Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Pentingya Interaksi Sosial , Penyesuaian Diri, mengendalikan Emosi Saat


Patah Hati Dan Mengatasi Patah Hati

Dosen pengampu Vesti Dwi Cahyaningrum.M.Pd

Kelompok 6:

1. Atikatul aziziyah (220801015)


2. Yusuf hendrianto (220801014)

PRODI BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI
BOJONEGORO 2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap terima kasih dan rasa syukur kehadirat Allah swt. Yang
telah melimpahkan taufiq dan hidayah Nya sehingga kami telah dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah “BK Pribadi Sosial Teori Dan Praktikum”.

Dan tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada Bu Vesti Dwi
Cahya Ningrum selaku dosen mata kuliah BK Pribadi Sosial Teori Dan Praktikum
dan juga kepada rekan rekan yang telah membantu sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis masih merasa sangat banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari bapak dosen dan para rekan-rekan sekalian agar kami dalam
menyelesaikan makalah yang selanjutnya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi bagi sekalian pembaca.
Aamiin...

Bojonegoro, 1November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................................6
A. Interaksi Sosial.............................................................................................................6
Definisi Interaksi Sosial.....................................................................................................6
B. Penyesuaian Diri...........................................................................................................6
1. Pengertian Penyesuaian Diri.........................................................................................6
2.Aspek-aspek penyesuaian diri........................................................................................7
3.Proses Penyesuaian Diri.................................................................................................8
4.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri......................................................9
C. Mengendalikan Emosi Saat Patah Hati.......................................................................10
Pengertian Emosi............................................................................................................10
F. Mengatasi Patah Hati.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan didasari atas adanya interaksi antara pendidik


dengan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang
berlangsung dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan pembelajaran dapat terarah sesuai dengan tujuan
pendidikan. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam
pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi,
kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik
bagi dirinya maupun lingkungannya.
Pertama, pendidikan adalah bentuk kegiatan yang sudah
terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah di arahkan pada
pencapaian tujuan, bukan dilaksanakan secara asal-asalan. Kedua,
proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini dimaksudkan
pendidikan antara proses dan hasil belajar harus sejalan secara
seimbang. Bukannya mengesampingkan salah satunya atau semata-
mata berusaha mencapai hasil belajar yang tinggi. Ketiga, akhir dari
proses pendidikan adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada
pengembangan sikap, kecerdasan intelektual, atau pengembangan
keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik
harus ada interaksi sosial yang terjalin. Sebagai pendidik sudah
seharusnya menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk dapat
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik agar
mencapai tujuan yang diharapkan. Tugas guru sebagai pendidik
berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan
menyenangkan bagi peserta didik. Guru sebagai pendidik tidak hanya
mendominasi selama proses pembelajaran, tetapi juga membantu
dalam menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi
dan bimbingan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dan
kreativitasnya, melalui interaksi belajar mengajar.
Pada masa ini, individu juga mempunyai banyak keinginan
yang sifatnya harus selalu dipenuhi. Munculnya keinginan-keinginan,
memaksa remaja untuk bertindak tanpa berfikir dahulu mengenai
dampak dan akibat yang ditimbulkannya. Ia cenderung mudah
meluapkan emosinya dan menuruti segala keinginan yang ada di
pikirannya. Yang terpenting ia bisa mendapatkan keinginan itu. Hal
inilah yang terkadang menghadapkan remaja pada suatu permasalahan
yang sifatnya rumit.
Untuk itu, peran pendidik seperti seorang konselor sekolah
sangatlah penting dalam mengontrol dan mengendalikan emosi remaja.
Agar remaja bisa menjalankan tugas-tugas perkembangannya secara
optimal, dan bisa melewati tahap perkembangan remaja ini dengan
baik, untuk menuju tahap perkembangan berikutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pentingnya interaksi sosial?


2. Bagaimana cara penyesuaian diri yang baik?
3. Bagaimana cara mengendalikan emosi saat patah hati?
4. Bagaimana cara mengatasi patah hati?

C. Tujuan

1. untuk mengetahui pentingya interaksi sosial


2. untuk mengetahui cara menyesuaikan diri dengan baik
3. untuk mengetahui cara mengendalikan emosi saat patah hati
4. untuk mengetahui cara mengatasi patah hati
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Sosial

Definisi Interaksi Sosial

Pengertian tentang interaksi sosial sangat bermanfaat di dalam


mempelajari berbagai bentuk permasalahan yang ada di masyarakat. Seperti di
Indonesia dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang ber-
belajar langsung antara berbagai suku-bangsa, antara golongan-golongan yang
disebut mayoritas dan minoritas, dan antara golongan terpelajar dengan
golongan agama dan seterusnya. Interaksi sosial berasal dari bahasa latin: Con
atau Cum yang berarti bersama-sama, dan tango berarti menyentuh, jadi
pengertian secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Interaksi sosial
adalah proses di mana antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok berhubungan satu dengan yang
lain.
Jacky mendefinisikan interaksi sosial sebagai bentuk tindakan yang terjadi
antara dua atau lebih objek yang memiliki efek satu sama lain. Efek dua arah
sangat penting dalam berinteraksi. Interaksi sosial memerlukan orientasi
bersama. Memata-matai orang lain bukan merupakan bentuk interaksi sosial,
karena orang yang dimata-matai tidak menyadarinya. Interaksi sosial juga
diposisikan sama dengan proses social.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
interaksi sosial dinamakan juga dengan proses sosial yang berarti terdapat
hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masingmasing orang
yang terlibat di dalamnya yang memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi
juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat
melainkan terjadi saling mempengaruhi
Soekanto memaparkan bahwa interaksi sosial dikategorikan ke dalam
bentuk kerja sama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi
(accommodation), dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Gillin dan
Gillin memaparkan dalam Soekanto memaparkan kembali bahwa interaksi
terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
a. Interaksi sosial asosiatif yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi,
dan akulturasi.
b. Interaksi sosial disosiatif, meliputi persaingan, kontravensi, konflik.

B. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri


Menurut Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002) penyesuaian diri
merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri
dan tuntutan lingkungan. Manusia di tuntut untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya Dalam istilah
psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjusment yang berarti suatu
proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan
lingkungan (Davidoff, 1991).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan
penyesuaian diri adalah proses yang terjadi secara terus menerus yang
dilakukan oleh seseorang dengan dirinya sendiri kepada orang lain, serta
lingkungannya untuk mengatasi konflik, kesulitan, dan rasa frustasi sehingga
tercipta suatu hubungan yang serasi antara dirinya dengan lingkungan

2.Aspek-aspek penyesuaian diri

Menurut Alberlt & Emmons (2002) penyesuaian diri memiliki 4 (empat)


aspek, yang terdiri dari:
a. Aspek self-knowledge dan self-insight. Aspek self-knowledge dan
selfinsight yaitu kemampuan dalam memahami dirinya sendiri bahwa
dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat diketahui
dengan pemahaman emosional pada dirinya, yang berarti adanya
kesadaran akan kekurangan dan disertai dengan sikap yang positif
terhadap kekurangan tersebut maka akan mampu menutupinya.
b. Aspek self-objectifity dan self-acceptance, bersikap realistik setelah
mengenal dirinya sehingga mampu menerima keadaan dirinya.
c. Aspek self-development dan self-control, mampu mengarahkan diri,
menyaring rangsangan-rangsangan dari luar, ide-ide, prilaku, emosi,
sikap, dan tingkahlaku yang sesuai. Kendali diri dapat mencerminkan
individu tersebut matang dalam menyelesaikan masalah kehidupannya.
d. Aspek Satisfaction, menganggap bahwa segala sesuatu yang dikerjakan
merupakan pengalaman yang apabila tercapai keinginannya maka
menimbulkan rasa puas dalam dirinya.

Menurut Buchori (2002), penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:

a. Penyesuaian pribadi. Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan


individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai
hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan
sekitarnya. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu
bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya
rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, kecewa, dan
tidak percaya diri. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak
adanya goncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah,
rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang, dan keluhan terhadap
nasib yang dialami. Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan,
dan keluhan terhadap nasib yang dialami.
b. Penyesuaian Sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup
hubungan sosial tempat individu berinteraksi dengan orang lain,
mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat
tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara
umum. Setiap individu merupakan bagian dari masyarakat yang
saling memengaruhi satu sama lain yang mempunyai aturan,
hukum, adat, dan nilai-nilai yang dipatuhi dalam kehidupan sehari-
hari. Individu dituntut dapat mematuhi normanorma dan peraturan
sosial kemasyarakatan

3. .Proses Penyesuaian Diri

Menururt Schneiders (dalam Agustiani, 2006) proses penyesuaian diri


melibatkan tiga unsur, yaitu :
a. Motivasi Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan dan emosi
yang merupakan kekuatan mental yang menyebabkan ketegangan dan
ketidakseimbangan dalam organisme. Respon penyesuaian diri baik
dan buruk secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya
organisme mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara
keseimbangan yang wajar. Kualitas respon itu sehat, efisien, merusak
ditentukan terutama juga oleh hubungan individu dengan lingkungan.
b. Sikap terhadap realitas. Sikap terhadap realitas yaitu berbagai tuntutan
realitas, adanya pembatasan aturan dan norma-norma yang menuntut
individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses
kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang
dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dari
realitas. Jika individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan
muncul situasi konflik, tekanan dan frustrasi dalam situasi seperti itu.
Inidvidu didorong untuk mencari perbedaan-perbedaan yang
memungkinkan untuk membebaskan diri dari ketegangan-ketegangan
yang dialaminya.
c. Pola dasar penyesuaian diri Pola dasar penyesuaian diri yaitu individu
dengan mengalami ketegangan dan frustrasi karena terhambatnya
kebutuhan yang diinginkannya, maka individu tersebut akan berubah
mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan
sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya tersebut, karena antara
keinginan dan kebutuhan sering tidak sejalan sehingga menimbulkan
stres bagi individu tersebut

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa proses


penyesuaian diri melibatkan tiga unsur yaitu motivasi, sikap terhadap
realitas dan pola dasar penyesuaian diri karena ketiga unsur tersebut sangat
penting dalam melakukan penyesuaian diri di lingkungan.

4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Hurlock (1991) ada empat faktor yang mempengaruhi


penyesuaian diri yaitu :
a. Lingkungan tempat anak dibesarkan Yaitu kehidupan di dalam
keluarga. Bila dalam keluarga tersebut dikembangkan perilaku sosial
yang baik, sehingga pemahaman ini akan menjadi pedoman yang
membantu anak untuk melakukan penyesuaian diri dan sosial di luar
rumah.
b. Model yang diperoleh anak di rumah, terutama dari orang tuanya.
Anak biasanya akan meniru perilaku orang tua yang menyimpang,
maka anak akan cenderung mengembangkan keribadian yang tidak
stabil.
c. Motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian diri dan sosial.
Motivasi ini dapat ditimbulkan dari pengalaman sosial awal yang
menyenagkan, baik di rumah atau di luar rumah.
d. Bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar penyesuaian
diri.

Menurut Soeparwoto dkk ( dalam Nurlela, 2012 ) menyatakan bahwa


secara garis besar faktor-faktor penyesuaian diri dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu :

a. Faktor internal Meliputi faktor motif, konsep diri remaja, persepsi,


sikap, intelegensi, minat dan kepribadian..
b. Faktor Eksternal Meliputi faktor keluarga terutama pola asuh orang
tua, kondisi sekolah, kelompok teman sebaya, prasangka sosial, hukum
dan norma sosial. Berdasarkan teori tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu kondisi
fisik, kepribadian, kondisi psikologis, lingkungan dan aspek budaya
dan agama
Menurut Sarwono (2003) ada enam penyesuaian diri yang harus dilakukan
remaja yaitu:
a. menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam
kepribadian,
b. menentukan peran dan fungsi seksualnya dalam kebudayaan di mana
remaja berada,
c. mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan
kemampuan untuk menghadapi kehidupan,
d. mencapai posisi yang diterima masyarakat,
e. mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai
yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan,
f. memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dan
kaitannya dengan lingkungan.

C. Mengendalikan Emosi Saat Patah Hati

Masa remaja sering dipandang sebagai masa yang relatif sulit dalam
perkembangannya anak menuju kedewasaan, yang ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan segi fisik, psikis dan sosial. Remaja sebagai pribadi
memiliki ciri-ciri sendiri baik dalam berpikir atau bertingkah laku yang masih
mendahulukan perasaan daripada logikanya.
Dijelaskan oleh Kartono (2001) bahwa remaja akhir usia antara 18-21
tahun. Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal
dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan
keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan
hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola
yang jelas yang baru ditemukannya. Akan tetapi dalam kenyataan, masih ada
remaja yang belum stbail dalam emosinya, yaitu dalam masalah berpacaran.
Ada remaja yang memiliki regulasi emosi rendah pasca putus pacaran.
Menurut Brenner dan Salovey (1997) mengatakan bahwa wanita lebih
sering berusaha mencari dukungan sosial untuk menghadapi distress
sedangkan pria lebih memilih melakukan aktivitas fisik untuk mengurangi
distress. Searah pendapat tersebut dapat ditemui pada semua subjek
perempuan pasca putus cinta akan mencari dukungan sosial agar subjek tidak
mengalami putus cinta. Respon emosi lainnya ditujukan untuk melupakan
pacar dengan menceriterakan kepada sahabat, bermain bersama teman atau
atau sms-an dengan teman-temannya. Tindakan keempat subjek tersebut
dilakukan sampai subjek tidak merasakan kesedihan lagi. Bagi subjek laki-laki
pasca putus cinta lebih memilih melakukan aktivitas fisik dilakukan oleh
subjek keenam dan ketujuh, yaitu subjek melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan seperti bermain dengan teman-temannya atau melakukan kegiatan
olahraga. Orang yang memiliki kepribadian dengan ciri-ciri sensitif, moody,
suka gelisah, sering merasa cemas, panik, harga diri negatif, kurang dapat
mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan coping yang efektif terhadap
stres akan menunjukkan tingkat regulasi emosi yang negatif (Cohen & Armeli
dalam Coon, 2005).

Pengertian Emosi

Menurut English And English, emosi adalah ”A complex feeling state


accompained by characteristic motor and glandular activites“ (suatu
keadaan perasaaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan
kelenjar dan motoris). Sedangkan menurut Sarlito W.S. dalam Yusuf
(2005: 114-115) berpendapat bahwa emosi merupakan “ setiap keadaaan
pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah
(dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)”.
Sedangkan Hurlock (1973: 231) menjelaskan bahwa tercapainya
pengendalian emosi itu sangat penting, jika kita menginginkan remaja itu
berkembang secara normal. Ada 2 alasan utama mengapa hal ini terjadi
karena:
a. Kelompok sosial mengharap semua remaja itu bisa belajar
mengendalikan emosi mereka dan kelompok sosial itu menilai mereka
dari keberhasilannya melakukan hal tersebut, karena ekspresi emosi
yang tidak terkendali itu tidak akan diterima.
b. Apabila suatu pola ekspresi emosi telah dipelajari, maka sukar untuk
mengendalikannya dan bahkan lebih sukar lagi untuk
menghilangkannya. Jadi semakin dini remaja belajar untuk 24
mengendalikan emosi mereka, maka semakin lebih mudah pula bagi
mereka untuk mengendalikan emosi mereka. Dari hasil penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian emosi itu sangatlah
diperlukan karena hal ini dapat membawa dampak yang besar bagi diri
kita dan lingkungan sekitar untuk itu pengendalian emosi perlu
diajarkan sejak dini pada usia remaja, agar remaja itu bisa berkembang
secara optimal di lingkungan tempat mereka tinggal.
2.Jenis Pengendalian Emosi
Menurut Ramdhani & Thiomina (2009: 11), ada 2 jenis pengendalian
emosi yang diantaranya:
a. Pengendalian Internal Pengendalian internal adalah pengendalian
emosi yang dilakukan oleh subyek/dalam diri individu tersebut. Misal:
Pada saat individu mengalami patah hati dan jengkel dengan pacarnya
ia lebih baik meluapkan emosinya dengan cara menangis, dari pada ia
harus memarahi orang lain yang ada di sekitarnya. Karena jika ia
meluapkan emosi kepada orang lain maka hal ini akan menimbulkan
masalah baru yang akan dialami oleh individu tersebut.
b. Pengendalian Eksternal Pengendalian eksternal adalah pengendalian
emosi yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lingkungan
subyek/individu, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah dan tempat
terapi untuk mengendalikan emosi subyak/individu.

Adapun menurut Santoso (2008: 11) menjelaskan bahwa adapun upaya


untuk mengendalikan emosi yaitu dengan melakukan pengelolaan emosi
yang baik. Adapun strategi untuk melakukan dan melatih pengelolaan
emosi yaitu dengan cara:

a. Membiasakan “I Message” menggunakan “Pesan Aku” untuk


mengungkapkan secara jujur perasaan sendiri.
b. Mendiskripsi tingkah laku spesifik dengan menghindari penilaian
(nonjudg-mental)
c. Menjelaskan implikasi tindakannya pada “aku”
d. Memberitahu keinginan “Aku” Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan menggunakan “Pesan Aku” itu merupakan
salah satu cara yang efektif untuk dapat lebih memahami apa yang ada
dalam diri setiap individu. Dalam hal ini “Aku” dapat diumpamakan
sebagai dirinya sendiri yang bisa mengungkapkan segala sesuatu hal
yang sedang menimpa dirinya pada saat itu. Sehingga dirinya
sendirinya lah yang nantinya bisa memecahkan persoalan yang yang
ada pada dirinya

F. Mengatasi Patah Hati

Pengendalian diri ketika patah hati pada siswa Pengendalian diri ketika
patah hati pada siswa usia remaja adalah kemampuan individu yang
mengendalikan sakit emosionalnya atau penderitaan mendalam yang
dirasakannya setelah kehilangan orang yang dicintai, karena putus
berperan/cintanya ditolak, dan perilaku ini dikehendaki untuk mengingkatkan
hasil dan tujuan tertentu. Dalam mengelola kekecewaan terhadap putusnya
hubungan akrab dengan lawan jenis/dalam berpacaran, hal ini dapat diukur
melalui indicatorindikator yang menyadari perasaan, menerima kekecewaan,
dapat mengambil keputusan dan mengarahkan diri menjadi seorang mandiri.
Rusbult dan Zembrodt mengidentifikasikan empat pola tanggapan yang
disimpulkan berdasarkan lukisan pengalaman beberapa orang tentang
hubungan percintaan pada siswa usia remaja
a. Pembicaraan: orang akan mengutarakan masalah-masalahnya, mencoba
mencari jalan ke luarnya, meminta bantuan konselor, mencoba mengubah
dirinya sendiri atau pasangannya, atau melakukan tindakan-tindakan lain
yang dapat membantu memperbaiki hubungan mereka.
b. Kesetiaan : orang akan memberikan tanggapan pasif, seperti menunggu,
berharap atau berdoa agar segalanya pulih kembali seiring dengan
berlalunya waktu.
c. Penolakan : orang yang akan menunjukan reaksi, seeprti mengurangi
waktu untuk bersama-sama, menghindar, memberikan perlakuan buruk
pada pasanganya atau “membiarkan segalanya hancur”.
d. Pergi : orang akan mengakhiri atau menolak hubungan itu dengan
meninggalkannya. Jadi kesimpulan yang didapat ialah pengendalian diri
ketika patah hati adalah kemampuan remaja dalam mengatasi perasaan
kekecewaan karena putusnya hubungan berpacaran. Hal ini dapat diukur
melalui indikator : kontrol pikiran (cognitive control), kontrol perasaan
(behavioral control), kontrol keputusan (decisional control), kontrol
perilaku (behavioral control).
Cara terampuh untuk mengatasi patah hati adalah dengan move on jangan
berlarut-larut dalam kesedihan karena itu tidak akan membuat kita menjadi
berkembang justru itu akan menghancurkan segalanya. Berikut adalah
beberapa tips agar cepat move on;
1. Berhenti menyalahkan diri sendiri
Ketika kamu mengalami patah hati, perasaan bersalah kerap kali
muncul. Namun, menyalahkan diri sendiri karena suatu hal yang sudah
lama lewat akan membuat kamu merasa lebih terpuruk. Karena itu,
berhenti menyalahkan dirimu dan buatlah diri sendiri mendapatkan
perlakuan yang baik. cobalah untuk menerima bahwa semua hal tidak
selalu bisa berada dalam kendali dan keinginanmu.
2. Selalu percaya bahwa masa depan akan lebih baik
Ketika kamu merasa sedih, seringnya pikiran akan penuh oleh
prasangka negatif. Sayangnya, hal ini justru akan membuatmu merasa
jauh lebih terluka. cobalah isi pikiran dengan hal yang positif. Selalu
percaya bahwa dirimu mempunyai banyak kelebihan yang bisa
membuat masa depan menjadi lebih baik lagi. Tidak hanya membuat
kamu merasa jauh lebih tenang, berpikir positif juga punya segudang
manfaat lain untuk kesehatan mental.
3. Lakukan kegiatan yang bermanfaat
Dari pada menghabiskan waktu untuk terus menyesali semua hal yang
sudah berlalu, lebih baik kamu mulai menyibukkan diri dengan
berbagai aktivitas yang menyenangkan. Lakukan apa yang menjadi
hobimu untuk bangkit kembali dan melupakan rasa sedih yang
mungkin saja masih terus menggelayut. Cobalah memasak makanan
favorit atau membuat kue, pergi memancing atau berolahraga,
menghabiskan waktu bersama teman dekat, membeli benda yang kamu
inginkan, atau sekadar membaca buku..
4. Jangan lupa buat diri sendiri bahagia
Pasti terasa sangat lelah buat kamu yang selalu berusaha untuk
membahagiakan orang lain tanpa tahu bahwa diri sendiri juga
memerlukan hal tersebut. Jadi, tetap sediakan waktu untuk me time dan
melakukan banyak hal yang bisa membuat dirimu merasa bahagia.
Tidak hanya itu, membuat diri sendiri merasa bahagia juga bisa
memberikan sudut pandang baru tentang hidup. Bukan tidak mungkin
kamu bisa menjadikan hal ini salah satu motivasi untuk selalu optimis
dalam menghadapi hari.
5. Bercerita pada teman atau keluarga
Hal paling mudah lain yang bisa membantu membuat kamu
segera move on adalah bercerita pada teman atau keluarga.Tanpa kamu
sadari, berbagi dengan orang lain bisa membuat kamu merasa sedikit
lega, seperti melepas beban berat sedikit demi sedikit. Selain itu, kamu
juga bisa meminta saran apa yang sebaiknya kamu lakukan. Jangan
lupa, menghabiskan waktu dengan teman atau keluarga saat kamu
sedang patah hati juga bisa menjadi cara terbaik buat kamu mendapat
dukungan moral. Kamu pun tidak akan merasa sendirian dan kesepian.
6. Jalin relasi yang baru
keluar rumah untuk sekadar mencari udara segar dan suasana baru bisa
membantu. Selain itu, pergi keluar rumah juga menjadi waktu terbaik
untuk menjalin relasi baru. Misalnya, kamu pergi berbelanja ke mal,
ikut kegiatan secara sukarela, atau pergi berolahraga pada sentra
kebugaran.
7. Biarkan diri bersedih
Wajar adanya jika kamu merasa sedih dan kecewa, terlebih setelah
mengalami patah hati. Bahkan, tidak ada yang salah dengan menangis
saat merasa patah hati untuk membuat perasaan menjadi lega. Selain
itu, kamu bisa mendapatkan banyak manfaat menangis Meski begitu,
jangan sampai sedih berkepanjangan, ya. Kamu harus pandai
mengelola hati dan perasaan sehingga tidak sedih terus-menerus.
8. Jangan takut untuk kembali jatuh cinta
Kamu mungkin sering mendengar kalau tips move on paling ampuh
adalah jatuh cinta lagi. Artinya, kamu harus bisa membuka diri untuk
menerima kehadiran orang lain dalam hidup. Namun, tidak perlu
terburu-buru, nikmati saja prosesnya sambil kamu mengobati hati.
Pastikan saja kamu sudah siap untuk menjalin hubungan lagi.
9. Hindari mengontak mantan
Terakhir, jangan pernah kamu mengontak mantan untuk alasan apapun.
Sebab, kamu justru akan lebih sulit untuk move on jika terus
berhubungan dengan mantan kekasih. Meski terasa rindu, sebaiknya
kamu menahan untuk mengontaknya. Tak hanya itu, hindari pula
mengirimi pesan yang berisi bagaimana rasa sakit yang kamu alami,
terlebih meminta mantan kekasih untuk kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Brenner, F. dan Salovey, T. L. 1997. Parental socialization of emotion.


sychological Inquiry, 9, 241-273
Coon, D. 2005. Psychology a journey (2nd ed.). USA: Thomson Wadsworth
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Hurlock, E. B. 2007. Perkembangan Anak Jilid 1 (Edisi ke 6). Jakarta:
Erlangga
Jacky, M, Sosiologi: Konsep, Teori, dan Metode, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015)
Kartono, K. 2001. Psikologi Anak. Bandung: Alumni
Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian diri remaja. Jakarta: Erlangga
Ramdhani, N. dan Thiomina, R. 2009. Mengenali Pola Emosi Anak-anak
Autis.
Salovey, P. M dan Skutfer, B. L. 1997. Cultural differences in children’s
emotional reactions to difficult situation. Child Development, 73, 983-996.
Santoso, A,S. 2008. Modul 10 Kepribadian Dan Emosi. Universitas Mercu
Buana Jakarta
Yusuf, S. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Rosda Karya Remaja.

Anda mungkin juga menyukai