Anda di halaman 1dari 52

TUGAS MAKALAH TENTANG

“INTERAKSI SOSIAL”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 13 :

DEIS SIVRA N SUALY (2214201046)

ELENSIA SADAI SAKETA (2214201051)

DHEA CHANTIKA MUMU (2214201050)

MATA KULIAH : PROSES KEPERAWATAN DAN

BERFIKIR KRITIS

DOSEN :

Ns. YANNERITH CHINTYA, S.Kep., M.Kep

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI

ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas Berkat dan Anugerah-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “ INTERAKSI SOSIAL”.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen
dengan mata kuliah PROSES KEPERAWATAN DAN BERPIKIR KRITS.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu atau Nci Ns. Yannerit Chintya.,
S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah pancasila proses keperawatan dan berpikir kritis karena
sudah membimbing dan mengarahkan dalam pembuatana tugas makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi materi maupun penulisannya.
Kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran agar
supaya kami bisa jadi lebih baik lagi kedepannya dan bisa menampilkan tugas dengan baik.

Semoga makalah yang kami buat ini bisa menambah wawasan, berguna dan bermanfaat bagi
seluruh pembaca untuk perkembangan dan pengingkatan ilmu pengetahuan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3

BAB II KONSEP TEORI

A. Definisi Interaksi Sosial..................................................................................................4

B. Etiologi............................................................................................................................4

C. Ciri, Syarat, Dan Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial.................................................5

D.Definisi Isolasi........................................................................................................

E.Etiologi Isolasi........................................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN ATAU PROSES KEPERAWATAN(Pengkajian,


Diagnosa,Luaran, dan Intervensi Interaksi Sosial)

A. Gangguan Interaksi Sosial.....................................................................................3

B. Gangguan Komunikasi Verbal..............................................................................13

C. Gangguan Proses Keluarga....................................................................................19

D. Isolasi Sosial..........................................................................................................25

E. Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua...........................................................31

F. Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga.................................................................35

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................60

B. Saran......................................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................61

iii
BAB I

PENDAHALUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan untuk bisa memberi
manfaat bagi manusia yang lain, sebab secara humanis manusia adalah
makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan dan menatap dunia, secara otomatis
manusia mempunyai dua kebutuhan primer, yaitu hasrat untuk bisa menyatu
dan berkecimpung dengan manusia lain dalam beberapa kegiatan di
lingkungan masyarakat, dan kebutuhan untuk menunggal dengan lingkungan alam di
sekitarnya.
Pada dasarnya dalam proses pembelajaran manusia tertakluk pada
anggapan bahwa tabiat dasar manusia sebagai makhluk sosial, sebagaimana
namanya yang yang menitikberatkan pada tingkah laku sosial yang
menciptakan interaksi sosial yang dapat mengunggulkan hasil perangkuhan
kegiatan pembelajaran akademik. Peran utama pendidikan adalah untuk
menyiagakan warga negara yang dapat mengembangkan perilaku demokratis
yang terpadu, baik dalam tataran pribadi maupun sosial sehingga mampu
meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis demokrasi sosial yang produktif.
Oleh karena itu, penyampaian materi, konsep-konsep dasar, dan beberapa
penugasan akademik yang dikerjakan dengan mengunggulkan interaksi sosial,
dapat disiasati dengan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan hasil
pembelajaran.
Berkaitan dengan hal di atas, lingkungan sosial juga mengajarkan
kepada individu cara berbahasa, cara berperilaku, dan memberikan kasih
sayang. Akan tetapi, individu itu sendiri dapat membentuk perilaku dan
bahasa secara terus-menerus dan menciptakan ciri khas individu tersebut.
Dengan bermodal kata-kata, seseorang sudah dapat menciptakan identitas
pribadi. Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran interaksi sosial juga dapat
memandu siswa untuk memiliki daya mental yang lebih baik dan kesehatan
emosi yang lebih akseptabel dengan cara mengembangkan kepercayaan diri
dan perasaan realitis serta menumbuhkan empati kepada orang lain. Interaksi sosial
merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-orang/perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.1
Hubungan antara perorangan terjadi antara seseorang dengan orang lain baik yang
sudah mengenal satu sama lain maupun tidak saling mengenal untuk
menyampaikan suatu maksud tertentu. Begitu pun yang terjadi antara kelompok
dengan kelompok lain, faktor terjadinya interaksi sosial dapat dengan faktor di
sengaja maupun secara tidak sengaja. Kelompok-kelompok tersebut melakukan
interaksi baik dalam bentuk positif maupun dalam bentuk negatif. Dalam bentuk

1
positif misalnya menjalin suatu kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu
sedangkan dalam bentuk negatif bisa berbentuk suatu konflik untuk saling
menjatuhkan satu sama lain. Sedangkan hubungan antara perorangan dengan
kelompok terjadi di dalam suatu kelompok dan lebih dominan untuk mempererat
keakraban dalam suatu kelompok. Individu tersebut biasanya sudah mengenal satu
sama lain. Hubungan-hubungan tersebut mendorong seseorang untuk mencapai
suatu perubahan. Tanpa adanya interaksi sosial maka manusia tidak akan
berkembang menuju suatu proses perubahan. Hubungan itu dapat mempengaruhi
individu lain dan membuat suatu perubahan sikap baik secara pikiran dan
tindakannya. Perubahan itu dapat mengarah ke peningkatan maupun penurunan
sikap seseorang.
Interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat memiliki pola tertentu
dan mempengaruhi bentuk interaksi sosial itu sendiri. Pola interaksi salah satu
aspek yang termasuk dalam suatu proses interaksi sosial. Karena setiap manusia
memiliki karakter yang berbeda sehingga menjadi salah satu penyebab adanya
pola-pola interaksi. Pola interaksi disebabkan juga oleh perbedaan status dalam
suatu kelompok.
Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat muda pada era ini mulai
banyak memilih untuk mengikuti organisasi-organisasi yang terdapat dalam
masyarakat untuk menambah pergaulan dalam proses interaksi dalam masyarakat.
Salah satunya organisasi komunitas motor yang saat ini sangat digemari
masyarakat. Alasan masyarakat mengikuti komunitas motor beragam. Ada yang
berawal dari kesamaan hobi, kesamaan jenis kendaraan, kesamaan dalam
memodifikasi kendaraannya dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan akan
rekreasi, orang mengadakan club-club dan kelompok-kelompok lain dengan tujuan
untuk itu.3 Tidak memandang perbedaan agama, suku bangsa, bahasa dan
lain sebagainya komunitas motor hadir untuk mempersatukan semua masyarakat
dalam satu tujuan bersama dengan subjek kendaraan bermotor.
Berdasarkan faktor terjadinya interaksi dari teori interaksi sosial terdiri
dari empat faktor yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor
simpati.7 Keempat faktor tersebut yang menentukan seseorang untuk memutuskan
memilih untuk mengikuti suatu komunitas tersebut atau tidak. Selain
mempengaruhi terjadinya interaksi sosial, faktor-faktor tersebut juga
mempengaruhi pola interaksi seorang individu dalam sebuah kelompok. Faktor-
faktor tersebut juga sebagai pertimbangan seorang individu untuk memilih
memasuki suatu kelompok atau tidak sama sekali.

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan


perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
yang mengancam. Ancaman yang dirasakan dapat menimbulkan respons,
Respon kognitif pasien isolasi sosial dapat berupa merasa ditolak oleh orang
lain, merasa tidak dimengerti oleh orang lain, merasa tidak berguna, merasa

2
putus asa tidak mampu membuat tujuan hidup serta tidak mampu konsentrasi
dan membuat keputusan. (Suerni1 & PH, 2019).Sedangkan menarik diri adalah
gangguan perawatan diri, gangguan penampilan diri dan potensial terjadinya
halusinasi bahkan keinginan untuk bunuh diri. Mengingat dampak yang timbul
seperti menarik diri maka diperlukan tindakan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan intensif khususnya untuk menarik diri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Definisi Interaksi Sosial ?
2. Bagaimana Etiologi Interaksi Sosial ?
3. Apa Saja Ciri, Syarat, Dan Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ?
4. Apa Itu Definisi Isolasi Sosial ?
5. Bagaimana Etiologi Isolasi Sosial ?
6. Bagaimana Konsep Keperawatan Atau Konsep Asuhan Keperawatan Dalam Interaksi
Sosial ?
7. Bagaimana Konsep Keperawatan Atau Konsep Asuhan Keperawatan Dalam Isolasi
Sosial ?

3
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi Interaksi Sosial


Proses sosial dan interaksi sosial merupakan pembahasan yang mencangkup ruang
lingkup yang luas dan merupakan serangkaian studi sosial pada tingkat lanjutan.
Sebagai pendahuluan terhadap pembahasan proses sosial dan interaksi sosial yang
banyak berdampak kepada pola hidup suatu masyarakat baik secara kelembagaan
maupun bentuk lainnya perlu dipahami bahwa bentuk umum dari proses sosial adalah
interaksi sosial. Hal ini dikarenakan interaksi sosial merupakan syarat utama dari
terjadinya aktivitas sosial (Soekanto, 2013).
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar 0rang- orang-perorangan,antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Gillin, 1954).
Apabila ada pertemuan diantara dua atau lebih, maka saat itu juga interaksi sosial
terjadi. Proses saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau berkelahi hal-
hal tersebut merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Perlu dipahami juga dalam
bentuk interaksi sosial tidak hanya dilakukan secara langsung ada jabat tangan,
berbicara, berpelukan atau sebagainya seperti yang disebutkan dalam bentuk-bentuk
interaksi sosial, akan tetapi adanya suatu respon dan isyarat sudah termasuk juga
dalam interaksi sosial. Karena syarat dari interaksi sosial adalah adanya kontak sosial
(social contact) dan adanya komunikasi (Soekanto, 2013).
Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada
terbentuknya hubungan antara peserta diklat yang satu dengan yang lainnya. Model
ini beranjak dari paradigma bahwa individu tidak mungkin bisa membebaskan dirinya
dari interaksi dengan orang lain. Dalam konteks yang lebih luas, hubungan itu
mengarah pada hubungan individu dengan masyarakat. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi
secara ekstensif dengan masyarakat, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis,
serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar peserta didik.

B. Etiologi Interaksi Sosial


Dewasa ini, masyarakat sedang dihadapkan pada masalah yang menyebabkan
pergeseran sosial akibat berbagai macam konflik yang ada. Konflik merupakan fakta
kehidupan yang tidak dapat dihindari namun dapat diselesaikan. Ketidaksepahaman

4
dari konflik sering pula mengakibatkan perubahan situasi bagi siapapun yang terlibat
didalamnya. Covid 19 (Corona Virus Disease 19) merupakan konflik yang sekarang
ini sedang dihadapi oleh masyarakat belahan dunia. Yang pertama sekali ditemukan di
Kota Wuhan, China. Coronavirus (Covid 19) adalah kumpulan virus yang bisa
menginfeksi sistem pernapasan sampai pada akhirnya dapat mematikan banyak

manusia. Ada dugaan bahwa virus ini pada awalnya ditularkan dari hewan ke
manusia, namun kemudian diketahui bahwa virus corona juga menularkan dari
manusia ke manusia. Dan dapat menginfeksi siapa saja. Keberadaan dari Covid 19
yang mematikan ini banyak menyita perhatian dunia. Ada yang menanganinya secara
serius bahkan ada pula yang tidak memperdulikan. Namun seiringnya waktu virus ini
banyak menyebarkan korban sehingga memerlukan kerjasama yang baik antar
keluarga, rekan kerja dan pihak-pihak terkait lainnya. Dan ini termasuk kedalam
konflik yang memang harus ditangani dengan kerja yang pasti. Covid 19 dan proses
sosial memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan interaksi sosial pada saat
pandemi konflik ini. Banyak yang terjadi akibat pandemi ini. Pergeseran sosial
termasuk didalamnya. Yang pada mulanya proses sosial secara langsung dapat
menimbulkan interaksi sosial secara langsung kini banyak yang mengalami
perubahan. Bahkan kemahiran seseorang dalam memainkan perannya pada masa
pandemi ini menentukan nasib nya kedepan.

C. Ciri, Syarat, Dan Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial


1. Ciri –Ciri Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial dalam masyarakat memiliki ciri sebagai berikut :
a. Adanya dua orang pelaku atau lebih
b. Adanya hubungan timbale balik antar pelaku
c. Diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung.
d. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.

2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial


Proses interaksi sosial dalam masyarakat terjadi apabila terpenuhi dua
syarat sebagai berikut:
a. Kontak sosial, yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan individu
lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapn, maupun
tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi.
b. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang
lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu agar orang
lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.

3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial


Interaksi sosial dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu asosiatif dan
disosiatif.
a. Asosiatif

5
Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan.
Interaksi sosial ini terdiri atas beberapa hal berikut.

1) Kerja sama (cooperation)


Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa mereka

mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk


bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya
terdapat empat bentuk kerjasama, yaitu bargaining (tawar-menawar),
cooptation (kooptasi), koalisi dan joint-venture (usaha patungan).

2) Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna
mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Proses
akomodasi dibedakan menjadi bebrapa bentuk antara lain :

Coercion yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan


a) karena adanya paksaan
b) Kompromi yaitu, suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang
terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu
penyelesaian terhadap suatu konflik yang ada.
c) Mediasi yaitu, cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta
bantuan pihak ketiga yang netral.
d) Arbitration yaitu, cara mencapai compromise dengan cara meminta
bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh
badan yang berkedudukannya lebih dari pihak-pihak yang bertikai
e) Adjudication (peradilan)yaitu, suatu bentuk penyelesaian konflik
melalui pengadilan.
f) Stalemate yaitu, Suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bertentangan
memiliki kekuatan yang seimbang dan berhenti melakukan
pertentangan pada suatu titik karena kedua belah pihak sudah tidak
mungkin lagi maju atau mundur.
g) Toleransi yaitu, suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan
formal.
h) Consiliation yaitu, usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan
pihak- pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan
bersama.

3) Asimilasi

6
Proses asimilasi menunjuk pada proses yang ditandai adanya usaha
mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang atau
kelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dan

tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Asimilasi timbul bila ada


kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda,
saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat
laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk
kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran

4) Akulturasi
Proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur -
unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat
laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.

b. Disosiatif
Interaksi sosial ini mengarah pada bentuk pemisahan dan terbagi
dalam tiga bentuk sebagai berikut:
1) Persaingan/kompetisi
Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok
sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara
kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak
lawannya.
2) Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan
pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak
senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan
seperti perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat,
provokasi, dan intimidasi yang ditunjukan terhadap perorangan atau
kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu.
Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak
sampai menjadi pertentangan atau konflik.
3) Konflik
Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat
tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat
mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang
pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang
bertikai tersebut.

7
D. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan upaya pasien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain. Dari permasalahan gejala isolasi sosial tersebut dibutuhkan rehabilitative
yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik, membantu
menyesuaikan diri, meningkatkan toleransi, dan meningkatkan kemampuan pasien
berisolasi. Untuk meminimalkan dampak dari isolasi sosial dibutuhkan pendekatan
dan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala pasien dengan isolasi sosial.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan dan memaparkan aplikasi
asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.
Berdasarkan hasil pengkajian, ketiga pasien menunjukkan pasien malu dan takut
untuk keluar rumah, merasa dirinya tidak berguna, dan tidak berani berbicara
dengan orang lain. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, penulis menetapkan
diagnosa keperawatan yaitu isolasi sosial: menarik diri. Adapun cara yang
dilakukan penulis untuk mengatasi masalah tersebut ialah dengan memberikan
tindakan keperawatan generalis dengan cara mengidentifikasi penyebab, tanda,
keuntungan, dan kerugian isolasi sosial. cara berkenalan dengan orang lain secara
bertahap. Adapun dari hasil implementasi didapatkan bahwa strategi pelaksanaan
yang dilakukan mampu meningkatkan keberanian pasien untuk berbicara dengan
orang lain. Diharapkan perawat dapat memperhatikan kebutuhan pasien dengan
isolasi sosial: menarik diri sehingga masalah pada pasien dapat diperhatikan dan
teratasi.

E. Etiologi Isolasi Sosial


Salah satu gangguan berhubungan sosial di antaranya, perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang tidak di sebabkan oleh perasaan, tidak berharga yang bisa di alami
klien dengan latar belakang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan,
dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi mundur,
mengalami peunrunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masalalu serta tingkah laku primitif antara lain tingkah laku yang tidk
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi
melatarbelakangai komplikasi.

8
BAB III

KONSEP ASUHAN ATAU

PROSES KEPERAWATN

A. Gangguan Interaksi Sosial


1. Pengkajian
a) Identitas klien
1) Umur
2) Agama
3) Pendidikan
4) Pekerjaan
5) Suku/Bangsa
6) Alamat
7) Jeni kelamin
8) No MR
9) Tanggal masuk rumah sakit
10) Tanggal pengkajian
b) Alasan masuk
Tanyakan kepada pasien dan keluarga apa alasan pasien dibawa
ke rumah sakit, Keluhan utama pasien dengan harga diri rendah
kronis biasanya merenung atau menyendiri serta mengkritik atau
menyalahkan diri sendiri.
c) Factor Predisposisi
Menurut Pramujiwati, Keliat, & Wardani,(2013) factor
predisposisi pada harga diri renda kronis ialah :
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
 Adanya riwayat gangguan pada pasien atau keluarga.
 Adanya gangguan fisik atau penyakit termasuk gangguan pertumbuhan
dan perkembangan.
2) Riwayat Psikososial
 Pada pasien harga diri rendah riwayat psikososial yang perlu diketahui
adalah pernah atau tidak melakukan atau mengalami dan atau
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam rumah tangga, aniaya, dan tindakan kriminal.
 Merasakan pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan baik
bio, psiko, sosio, kultural, maupun spiritual.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Harga diri rendah kronis dapat disebabkan oleh
keturunan. Oleh karena itu, pada riwayat penyakit
keluarga harus dikaji apakah ada keluarga yang pernah
mengalami gangguan jiwa.

9
d) Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang harga diri rendah kronis disebabkan
oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan ia tak mampu
menyelesaikan masalah yang di hadapi . Situasi atas stressor ini
dapat mempengaruhi terjadinya harga diri rendah kronis.

e) Pemeriksaan Fisik
Menurut Mandasari, (2019) pengkajian fisik yang dilakukan
adalah :
1) Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan bertambah
naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan.
3) Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah)
4) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan ketus).

2. Pengkajian pola gordon


a) Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat
menggambarkan hubungan klien dengan keluarga. Tiga
generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah diingat oleh
klien maupun keluarga apa dasar pengkajian.

2) Konsep Diri
a) Citra tubuh : Tanyakan kepada klien terhadap persepsi tubuhnya, badan tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri: posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien sebagai laki-
laki/perempuan.
c) Peran : peran klien dikeluarga, kegiatan sehari-hari klien dirumah untuk
keluarga.
d) Ideal diri : Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat
kerja, masyarakat), harapan klien terhadap penyakitnya.
e) Harga diri : Menurut Safitri (2020) data yang perlu dikaji pada penderita
Harga Diri Rendah yaitu :
1) Subyektif
 Mengatakan tidak berguna.
 Mengatakan tidak mampu.
 Mengatakan tidak semangat beraktivitas atau bekerja
 Mengatakan malas melakukan perawatan diri

10
2) Objektif
 Mengintrospeksi diri yang negatif.
 Perasaan tidak mampu.
 Memandang kehidupan kearah yang pesimis.
 Tidak mau diberi pujian.
 Terjadi penurunan produktivitas.
 Penolakan kemampuan diri.
 Tidak memperhatikan perawatan diri.
 Pakaian tidak rapi.
 Selera makan berkurang.
 Tidak berani kontak mata dengan orang lain.
 Bicara lambat dengan nada yang lirih

b) Hubungan Sosial
Pada hubungan sosial, kaji pada siapa klien kepada siapa
klien curhat, kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat, serta sejauh mana klien terlibat dalam
kelompok masyarakat.
c) Spiritual
1) Nilai dan keyakinan: keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma
budaya dan agama yang dianut.
2) Kegiatan ibadah : Kegiatan ibadah klien dirumah. Pendapat klien/keluarga
tentang kegiatan ibadah klien
d) Status Mental
1) Penampilan
Lihat penampilan klien, rapi atau tidaknya. Misalnya rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, resleting tidak ditutup.
2) Pembicaraan
Amati cara berbicara atau berkomunikasi klien apakah cepat, keras,
inkoherensi, apatis, lambat, membisu, atau tidak mampu memulai pembicaraan.
3) Aktivitas Motorik
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat /keluarga:
a) Kelambatan :
1) Hipokinesa, hipoaktivitas : gerakan atau aktivitas yang berkurang.
2) Katalepsi : mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu, juga bila
hendak diubah orang lain.
3) Flexibelitas serea : mempertahankan posisi yang dibuat orang lain
b) Peningkatan
1) Hiperkinesa, hiperaktivitas: aktivitas yang berlebihan.
2) Gaduh gelisah katonik: aktivitas motorik yang tidak bertujuan yang
dilakukan berkali-kali seakan tidak dipengaruhi rangsangan luar.
3) Tremor: jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangan.

11
4) Kompulsif: kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, seperti mencuci
tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan.
4) Alam Perasaan
Tanyakan kepada klien apakah klien merasa sedih,
ketakutan, putus asa, khawatir, gembira berlebihan,
serta berikan penjelasan mengapa klien merasakan
perasaan itu.
5) Afek
Terkadang afek pasien tampak datar, tumpul, emosi
pasien berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi atau
sedih, dan cemas.
6) Interaksi selama wawancara
a) Bermusuhan, tidak kooperatif, atau mudah tersinggung.
b) Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan bicara.
c) Defensif : selalu mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
d) Curiga : menunjukkan tidak percaya pada orang lain.

7) Persepsi
Biasanya pasien berbicara dan dapat mejawab
dengan jelas.
8) Isi Fikir
Biasanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi
9) Tingkat Kesadaran
Biasanya psaien akan lebih banyak berdiam dan menunduk
10) Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat
kejadian yang terjadi dan mengalami gangguan daya
ingat jangka panjang.
11) Kemampuan Penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang dan tidak
mampu mengambil keputusan
12) Daya pikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
e) Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat
f) Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.

12
g) Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien
kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan
dalam masalah.
h) Aspek Medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi,
terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan
klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan
bermasyarakat.
i) Aktivitas dan istirahat
Gangguan tidur, bangun lebih awal, insomnia, dan hiperaktivitas.
j) Higiene
Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/ tidak terpelihara
k) Integritas ego
1) Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan
yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
2) Mengekspresikan persaaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang
diterima, dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan koping
terhadap stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai
l) Neurosensori
Mengalami emosi dan perilaku abnormal dengan sistem keyakinan/ketakutan
bahwa diri ataupun orang terdekat berada dalam bahaya karena diracuni atau
diinfeksi, mempunyai penyakit, merasa tertipu oleh pasangan individu, dicurangi
oleh orang lain, dicintai atau mencintai dari jarak jauh.
m) Keamanan
Dapat menimbulkan prilaku berbahaya/menyerang
n) Interaksi Sosial
1) Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan
2) Umumnya bermasalah dengan hokum
o) Masalah yang Perlu Dikaji
1) Menarik diri
2) Konsep diri : harga diri rendah
3) Resiko gangguan persepsi sensori halusinasi

2. Diagnosa Gangguan Interaksi sosial


Gangguan interaksi sosial merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan
sebagai kuantitas dan/atau kualitas sosial yang kurang atau berlebih.
Diagnosis ini diberi kode D.0118, masuk dalam kategori relasional, subkategori
interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala

13
Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan interaksi sosial, Perawat harus
memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

 Merasa tidak nyaman dengan situasi sosial


 Merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan

DO:

 Kurang responsive atau tertarik pada orang lain


 Tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan
masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang
masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Etiologi (Penyebab)
Etiologi (penyebab) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan interaksi sosial adalah:
 Defisiensi bicara
 Hambatan perkembangan/maturase
 Ketiadaan orang terdekat
 Perubahan neurologis (mis: kelahiran prematur, distres fetal, persalinan
cepat, atau persalinan lama)
 Disfungsi sistem keluarga
 Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
 Penganiayaan atau pengabaian anak
 Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
 Model peran negatif
 Impulsif
 Perilaku menentang

c) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti
penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].

Contoh:

14
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan impulsif dibuktikan dengan merasa
tidak nyaman dengan situasi sosial, merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan
perasaan, kurang responsive atau tertarik pada orang lain, tidak berminat melakukan
kontak emosi atau fisik.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan interaksi sosialb.d impulsif d.d merasa tidak nyaman dengan situasi sosial,
merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan, kurang responsive atau
tertarik pada orang lain, tidak berminat melakukan kontak emosi atau fisik.

Perhatikan:
 Masalah = gangguan interaksi sosial
 Penyebab = impulsif
 Tanda/gejala = merasa tidak nyaman dengan situasi sosial., dst
 b.d = berhubungan dengan
 d.d = dibuktikan dengan

d) Luaran (SLKI L.13115 )


Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis
gangguan interaksi sosialadalah: “interaksi sosial meningkat.”
Interaksi sosial meningkat berarti meningkatnya kuantitas dan/atau kualitas hubungan
sosial yang cukup.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa interaksi sosial meningkat adalah:

 Perasaan nyaman dengan situasi sosial meningkat


 Perasaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan meningkat
 Responsif pada orang lain meningkat
 Minat melakukan kontak emosi meningkat
 Minat melakukan kontak fisik meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka interaksi sosial


meningkat, dengan kriteria hasil:

15
 Perasaan nyaman dengan situasi sosial meningkat
 Perasaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan meningkat
 Responsif pada orang lain meningkat
 Minat melakukan kontak emosi meningkat
 Minat melakukan kontak fisik meningkat

Perhatikan:

 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,


maka interaksi sosial
 Ekspektasi = Meningkat
 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

e) Intervensi (SIKI)
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran keperawatan.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis gangguan interaksi sosialadalah:

 Modifikasi perilaku keterampilan sosial


 Promosi sosialisasi

1) Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial (I.13484)


Intervensi modifikasi perilaku keterampilan sosial dalam Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.13484).
Modifikasi perilaku keterampilan sosial adalah intervensi yang dilakukan
oleh perawat untuk mengubah pengembangan atau peningkatan
keterampilan sosial interpersonal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi modifikasi perilaku keterampilan


sosial berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi :
 Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial
 Identifikasi focus pelatihan keterampilan sosial

16
Terapeutik :

 Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial


 Beri umpan balik positif (mis: pujian atau penghargaan) terhadap
kemampuan sosialisasi
 Libatkan keluarga selama Latihan keterampilan sosial, jika perlu

Edukasi :

 Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial


 Jelaskan respons dan konsekuensi keterampilan sosial
 Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah yang dialami
 Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi
 Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan sosial
 Latih keterampilan sosial secara bertahap

2) Promosi Sosialisasi (I.13498)


Intervensi promosi sosialisasi dalam Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) diberi kode (I.13498).
Promosi sosialisasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi sosialisasi berdasarkan
SIKI, antara lain:

Observasi :

 Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain


 Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain

Terapeutik :

 Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan


 Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
 Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
 Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis: jalan-jalan, ke toko
buku)
 Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
 Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
 Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
 Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

17
Edukasi :

 Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


 Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
 Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
 Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak orang
lain
 Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata dan alat bantu
dengar)
 Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
 Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
 Latih mengekspresikan marah dengan tepat

B. Gangguan Komunikasi Verbal


1. Pengkajian
a) Kaji kondisi yang memengaruhi ucapan.
Kondisi neurologis seperti stroke, tumor, cerebral palsy , autisme, atau gangguan
pendengaran lainnya dapat memengaruhi kemampuan pasien untuk
berkomunikasi secara verbal

b) Evaluasi status mental. 


Kondisi psikologis seperti skizofrenia , manik depresif, atau gangguan bipolar
dapat mengganggu kemampuan berbicara karena pasien mungkin menolak untuk
berkomunikasi atau menampilkan ucapan yang cepat.

c) Nilai hambatan bahasa


Jika seorang pasien tidak berkomunikasi secara efektif atau tampaknya menolak
untuk berkomunikasi, pastikan mereka berbicara dalam bahasa asli mereka.

d) Kaji adanya afasia


Pasien dengan cedera otak seperti stroke mungkin mengalami afasia yang
merupakan gangguan untuk memahami atau mengekspresikan bahasa. Mereka
dengan afasia Wernicke memahami ucapan tetapi kata-kata yang mereka ucapkan
mungkin tidak masuk akal atau memiliki arti. Afasia global menyebabkan pasien
tidak dapat mengekspresikan diri atau memahami sedikit atau tidak ada bahasa
lisan.

e) Perhatikan penghalang fisik

18
Adanya tracheostomy atau endotracheal tube akan menghambat kemampuan
pasien untuk berbicara.

f) Selidiki apakah pasien berkomunikasi dengan cara lain


Jika pasien tidak dapat atau ragu untuk berkomunikasi secara verbal, kaji apakah
mereka menggunakan bahasa isyarat atau lebih suka menulis atau menggambar
permintaan.

2. Diagnosa Gangguan Komunikasi Verbal


Gangguan komunikasi verbal merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan
sebagai penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol. Diagnosis ini diberi
kode D.0119, masuk dalam kategori relasional, subkategori interaksi sosial dalam
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala


Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan komunikasi verbal, Perawat harus
memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

 Tidak ada

DO:

 Tidak mampu berbicara atau mendengar


 Menunjukkan respon tidak sesuai

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat
kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis
keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Etiologi (Penyebab)
Etiologi (penyebab) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Etiologi (penyebab) untuk masalah gangguan komunikasi verbal adalah:

 Penurunan sirkulasi serebral


 Gangguan neuromuskuler
 Gangguan pendengaran
 Gangguan muskuloskeletal

19
 Kelainan palatum
 Hambatan fisik (misal: terpasang trakeostomi, intubasi, krikotiroidektomi)

 Hambatan individu (misal: ketakutan, kecemasan, merasa malu,


emosional, kurang privasi)
 Hambatan psikologis (misal: gangguan psikotik, gangguan konsep diri,
harga diri rendah, gangguan emosi)
 Hambatan lingkungan (misal: ketidakcukupan informasi,ketiadaan orang
terdekat, ketidaksesuaian budaya, Bahasa asing).

c) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya
menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].

Contoh:

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral


dibuktikan dengan tidak mampu berbicara, menunjukkan konsep tidak sesuai.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:


Gangguan komunikasi verbalb.d penurunan sirkulasi serebral d.d tidak mampu
berbicara, menunjukkan konsep tidak sesuai.

Perhatikan:

 Masalah = gangguan komunikasi verbal


 Penyebab = penurunan sirkulasi serebral
 Tanda/gejala = tidak mampu berbicara., dst
 b.d = berhubungan dengan
 d.d = dibuktikan dengan

d) Luaran (SLKI L.13118 )


Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis gangguan komunikasi verbaladalah: “komunikasi verbal meningkat.”
Komunikasi verbal meningkat berarti meningkatnya kemampuan menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa komunikasi verbal meningkat adalah:

 Kemampuan berbicara meningkat

20
 Kemampuan mendengar meningkat
 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka komunikasi


verbalmeningkat, dengan kriteria hasil:

 Kemampuan berbicara meningkat


 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

Perhatikan:

 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,


maka komunikasi verbal
 Ekspektasi = Meningkat
 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

e) Intervensi (SIKI )
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran keperawatan.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis gangguan komunikasi verbal adalah :

 Promosi komunikasi: defisit bicara


 Promosi komunikasi: defisit pendengaran
 Promosi komunikasi: defisit visual

1) Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)


Promosi komunikasi: defisit bicara adalah intervensi yang dilakukan oleh
perawat untuk menggunakan Teknik komunikasi tambahan pada individu
dengan gangguan bicara.

21
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi komunikasi: defisit
bicaraberdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Monitor kecepatan, tekanan, kuantitias, volume, dan diksi bicara


 Monitor progress kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan
dengan bicara (mis: memori, pendengaran, dan Bahasa)
 Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara
 Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

 Gunakan metode komunikasi alternatif (mis: menulis, mata berkedip,


papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
komputer)
 Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambal menghindari
teriakan, gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien)
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan berbicara perlahan


 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan bicara
 Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

2) Promosi Komunikasi: Defisit Pendengaran (I.13493)


Promosi komunikasi: defisit pendengaran adalah intervensi yang dilakukan oleh
perawat untuk menggunakan Teknik komunikasi tambahan pada individu dengan
gangguan pendengaran.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi komunikasi: defisit
pendengaranberdasarkan SIKI, antara lain:

22
Observasi

 Periksa kemampuan pendengaran


 Monitor akumulasi serumen berlebihan
 Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien (mis: lisan,
tulisan, Gerakan bibir, Bahasa isyarat)

Terapeutik

 Gunakan Bahasa sederhana


 Gunakan Bahasa Isyarat, jika perlu
 Verifikasi apa yang dikatakan atau ditulis pasien
 Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
 Berhadapan dengan pasien secara langsung selama berkomunikasi
 Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
 Hindari merokok, mengunyah makanan atau permen karet, dan
menutup mulut saat berbicara
 Hindari kebisingan saat berkomunikasi
 Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
 Lakukan irigasi telinga, jika perlu
 Pertahankan kebersihan telinga

Edukasi

 Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat


 Ajarkan cara membersihkan serumen dengan tepat

3) Promosi Komunikasi: Defisit Visual (I.13494)

Promosi komunikasi: defisit visual adalah intervensi yang dilakukan oleh


perawat untuk menggunakan Teknik komunikasi tambahan pada individu
dengan gangguan penglihatan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi komunikasi: defisit


visualberdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

23
 Periksa kemampuan penglihatan
 Monitor dampak gangguan penglihatan (mis: risiko cidera, depresi,
kegelisahan, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari)

Terapeutik

 Fasilitasi peningkatan stimulasi indra lainnya (mis: aroma, rasa, tekstur


makanan)
 Pastikan kaca mata atau lensa kontak berfungsi dengan baik
 Sediakan pencahayaan cukup
 Berikan bacaan dengan huruf besar
 Hindari penataan letak lingkungan tanpa memberitahu
 Sediakan alat bantu (mis: jam, telepon)
 Fasilitasi membaca surat, surat kabar, atau media informasi lainnya
 Gunakan warna terang dan kontras di lingkungan
 Sediakan kaca pembesar, jika perlu

Edukasi

 Jelaskan lingkungan pada pasien


 Ajarkan keluarga cara membantu pasien berkomunikasi
 Kolaborasi
 Rujuk pasien pada terapis, jika perlu

C. Gangguan Proses Keluarga


1) Pengkajian
a) Identitas Klien
1) Tanggal pengkajian
2) Nama
3) Umur
4) Agama
5) Pendidikan
6) Pekerjaan
7) Suku/Bangsa
8) Alamat
9) Komposisi keluarga
10) Tipe keluarga (ayah, ibu, dan anak)
11) Genogram (bagan silsilah keluarga)
12) Sifat keluarga

24
 Pengambilan keputusan (di diskusikan bersama keluarga terkait)
 Kebiasaan hidup sehari-hari (kebiasaan tidur/istirahat, kebiasaan rekreasi,
kebiasaan makan keluarga)
13) Status sosial ekonomi keluarga (membahas masalah keuangan keluarga)
b) Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
2) Riwayat Keluarga Inti
3) Riwayat keluarga sebelumnya
c) Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga (keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi
secara terbuka)
2) Struktur kekuatan keluarga (saling menghormati dan menghargai keputusan
yang di musyawarahkan bersama)
3) Struktur peran (peran masing-masing dalam keluarga)
4) Nilai dan norma keluarga (keluarga menerapkan sopan santun dan slaing
menghormati)
d) Fungsi Keluarga
1) Fungsi efektif (keluarga menerapkan saling melengkapi dan tolong menolong
satu sama lain)
2) Fungsi sosialisasi (Dalam berhubungan sosial dengan masyarakat atau
tetangga disekitar lingkungan tempat tinggalnya baik, dan tidak ada masalah
dalam sosialisasi.)
3) Fungsi keperawatan kesehatan
Pembagian masalah berdasarkan lima tugas perawatan kesehatan :
 Mengenal masalah kesehatan
 Memutuskan untuk merawat
 Mampu merawat
 Modifikasi lingkungan
 Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
 Fungsi reproduksi
 Fungsi ekonomi
e) Pemeriksaan Fisik (pemeriksaan Tanda-Tanda Vital [TTV)

2) Diagnosa Gangguan Proses Keperawatan


Gangguan proses keluarga merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan
sebagai perubahan dalam hubungan atau fungsi keluarga.
Diagnosis ini diberi kode D.0120, masuk dalam kategori relasional, subkategori
interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala


Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan proses keluarga, Perawat harus
memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

25
DS:

 Tidak ada

DO:

 Keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi


 Tidak mampu berkomunikasi secara terbuka diantara anggota keluarga

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat
kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis
keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Etiologi (Penyebab)
Etiologi (penyebab) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Etiologi (penyebab) untuk masalah gangguan proses keluarga adalah :

 Perubahan status Kesehatan anggota keluarga


 Perubahan finansial keluarga
 Perubahan status sosial keluarga
 Perubahan interaksi dengan masyarakat
 Krisis perkembangan
 Transisi perkembangan
 Peralihan pengambil keputusan dalam keluarga
 Perubahan peran keluarga
 Krisis situasional
 Transisi situasional

c) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya
menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].

Contoh:

Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan


anggota keluarga dibuktikan dengan keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap
situasi, tidak mampu berkomunikasi secara terbuka diantara anggota keluarga.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

26
Gangguan proses keluargab.d perubahan status kesehatan anggota keluarga d.d
keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi, tidak mampu berkomunikasi
secara terbuka diantara anggota keluarga.

Perhatikan:

Masalah = gangguan proses keluarga

Penyebab = perubahan status kesehatan anggota keluarga

Tanda/gejala = keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi., dst

b.d = berhubungan dengan

d.d = dibuktikan dengan

d) Luaran (SLKI L.13124)


Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis gangguan proses keluargaadalah: “proses keluarga membaik.”
Proses keluarga membaik berarti membaiknya kemampuan untuk berubah dalam
hubungan atau fungsi keluarga.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa proses keluarga membaik adalah:

 Adaptasi keluarga terhadap situasi meningkat


 Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka diantara anggota
keluarga meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka proses


keluarga membaik, dengan kriteria hasil:

 Adaptasi keluarga terhadap situasi meningkat


 Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka diantara anggota
keluarga meningkat

Perhatikan:

27
 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka proses keluarga
 Ekspektasi = Membaik

 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

e) Intervensi (SIKI)
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran keperawatan.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis gangguan proses keluarga adalah:

 Dukungan koping keluarga


 Promosi proses efektif keluarga
 Terapi keluarga

1) Dukungan Koping Keluarga (I.09260)


Dukungan koping keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat
untuk memfasilitasi peningkatan nilai-nilai, minat dan tujuan dalam
keluarga.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan koping keluarga


berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini


 Identifikasi beban prognosis secara psikologis
 Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah
pulang
 Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan

Terapeutik

 Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga


 Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi

28
 Diskusikan rencana medis dan perawatan

 Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau


antar anggota keluarga
 Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan
jangka Panjang, jika perlu
 Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan konflik nilai
 Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga (mis: tempat
tinggal, makanan, pakaian)
 Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian dan berduka,
jika perlu
 Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan peralatan
yang diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan
pasien
 Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenangkan pasien
dan/atau jika keluarga tidak dapat memberikan perawatan
 Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
 Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga

Edukasi

 Informasikan kemajuan pasien secara berkala


 Informasikan fasilitas perawatan Kesehatan yang tersedia

Kolaborasi

 Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

2) Promosi Proses Efektif Keluarga (I.13496)


Promosi proses efektif keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh
perawat untuk melakukan Tindakan untuk mempertahankan dan
meningkatkan proses dalam keluarga.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi proses efektif keluarga


berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi tipe proses keluarga

29
 Identifikasi masalah atau gangguan dalam proses keluarga
 Identifikasi kebutuhan perawatan mandiri di rumah untuk klien dan
tetap beradaptasi dengan pola hidup keluarga

Terapeutik

 Pertahankan interaksi yang berkelanjutan dengan anggota keluarga


 Motivasi anggota keluarga untuk melakukan aktivitas bersama
seperti makan bersama, diskusi bersama keluarga
 Fasilitasi anggota keluarga melakukan kunjungan rumah sakit
 Susun jadwal aktivitas perawatan mandiri di rumah untuk
mengurangi gangguan rutinitas keluarga

Edukasi

 Jelaskan strategi mengembalikan kehidupan keluarga yang normal


kepada anggota keluarga
 Diskusikan dukungan sosial dari sekitar keluarga
 Latih keluarga manajemen waktu jika perawatan di rumah
dibutuhkan

3) Terapi Keluarga (I.09322)


Terapi keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
menggunakan anggota keluarga untuk menggerakkan keluarga melakukan
cara hidup yang lebih produktif.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi keluarga berdasarkan


SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi Riwayat Kesehatan keluarga


 Identifikasi pola komunikasi keluarga
 Identifikasi cara keluarga memecahkan masalah
 Identifikasi pembuatan keputusan dalam keluarga
 Identifikasi terjadinya pelecehan dalam keluarga
 Identifikasi kekuatan/sumber daya keluarga
 Identifikasi peran setiap anggota keluarga dalam sistem keluarga
 Identifikasi gangguan spesifik terkait harapan peran
 Identifikasi penyalahgunaan zat pada anggota keluarga

30
 Identifikasi penengah dalam keluarga
 Identifikasi ketidakpuasan dan/atau konflik yang terjadi
 Identifikasi kejadian saat ini atau akan terjadi yang mengancam
keluarga
 Identifikasi kebutuhan dan harapan dalam keluarga

 Identifikasi hubungan hierarkis anggota keluarga


 Monitor respons merugikan terhadap terapi

Terapeutik

 Fasilitasi diskusi keluarga


 Fasilitasi strategi menurunkan stres
 Fasilitasi restrukturisasi sistem keluarga, jika sesuai
 Diskusikan cara terbaik dalam menangani disfungsi perilaku dalam
keluarga
 Diskusikan Batasan keluarga
 Diskusikan strategi penyelesaian masalah yang konstruktif
 Diskusikan rencana terapi dengan keluarga
 Diskusikan cara membudayakan perilaku baru
 Rencanakan strategi menghentikan terapi

Edukasi

 Anjurkan berkomunikasi lebih efektif


 Anjurkan anggota memprioritaskan dan memilih masalah keluarga
 Anjurkan semua anggota keluarga berpartisipasi dalam pekerjaan
rumah tangga Bersama-sama (mis: makan Bersama)
 Anjurkan mengubah cara berhubungan dengan anggota keluarga
lain

D. Isolasi Sosial
1) Pengkajian
a) Indentitas Klien
1) Nama
2) Umur
3) Status perkawinan
4) Agama
5) Pendidikan
6) Pekerjaan

31
7) Suku atau bangsa
8) Alamat
b) Faktor Predisposisi
1) Riwayat gangguan jiwa
2) Riwayat pengobatan
3) Riwayat penganiayaan
4) Riwayat anggota keluarga yang gangguan jiwa
5) Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
c) Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital (nadi, suhu, dan pernapasan)
2) Ukur (berat badan dan tinggi badan)
3) Keluhan fisik

2) Diagnosa Isolasi Sosial


Isolasi sosial merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan
interdependen dengan orang lain.
Diagnosis ini diberi kode D.0121, masuk dalam kategori relasional, subkategori
interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala


Untuk dapat mengangkat diagnosis isolasi sosial, Perawat harus memastikan
bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

 Merasa ingin sendirian

 Merasa tidak aman di tempat umum

DO:

 Menarik diri
 Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat
kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis
keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Etiologi (Penyebab)

32
Etiologi (Penyebab) alam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Etiologi (Penyebab) untuk masalah isolasi sosia ladalah:
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
 Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
 Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
 Ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
 Perubahan penampilan fisik
 Perubahan status mental
 Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis: disfungsi berduka,
pengendalian diri buruk)

c) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya
menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].

Contoh:

Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental dibuktikan dengan


merasa ingin sendirian, merasa tidak aman ditempat umum, menarik diri, menolak
berinteraksi dengan orang lain.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Perhatikan:

 Masalah = isolasi sosial


 Penyebab = perubahan status mental

 Tanda/gejala = merasa ingin sendirian., dst


 b.d = berhubungan dengan
 d.d = dibuktikan denga

d) Luaran (SLKI L.13116 )


Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis isolasi sosial adalah: “keterlibatan sosial meningkat.”
Keterlibatan sosial meningkat berarti meningkatnya kemampuan untuk membina
hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan independent dengan orang lain.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa keterlibatan sosial meningkat adalah:

 Minat interaksi meningkat


 Verbalisasi isolasi menurun

33
 Verbalisasi ketidakamanan ditempat umum menurun
 Perilaku menarik diri menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka keterlibatan


sosial meningkat, dengan kriteria hasil:

 Minat interaksi meningkat


 Verbalisasi isolasi menurun
 Verbalisasi ketidakamanan ditempat umum menurun
 Perilaku menarik diri menurun

Perhatikan:

 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,


maka keterlibatan sosial
 Ekspektasi = Meningkat
 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

e) Intervensi (SIKI)
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis isolasi sosial adalah:

 Promosi sosialisasi
 Terapi aktivitaseperawatan.

1) Promosi Sosialisasi (I.13498)

34
Promosi sosialisasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi sosialisasi berdasarkan


SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain


 Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain

Terapeutik

 Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan


 Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
 Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
 Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis: jalan-jalan, ke toko
buku)
 Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
 Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
 Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
 Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

Edukasi

 Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


 Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
 Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain

 Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak orang


lain
 Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata dan alat bantu
dengar)
 Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
 Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
 Latih mengekspresikan marah dengan tepat

2) Terapi Aktivitas (I.01026)


Terapi aktivitas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam
menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual tertentu untuk
35
memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu atau
kelompok.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi aktivitas berdasarkan
SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi defisit tingkat aktivitas


 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
 Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas

Terapeutik

 Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami


 Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
 Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan

 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu,


energi, atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan
emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
 Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif

36
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan
kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan


memonitor program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

E. Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua


1. Pengkajian
a) Indentitas Klien
1) Nama
2) Umur
3) Status perkawinan
4) Agama
5) Pendidikan
6) Pekerjaan
7) Suku atau bangsa
8) Alamat
b) Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
2) Keluhan tambhan

37
c) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
2) Riwayat kesehatan keluarga
d) Riwayat Obstetrik
1) Riwayat ANC
2) Riwayat menstruasi
3) Riwayat persalinan
e) Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolik
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola persepsi kognitif
6) Pola istirahat dan tidur
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
8) Pola peran dan hubungan
9) Pola reproduksi dan seksual
10) Pola mekanisme koping
11) Pola keyakinan dan nilai
f) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran
 Tanda-tanda vital
g) Pemeriksaan Head To Toe
 Kepala (rambut, mata, mulut, hidung, leher, dan telinga)
 Dada (payudara)
 Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

2. Diagnosa Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua


Kesiapan peningkatan menjadi orang tua merupakan diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai pola pemberian lingkungan bagi anak atau anggota keluarga
yang cukup untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan serta dapat
ditingkatkan.
Diagnosis ini diberi kode D.0122 masuk dalam kategori relasional, subkategori
interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala


Untuk dapat mengangkat diagnosis kesiapan peningkatan menjadi orang tua,
Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada
pasien, yaitu:

DS:

38
 Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan peran menjadi orang tua

DO:

 Tampak adanya dukungan emosi dan pengertian pada anak atau anggota
keluarga

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat
kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis
keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan promosi kesehatan, yang berarti
penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [tanda/gejala]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Kesiapan peningkatan menjadi orang tua dibuktikan dengan mengekspresikan


keinginan untuk meningkatkan peran menjadi orang tua, tampak adanya dukungan
emosi dan pengertian pada anak.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

 Kesiapan peningkatan menjadi orang tuad.d mengekspresikan keinginan


untuk meningkatkan peran menjadi orang tua, tampak adanya dukungan
emosi dan pengertian pada anak.

Perhatikan:

 Masalah = kesiapan peningkatan menjadi orang tua


 Tanda/gejala = mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan peran
menjadi orang tua… dst
 d.d = dibuktikan dengan
 Diagnosis promosi kesehatan tidak menggunakan berhubungan dengan
(b.d) karena tidak memiliki etiologi.

c) Luaran (SLKI L.13120)

39
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis kesiapan peningkatan menjadi orang tua adalah: “peran menjadi orang
tua membaik.”
Peran menjadi orang tua membaik berarti membaiknya kemampuan orang tua
memberi lingkungan bagi anak atau anggota keluarga yang cukup, untuk
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa peran menjadi orang tua membaik
adalah:

 Bounding attachment meningkat


 Perilaku positif menjadi orang tua meningkat
 Interaksi perawatan bayi meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka peran menjadi


orang tua membaik, dengan kriteria hasil:

 Perilaku positif menjadi orang tua meningkat

Perhatikan:

 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,


maka peran menjadi orang tua
 Ekspektasi = Membaik
 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

d) Intervensi (SIKI)
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran keperawatan.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis kesiapan peningkatan menjadi orang tua adalah:

40
 Promosi antisipasi keluarga
 Promosi pengasuhan

1) Promosi Antisipasi Keluarga (I.12466)


Promosi antisipasi keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat
untuk meningkatkan kesiapan keluarga untuk mencegah perkembangan
atau krisis situasi akibat masalah Kesehatan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi antisipasi keluarga
berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi kemungkinan krisis situasi atau masalah perkembangan


serta dampaknya pada kehidupan pasien dan keluarga
 Identifikasi metode pemecahan masalah yang sering digunakan
keluarga

Terapeutik

 Fasilitasi dalam memutus strategi pemecahan masalah yang


dihadapi keluarga
 Libatkan seluruh anggota keluarga dalam upaya antisipasi masalah
Kesehatan, jika memungkinkan
 Buat jadwal aktivitas bersama keluarga terkait masalah Kesehatan
yang dihadapi

Edukasi

 Jelaskan perkembangan dan perilaku yang normal pada keluarga

Kolaborasi

 Kerjasama dengan tenaga Kesehatan terkait lainnya, jika perlu

2) Promosi Pengasuhan (I.13495)


Promosi pengasuhan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
memfasilitasi orang tua, anggota keluarga, dan/atau pengasuh dalam
memberikan dukungan dan perawatan yang komprehensif bagi keluarga
yang mengalami atau berisiko mengalami masalah Kesehatan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi pengasuhan berdasarkan
SIKI, antara lain:

41
Observasi

 Identifikasi keluarga risiko tinggi dalam program tindak lanjut


 Monitor status Kesehatan anak dan status imunisasi anak

Terapeutik

 Dukung ibu menerima dan melakukan perawatan pre natal secara


teratur dan sedini mungkin
 Lakukan kunjungan rumah sesuai dengan tingkat risiko
 Fasilitasi orang tua dalam memiliki harapan yang realistis sesuai
tingkat kemampuan dan perkembangan anak
 Fasilitasi orang tua dalam menerima transisi peran
 Berikan bimbingan antisipasi yang diperlukan sesuai dengan
tahapan usia perkembangan anak
 Fasilitasi orang tua dalam mendapatkan dukungan, dan
berpartisipasi dalam parent group programs
 Fasilitasi orang tua dalam mengembangkan dan memelihara sistam
dukungan sosial
 Sediakan media untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
koping
 Fasilitasi mengatur penitipan anak, jika perlu
 Fasilitasi penggunaan kontrasepsi

Edukasi

 Ajarkan orang tua untuk menanggapi isyarat bayi

F. Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga


1. Pengkajian
a) Indentitas Klien
1) Nama
2) Umur
3) Agama
4) Pendidikan
5) Pekerjaan
6) Suku/Bangsa
7) Alamat
8) Komposisi keluarga
9) Tipe keluarga (ayah, ibu, dan anak)
10) Genogram (bagan silsilah keluarga)
11) Sifat keluarga

42
 Pengambilan keputusan (di diskusikan bersama keluarga terkait)
 Kebiasaan hidup sehari-hari (kebiasaan tidur/istirahat, kebiasaan rekreasi,
kebiasaan makan keluarga)
12) Status sosial ekonomi keluarga (membahas masalah keuangan keluarga)

b) Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga


1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
2) Riwayat keluarga inti
3) Riwayat keluarga sebelumnya
c) Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga(krluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi secara
terbuka)
2) Struktur kekuatan keluarga (saling menghormati dan menghargai keputusanyang di
musyawarahkan secara bersama)
3) Struktur peran (peran masing-masing dalam keluarga)
4) Nilai dan norma keluarga (keluarga menerapkan sopan santun dan saling
menghormati)
d) Fungsi keluarga
1) Fungsi efektif (keluarga menerapkan saling melengkapi dan tolong menolong satu
sama lain)
2) Fungsi sosialisasi (dalam berhubungan sosial dengan masyarakat atau tetangga di
sekitar lingkungan tempat tinggalnya baik, dan tidak ada masalah dalam sosialisasi)
3) Fungsi keperawatan kesehatan
Pembagian masalah berdasarkan lima tugas perawatan kesehatan :
 Mengenal maslah kesehatan
 Memutuskan untuk merawat
 Modifikasi lingkungan
 Memanfaatkan pelayanan kesehatn yang ada
 Fungsi reproduksi
 Fungsi ekonomi
e) Pemeriksaan Fisik (pemeriksaan Tanda-Tanda Vital [TTV])

2. Diagnosa Peningkatan Orang Keluarga


Kesiapan peningkatan proses keluarga merupakan diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai pola fungsi keluarga yang cukup untuk mendukung
kesejahteraan anggota keluarga dan dapat ditingkatkan.
Diagnosis ini diberi kode D.0123 masuk dalam kategori relasional, subkategori
interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

a) Tanda dan Gejala


Untuk dapat mengangkat diagnosis kesiapan peningkatan proses keluarga,
Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada
pasien, yaitu:

43
DS:

 Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan dinamika


keluarga

DO:

 Menunjukkan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik,


sosial, dan psikologis anggota keluarga
 Menunjukkan aktivitas untuk mendukung keselamatan dan
pertumbuhan anggota keluarga
 Peran keluarga fleksibel dan tepat dengan tahap perkembangan
 Terlihat adanya respek dengan anggota keluarga

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat
kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis
keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

b) Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan promosi kesehatan, yang berarti
penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [tanda/gejala]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Kesiapan peningkatan proses keluarga dibuktikan dengan mengekspresikan


keinginan untuk meningkatkan dinamika keluarga, menunjukkan fungsi keluarga
dalam memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis anggota keluarga,

menunjukkan aktivitas untuk mendukung keselamatan dan pertumbuhan anggota


keluarga, peran keluarga fleksibel dan tepat dengan tahap perkembangan, terlihat
adanya respek dengan anggota keluarga.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Kesiapan peningkatan menjadi orang tuad.d mengekspresikan keinginan untuk


meningkatkan dinamika keluarga, menunjukkan fungsi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis anggota keluarga, menunjukkan aktivitas
untuk mendukung keselamatan dan pertumbuhan anggota keluarga, peran
keluarga fleksibel dan tepat dengan tahap perkembangan, terlihat adanya respek
dengan anggota keluarga.

44
Perhatikan:

 Masalah = kesiapan peningkatan menjadi orang tua


 Tanda/gejala = mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan dinamika
keluarga… dst
 d.d = dibuktikan dengan
 Diagnosis promosi kesehatan tidak menggunakan berhubungan dengan
(b.d) karena tidak memiliki etiologi.
c) Luaran (SLKI L.13123 )
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis kesiapan peningkatan proses keluarga adalah: “proses keluarga
membaik.”
Proses keluarga membaik berarti membaiknya kemampuan untuk berubah dalam
hubungan atau fungsi keluarga.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa proses keluarga membaik adalah:

 Adaptasi keluarga terhadap situasi meningkat


 Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka di antara anggota
keluarga meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan


terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

 Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka proses


keluarga membaik, dengan kriteria hasil:

 Adaptasi keluarga terhadap situasi meningkat


 Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka di antara anggota
keluarga meningkat

Perhatikan:

 Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,


maka proses keluarga
 Ekspektasi = Membaik

45
 Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

d) Intervensi (SIKI)
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat
harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus
memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur
luaran keperawatan.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk
diagnosis kesiapan peningkatan proses keluarga adalah:

 Promosi keutuhan keluarga


 Promosi proses efektif keluarga

1) Promosi Keutuhan Keluarga (I.13490)


Promosi keutuhan keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien untuk menjaga
dan meningkatkan kerekatan dan keutuhan keluarga.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi keutuhan keluarga
berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi pemahaman keluarga terhadap masalah


 Identifikasi adanya konflik prioritas antar anggota keluarga
 Identifikasi mekanisme koping keluarga
 Monitor hubungan antara anggota keluarga

Terapeutik

 Hargai privasi keluarga


 Fasilitasi kunjungan keluarga
 Fasilitasi keluarga melakukan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah
 Fasilitasi komunikasi terbuka antara setiap anggota keluarga

Edukasi

 Informasikan kondisi pasien secara berkala kepada keluarga

46
 Anjurkan anggota keluarga mempertahankan keharmonisan
keluarga

Kolaborasi

 Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

2) Promosi Proses Efektif Keluarga (I.13496)


Promosi proses efektif keluarga adalah intervensi yang dilakukan oleh
perawat untuk melakukan Tindakan untuk mempertahankan dan
meningkatkan proses dalam keluarga.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi proses efektif keluarga
berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi tipe proses keluarga


 Identifikasi masalah atau gangguan dalam proses keluarga
 Identifikasi kebutuhan perawatan mandiri di rumah untuk klien dan
tetap beradaptasi dengan pola hidup keluarga

Terapeutik

 Pertahankan interaksi yang berkelanjutan dengan anggota keluarga


 Motivasi anggota keluarga untuk melakukan aktivitas bersama
seperti makan bersama, diskusi bersama keluarga
 Fasilitasi anggota keluarga melakukan kunjungan rumah sakit
 Susun jadwal aktivitas perawatan mandiri di rumah untuk
mengurangi gangguan rutinitas keluarga

Edukasi

 Jelaskan strategi mengembalikan kehidupan keluarga yang normal


kepada anggota keluarga
 Diskusikan dukungan sosial dari sekitar keluarga
 Latih keluarga manajemen waktu jika perawatan di rumah
dibutuhkan

47
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar 0rang- orang-perorangan,antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila ada
pertemuan diantara dua atau lebih, maka saat itu juga interaksi sosial terjadi. Proses
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau berkelahi hal-hal tersebut
merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Perlu dipahami juga dalam bentuk
interaksi sosial tidak hanya dilakukan secara langsung ada jabat tangan, berbicara,
berpelukan atau sebagainya seperti yang disebutkan dalam bentuk-bentuk interaksi
sosial, akan tetapi adanya suatu respon dan isyarat sudah termasuk juga dalam
interaksi sosial. Karena syarat dari interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social
contact) dan adanya komunikasi.
Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada
terbentuknya hubungan antara peserta diklat yang satu dengan yang lainnya. Model
ini beranjak dari paradigma bahwa individu tidak mungkin bisa membebaskan dirinya
dari interaksi dengan orang lain. Dalam konteks yang lebih luas, hubungan itu
mengarah pada hubungan individu dengan masyarakat. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi
secara ekstensif dengan masyarakat, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis,
serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar peserta didik

B. Saran
Hendaknya kita sebagai makhluk sosial harus bsa berinteraksi sosial dengan
lingkungan atau masyarakat dalam kehidupan kita. Dan juga kita sebagai mahasiswa
khususnya, jurusan keperawatan harus bisa memahami proses keperawatan yang
didalamnya terdiri dari Pengkajian, Diagnosa, Implementasi, Intervensi, dan Evaluasi.
Agar supaya kita bisa lebih mudah membuat ASKEP (Asuhan Keperawatan).

48
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/ACER/Downloads/6642-Article%20Text-16029-1-10-20181129.pdf

file:///C:/Users/ACER/Downloads/19-37-1-SM.pdf

file:///C:/Users/ACER/Downloads/1837-Article%20Text-5407-1-10-20200722.pdf

file:///C:/Users/ACER/Downloads/BAB%20I%20devi.pdf

file:///C:/Users/ACER/Downloads/bab%2012345%20untuk%20sidang.pdf

https://perawat.org/gangguan-interaksi-sosial/#modifikasi-perilaku-keterampilan-sosial-
i13484

https://www-nursetogether-com.translate.goog/impaired-verbal-communication-nursing-
diagnosis-care-plan/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

https://www.academia.edu/15043143/
ASUHAN_KEPERAWATAN_GANGGUAN_INTERAKSI_SOSIAL

https://perawat.org/gangguan-komunikasi-verbal/

https://perawat.org/gangguan-proses-keluarga/

https://perawat.org/isolasi-sosial/

https://perawat.org/kesiapan-peningkatan-menjadi-orang-tua/

https://perawat.org/kesiapan-peningkatan-proses-keluarga/

https://repository.poltekkes-smg.ac.id/index.php?p=fstream&fid=2920&bid=13082

https://repository.poltekkes-smg.ac.id/index.php?p=fstream&fid=126201&bid=30375

https://repository.poltekkes-smg.ac.id/index.php?p=fstream&fid=51862&bid=21060

file:///C:/Users/ACER/Downloads/fix%20kayane.pdf

http://123.231.148.147:8908/index.php?p=fstream-pdf&fid=2728&bid=12991

https://id.scribd.com/document/368975111/Makalah-Isolasi-Sosial-Kelompok-6

https://scholar.google.co.id/scholar?q=related:tLcdWq7ltuEJ:scholar.google.com/
&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&t=1682759661680&u=%23p%3DtLcdWq7ltuEJ

https://repository.poltekkes-smg.ac.id/index.php?p=fstream&fid=132115&bid=31162

49

Anda mungkin juga menyukai