memperlakukannya sebagai orang yang penuh pemikiran (misalnya dengan
cara meminta pendapatnya mengenai masalah-masalah yang sulit) semakin
orang tersebut mengembangkan kemampuannya untuk berpikir melalui
masalah- masalah tersebut.

Pemenuhan secara timbali-balik setiap harapan orang lain, berarti seseorang


telah mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal serta
membentuk kerja sama interpersonal Hal ini membawa orang tersebut untuk
menstruktur dan mempolakan perilakunya sesuai dengan kebutuhan orang lain.
Pola perilaku ini berkembang ke dalam peran-peran interpersonal yang ia
lakukan dengan proses pengorganisasian. Peran yang ia lakukan,
mengidentifikasikan dan membatasi perilaku individu dengan cara memberi
petunjuk bagaimana hubungan teman sejawat berbuat pada situasi yang
berbeda. Sebagai contoh, bila seseorang telah menerima peran sebagai
mahasiswa, ia juga telah menerima pola-pola perilaku tertentu sebagai
mahasiswa, seperti misalnya mengunjungi kelas, mencatat, mengikuti kuliah,
membuat tugas rumah, menjawab pertanyaan dosen, berdiskusi dengan rekan
sejawat, mengikuti berbagai ujian. Peran tidak secara total memaksa
perilakunya sebagai mahasiswa, sebab ia dapat membuat pilihan secara
personal mengenai bagaimana ia memenuhi harapan-harapan yang sesuai
dibangun oleh peran, tetapi jelas hal ini mempunyai pengaruh pada setiap
perilaku di mana ia terlibat.

Satu hal yang terjadi pada waktu menjadi anggota organisasi yaitu
mengembangkan hubungan kerja dengan anggota-anggota lain yang terdapat

14
dalam organisasi. Hubungan pekerjaan ini memaksa pemenuhan harapan
anggota-anggota lainnya dan mengembangkan peran-peran organisasi. Setiap
manusia melakukan banyak peran organisasi. Setiap pimpinan terlibat dalam
penggunaan otoritas dan pengambilan keputusan sebagai bagian dari peran-
peran mereka, sementara bawahan mengikuti perintah atasan, terlibat dalam
perilaku "patuh", sebagai bagian dari peran mereka.

Posisi formal yang ditempati seseorang dalam organisasi memberi tekanan


pada individu untuk bertingkah laku sesuai peran yang diharapkan. Bila
seseorang menerima jabatan sebagai resepsionis, ia diharapkan dapat
menjawab telepon, serta menyampaikan pesan pada semua anggota organisasi
bersangkutan. Bila seseorang menerima tugas sebagai salesman, ia diharapkan
mampu mewakili perusahaan dan berlaku serta berpakaian sepantasnya
menurut aturan perusahaan.

2.5 Peran Tugas dan Pemeliharaan Hubungan Antarpribadi


Peran yang dikembangkan oleh anggota organisasi memungkinkan mereka
melaksanakan fungsi-fungsi yang sangat luas dalam kehidupan organisasi. Dua
tipe penting dari peran organisasi yang berorientasi fungsi adalah peran tugas
(task) dan peran pemeliharaan (maintaining). Kedua peran direncanakan untuk
melaksanakan berbagai aktivitas organisasi yang berbeda, namun masing-
masing saling tergantung satu sama lain.

Peran yang berorientasi tugas terutama sekali berhubungan dengan tugas-


tugas yang harus diselesaikan. Feran tugas meliputi berbagai kegiatan seperti
melahirkan ide-ide, mencari informasi, mengoordinasikan berbagai usaha,
menilai berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, menyelesaikan berbagai
prosedur, serta memupuk aktivitas dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Secara khusus, organisasi seperti bisnis dan industri, menekankan pada peran
yang berorientasi tugas.

Peran yang bersifat pemeliharaan terutama sekali mengenai pemeliharaan


dan mempertahankan hubungan interpersonal dalam organisasi. Peran ini

15
meliputi berbagai kegiatan seperti memberikan dukungan, mengekspersikan
perasaan, melepaskan berbagai tekanan, menjaga agar saluran komunikasi
terbuka, meningkatkan semangat anggota lain, meningkatkan keharmonisan
antaranggota organisasi. Peran pemeliharaan ini membantu anggota organisasi
mengembangkan hubungan dan kerja sama yang efektif satu sama lain.

Pemimpin organisasi yang tidak benar menekankan peran tugas sebagai hal
yang lebih penting bagi organisasi dibandingkan dengan peran pemeliharaan.
Sebagai contoh, pemerintah-perintah manajemen yang mengarahkan para
pekerja untuk berkonsentrasi pada penyelesaian tugas tanpa menyinggung-
nyinggung pentingnya peran pemeliharaan dalam menyelesaikan tugas-tugas
organisasi. Penekanan pada pengembangan peran tugas dalam organisasi sering
terjadi dengan mengorbankan pengembangan peran pemeliharaan. Untuk
menyelesaikan tugas-tugas organisasi yang ditekankan oleh tugas, setiap
anggota organisasi harus mampu bekerja secara kooperatif seperti yang
ditekankan oleh peran pemeliharaan. Penekanan pada peran pemeliharaan
dengan mengorbankan peran tugas, juga menimbulkan masalah, di mana
anggota organisasi akrab satu sama lain tetapi tidak diarahkan untuk
menyelesaikan tugas-tugas. Dalam organisasi yang efektif, peran tugas dan
pemeliharaan terintegrasi dengan baik.

Para anggota organisasi sering melaksanakan peran yang tidak berfungsi


terhadap organisasi. Berbagai aktivitas peran seperti ini tidaklah berorientasi
pada tugas ataupun pemeliharaan. Berne dan Sheats (Kreps, 1986 dalam Edi
Harapan dan Syarwani Ahmad, 2016) menamakan perilaku yang tidak
fungsional ini sebagai peran yang terpusat pada diri (self-centered), baga sebab
peran ini diarahkan pada tujuan-tujuan individu, daripada sebu tujuan bersama.
Peran yang berpusat pada diri sendiri ini ditandai dengan kegiatan yang agresif,
mencari pengakuan formal dengan mengorbankan anggota lain, semuanya
mengandalkan kegiatan organisasi dan gagal melakukan usaha-usaha yang
pantas bagi penyelesaian tugas-tugas organisasi. Peran yang berpusat pada diri
harus dicegah, sebab akan menghambat penyelesaian fungsi tugas dan fungsi

16
pemeliharaan organisasi, serta membatasi efektivitas kegiatan organisasi.
Ketiga peran tersebut, yaitu: (1) peran tugas, (2) peran pemeliharaan, dan (3)
peran yang berpusat pada diri ini akan dikemukakan secara terinci dalam
membicarakan organisasi kelompok.

2.6 Kepemimpinan dalam Komunikasi Antarpribadi

Barangkali peran paling penting dan paling kompleks yang dilaksanakan


dalam kehidupan organisasi adalah melaksanakan tugas kepemimpinan.
Pimpinan memengaruhi berbagai kegiatan dari setiap anggota organisasi
melalui komunikasi interpersonal. Pimpinan bergantung pada perkembangan
hubungan-hubungan interpersonal yang efektif dengan anggota-anggota lain
untuk membantu mengumpulkan informasi dan membangun kerja sama.
Informasi dan umpan balik membantu mereka membuat keputusan-keputusan
organisasi dan memengaruhi perilaku anggota-anggota lainnya. Kekuatan
kepemimpinan tergantung pada pengaruh antarpribadi. Komunikasi
antarpribadi adalah suatu cara, di mana berbagai kegiatan utama pimpinan
organisasi diselesaikan.

Kepemimpinan (leadership) merupakan aspek penting dalam kehidupan


organisasi, sebab memberikan pada anggota- anggotanya pengarahan, tepatnya
arah dari organisasi. Pimpinan mengidentifkasikan berbagai tujuan organisasi,
dan memutuskan berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan oleh anggota
organisasi tersebut dalam rangka mencapai tujuan. Sering dijumpai bahwa
organisasi yang tidak memiliki kepemimpinan yang efektif. Bagaimanapun,
tanpa kepemimpinan yang efektif, kegiatan organisasi tidak begitu terarahkan
pada pencapaian tujuan organisasi.

Bennis (Kreps, 1986 dalam Edi Harapan dan Syarwani Ahmad, 2016) atas
dasar pengalamannya sebagai Presiden Universitas Cincinnati, mengemukakan
bahwa "semakin meningkat keruwetan organisasi, akan menyebabkan
meningkatnya kesulitan yang dihadapi pimpinan untuk membuat dan
menjalankan keputusan-keputusan kepemimpinan." Dijelaskan bahwa

17
lingkungan internal dan eksternal, sekaligus menyulitkan pilihan bagi
pimpinan. Lingkungan eksternal memberi organisasi berbagai keuntungan
yang jamak dan harus dijawab oleh pimpinan. Lingkungan internal menjadi
semakin terpolitisasi, dan yang mendesak pimpinan untuk mendukung
kegiatannya. Bennis mengemukakan bahwa masyarakat telah menjadi
sedemikian keranjingan hukum, yang menyebabkan pimpinan organisasi
banyak tersita waktu dengan kegiatan menghindarkan masalah dari agen-agen
internal dan eksternal, dan pada pengarahan-pengarahan mengenai berbagai
kegiatan organisasi.

Permasalahan dalam kepemimpinan ini telah menyebabkan terjadinya


dikotomi antara perilaku pemimpin dengan pengelola (manajer), seperti yang
digambarkan oleh Bennis. Diterangkan Me bahwa, tujuan pemimpin adalah
untuk menggariskan arah organisasi, sementara tujuan pengelola adalah untuk
menyelesaikan tugas-tugas organisasi yang telah digariskan tersebut. Sejalan
dengan pendapat Bennis, Zalesnik (Kreps, 1986 dalam Edi Harapan dan
Syarwani Ahmad, 2016) menekankan pada berbedaan kepribadian antara
pemimpin dan pengelolaan.

Pengelola menganalisis secara rasional tugas-tugas organisasi, dan


mengembangkan strategi-strategi untuk melaksanakan tugas- tugas tersebut,
sementara pimpinan harus memiliki visi yang dalam, yang secara intuitif
mampu menginterpretasikan kondisi lingkungan, meramalkan kondisi-kondisi
masa depan, dan secara kreatif menetapkan, memetakan kegiatan organisasi.

Pimpinan berhubungan dengan arah dan inovasi, sementara pengelola


berhubungan dengan keterlibatan dan efisiensi. Suatu analogi yang barangkali
dapat dijelaskan perbedaan antara pimpinan dengan pengelola, di mana
seorang pemimpin laksana kepala juru masak yang dapat membuat sejenis sop
yang cocok untuk suatu situasi dengan memilih dan mengombinasikan resep-
resep yang ada. Sementara pengelola mengaduk sop dan menjaga agar panas
panci tidak melebihi temperatur yang semestinya.

18
Dalam organisasi dibutuhkan keduanya, pimpinan dan pengelola. Oleh para
ahli yang disebutkan di atas, ditekankan bahwa dalam organisasi modern
terdapat ketidakseimbangan antara kepemimpinan dan pengelola, di mana
pengelola biasanya lebih banyak dibandingkan pimpinan. Keadaan demikian
terlalu ditekankan pada penyelesaian tugas, sehingga semua kegiatan
diselesaikan secara membabi buta, serta terlihat kurangnya imajinasi, keahlian,
dan inovasi.

Di sini Bennis menyarankan karakteristik dari kepemim- pinan untuk


mengubah pengelola menjadi pimpinan. Lebih lanjut Bennis menegaskan
bahwa pimpinan haruslah:

1. Mengembangkan visi dan kepercayaan diri untuk membuat berbagai


keputusan organisasi yang efektif dan menentukan.
2. Melihat pada gambaran organisasi yang lebih besar daripada kunci-kunci
dan sekrup organisasi.
3. Melihat sesuatu dalam konteks, menafsirkan situasi organisasi dari sisi
sejarah dan tujuan organisasi yang unik.
4. Mempunyai kekuatan dan keberanian untuk membuat berbagai keputusan
yang sulit, serta mengambil risiko yang penuh perhitungan.
5. Mengumpulkan informasi dari organisasi dan dapat menginterpretasikan
pesan organisasi yang bersifat jamak.
6. Memahami pentingnya budaya organisasi serta membentuk budaya tersebut
untuk memperkuat kerja sama interpersonal di dalam organisasi, serta
loyalitas terhadap organisasi.
7. Merasa senang dengan diri sendiri, sehingga mereka dapat mengatasi
tekanan-tekanan kepemimpinan.

Pemberian nasihat (mentorship) disarankan oleh Zalesnik sebagai proses


yang sangat potensial bagi pimpinan untuk mendidik, dibimbing, dan diajar.
Penasihat adalah anggota organisasi senior yang mengembangkan hubungan
tolong menolong dengan anggota-anggota organisasi junior, yaitu disebut
"mentee". Mentor memberi anggota junior model-model peran kepemimpinan

19
yang sukses, informasi dari dalam, dan nasehat-nasehat yang didasarkan pada
pengalaman mereka yang luas, proteksi terhadap anggota-anggota yang lain,
kesempatan untuk bertanggung jawab, membuat berbagai keputusan, dan
menghadapi berbagai risiko. Organisasi harus menggalakkan perkembangan
hubungan penasihat dengan orang yang dinasihati, sebab mentor (penasihat)
dapat membantu yang dinasihati (mentee) mempelajari bagaimana menjadi
pimpinan yang efektif.

Perbedaan antara peran pimpinan dengan pengelola, bukanlah perbedaan


yang dangkal, meskipun penggunaan kata-kata pemimpin dan pengelola dapat
menimbulkan kerancuan. Perbedaan ini mengidentifikasikan pertentangan
yang berkelanjutan dalam kehidupan organisasi antara inovasi dan stabilitas.
Peran pemimpin menggambarkan kebutuhan organisasi akan inovasi dan
perubahan. Sementara peran pengelola digambarkan sebagai kebutuhan
organisasi untuk stabilitas dan struktur. Oleh karena organisasi butuh
keduanya, yaitu inovasi dan stabilitas secara bersamaan, maka peran dari
pimpinan dan pengelola menjadi penting bagi kelangsungan hidup organisasi.
Pimpinan membantu mengarahkan jalan yang akan ditempuh, sementara
pengelola mengawasi dan memelihara proses di mana anggota organisasi
bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Eksekutif yang baik dapat menggarap
kedua tujuan tersebut. Mereka dapat melihat gambaran lebih besar dari
kehidupan organisasi, dan sesuai dengan itu mengarahkan perjalanan
organisasi. Mereka juga mampu melihat gambaran yang lebih kecil dari
kehidupan organisasi dan mampu mengoordinasikan proses organisasi
tersebut.

20
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi diatas dapat disimpulkan bahwa Kesuksesan dalam
hubungan antarpribadilah yang dirasakan menyenangkan dan memuaskan.
Seperti dinyatakan di atas, apa pun bentuknya, terjadinya permasalahan dalam
hubungan, dirasakan sebagai hal yang menegangkan dan tidak mengenakkan.
Meninjau kembali hubungan, bagaimana memeliharanya, ataupun
memperbaikinya adalah sangat penting dalam komunikasi antarpribadi. Alasan
untuk melakukan peninjauan kembali hubungan interpersonal dapat
bermacam-macam, seperti kebosanan, keretakan, pertumbuhan, disintergrasi,
dan lain-lain.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Saran
kami dalam makalah ini adalah untuk menambah lagi wawasan bagi para
pembaca tentang Menilai Hubungan Saat Berkomunikasi

21
DAFTAR PUSTAKA

Harapan, Edi dan Syarwani Ahmad. 2016. Komunikasi Antarpribadi: Perilaku


Insani dalam Organisasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

22

Anda mungkin juga menyukai