Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Social Skill
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1. Syafna Syainla (2013034003)
2. Nadia Budiarti Pranoto (2013034005)
3. Vina Azzahra (2013034023)
4. Chantrika Anindhia (2013034031)
5. Hilda Nur Safitri (2013034035)
6. Diah Ayu Andina (2013034039)
7. Jihan Apriyanti (2013034041)
8. Achmad Rizki (2013034049)
9. Mohamad Ari Prasurya (2013034053)
10. Jody Andika Prasetyo (2053034001)
11. Ghinaa Alyaa Arzski (2053034011)
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020/2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
Keterampilan sosial berasal terdiri dari kata keterampilan dan sosial. Kata
keterampilan digunakan untuk menunjukkan bahwa kompetensi sosial
bukan merupakan ciri dari kepribadian melainkan sekumpulan proses yang
dipelajari dan perilaku yang dapat diperoleh. Sedangkan sosial berarti
bagaimana kita dapat bersama dengan orang lain meliputi teman, saudara,
orang tua, dan guru.
1
memperoleh respon positif dan menghindari respon negatif. Ada strategi
khusus yang digunakan oleh seorang individu untuk menampilkan tugas
sosial dengan efektif sebagai kompetensi sosial. Keterampilan sosial juga
sebagai sebuah rangkaian kompetensi penting bagi peserta didik untuk
memulai dan memelihara hubungan positif dengan teman sebaya, para
guru, keluarga, dan lingkungan masyarakat lain.
2
1) Untuk menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial mudah
menyesuaikan diri
2) Menjadi berhasil dalam pekerjaan
3) Untuk mencapai kesejahteraan emosional dan fisik.
3
Interaksi sosial tidak selalu berjalan mulus dan seorang anak perlu dapat
menerapkan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ketika
mengalami kesulitan. Penting juga bagi anak untuk memiliki ’empati’
(yaitu, dapat menempatkan diri pada posisi orang lain dan mengenali
perasaan mereka) karena hal itu memungkinkan seorang anak untuk
merespons dengan pengertian dan kepedulian terhadap perasaan orang
lain.
4
BAB II
5
dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based
industry).
1) Learning to Know
Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh,
memperdalam dan memanfaatkan materi pengetahuan. Penguasaan
materi merupakan salah satu hal penting bagi siswa di abad ke-21.
Siswa juga harus memiliki kemauan untuk belajar sepanjang hayat.
Hal ini berarti siswa harus secara berkesinambungan menilai
kemampuan diri tentang apa yang telah diketahui dan terus merasa
6
perlu memperkuat pemahaman untuk kesuksesan kehidupannya
kelak. Siswa harus siap untuk selalu belajar ketika menghadapi
situasi baru yang memerlukan keterampilan baru. Pembelajaran di
abad ke-21 hendaknya lebih menekankan pada tema pembelajaran
interdisipliner. Empat tema khusus yang relevan dengan kehidupan
modern adalah: 1) kesadaran global; 2) literasi finansial, ekonomi,
bisnis, dan kewirausahaan; 3) literasi kewarganegaraan; dan 4)
literasi kesehatan. Tema-tema ini perlu dibelajarkan di sekolah
untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan dan dunia
kerja di masa mendatang dengan lebih baik.
2) Learning to Do
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat
yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar
berkarya. Siswa maupun orang dewasa sama-sama memerlukan
pengetahuan akademik dan terapan, dapat menghubungkan
pengetahuan dan keterampilan, kreatif dan adaptif, serta mampu
mentrasformasikan semua aspek tersebut ke dalam keterampilan
yang berharga.
7
sumber yang berkualitas dan melakukan penilaian terhadap
sumber dari aspek objektivitas, reliabilitas, dan
kemutahiran
8
menyampaikan perintah dengan jelas, dan dapat
memotivasi orang lain melalui kemampuan berbicara.
Kolaborasi dan kerjasama tim dapat dikembangkan melalui
pengalaman yang ada di dalam sekolah, antar sekolah, dan
di luar sekolah. Siswa dapat bekerja bersama-sama secara
kolaboratif pada tugas berbasis proyek yang autentik dan
mengembangkan keterampilannya melalui pembelajaran
tutor sebaya dalam kelompok. Pada dunia kerja di masa
depan, keterampilan berkolaborasi juga harus diterapkan
ketika menghadapi rekan kerja yang berada pada lokasi
yang saling berjauhan. Keterampilan komunikasi dan
kolaborasi yang efektif disertai dengan keterampilan
menggunakan teknologi dan sosial media akan
memungkinkan terjadinya kolaborasi dengan kelompok-
kelompok internasional.
9
Literasi informasi yang mencakup kemampuan mengakses,
mengevaluasi dan menggunakan informasi sangat penting
dikuasai pada saat ini. Literasi informasi memiliki pengaruh
yang besar dalam perolehan keterampilan lain yang
diperlukan pada kehidupan abad ke-21. Seseorang yang
berkemampuan literasi media adalah seseorang yang
mampu menggunakan keterampilan proses seperti
kesadaran, analisis, refleksi dan aksi untuk memahami
pesan alami yang terdapat pada media. Kerangka literasi
media terdiri atas kemampuan untuk mengakses,
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam
berbagai bentuk media, menciptakan suatu pemahaman dari
peranan media pada masyarakat, dan membangun
keterampilan penting dari informasi hasil penyelidikan dan
ekspresi diri. Literasi media juga mencakup kemampuan
untuk menyampaikan pesan dari diri dan untuk
memberikan pengaruh dan informasi kepada orang lain.
10
keterampilan tersebut memungkinkan penguasaan terhadap
keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan untuk
keberhasilan kehidupan di abad ke-21 (Trilling & Fadel,
2009).
3) Learning To Be
Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan yang
penting bagi seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya
keterampilan yang diperlukan siswa untuk menjadi sukses. Siswa
yang memiliki kompetensi kognitif yang fundamental merupakan
pribadi yang berkualitas dan beridentitas. Siswa seperti ini mampu
menanggapi kegagalan serta konflik dan krisis, serta siap
menghadapi dan mengatasi masalah sulit di abad ke-21. Secara
khusus, generasi muda harus mampu bekerja dan belajar bersama
dengan beragam kelompok dalam berbagai jenis pekerjaan dan
lingkungan sosial, dan mampu beradaptasi dengan perubahan
zaman.
11
sosial dan budaya untuk menghasilkan ide-ide, inovasi dan
kualitas kerja yang lebih baik.
d. Keterampilan metakognitif
P21 telah mengidentifikasi pembelajaran mandiri sebagai
salah satu keterampilan dasar dalam kehidupan dan karir
12
yang diperlukan untuk mempersiapkan pendidikan dan
pekerjaan di abad ke-21. Metakognisi didefinisikan sebagai
'thinking about thinking'. Seseorang yang memiliki
pengetahuan metakognitif berarti menyadari berapa banyak
mereka memahami topik pembelajaran dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pemahaman mereka. Keterampilan
metakognitif dapat meningkatkan pembelajaran dan
pemahaman siswa. Beberapa langkah penting untuk
mengajarkan keterampilan metakognitif sebagai berikut: (a)
ajarkan kepada siswa bahwa belajar itu tidak terbatas
jumlahnya dan kemampuan seseorang untuk belajar dapat
diubah, (b) ajarkan bagaimana menetapkan tujuan belajar
dan merencanakan pencapaiannya, dan (c) berikan siswa
banyak kesempatan untuk berlatih memantau kegiatan
belajarnya secara akurat. Tanamkan pada siswa bahwa hal-
hal tersebut penting dan merupakan kebutuhan bagi siswa
itu sendiri.
13
mengevaluasi peluang dan ide-ide baru. Namun demikian,
penting untuk diperhatikan bahwa ide-ide tersebut harus
bermanfaat atau berdampak positif bagi organisasi dan
komunitas tempat tinggal atau kerja. Kegiatan
kewirausahaan di sekolah harus dirancang sedemikian rupa
sehingga memungkinkan siswa untuk memimpin dan
menumbuhkan otonomi yang lebih besar.
a. Menghargai keanekaragaman
14
Pada abad ke-21, siswa harus turut berperan dalam kegiatan
pendidikan. Peran aktif siswa membantu mereka
mengembangkan kompetensi dalam kehidupan dan bekerja
bersama dalam masyarakat yang memiliki keanekaragaman
budaya dan organisasi. Mereka harus belajar bahwa mereka
tidak akan selalu dihargai, tetapi mereka harus mencari dan
menggunakan bakat dan ide-ide mereka di antara beragam
siswa lainnya. Ini merupakan keterampilan penting yang
harus dilatih dan sering digunakan oleh siswa.
15
nasional; mengembangkan motivasi, watak dan
keterampilan untuk berpartisipasi dalam masyarakat; dan
memahami dampak dari masalah kemasyarakatan secara
lokal dan global. Selain hal tersebut, keterampilan abad ke-
21 yang lain adalah digital citizenship (masyarakat yang
melek digital) – memahami bagaimana cara untuk
berpartisipasi secara produktif dan bertanggung jawab
secara online. Hal ini penting untuk membantu siswa dalam
memahami bagaimana untuk berpartisipasi dengan cerdas
dan etis sebagai warga negara yang bertanggung jawab
dalam komunitas virtual. Hal ini melibatkan pembelajaran
tentang bagaimana mengakses reliabilitas dan kualitas dari
informasi yang ditemukan dari internet dan menggunakan
informasi yang diperoleh secara bertanggung jawab.
d. Kompetensi global
Siswa yang memiliki kompetensi global akan mampu
mengambil tindakan melalui banyak cara dan cenderung
menganggap diri mereka sebagai warga dunia, bukan dari
warga bangsa tertentu. Mereka mampu menggunakan
keterampilan berpikir kritis untuk mensurvei dan
memikirkan masalah yang perlu diprioritaskan,
mengidentifikasi solusi yang dapat dilakukan, menilai
solusi yang dipilih dan rencana tindakan yang akan
dilakukan berdasarkan bukti, dan mempertimbangkan
dampak potensial dan konsekuensi yang mungkin muncul
dari tindakan yang akan dilakukan.
16
Semua siswa perlu mendapatkan kompetensi antarbudaya.
Untuk alasan ini, pendidikan antarbudaya, yang bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan ini,
dapat memberikan kontribusi untuk menjaga kedamaian
dan pembelajaran inklusif. Kompetensi antarbudaya tidak
diperoleh secara otomatis, melainkan harus dipelajari,
dipraktikkan dan dipelihara sepanjang hidup. Guru
memiliki peran yang sangat penting dalam memfasilitasi
pengembangan kompetensi antarbudaya di antara siswa.
17
BAB 3
IPS atau Social Studies mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi
pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu
mampu menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang
bertanggungjawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga
dunia. Selain itu IPS pun bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar
peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program
pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Di satu sisi, pembelajaran IPS sering dianggap
”second class” setelah IPA,
IPS tidak memerlukan kemampuan yang tinggi dan cenderung lebih santai
dalam belajar;
IPS sering kali dianggap jurusan yang tidak dapat menjamin masa depan
dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih prestigius di
masyarakat.
Di sisi lain, melemahnya nasionalisme, maraknya penyimpangan sosial
seperti tawuran, korupsi, hedonisme, disintegrasi bangsa, ketidakramahan
terhadap lingkungan, individualisme, krisis kepercayaan, dan sebagainya
merupakan fakta yang disebabkan lemahnya modal sosial. Pengembangan modal
sosial merupkan tugas utama pembelajaran IPS. Maraknya masalah sosial tersebut
boleh jadi disebabkan dianggap remehnya pendidikan IPS.
Pendidikan IPS, memang mengalami tantangan yang sangat berat, disaat
kaum ibu masuk ke dalam sektor publik, maka pendidikan anak di rumah menjadi
terabaikan, disaat budaya baca belum terbentuk maka budaya visual melalui TV
masuk dengan intensif, di saat modal sosial belum terbina, individualisme melalui
permainan, home schooling, tugas individual menjadi kebutuhan dan tuntutan,
disaat etos kerja atau belajar dan produktivitas belum terbina, budaya santai telah
18
terbentuk, disaat profesionalisme semakin sulit digapai, maka tuntutan materi
begitu mendesak. Keteladanan pun menjadi menjadi sesuatu yang sangat langka.
Kesenjangan antara teori dan aplikasi kerap pula terjadi karena berbagai kendala.
Penamaaan IPS sebenarnya sudah melekat dengan keterpaduan (integrated)
ilmu-ilmu sosial, tujuannya sudah jelas untuk meningkatkaan kepekaan dan
keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan psikologi
perkembangan peserta didik. Pada kenyataannya, kurikulum IPS masih
terpisahpisah, Kurikulum baru (KTSP) di SMP memang sudah dipadukan namun
masih tetap masih tampak nyata generik ilmu sosialnya, dan pendekatannya pun
belum tematik, kecuali kelas 1, 2, dan 3 di SD. Di SMA IPS sudah mengarah ke
ilmu sosial, IPS hanya dipergunakan sebagai payung ilmu-ilmu sosial dan nama
salah satu jurusan saja.
19
Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena
sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-
cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,
dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah
yang diturunkan dari isi materi cabangcabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Geografi,
sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan
dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studistudi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial,
aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual,
teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan
ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas
yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial
merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi,
proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti
inidigunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.
Problem mendasar adalah bahwa mata pelajaran yang tergabung ke dalam
rumpun ilmu sosial menghadapi problem yang hampir sama yaitu bahwa
pembelajaran pengetahuan sosial lebih menekankan pada aspek pengetahuan,
fakta dan konsep-konsep yang bersifat hapalan belaka. Hal ini sejalan dengan
pendapat Somantri (2001) dalam Rahmania (2006), yang menyatakan bahwa
pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang
kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan
proses. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan
membosankan dan dianggap oleh peserta didik sebagai pelajaran kelas dua.
20
berada pada dimensi ruang dan waktu. Pada tataran ruang dan waktu inilah
manusia menjalani suatu kehidupan. Di dalam menjalani suatu kehidupan itu
manusia akan terkait dengan berbagai aspke kehidupan dan kegiatan. Ini artinya
keberadaan manusia di dunia in tidak terlepas dari tiga hal yakni ruang, waktu dan
perjuangan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Barth (1990:360) yang menyatakan
bahwa Social Studies was assigned the mission of citizenship education, that
mission included the study of personal/social problems in an interdiciplinary
integrated school curriculum that would emphasize the practice of decision
making. Jadi Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran membawa misi
pendidikan kewarganegaraan sehingga para siswa dapat belajar masalah individu
atau masalah social. Hal senada dikemukakan oleh NCSS (National Counsil for
Social Studies ) pada tahun 1992 yang menyatakan bahwa “Social studies is the
integrated study of social science and humanities to promote civic competence.
Within the school pogram, socials studies provides coordinated, systematic study
drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology as
well as appropriate content from humanities, mathematics and natural sciences”.
Eksistensi manusia tersebut tidak terlepas dari tiga dimensi yakni ruang,
waktu dan perjuangan. Unsur ruang terkait dengan studi geografi, yang
memaparkan aktivitas dan peranan manusia dalam upaya beradaptasi dengan
tantangan dan tawaran lingkungan alam dan manusia (adaptasi ekologis). Unsur
waktu terkait dengan studi sejarah yang memaparkan peristiwa dan perubahan
masyarakat. Pengalaman umat manusia dari masa lampau untuk memahami dan
menjadi pengalaman hidup masa kini serta merencanakan masa yang akan datang.
Dalam hal ini ada proses pewarisan budaya. Sementara yang terkait dengan
perjuangan hidup berbagai aspek dan aktivitas, seperti upaya pemenuhan
kebutuhan (ekonomi), struktur dan hubungan antar anggota masyarakat
(sosiologi), tertib masyarakat (hukum), kekuasaan dan kewenangan (politik), hasil
kebudayaan manusia (antropologi budaya), peristiwa masa lampau yang penting
dan bermakna (sejarah), dan sistem berbangsa dan bernegara (kewarganegaraan).
21
Materi kajian pengetahuan sosial berasal dari struktur keilmuan sosiologi,
geografi, ekonomi dan sejarah. Dari kelima struktur keilmuan itu kemudian
dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan Sosial. Materi pengetahuan sosial
juga menyangkut masalah sosial dan tema-tema yang dikembangkan dengan
pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Interdisipliner maksudnya
melibatkan disiplin ilmu ekonomi, geografi dan sejarah. Multidisipliner artinya
materi kajian itu mencakup berbagai aspek.
Materi Pengetahuan Sosial menyangkut peristiwa dan perubahan
masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis, masalah-
masalah sosial, dan isu-isu global yang terjadi di masyarakat, adaptasi dan
pengelolaan lingkungan, serta upaya perjuangan untuk survive (perjuangan hidup),
termasuk pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
serta sistem berbangsa dan bernegara. Hal ini senada dengan pendapat Martorella
(1994:7) yang menyatakan bahwa: “The Social Studies are selected information
and modes of investigation from the social sciences, selected information from
any area that relates directly to an undestanding of individuals, groups, and
societies and applications of the selected information to citizenship education”.
Pendapat ini diperkuat oleh Jarolimek (1986: 4) yang menyatakan bahwa “The
major mission of social studies education is to help children learn about the social
world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social
realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skilsl, needed to help shape
an enlightened humanity.”
22
didik diarahkan, dibimbing dan dibantu untuk menjadi warga negara Indonesia
dan warga dunia yang baik. Hal ini merupakan tantangan yang berat karena
masyarakat global selalu mengalami perubahan yang besar setiap saat.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu dan
teknologi serta dengan masuknya arus globalisasi, membawa pengaruh yang
multidimensional. Di bidang pendidikan perubahan itu dituntut oleh kebutuhan
siswa, masyarakat, dan lapangan kerja. Salah satu bentuk perubahan yang dituntut
dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara
global tersebut. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus berkualitas internasional
seperti yang dikatakan oleh Alfin Tofler yaitu harus berpikir global dan bertindak
lokal. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut, materi IPS harus berwawasan
global, yaitu meliputi:
Kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri
sebagai warga dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat dengan
bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain)
Tentang kecakapan berpikir seperti kecakapan berpikir kritis, menggali
informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan
masalah.
Tentang kecakapan akademik; tentang ilmu-ilmu sosial seperti
kemampuan memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem
sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan serta
tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia.
Mengembangkan sosial skill dengan maksud supaya pada masa mendatang
kita tidak hanya menjadi obyek penguasaan globalisasi belaka.
Menurut Marsh Colin dalam Nana Supriatna (2002: 15), keterampilan
sosial adalah keterampilan memperoleh informasi, berkomunikasi, pengendalian
diri, bekerjasama, menggunakan angka, memecahkan masalah serta keterampilan
membuat keputusan. Hal ini diperkuat oleh Aness (1984: 249) dalam Rahmania
(2006), yang menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah keterampilan dalam
memperoleh informasi (keterampilan membaca, keterampilan belajar, mencari
informasi dan keterampilan menggunakan alat-alat teknologi), keterampilan yang
berkaitan dengan hubungan sosial serta partisipasi dalam masyarakat.
23
Keterampilan sosial tersebut sangat relevan untuk dikembangkan dalam mata
pelajaran IPS di Indonesia, agar diharapkan para peserta didik dapat hidup sebagai
warga negara, warga masyarakat dan warga dunia yangdapat berperan dalam
masyarakatnya.
Untuk mencapai sasasaran tersebut, menurut Wiraatmadja (2002: 276),
guru harus selalu memperbaharui kemahiran profesionalnya (professional skill)
yaitu meliputi kemampuan mengajar (teaching skill) melalui loka karya, seminar,
pertemuan MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) atau dengan mendatangkan
narasumber. Nana Supriatna (2002: 18) menyebutkan ada beberapa strategi dalam
mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, di antaranya:
Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan
dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang
relevan adalah cooperative learning. Dengan pembelajaran cooperative
learning, maka siswa tidak saja menghafal fakta, konsep dan pengetahuan
yang bersifat kognitif rendah dan guru sebagai satusatunya sumber
informasi, melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif
karena siswa akan diminta melakukan tugas-tugas seperti bekerja
kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi karena siswa
akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan
belajar yang beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator dalam
semua kegiatan siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk
memberikan penilaian (assessment) baik untuk pengetahuan ke-IPS-an
juga menilai keterampilan social (social skill) selama kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa
sebagai mitra pembelajaran dan pengembangan materi pelajaran dapat
digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan social.
Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan
informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran di kelas. Guru IPS konstruktivis harus dapat
24
memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam
mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi berdasarkan
sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi
harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga
harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan
menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan
tidak hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga
menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang
diterima.
Strategi inkuiri yaitu stratgei yang menekankan peserta didik menggunkan
keterampilan social dan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru
atau informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Menurut
Supriatna ada beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:
o Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih
realistic dan positif ketika menganalisis dan mengklasifikasikan
data dalam memcahkan masalah.
o Memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu
tertentu, mencari data yang relevan serta membuat keputusan yang
bermakna bagi mereke secara pribadi.
o Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi
perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
Wiraatmadja (2002: 205-306) mengatakan belajar mengajar ilmu-ilmu
social agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna
(meaningful), yaitu:
Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap
yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar
sekolah.
Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan penting yang terdapat
dalam topic-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi
siswa.
Kebermaknaan dan pentingnya materi pelajaran ditekankan bagaimana
cara penyajiaannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.
25
Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendahuluan topic-topik terpilih
dan bukan pada pembahasan seklas sebanyak mungkin materi.
Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment hendaknya
difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau
gagasangagasan yang penting dan terpateri dalam apa yang mereka
pelajari.
Guru hendaknya berpikir reflektif dalam melakukan perencanaan/
persiapan, perberlakuan dan assessment pembelajaran.
Namun tugas besar dari pembelajaran IPS tersebut ternyata tidak berjalan
sesuai dengan harapan. Hal ini karena adanya beberapa hambatan yang
menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan,
yaitu :
Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model
mengajar yang dapat merangsang motivasi belajar siswa
Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut
mempengaruhi proses belajar IPS
Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran
konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja
dan tidak mendapat hasil proses.
Dalam hal implementasi atau proses pelaksanaan kurikulum ini guru yang
mendapat sosialisasi dalam bentuk penataran atau diklat sangat terbatas
sekali, sehingga faktor ini juga menyebabkan mereka masih belum
memahami hakekat kurikulum baru ini sebagaimana mestinya.
D. KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU DALAM ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
Untuk dapat memenuhi harapan yang cukup besar dari pendidikan IPS,
maka perlu dikembangkan pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering
disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada
hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud,
26
1996:3). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui
pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung,
sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian,
peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang
dipelajari.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun
dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan
pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu
cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam
dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu,
peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan
yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang,
contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial,
modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
27
Kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari faktor alam, historis kronologis dan
kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan. Melalui kajian potensi
utama yang terdapat di daerahnya, maka peserta didik selain dapat memahami
kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi Dasar yang terdapat
pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS.
28
BAB 4
Keterampilan sosial berasal terdiri dari kata keterampilan dan sosial. Kata
keterampilan digunakan untuk menunjukkan bahwa kompetensi sosial bukan
merupakan ciri dari kepribadian melainkan sekumpulan proses yang dipelajari dan
perilaku yang dapat diperoleh. Sedangkan sosial berarti bagaimana kita dapat
bersama dengan orang lain meliputi teman, saudara, orang tua, dan guru. Secara
umum keterampilan sosial merupakan perilaku interpersonal yang kompleks.
(Michelson, Sugai, Wood, & Kazdin, 1983).
Mussen, at al (Lismayanti, 2008) menyatakan pengertian keterampilan
sosial yaitu istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu pada
Tindakan moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu
29
seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan
mengungkapkan simpati.
Menurut Shafer, 2009. Keterampilan sosial merupakan pikiran, tindakan
dan aktivitas regulasi emosi yang memungkinkan anak untuk mencapai tujuan
sosial sementara menjaga kesesuaian dengan patner sosialnya. Menurut (Salkind,
2006) Keterampilan sosial meliputi kemampuan untuk memulai, membangun, dan
menyokong pertemanan; kemampuan untuk membangun hubungan interpersonal
yang sehat dengan orang lain; kemampuan untuk membuat dan memelihara
hubungan intim yang saling menguntungkan; kemampuan untuk menjadi empati;
dan kemampuan untuk menjadi altruistik.
Michelson, Sugai, Wood, dan Kazdin (1983) mengemukakan bahwa
keterampilan sosial diperoleh individu melalui proses belajar. Keterampilan itu
meliputi keterampilan mengemukakan dan menerima pujian, mengemukakan dan
menerima keluhan, menolak permintaan yang tidak beralasan, menegaskan hak-
hak individu, meminta tolong, mengusulkan perubahan perilaku orang lain,
menyelesaikan masalah, bergaul dengan teman yang berlainan jenis kelamin, dan
bergaul dengan orang yang lebih dewasa.
Ciri-ciri dari ciri individu yang memiliki keterampilan sosial yaitu
proaktif, prososial, saling memberi dan menerima secara seimbang, berani
berbicara, memberikan pertimbangan yang mendalam, memberikanrespon yang
lebih cepat, memberikan jawaban secara lengkap, mengutarakan bukti- bukti yang
dapat menyakinkan orang lain, tidak mudah menyerah,menuntut hubungan timbal
balik, serta lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan
sosial adalah sebagai cara-cara remaja berinteraksi terhadap orang-orang
sekitarnya dan bagaimana pengaruh hubungan itu terhadap dirinya. Meskipun
banyak situasi yang tidak dapat dikendalikan namun orang yang memiliki
keterampilan sosial dapat mengubah cara dalam menganggapi situasi tersebut.
Untuk itu, remaja membutuhkan keterampilan sosial yaitu, kemampuan untuk
mengungkapkan suatu pernyataan, pikiran, perasaan, dan jujur tanpa
mengakibatkan perasaan tegang, bersalah, maupun cemas.
30
Beaty (Afiati dalam Lismayanti, 2008) menyebutkan bahwa keterampilan
sosial atau disebut juga Prosocial Behavior mencakup perilaku-perilaku seperti:
Empati yang di dalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan
memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena
suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang
mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan orang
lain.
Kemurahan hati atau kedermawanan yang di dalamnya anak-anak berbagi
dan memberikan barang sesuatu miliknya kepada seseorang.
Kerjasama yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian
menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan pertengkaran.
Memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu seseorang untuk
melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan
31
5) Dukungan sosial, menjelang berakhirnya masa anak-anak, dukungan dari
teman-teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang-orang
dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakal merupakan cara untuk
memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya.
Untuk dapat meraih puncak prestasi, keterampilan sosial atau social skills
memiliki makna inti. Makna intinya adalah adanya kemampuan atau kepintaran
individu berupa seni untuk menangani emosi orang lain dan menggugah respon
orang lain, sehingaga terjadi hubungan sosial yang lancar. Hubungan sosial yang
lancer terjadi dapat ditinjau dari dimensi-dimensi dari keterampilan sosial yang
menjadi indikatornya yaitu :
32
Dimensi Komunikasi, yaitu suatu dimensi untuk mengukur kemampuan
individu untuk berkomunikasi dengan cara mendengarkan secara terbuka
dan mengirimkan pesan yang dapat meyakinkan kepada orang lain.
Menurut Daniel Goleman (1999) juga ciri-ciri orang yang mempunyai
keterampilan dalam berkomunikasi antara lain yaitu :
Efektif dalam memberi dan menerima, menyertakan isyarat emosi
dalam pesan- pesan mereka.
Menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda.
Mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan
bersedia berbagi informasi secara utuh.
Menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima
kabar buruk sebagai mana kabar baik
33
Dimensi Katalisator Perubahan, yaitu suatu dimensi yang
menggambarkan kemampuan individu berperan sebagai katalisator
perubahan dengan cara menginisiasi dan mengelola perubahan untuk
menyadarkan orang lain akan perlunya perubahan dan dihilangkannya
hambatan. Mengawali suatu perubahan tidaklah mudah untuk bisa
bergerak dan sukses dalam mencapai tujuan. Perubahan diperlukan ide
yang cemerlang, keuletan, dan bekerja cepat. Dengan tiga faktor tersebut
organisasi atau perusahaan bisa dengan mudah mengelola suatu
perubahan.
Emotional Expressivity
Emotional expressivity mengacu pada keterampilan umum dalam
mengomunikasikan pesan nonverbal. Pada dimensi ini mencerminkan
kemampuan individu untuk mengekspresikan diri secara spontan dan akurat,
merasa kondisi emosionalnya memiliki kemampuan untuk mengekspresikan sikap
nonverbal dan isyarat yang berorientasi interpersonal. Emotional expressivity
melibatkan keterampilan dalam berkomunikasi mempengaruhi, sikap, dan status.
Individu dengan emotional expressivity ini mungkin cenderung kurang memiliki
pengendalian emosi, karena mereka memiliki emosi yang spontan.
Emotional Sensitivity
Emotional sensitivity mengacu pada keterampilan umum seseorang dalam
menerima dan mengintepretasikan komunikasi nonverbal dengan orang lain. Hal
itu berkaitan erat dengan sensitivitas nonverbal, individu dengan emotional
sensitivity yang tinggi terkait dengan kewaspadaan dalam mengamati isyarat
emosi nonverbal orang lain mampu menintepretasikan komunikasi emosional
dengan cepat dan efisien meskipun pesat tersebut tidak disampaikan secara
terang-terangan, mereka mungkin lebih mudah tersentuh atau terangsang
emosinya oleh orang lain.
Emotional Control
34
Emotional control merupakan kemampuan umum untuk mengontrol dan
meregulasi emosinya serta bagaimana mereka menampilkan emosi secara
nonverbal. Individu dengan emotional control yang tinggi kemungkinan dapat
memainkan emosi dengan baik, mampu menimbulkan emosi dengan isyarat, dan
mampu menggunakan konflik emosi sebagai isyarat untuk menyembunyikan
keadaan emosional (misalnya, tertawa tepat pada lelucon; memasang wajah ceria
untuk menutupi kesedihan).
Social Expressivity
Social exspressivity secara umum mengacu pada keterampilan berbicara
verbal dan kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam interaksi sosial. Social
expressivity ini mengukur kemampuan individu dalam ekspresi verbal dan
kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam kegiatan sosial. Orang yang
memiliki social exspressivity yang tinggi tampil ramah tamah dan suka berteman
karena mereka memiliki kemampuan untuk memulai percakapan dengan orang
lain.
Social Sensitivity
Social sensitivity merupakan kemampuan untuk memecahkan kode serta
memahami komunikasi verbal yang disampaikan orang lain dan pengetahuan
umum tentang norma-norma yang mengatur perilaku sosial. dengan tepat. Oleh
masyarakat individu yang sensitif memperhatikan orang lain (misalnya, pengamat
yang baik dan pendengar). Karena pengetahuan mereka tentang norma-norma
sosial dan aturan, orang yang memiliki social sensitivity yang tinggi dapat
menjadi overconcerned (terlalu khawatir) sesuai dengan perilaku mereka sendiri
dan perilaku orang lain. Perhatian orang yang memiliki social sensitivity tinggi
dengan perilaku sosial yang tepat dapat menyebabkan kesadaran diri dan
kecemasan sosial yang dapat menghambat partisipasi orang dalam interaksi sosial.
Social Control
Social control mengacu pada keterampilan umum menempatkan diri dalam
lingkungan sosial. Social control mengukur kemampuan dalam menempatkan diri,
35
bermain peran dan bagaimana cara individu mempresentasikan atau membawakan
diri didepan orang lain. Individu yang memiliki social control yang tinggi pada
umumnya bijaksana, terampil secara sosial, dan percaya diri. Selain itu mereka
terampil dalam memainkan peran, mampu memainkan berbagai peran sosial dan
dapat dengan mudah mengambil sikap tertentu atau orientasi dalam diskusi.
Individu social control yang tinggi secara sosial canggih dan bijaksana, karena itu
mereka mampu menyesuaikan perilaku pribadi agar sesuai dengan apa yang
mereka anggap sesuai dengan situasi sosial tertentu.
Kondisi Anak
Ada beberapa kondisi anak yang mempengaruhi tingkat keterampilan
sosial anak, antara lain temperamen anak (Kagan & Bates dalam Rubin,
Bukowski & Parker,1998), regulasi emosi (Rubin,Coplan, Fox & Calkins dalam
Rubin, Bukowski & Parker,1998) serta kemampuan sosial kognitif (Robinson
&Garber, 1995). Penelitian memperlihatkan bahwa anak-anak yang memiliki
temperamen sulit dan cenderung mudah terluka secara psikis, biasanya akan takut
dan malu-malu dalam menghadapi stimulus sosial yang baru, sedangkan anak-
anak yang ramah dan terbuka lebih responsive terhadap lingkungan sosial (Kagan
& Bates dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998). Selain itu anak-anak yang
memiliki temperamen sulit ini cenderung lebih agresif dan impulsive sehingga
sering ditolak oleh teman sebaya (Kagan & Bates dalam Rubin, Bukowski &
Parker,1998). Kedua kondisi ini menyebabkan kesempatan mereka untuk
36
berinteraksi dengan teman sebaya berkurang, padahal interaksi merupakan media
yang penting dalam proses belajar keterampilan sosial.
Kemampuan mengatur emosi juga mempengaruhi keterampilan sosial
anak. Penelitian yang dilakukan oleh (Rubin,Coplan, Fox & Calkins dalam Rubin,
Bukowski & Parker,1998) membuktikan bahwa pengaturan emosi sangat
membantu, baik bagi anak yang mampu bersosialisasi dengan lancar maupun
yang tidak. Anak yang mampu bersosialisasi dan mengatur emosi akan memiliki
keterampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya juga tinggi. anak
yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, maka
walaupun jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia tetap mampu bermain secara
konstruktif dan berani bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan anak anak
yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat mengontrol emosi cenderung
akan berperilku agresif dan merusak. Adapun anak-anak yang tidak mampu
bersosialisasi dan mengontol emosi, cenderung lebih pencemas dan kurang berani
bereksplorasi.
37
Usia
Anak pada usia pra sekolah memiliki sifat egosentris yang tinggi dan
masih sulit untuk memahami orang lain, akan tetapi ketika anak mulai memasuki
usia akhir kanak-kanak dan mulai bersekolah maka sikap egosentris anak sudah
mulai berkurang, anak mulai berpusat pada kebutuhan orang lain serta mulai
mempertimbangkan orang lain (Graha, 2007). Pada usia sekolah anak semakin
sering berinteraksi dengan anak-anak lain, yang dapat meningkatkan kemampuan
serta pemahaman anak akan pentingnya untuk memiliki keterampilan yang dapat
membantu dalam menjalin hubungan dengan orang lain serta teman sebayanya.
Jenis Kelamin
Anak perempuan dan anak laki-laki memiliki perbedaan pola interaksi, hal
ini mempengaruhi pula pada keterampilan sosial anak. Dua anak yang usianya
sama tetapi berjenis kelamin berbeda, maka keterampilan sosialnya pada aspek
aspek tertentu juga berbeda. Pada masa kanak-kanak anak laki- laki lebih
menyukai permainan yang banyak melibatkan aktivitas fisik dalam berinteraksi
dengan sosial. Sedangkan anak perempuan lebih menyukai permainan yang lebih
bersifat pasif dan menetap. Perbedaan gender tersebut dipengaruhi oleh dampak
biologis, namun berdasarkan beberapa bukti yang diperoleh, belajar sosial
mempunyai pengaruh yang lebih tinggi. Anak perempuan mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadinya penarikan sosial (menarik diri) dibandingkan dengan anak
laki-laki pada ibu yang otoriter (Nelson et al, 2006).
38
mempunyai kompetensi sosial pada usia muda karena kesempatan sosial jarang
karena terbatasnya waktu dan uang.
Jumlah Saudara
Menurut Downey and Condrom (dalam Mulder, 2008) menyatakan bahwa
keterampilan sosial dan interpersonal anak mempunyai pengaruh positif melalui
interaksi dengan saudara kandung dirumah dan keterampilan itu menjadi lebih
berguna saat berada diluar rumah. Hasil penelitannya menunjukkan bahwa para
guru menilai siswa yang mempunyai satu saudara kandung mempunyai
keterampilan interpersonal lebih baik dibandingkan yang tidak mempunyai
saudara kandung.
Struktur Keluarga
Hasil penelitian yang dilakukan Hastuti (2009) membandingkan antara
keluarga besar dan keluarga inti terhadap perkembangan psikososial anak, dimana
hasil uji statistik menyatakan besarnya keluarga tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan terhadap perkembangan psikososial anak. Davis dan Forsythe
(dalam Mu’tadzin 2002) Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam
keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap
lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau
broken home dimana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka
anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya.
39
Pekerjaan
Hasil penelitian dari Liebling (2004) yang menyatakan bahwa pada
kondisi ibu bekerja diluar rumah mengakibatkan waktu bertemu dengan anak akan
menjadi berkurang, sehingga ibu tidak bisa maksimal dalam mendidik dan
membimbing anak, sehingga akan berpengaruh terhadap keterampilan sosial anak.
40
atau norma sosial budaya, bukan karena dipaksa atau terpaksa, tetapi karena anak
memang sadar apa yang dilakukan tersebut merupakan hal yang benar.
41
didik tidak hanya padamateri pembelajaran yang bertemakan isu-isu sosial, namun
dikembangkan melalui metode dalam pelaksanaan pembelajaran. Proses
pengembangan keterampilan sosial pada peserta didik terdiri dari tiga tahap,
diantaranya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh anak usia sekolah adalah :
1) Perilaku Interpersonal Perilaku interpersonal adalah perilaku yang
menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi
sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan.
2) Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri Perilaku ini merupakan
ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi
sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan
orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya.
3) Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis Perilaku
ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di
sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah
dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.
4) Penerimaan Teman Sebaya Hal ini didasarkan bahwa individu
yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung
ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul
dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah:
memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat
emosi orang lain, dan sebagainya.
5) Keterampilan Berkomunikasi Keterampilan ini sangat diperlukan untuk
menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan
balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar
yang responsif.
42
I. Langkah-Langkah Dalam Membantu Pengembangan Keterampilan
Sosial Anak Usia Dini
43
Secara (fitrah) menurut Plato, manusia dilahirkan sebagai makluk sosial
(zoon politicon) namun untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam
interkasi dengan lingkungan manusia-manusia lain.
44
Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik
orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.
Dan lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama yang
pertama akan dikenal anak.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenal
berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan
bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada
anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua ini lazim
disebut sosialisasi.
45
BAB V
46
IPS tidak lain adalah perilaku sosial, ekonomi, dan budaya manusia yang ada di
masyarakat.
47
melalui ceramah, tanya jawab, menyerahkan tugas, hal ini berakibat peserta didik
cenderung untuk menghafal materi pelajaran daripada. memahami makna yang
dipelajari. Pembelajaran inilah oleh Lindquist disebut dengan pembelajaran
tradisional. Akibat dari pola pembelajaran yang demkian, maka mata pelajaran
IPS menjadi mata pelajaran yang menghafal, membosankan, dan tidak menarik.
Untuk mengatasi masalah pembelajaran IPS di atas, sudah seharus guru merubah
paradigma pembelajarannya dari teacher centered ke students centered, sehingga
pembelajaran yang dilakukan pembelajar merupakan upaya untuk membelajarkan
pebelajar (siswa), serta mendorong dan memfasilitasi siswa agar terjadi proses
belajar. Oleh karena itu kemampuan pembelajar (guru) dalam memilih dan
menggunakan strategi pembelajaran sangat menentukan efektifitas pencapaian
hasil belajar.
48
dan kemampuan hiterogen. menggunakan berbagai aktifitas belajar untuk
meningkatkan pemahaman mereka. Oleh karenanya tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan
dan dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran kooperatif
dikembangkan dengan tujuan untuk mencapai tiga hal yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
social.
49
penelitian Ali (2011), menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan yaitu
bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dalam hal pencapaian hasil belajar
yang berupa pengetahuan dan aplikasi kursus manajemen proyek. Hasil penelitian
Baghcheghi, et al. (2011) juga memberikan rekomendasi bahwa pembelajaran
kooperatif lebih efektif dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi pada
mahasiswa keperawatan dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Ahmad
& Mahmood, dalam penelitiannya juga memberikan rekomendasi bahwa efek
Cooperative learning mampu meningkatkan kerjasama dan peduli terhadap
sesama dalam pembelajaran dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.
50
kelompok maka kelemahan salah satu anggota kelompok akan dapat dibantu oleh
kemampuan anggota kelompok yang lain. Hasil penelitian Naomi & Githua
menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif jigsaw (Jigsaw cooperative
learning strategy) efektif dalam pencapaian hasil belajar.
1. kefektifan pembelajaran
2. efisiensi pembelajaran
3. daya tarik pembelajaran.
51
Reigeluth & Merrill sebagaimana dikutif dalam Degeng mengemukakan bahwa
52
BAB VI
a. Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan sarana untuk memajukan dan
membimbing keterlibatan siswa di dalam proses pembelajaran. Dalam
investigasi kelompok, kebermaknaan pembelajaran sangat bergantung pada
aspek kebutuhan-kebutuhan siswa dalam memperoleh dan mengembangkan
domain kognitif, nilai-nilai (value), serta pengalaman belajar mereka dapat
terpenuhi secara optimal melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
di sekolah. Pembelajaran investigasi kelompok yang di dalamnya sangat
menekankan vitalnya komunikasi yang bebas dan saling bertukar (sharing)
53
pengalaman yang dimiliki akan memberikan lebih banyak manfaat
dibandingkan jika mereka melakukan tugas secara sendirisendiri.
Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 16) mengungkapkan bahwa model
investigasi kelompok dapat digunakan untuk membentangkan
permasalahan amoral dan sosial yang terjadi di lingkungan siswa,
selanjutnya siswa dapat diorganisasikan dengan teknik melakukan
penelitian bersama atau cooperative inquiry terhadap masalah-masalah
sosial dan moral, maupun masalah akademis.
1) Langkah-langkah Pembelajaran Investigasi Kelompok Berikut ini
adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan
Investigasi kelompok yang antara lain:
54
c. Pengalaman belajar siswa yang harus dikuasai meliputi;
mengumpulkan dan menganalisis sejumlah data, selanjutnya
merumuskan kesimpulan.
d. Dalam kegiatan belajar, siswa dapat memanfaatkan berbagai ragam
pendekatan yang bervariatif.
e. Hasil-hasil dari penelitian para siswa dirundingkan dengan bergiliran
di antara seluruh siswa dalam kelompok.
55
d. Membantu siswa membingkai proposisi yang reliable.
e. Memberikan bantuan kepada siswa tanpa harus menekan siswa.
56
b. Bermain Peran (Role Playing)
Role Playing merupakan sebuah model pembelajaran yang didasarkan
pada perspektif pendidikan individu maupun interaksi sosial. Model ini
mengakomodasi kebutuhan tiap-tiap siswa untuk dapat menemukan makna
pribadinya dalam jagat sosial mereka dan menunjang cara memecahkan
masalah/dilema pribadi dengan dukungan golongan sosialnya. Dalam
dimensi sosial model ini membantu memudahkan individu untuk
bekerjasama menganalisis keadaan sosial, khususnya masalah antar
manusia. Model ini juga membantu dalam proses pengembangan sikap
sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah.
1) Langkah-langkah Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Role Playing
(Bermain Peran) akan dijabarkan pada tabel berikut ini :
57
2) Sistem Sosial dalam Pembelajaran dalam Pembelajaran Role Playing
(Bermain Peran)
Sistem sosial dalam model ini cukup terukur. Guru memiliki
tanggungjawab, paling tidak pada awal permainan, untuk memulai
tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas dalam setiap
tahap. Kendatipun materi eksklusif dalam musyawarah dan pemeranan
sangat ditentukan oleh siswa. Pertanyaan yang diajukan oleh guru
seharusnya dapat merangsang ekspresi atau ungkapan yang kredibel
serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang
sebenarnya. Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara
dirinya dan siswa-siswanya. Walaupun guru reflektif dan sportif, siswa
tetaplah pihak yang berperan mengambilalih atau mengontrol, arah
pengajaran, serta hal yang terpenting lagi yaitu memutuskan apa yang
harus diperiksa dan usulan mana yang akan dieksplorasi. Pada intinya,
guru memformat penelusuran tingkah laku dengan berpegangan pada
ciri khas pertanyaan yang muncul, guru juga menetapkan fokus.
58
e. Membantu siswa untuk merefleksikan dan memerhatikan
konsekuensi-konsekuensi untuk mengevaluasi resolusi dan
menganalogikannya dengan alternatif yang lain.
59
Adapun fokus-fokus yang ada dalam sesi Role Playing yang antara
lain sebagai berikut:
c. Pembelajaran Yurisprudensial
Pada mulanya model ini merupakan studi kasus dalam proses peradilan
yang selanjutnya diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Dalam model ini para peserta didik sengaja dilibatkan dalam ragam
permasalahan sosial yang menuntut pabrikasi kebijakan pemerintah yang
diperlukan serta pelbagai macam pilihan untuk mengatasi isu sosial
tersebut, misalnya tentang konfrontasi moral, intoleransi dan tingkah laku
sosial lainnya. Model ini juga didasarkan atas konsep tentang keberagaman
masyarakat dalam menafsir perbedaan-perbedaan paradigma dan prioritas
60
bahkan konfrontasi nilai antara seseorang dengan yang lain. Untuk
mengatasai masalah yang komplek terutama tentang isu-isu yang
kontrofersial maka menuntut warga negara untuk dapat berbicara satu sama
lain, dapat bernegosiasi mengenai perbedaan-perbedaan dalam masyarakat
tersebut. Model ini potensial untuk digunakan dalam kajian bidang studi
yang membahas tentang isu-isu kebijaksanaan umum atau berkaitan dengan
kebijaksanaan umum, termasuk yang berkenaan dengan isu-isu atau konflik
moral dalam kehidupan sehari-hari.
61
langkah-langkah pembelajaran Yurisprudensial, guru memantau
(monitoring) perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
tugasnya. Setelah mempelajari model ini, siswa seharusnya dapat
melaksanakan prosesnya tanpa bantuan siapapun.
62
Selama model pembelajaran Interaksi Sosial diterapkan, proses interaksi
akan muncul dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Beberapa factor
tersebut meliputi;
1) Faktor Imitasi, merupakan aktifitas meniru individu terhadap gaya hidup
orang lain yang diamatinya ketika menghadapi situasi dan keadaan
tertentu;
2) Faktor Sugesti, merupakan penilaian berdasarkan sudut pandang atau
sikap individu yang berasal dari individu itu sendiri namun diterima oleh
orang lain. Factor ini serupa dengan proses yang terjadi pada factor
imitasi, namun letak perbedaannya pada titik tolaknya yaitu si penerima
(orang lain) mengalami kondisi emosi yang serupa, akibatnya
kemampuan rasionalnya menjadi terhambat;
3) Faktor Identifikasi, merupakan kecenderungan individu secara sadar
maupun tidak sadar untuk menjadi serupa dengan orang lain;
4) Faktor Simpati, merupakan suatu proses individu yang tertarik pada
pihak lain. Meskipun factor simpati berupa keinginan individu untuk
memahami dan bertindak kooperatif dengan orang lain, tapi sebenarnya
peran vital dalam faktor ini adalah lebih condong pada perasaan individu
tersebut.
63
a) Valid atau mempunyai kejelasan untuk melakukan pengujian
(menguji apa yang seharusnya diuji),
b) Kompatibilitas, yaitu kesesuaian antara hipotesis dengan
pengalaman siswa atau guru yang pernah diperoleh, dan
c) Mempunyai hubungan dengan peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi sebelumnya.
3) Tahap Definisi, Pada tahap ini siswa mengadakan pembahasan secara
konseptual secara definitif tentang latihan-latihan yang terdapat dalam
hipotesis. Hal ini penting agar terdapat pengertian dan pemahaman
yang selaras pada setiap siswa.
4) Tahap Eksplorasi, Tahap eksplorasi adalah tahap pengujian hipotesis
dengan logika konklusif dan mengembangkan hipotesis dengan
implikasi serta asumsi-asumsi. Apabila telah reliabel antara hipotesis
dengan dasar logika, maka tahap selanjutnya yaitu tahap justifikasi
dengan fakta-fakta.
5) Tahap Pembuktian, Dalam tahap ini, para siswa mengumpulkan data
dengan metode yang sesuai. Misalnya, melalui wawancara, angket dan
observasi. Jika data telah terkumpul, kemudian diadakan analisis data
untuk disimpulkan dan ditentukan hipotesis diterima atau ditolak.
6) Tahap Generalisasi, Tahap ini merupakan tahap akhir dari model
inkuiri sosial. Pada tahap ini telah dapat disusun afirmasi terbaik dalam
pemecahan masalah. Generalisasi yang dihasilkan hendaknya disusun
secara sederhana sehingga mudah dipahami oleh siswa.
64
3) Siswa bingung berkenaan dengan konsep utama dari suatu kegiatan
atau materi pelajaran yang telah dipelajari.
4) Membutuhkan kolaborasi yang kontinu dan fleksibilitas yang tinggi,
karena para pendidik memiliki lebih sedikit otonomi untuk merancang
kurikulum.
5) Membutuhkan waktu yang panjang danfleksibilitas, komitmen dan
kompromi dari semua kalangan terutama untuk kegiatan pembelajaran
kolaboratif.
6) Guru harus selektif dalam menetukan tema yang relevan sesuai dengan
konten materi ajar, sehingga pembelajaran bermakna dapat terwujud.
7) Disiplin-disiplin ilmu yang saling terkait tetap dikaji terpisah-pisah
satu sama lain.
8) Dapat memecah perhatian siswa, sehingga segala upaya yang
direncanakan menjadi tidak efektif.
65
7) Bersifat proaktif; siswa terstimulan oleh informasi, kecakapan (skill),
atau konsepsi baru.
66
BAB VII
67
memungkinkan dengan menganalisis, mengklarifikasi sifat masalah,
mengumpulkan semua data yang diperlukan.
Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi
warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
68
tahun 2006, tujuan Mata Pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
69
Berdasarkan muatan kurikulum IPS SMP, softskills dari aspek komunikasi
adalah perilaku santun, peduli, dan menghargai perbedaan pendapat dalam
interaksi sosial dengan lingkungan sebaya. Sedangkan softskills dari aspek
keterampilan memecahkan masalah adalah perilaku rasa ingin tahu, terbuka,
dan kritis terhadap permasalah sosial sederhana.
70
BAB VIII
71
Sebelum guru mata pelajaran IPS memahami tentang keterampilan
sosial maka terlebih dahulu mengetahui tentang tujuan IPS. Mata pelajaran
IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1)
Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya. (2) Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. (3)
Berkomitmen terhadap nilainilai sosial dan kemanusiaan. (4)
Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global (Gunawan, 2011:39).
Apabila seorang guru telah mengetahui tujuan IPS maka guru akan
dapat memahami bahwa mata pelajaran IPS bukan sekedar mata pelajaran
hafalan konsep-konsep saja akan tetapi mata pelajaran ini merupakan mata
pelajaran yang mengajarkan berbagai keterampilan yaitu keterampilan
berfikir logis, berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi di
masyarakat. Pemahaman guru terhadap keterampilan sosial sangat penting,
mengingat peran guru sebagai perancang pembelajaran, pelaksana
pembelajaran dan penilai dalam proses pembelajaran. Apabila guru
memahami pentingnya keterampilan sosial ini maka guru akan merubah
cara pembelajaran atau cara mengajarnya. Dalam praktik di lapangan,
walaupun guru mengaku memahami tujuan IPS yang mengarah pada
pengembangan keterampilan sosial tetapi kenyataannya pembelajaran IPS
masih banyak mengandalkan hafalan materi saja.
72
seseorang dalam menjalin hubungan antar perorangan sehingga
menghasilkan kerjasama.
a. Kompetensi Pedagogik
Ialah kemampuan untuk mendidik atau ilmu mendidik (pedagogik).
Pendidik harus menguasai cara-cara mendidik, teori mendidik, strategi
mendidik, seperti menanamkan nilai dan kemampuan atau tingkat
perkembangan peserta didik sesuai bakat dan minat perserta didik,
mempertimbangkan situasi dan kondisi guru sesuai dengan tempat dan
waktu serta kebudayaan dimana dan kapanpun pendidikan itu
berlangsung.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi individu atau personal ialah kematangan diri sebagai
pribadi yang stabil (mantap dan mapan), memahami atau menyadari
dirinya, mencintai atau menghargai dirinya secara wajar, memiliki
nilai-nilai kemanusiaan, susila, etis dan estetis, jujur, berjati diri,
memiliki identitas dan integritas, mandiri, dan tanggung jawab.
c. Kompetensi Sosial
Wujud dari kompetensi sosial adalah guru sebagai pribadi yang
dewasa, susila, dan sosial memiliki kematangan sosial yang tetap atau
stabil, memahami situasi dan kondisi masyarakat, mampu bekerjasama
dengan pihak lain, dengan atasan (pimpinan, kepala sekolah, kepala
73
dinas) dan dengan sesama atau sederajat (teman guru, orang tua
peserta didik, pelanggan atau pemangku kepentingan), serta bawahan
(peserta didik).
d. Kompetensi Profesional
Kemampuan profesional tercapai pada kemampuan menguasai materi
atau bahan ajar, ilmu pengetahuan yang terkait dengan bidang
kajiannya serta mampu untuk mengajarkannya. Untuk dapat mengajar
dengan baik perlu menguasai ilmu cara mengajar (metodik),
bagaimana mengajarkan materi dengan menarik, mudah dipahami, dan
menyenangkan peserta didik untuk belajar atau belajar secara
PAIKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan) perlu juga
diperhatikan kata “Menyenangkan” tidak selalu bersenang-senang atau
mencari yang disenangi melainkan mampu memberi dorongan atau
motivasi sedemikian rupa sehingga pelajaran yang kurang menarik,
membosankan menjadi menarik dan membuat peserta didik senang
untuk mempelajarinya.
74
staf lain. Peran guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a. Informator
Berperan sebagai pelaksanaan cara mengajar informator,
laboratium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
b. Organisator
Berperan sebagai pergola kegiatan akademik, silabus, workshop,
jadwal pelajaran dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat
mencapai efektivitas dan efesiensi dalam belajar pada diri peserta
didik.
c. Motivator
Berperan sebagai rangka meningkatkan gairah dan pengembangan
kegiatan belajar peserta didik. Guru berperan merangsang dan
memberikan dorongan, menumbuhkan swadaya, dan daya cipta
peserta didik, sehingga akan menghasilkan dinamika di dalam
proses belajar mengajar.
d. Pengarah atau direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator
Guru berperan sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar,
seperti barang tertentu yang dapat menghasilkan ide kreatif dan
dapat dicontoh oleh peserta didik.
f. Transmitter
Guru berperan sebagai penindak yang sabar dalam menghadapi
berbagai problematik sesuai kebijakan pendidikan dan
pengetahuan.
g. Fasilitator
Guru berperan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar mengajar, serta menciptakan suasana kegiatan belajar yang
75
menarik yang serasi dengan perkembangan peserta didik, sehingga
interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif.
h. Mediator
Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar peserta didik,
misalnya sebagai penengah atau memberikan jalan keluar dari
kemacetan dalam kegiatan diskusi peserta didik.
i. Evaluator
Guru berperan sebagai otoritas untuk menilai prestasi peserta didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga
dapat menentukan bagaimana peserta didiknya berhasil atau tidak.
76
Tujuan keterampilan bertanya adalah untuk memperoleh informasi,
kegiatan bertanya yang dilakukan guru tidak hanya bertujuan untuk
memperoleh informasi, namun untuk meningkatkan terjadinya
interaksi antara guru dengan peserta didik, dan antara peseta didik
dengan sesama (Udin, 2004: 7.5).
2. Keterampilan memberi penguatan
Penguatan adalah respon yang diberikan terhadap perilaku atau
perbuatan yang dianggap baik, yang dapat membuat meningkatnya
perilaku yang dianggap baik. Tujuannya untuk meningkatkan
keefektifan kegiatan pembelajaran, pujian atau respon positif serta
akan membuat mereka merasa senang karena dianggap mempunyai
kemampuan (Udin, 2004: 7.29).
3. Keterampilan mengadakan variasi
Variasi adalah keanekaaan yang membuat sesuatu tidak monoton,
tujuannya untuk menciptakan perubahan atau perbedaan yang
memberikan kesan menarik dan unik, seperti variasi dalam gaya
mengajar, pola interaksi dan penggunaan media (Udin, 2004: 7.45).
4. Keterampilan menjelaskan
Tujuan dari memberi penjelasan adalah peserta didik mampu
memahami masalah yang sedang dijelaskan, guru hendaknya
meluangkan waktu untuk memeriksa pemahaman peserta didik dengan
cara mengajukan pertanyaan atau melihat ekspresi wajah peserta didik
setelah mendengarkan penjelasan (Udin, 2004: 7.60).
5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
Kegiatan yang berkaitan langsung dengan pembahasan materi
pelajaran, berupa menyiapkan mental peserta didik agar siap dalam
menerima pelajaran, mengetahui keberhasilan peserta didik,
memberikan gambaran pendekatan atau kegiatan yang akan
diterapkan, dan mengembangkan kemampuan yang baru saja dikuasai
(Udin, 2004: 8.3).
6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
77
Tujuan keterampilan dalam membimbing diskusi kelompok kecil atau
bermusyawarah agar nantinya peserta didik mampu memiliki
keterampilan bermusyawarah baik di kelas, sekolah, masyarakat,
maupun tingkat yang lebih tinggi. Guru akan peserta didik untuk
berlatih menguasai keterampilan ini seperti dalam diskusi kelompok
(Udin, 2004: 8.19).
7. Keterampilan mengelola kelas
Guru memegang peranan penting dalam menciptakan iklim kelas yang
kondusif, dan merupakan tuntutan yang wajar jika guru harus mampu
mengatur barang dan orang hingga tercipta iklim kondusif,
kemampuan itu sering diacu sebagai keterampilan mengelola kelas
(Udin, 2004: 8.37).
8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan
Kegiatan kelompok kecil dan perorangan memungkinkan guru
memberikan perhatian terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-
beda, guru dapat membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan peserta didik. Dengan keterampilan tersebut dapat
memantapkan timbulnya kebiasaan melakukan interaksi sosial pada
kalangan yang lebih luas serta kesadaran akan adanya keterbatasan
dalam usaha memenuhi kebutuhan (Udin, 2004: 8.56).
78
Langkah awal untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta
didik perlu adanya rancangan atau rencana yang harus dipersiapkan
guru untuk diterapkan dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru juga melakukan pelatihan untuk menambah wawasan yang lebih
luas, dengan kemajuan teknologi dan perkembangan pendidikan, guru
harus bisa menyesuaikan kebijakan yang sudah ditetapkan. Untuk
merancang pembelajaran guru juga menyesuaikan kondisi, materi, dan
kemampuan peserta didik, sehingga rancangan pembelajaran dapat
berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
79
BAB IX
80
akan lebih mudah membangun sebuah komunikasi dan pertemanan pada
seseorang.
4. Kemampuan bekerjasama
kemampuan bekerjasama atau berkelompok sangat penting untuk
mengatur dan memaksimalkan sebuah tujuan. sehingga apabila seseorang
tidak memiliki kemampuan bekerja sama akan berkelompok maka dalam
lingkungan masyarakat yang tidak diperlukan dan tidak dibutuhkan
5. Kemampuan bertanya
Bertanya merupakan sebuah ucapan verbal untuk meminta sebuah respon
dari seseorang yang dikenal. kemampuan bertanya sangat diperlukan
dalam sebuah interaksi sosial yang akan dilakukan oleh seorang karena
keterampilan bertanya merupakan sebuah komponen dasar yang perlu
dimiliki oleh seseorang untuk mengungkapkan sebuah pertanyaan.
sehingga seseorang sangat perlu memiliki kemampuan bertanya
6. Kemampuan memperoleh informasi
Informasi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh semua
orang. Informasi sangat mudah diperoleh oleh seseorang, banyak cara
yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi seperti membaca
buku, melalui media massa, membaca koran dll. seseorang perlu memiliki
sebuah keterampilan memperoleh informasi dikarenakan untuk mencari
sebuah informasi diperlukan keterampilan keterampilan yang tinggi
sehingga apabila seseorang tidak memiliki keterampilan sosial tersebut
maka informasi yang akan didapatkan adalah informasi yang tidak tepaf
7. Kemampuan menganalisis informasi
setelah mendapatkan informasi dan sekumpulan data yang diperoleh maka
langkah selanjutnya adalah menganalisis. Menganalisis adalah melihat
sebuah susunan dan struktur dari sebuah informasi dan mengembangkan
informasi-informasi tersebut serta melihat dampak-dampak yang timbul
dari informasi tersebut. Seseorang perlu memiliki sebuah keterampilan
dalam menganalisis informasi karena hal tersebut sangat dibutuhkan dari
menganalisis informasi seseorang dapat tahu bahwa apa yang akan terjadi
kedepannya dan bagaimana cara mengatasinya. selain itu dengan memiliki
81
kemampuan menganalisis keterampilan sosial seseorang dapat
mempelajari sebuah informasi yang yang ditemukan dan menerapkannya
dalam interaksi sosial sehari-hari. singa keterampilan dalam menganalisis
informasi sangatlah dibutuhkan dan sangat penting.
82
BAB X
KETERAMPILAN SOSIAL
1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam
menentukan bagaimana remaja akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-
anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken
home tidak akan mendapatkan kepuasan psikis yang cukup, maka akan
sulit untuk mengembangkan keterampilan sosialnya.
2. Lingkungan
Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak akan mengetahui
bahwa anak memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari
saudara,orang tua, kakek dan nenek saja. Lingkungan sangat
mempengaruhi keterampilan sosial karena di lingkungan melakukan
interaksi dan kegiatan sehingga keterampilan sosial bisa muncul dengan
cara di tiru serta melakukan interaksi dengan orang lain
3. Kepribadian
Secara umum keperibadian sering diidentikan dengan keperibadian
seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu
menggambarkan peribadi seseorang yang sebenarnya. Orang tua dalam hal
ini berperan untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai
harkat martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti
materi dan penampilan.
4. Pendidikan
83
Pada dasarnya pendidikan mengajarkan banyak keterampilan pada
seseorang. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan sosial
yang dikaitkan dengan cara-cara belajar efisien dan berbagai teknik belajar
yang sesuai dengan jenis pelajarannya. Pendidikan sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial karena keterampilan sosial dapat
muncul akibat kegiatan belajar dan mengajar, serta dalam pendidikan
keterampilan sosial dapat di kontrol dengan baik karena seseorang sudah
tahu bagaimana keterampilan sosial tersebut di gunakan
5. Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja peran kleompok sangatlah besar. Biasanya remaja lebih
memilih urusan kelompok dibandingkan dengan urusan keluarganya. Hal
tersebut merupakan suatu hal yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan
remaja dan kelompoknya bertujuan positif. Dalam persahabatan dapat
memunculkan keterampilan sosial dan mengembangkan keterampilan
sosial seseorang.
6. Lawan Jenis
pengidentifikasian sex role behavior yang diberikan kepada seorang
individu bahwasannya pergaulan itu tidak hanya dengan sesame jenis ,
tetapi mencangkup pergaulan dengan lawan jenis. Seorang individu agar
belajar dan dapat menyesuaikan diri ketika bergaul dengan sesame
maupun lawan jenisnya sehingga individu tersebut mengerti bagaimana
berprilaku di lingkungan sekitar.
84
3. Gender (Jenis kelamin). Jenis kelamin atau gender sangat mempengaruhi
keterampilan sosial. Papalia (2008: 388) menyebutkan bahwa anak laki-
laki menunjukkan perhatian lebih pada berbagai permainan dibandingkan
dengan perempuan.
4. Cognitive and behavioral skill deficit (gangguan pada kemampuan kognitif
dan perilaku). Individu yang memiliki gangguan pada kemampuan
kognitif dan perilaku akan lebih sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
5. Umur. Hurlock (1980: 266) menyatakan bahwa faktor usia menimbulkan
kesan bahwa kematangan sosial terjadi pada usia yang lebih tua. Hal itu
berarti bahwa semakin tinggi usia individu, maka semakin tinggi pula
lekemampuan sosial individu.
85
BAB 11
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional
adalah kemempuan dalam mengorganisir materi pembelajaran. Untuk melakukan
tugas tersebut, guru hendaknya memiliki keterampilan bagaimana merencanakan
pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik bahan materi pembelajaran
disamping karakteristik siswa, kondisi lingkungan sekolah dan masyarakat
sekitarnya.
86
disajikan untuk para siswa hendaknya disesuaikan dengan usia dan tingkat
kemampuan berfikirnya. Secara umum, fakta untuk siswa SD hendaknya berupa
peristiwa, objek, dan hal-hal yang bersifat konkret.
Oleh karena itu guru perlu mengupayakan agar fakta disesuaikan dengan
karakteristik siswa kelas masing-masing. Konsep merupakan kata-kata atau frase
yang mengelompok, berkatagori, dan memberi arti terhadap kelompok fakta yang
berkaitan. Konsep merujuk pada suatu hal atau unsur kolektif yang diberi label.
Konsep dasar yang relevan untuk pembelajaran IPS diambil terutama dari
disiplin-disiplin ilmu sosial. Banyaknya konsep yang terkait dengan lebih dari
satu disiplin, isu-isu sosial, dan tema-tema yang berasal dari banyak dimensi ilmu
sosial. Konsep-konsep tersebut tergantung pula pada jenjang dan kelas sekolah.
87
kemampuan atau kepintaran individu berupa seni untuk menangani emosi orang
lain dan menggugah respon orang lain, sehingaga terjadi hubungan sosial yang
lancar. Hubungan sosial yang lancarterjadi dapat ditinjau dari dimensi-dimensi
dari keterampilan sosial yang menjadi indikatornya yaitu :
88
kecakapan-kecakapan diantaranya yaitu: a) menangani orang-orang sulit dan
situasi tegang dengan diplomasi dan taktik, b) mengidentifikasi hal-hal yang
berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka
dan membantu mendinginkan situasi, c) menganjurkan debat dan diskusi
secara terbuka, d) mengantar ke solusi menang-menang.
89
menyadari perubahan dan dihilangkannya hambatan b) menantang status quo
untuk menyatakan perlunya perubahan c) menjadi pelopor perubahan dan
mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu d) membuat model perubahan
seperti yang diharapkan oleh orang lain.
1. Emotional Expressivity
2. Emotional Sensitivity
90
emosinya oleh orang lain dan mudah bersimpati dengan keadaan emosi yang
sedang dialami orang lain.
3. Emotional Control
4. Social Expressivity
5. Social Sensitivity
91
6. Social Control
a. Nilai Substantif
92
Nilai substantif adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan
umumnya hasil belajar, bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan
informasi semata. Setiap orang memiliki keyakinan atau pendapat yang berbeda-
beda sesuai dengan keyakinannya tentang sesuatu hal. Dalam mempelajari nilai
substantif, para siswa perlu memahami proses-proses, lembaga-lembaga, dan
aturan-aturan untuk memecahkan konflik dalam masyarakat demokratis. Dengan
kata lain, siswa perlu mengetahui ada keragaman nilai dalam masyarakat dan
mereka perlu mengetahui isi nilai dan implikasi dari nilai-nilai tersebut.
Manfaat lain dari belajar nilai substantif adalah siswa akan menyatakan
bahwa dirinya memiliki nilai tertentu. Guru harus menjelaskan bahwa siswa
membawa nilai yang beragam ke kelas sesuai dengan latar keluarga, agama, atau
budaya. Selain itu, guru perlu menyadari pula bahwa nilai yang dia anut tidak
semuanya berlaku secara universal. Program pembelajaran IPS hendaknya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan, merefleksi, dan
mengartikulasikan nilai-nilai yang dianutnya. Proses ini tergantung pada nilai-
nilai prosedural di kelas. Siswa hendaknya memiliki hak mengambil posisi nilai
mana yang akan dianut tanpa paksaan atau menangguhkan keputusan dan tetap
tidak mengambil keputusan. Dengan kata lain, siswa hendaknya didorong untuk
bersiap diri membenarkan posisinya, mendengarkan kritikan yang ditujukan
terhadap dirinya dan atau mengubah keputusannya bila ada pertimbangan lain.
b. Nilai Prosedural
Nilai-nilai prosedural yang perlu dilatih atau dibelajarkan antara lain nilai
kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran dan menghargai orang
lain. Nilai-nilai kunci ini merupakan nilai yang menyokong masyarakat
demokratis, seperti: toleran terhadap pendapat yang berbeda, menghargai bukti
yang ada, kerja sama, dan menghormati pribadi orang lain. Apabila kelas IPS
dimaksudkan untuk mengembangkan partisipasi siswa secara efektif dan
diharapkan semakin memahami kondisi masyarakat Indonesia yang beraneka
ragam, maka siswa perlu mengenal dan berlatih menerapkan nila-nilai tersebut.
93
Pembelajaran yang mengaitkann pendidikan nilai ini secara eksplisit atau
implisit hendaknya telah ada dalam langkah-langkah atau proses pembelajaran
dan tidaklah menjadi bagian dari konten tersendiri. Dengan kata lain, nilai-nilai
ini tidak perlu dibelajarkan secara terpisah. Selain itu, masyarakat demokratis
yang ideal harus mampu mengungkapkan nilai-nilai pokok dalam proses
pembelajaran bukan hanya retorika semata bahkan harus menghormati harkat dan
martabat manusia, berkomitmen terhadap keadilan sosial, dan memperlakukan
manusia sama kedudukannya di depan hukum.
Dimensi tindakan sosial dapat dibelajarkan pada semua jenjang dan semua
tingkatan kelas kurikulum IPS. Dimensi tindakan social untuk pembelajaran IPS
meliputi tiga model aktivitas sebagai berikut.
94
BAB 12
Keterampilan sosial sangat dibutuhkan sejak dini sebagai modal dasar untuk
hidup bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, bekerja sama, mengontrol diri,
mampu menghadapi dan memecahkan masalah di lingkungan sekitar. Namun,
dalam kenyataanya masih banyak anak yang belum mampu bersosialisasi dengan
baik. Oleh karena itu, anak perlu dibantu untuk memiliki keterampilan sosial pada
dirinya.
Menurut Elksnin dan Elksnin (Tuti Istianti, 2015, hlm. 34) anak yang memiliki
keterampilan sosial yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
95
4. Penerimaan teman sebaya (peer acceptance), perilaku yang berhubungan
dengan penerimaan sebaya, misalnya mengajak teman terlihat dalam suatu
aktivitas, memberi dan menerima informasi dan dapat menangkap dengan
tepat emosi orang lain.
5. Keterampilan berkomunikasi, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk
menjalin hubungan sosial yang baik.
Sementara, menurut Eri Nuraida dan Rita Milyartini (2015, hlm. 4) ciri-ciri
anak dengan keterampilan sosial yang rendah menyebabkan kesulitan beradaptasi
dengan lingkungan di sekitarnya, seperti menarik diri dari lingkungan, mudah
tersinggung, kurang fokus, pendiam, tidak dapat mengendalikan emosi, dan
kesulitan dalam berteman.
96
berteman dan memiliki banyak teman; dan (12) memiliki selera humor
yang baik dan dapat bercanda atau bergurau dengan teman.
4. Kepatuhan (compliance)
Yaitu kemampuan individu untuk memenuhi permintaan orang lain.
Dimensi ini ditunjukkan dengan karakteristik sebagai berikut: (1)
mengikuti petunjuk atau instruksi; (2) mematuhi dan mentaati aturan; (3)
memanfaatkan waktu luang dengan baik; (4) menggunakan fasilitas
bersama; (5) memberikan respon yang tepat terhadap kritik; (6)
97
menyelesaikan tugas; dan (7) menempatkan tugas pada tempat yang
sesuai.
Salah satu ciri ciri dari orang memiliki keterampilan sosial adalah
kemampuannya dalam beradaptasi. Orang dengan tingkat intelegensi yang cukup
tinggi akan menjadi orang yang fleksibel serta mampu untuk menyesuaikan diri
pada berbagai perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungannya. Dirinya tidak
membatasi diri di lingkungan sosial. Bahkan kebanyakan orang memiliki
98
keterampilan sosial akan mengubah perilakunya agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru nya.
3. Banyak Bertanya
Banyak orang yang mengkaitkan orang pintar dengan orang yang bisa
memberikan segala jawaban. Namun berbeda dengan orang memiliki
keterampilan sosial yang selalu mencari jawaban. orang-orang yang memiliki
keterampilan sosial biasanya tidak akan malu untuk bertanya. Mereka tidak takut
terlihat bodoh karena mereka sadar jika masih banyak hal yang belum dimengerti
olehnya.
99
mengakui hal tersebut. Karena dengan sikap ini lah dirinya sadar jika
ketidaktahuannya dapat dirubah dengan belajar.
8. Open Minded
Orang orang yang memiliki keterampilan sosial tidak akan menutup
diri mereka dari ide serta kesempatan baru yang ada di sekitarnya. Mereka
terbuka, menerima, serta mempertimbangkan pendapat orang lain dengan
pola pikirnya yang terbuka juga. Namun meskipun mereka terbuka pada
pandangan orang lain, namun mereka juga berhati hati dengan ide dari
orang lain tersebut.
9. Individualistis
Kebanyakan dari orang-orang memiliki keterampilan sosial memang
senang menyendiri dibandingkan bersosialisasi dengan orang lain di
100
lingkungannya. Bukan berarti mereka tidak ingin menyatu dengan
lingkungannya, hanya saja mereka merasa jika hidup terasa kurang
memuaskan.
12. Kreatif
Orang-orang memiliki keterampilan sosial senang menghubungkan
kembali konsep yang sebenarnya tidak tampak berhubungan, namun
mereka mampu untuk melihat sesuatu yang mungkin tidak dapat dilihat
oleh orang lainnya. Hal ini lah yang dinamakan kreativitas. Sehingga rata-
rata orang memiliki keterampilan sosial cenderung kreatif.
101
BAB 13
HAMBATAN DALAM
MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN SOSIAL DI
DALAM DUNIA
PENDIDIKAN
HAMBATAN PESERTA DIDIK DALAM
PENERAPAN KETERAMPILAN SOSIAL
PADA PEMBELAJARAN IPS
102
Pokok Bahasan :
Tujuan :
103
Permasalahan dalam pembelajaran IPS yang diterapkan di dalam dunia
pendidikan seringkali terjadi, seperti: 1) ketidaksiapan dari guru-guru yang ada di
sekolahnya untuk membelajarkan IPS secara terpadu, mengingat terbatasnya
tenaga guru yang ada; 2) tidak tersedianya fasilitas pendukung pembelajaran IPS
yang sesuai dengan kebutuhan; dan 3) masih rendahnya hasil pembelajaran IPS di
sekolah. Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus
diperhatikan secara serius. Diakui atau tidak, masih ada kecenderungan guru
dalam pembelajaran IPS menggunakan cara konvensional atau tradisional,
pembelajaran tidak berpusat pada peserta didik. Hal ini di samping disebabkan
oleh masih kurangnya fasilitas (sarana) belajar IPS, juga didorong oleh rendahnya
pemahaman dan pengelaman guru tentang proses pembelajaran yang bermutu
(bermakna) bagi peserta didik, termasuk di dalamnya cara pembelajaran IPS
terpadu yang efektif. Rendahnya hasil pembelajaran pada peserta didik juga dapat
menghambat terhadap pengembangan keterampilan sosial dalam pembelajaran
IPS di sekolah. Selain dari adanya hambatan terhadap pengembangan
keterampilan sosial tersebut dapat diterapkan strategi dalam pembelajaran IPS
agar dapat mencapai tujuan dari pada pengembangan keterampilan sosial peserta
didik.
104
A. Hambatan Guru dalam Penerapan Keterampilan Sosial Pada
Pembelajaran IPS
105
permasalahan yang ada pada peserta didik sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
Menurut Arifin (2003:9), tugas guru dalam proses pembelajaran adalah: (1)
Perencanaan yang merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan guru sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran, perencanaan pengajaran antara lain
meliputi penyusunan perangkat pembelajaran, dan kesiapan dalam menguasai
materi pelajaran/ bahan ajar; (2) Pengelolaan kelas; dan (3) Evaluasi kegiatan
pembelajaran, baik berupa evaluasi hasil proses pembelajaran yang dilakukan
setelah berlangsungnya pembelajaran ataupun evaluasi hasil belajar. Dalam
pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khususnya di kelas, guru adalah pihak
yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Dengan demikian, guru patut
dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni
mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur apakah
siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari oleh siswa atas bimbingan guru
sesuai dengan tujuan yang dirumuskan (Arikunto, 2002:4).
Rohani (2010: 181) mengatakan bahwa guru merupakan faktor penghambat
dalam melaksanakan penciptaan suasana yang menguntungkan dalam proses
pembelajaran. Faktor penghambat yang datang dari guru juga berupa hal-hal
seperti berikut:
a) Tipe kepemimpinan guru.
b) Format belajar mengajar yang monoton.
c) Kepribadian guru.
d) Pengetahuan guru.
e) Pemahaman guru tentang peserta didik.
Guru IPS “dituntut tidak saja perlu menguasai keterampilan atau kiat untuk
mendidik dan mengajar, tetapi juga memiliki wawasan vertikal – wawasan yang
mendalam dan reflektif tentang bidang studi yang diajarkannya, dan wawasan
horizontal – wawasan yang melebar yakni ramah terhadap konsep-konsep,
proposisi-proposisi, dan teori-teori ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu budaya, bahkan
juga ekologi” (Atmadja, 1992). Dengan kata lain, guru IPS harus memiliki
kemampuan untuk merancang dan melaksanakan program pembelajaran secara
terpadu diorganisasikan dengan baik, dan secara terus menerus menyegarkan,
106
memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang ilmu-ilmu sosial dan nilai-
nilai kemanusiaan.
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah keterampilan sosial dalam
menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan
aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat
berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik.
Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan
proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan
akan membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh
keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan,
serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat
direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Keberhasilan dalam menguasai dan
menerapkan pendekatan di atas, harus didukung dengan adannya keinginan yang
untuk melakukan pengembangan diri secara berkesinambungan, yang bisa
dilakukan melalui berbagai cara atau jalur, bisa dengan studi lanjut, pelatihan,
MGMP, dan lain sebagainya.
Proses pembelajaran yang menyenangkan merupakan salah satu faktor
yang dapat menunjang keberhasilan suatu pembelajaran karena ketika
pembelajaran itu di lakukan dengan cara yang menyenangkan, maka materi yang
di pelajari akan mudah di terima dan di mengerti dengan baik oleh siswa. Untuk
mengatasi pembelajaran IPS agar tidak monoton dan lebih bervariasi, maka dapat
di gunakan media pembelajaran. Tujuan penggunaan media pembelajaran tersebut
adalah untuk memperjelas penyampaian materi pelajaran serta memfokuskan
perhatian siswa terhadap materi pelajaran. Menciptakan suasana belajar yang
variatif dan aktif sangatlah penting, oleh karenanya pemilihan strategi dengan
menggunakan media pembelajaran yang tepat merupakan salah satu kuncinya.
Dalam pembelajaran di kelas, guru IPS kurang menggunakan metode
pembelajaran yang bervariasi dan masih kurang menggunakan metode diskusi di
107
dalam kelas. Ada beberapa metode pembelajaran yang harus divariasikan oleh
guru di kelas, misalnya tanya jawab, kartu berpasangan, mind mapping dan lain
sebagainya. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru sudah baik, namun
masih kurang menggali kemampuan siswa untuk menemukan ide-ide baru dan
berdiskusi.
Pembelajaran IPS yang masih jarang menggunakan kegiatan diskusi,
bukan merupakan masalah utama dalam proses pembelajaran di kelas. Ada
berbagai macam masalah yang sering dialami oleh guru IPS di dalam kelas,
misalnya siswa belum aktif di dalam kelas yang ditandai dengan siswa jarang
mengeluarkan pendapat maupun bertanya, siswa ribut sendiri bersama temannya
saat proses pembelajaran, dan siswa belum aktif dalam kegiatan kelompok.
Metode pembelajaran merupakan suatu cara/jalan yang harus dilalui dalam
mengajar. Metode pembelajaran mempengaruhi belajar, metode mengajar guru
yang kurang baik mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula (Slameto,
2003:65). Metode pembelajaran yang kurang baik dapat terjadi karena guru
kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru
menyajikan dengan tidak jelas/sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata
pelajaran itu sendiri kurang baik, sehingga siswa kurang senang terhadap
pelajaran/gurunya, akibatnya siswa malas untuk belajar.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode yang monoton/tidak
bervariasi akan menyebabkan siswa menjadi bosan, mengantuk, dan pasif
sehingga guru harus mencoba mengajar dengan menggunakan metode yang baru
atau memvariasikan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus
diusahakan seefektif mungkin. Adanya hambatan/kesulitan dalam menggunakan
metode pada umumnya tampak pada siswa dalam mengikuti pelajaran. Jika siswa
terlihat gelisah, bosan dan enggan mengikuti pelajaran mungkin terdapat
kesalahan dalam penggunaan metode. Gejala lain yang dapat diamati adalah pada
saat ulangan, jika sebagian besar siswa dalam ulangannya tidak/kurang
memuaskan maka hal tersebut merupakan indikasi bagi guru untuk menilai
kembali metode mengajar yang digunakan.
108
Dengan begitu setiap guru IPS harus dapat mengembangkan
pengetahuannya, yang sangat berguna dalam pembelajaran bagi peserta didik,
termasuk dalam hal mengembangkan metode pembelajaran yang diterapkan
dalam proses pembelajaran pada peserta didik. Hal ini menjadi lebih penting lagi
mengingat ilmu pengetahuan, perkembangan kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa, serta kebutuhan peserta didik terus mengalami perubahan menuju ke
arah yang lebih maju, terutapa dalam proses pengembangan keterampilan sosial
pada peserta didik. Perubahan-perubahan tersebut juga memiliki dampak negatif,
termasuk bagi peserta didik.
Oleh karena itu, setiap guru IPS dituntut untuk sanggup mengabdi
terhadap perubahan kehidupan secara umum, dan perubahan dalam pembelajaran.
Tanpa adanya keinginan semacam ini, maka pembelajaran IPS di sekolah akan
tetap dilakukan dengan cara konvensional atau tradisional, tidak dilakukan dengan
strategi dan metode pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
109
sejenisnya, pemerintah pusat dan daerah sesungguhnya harus mampu mendorong
terselenggaranya kegiatan MGMP IPS yang aktif dan berdaya guna untuk
menunjang pembelajaran IPS di sekolah. Hal ini menjadi sangat penting,
mengingat tenaga pendidik IPS masih sangat kurang, atau pemerintah belum
mampu mengangkat guru IPS secara keseluruhan sesuai dengan spesialisasi
keilmuannya. Semakin lebih penting lagi karena guru IPS belum memiliki tingkat
kemampuan memahami dan menguasai ilmu-ilmu sosial yang secara mantap, ada
kecenderungan di antara mereka hanya mau menggeluti atau menguasai bidang
keilmuan sosial yang hanya menjadi spesialisasinya dan tidak bersifat terpadu.
Dengan begitu diharapkan terjadi peningkatan perolehan nilai hasil belajar peserta
didik secera signifikan dalam mata pelajaran IPS.
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah dan ruang belajar,
sedangkan sarana pembelajaran seperti buku dan alat/media pembelajaran.
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran
yang baik tetapi jika tidak dikelola maka proses pembelajaran tidak akan berjalan
dengan baik (Dimyati dan Mudjiono, 2002:250). Alat/media pembelajaran erat
hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh
guru pada waktu mengajar dipakai oleh siswa untuk menerima bahan yang
diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan
siswa dalam menerima pelajaran dan menguasainya sehingga belajarnya akan
menjadi lebih giat dan maju (Djamarah dan Azwan Zain, 2002:67).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:250), peran guru dengan sarana dan
prasarana yaitu: (1) memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan
suasana belajar yang menggembirakan; (2) memelihara dan mengatur sasaran
pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan belajar siswa; (3)
mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan sarana dan prasarana yang tepat guna.
Sedangkan peran siswa adalah: (1) ikut serta membantu memelihara sarana dan
prasarana dengan baik; (2) memanfaatkan sarana dengan baik; (3) menghormati
sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan
generasi muda bangsa.
Disamping disebabkan oleh masih kurangnya fasilitas (sarana) belajar IPS,
juga didorong oleh rendahnya pemahaman dan pengelaman guru tentang proses
110
pembelajaran yang bermutu (bermakna) bagi peserta didik, termasuk di dalamnya
cara pembelajaran IPS terpadu yang efektif. Di sekolah yang kekurangan tenaga
pendidik, model pembelajaran IPS terpadu, tidak bisa terselenggara dengan baik
mengingat guru kurang menguasai bahan kajian tentang ilmu-ilmu sosial yang
lain, selain yang menjadi spesialisasinya. Ada beberapa hal yang di keluhkan oleh
guru dalam proses pembelajaran IPS, misalkan fasilitas pendukung pembelajaran
IPS yang tidak sesuai dengan kebutuhan, ketidaksiapan dari guru yang ada di
sekolahnya untuk membelajarkan IPS secara modern melalui media yang canggih.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan terhadap fasilitas pembelajaran
IPS di sekolah yang memadai terkait dari pada tenaga pendidik di setiap sekolah,
fasilitas kebutuhan material sekolah, maupun kualitas tenaga pendidik dari adanya
pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pengajaran tenaga pendidik
khususnya pada pembelajaran IPS.
111
maksimal (Hendra, 2003:29). Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai suatu keberhasilan dalam
pencapaian hasil belajar yang maksimal. Partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran tergantung bagaimana seorang guru dalam membangkitkan dan
merangsang siswa agar melakukan kegiatan belajar.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
1) Intelegensi
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan
untuk menghadapi dan menyesuaikan dalam situasi yang baru dengan
cepat dan efektif, mengetahui menggunakan konsep-konsep yang abstrak
secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat
(Slameto, 2003:56). Tingkat intelegensi antar siswa tentunya berbeda,
siswa yang mempunyai tingkat intelegensi lebih tinggi akan lebih berhasil
dalam belajar daripada siswa yang mempunyai intelegensi yang rendah.
2) Perhatian
Perhatian berupa keaktifan siswa, untuk menjamin hasil belajar yang baik
maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang
dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka
akan menimbulkan kebosanan sehingga siswa tidak suka belajar, agar
siswa dapat belajar dengan baik maka pelajaran harus menarik perhatian
siswa sehingga siswa akan lebih aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan (Slameto, 2003:57). Minat besar
pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan yang dipelajari tidak
sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan baik. Jika
terdapat siswa yang kurang berminat terhadap pelajaran, dapat diusahakan
agar siswa mempunyai minat yang lebih besar dengan menjelaskan hal-hal
yang menarik dan berguna bagi kehidupan sehingga siswa menjadi lebih
tertarik.
112
4) Bakat
Bakat adalah kemampuan siswa untuk belajar (Slameto, 2003:57),
kemampuan ini akan terlihat setelah siswa belajar/berlatih. Bakat
mempengaruhi belajar, jika bahan yang dipelajari siswa sesuai dengan
bakatnya maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia merasa senang
dalam mempelajarinya.
1. Memberikan Perhatian
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses penciptaan kondisi
atau upaya mengorganisasikan lingkungan seseorang sehingga
memungkinkan terciptanya perbuatan atau kondisi dari peserta didik.
Untuk itu, guru harus berusaha menarik perhatian siswa untuk belajar.
Perhatian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan
pembelajaran. Wiliem Stern dalam bukunya: Al gemeine Psicologie, ahli
ilmu jiwa ini memberikan definisi mengenai perhatian yang intinya dapat
dirumuskan sebagai berikut: Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis
atau aktivitas jiwa yang tertuju kepada suatu obyek dan mengesampingkan
obyek yang lain.
Oleh karena itu guru harus tanggap terhadap tingkah laku anak,
maka yang perlu diperhatikan guru adalah pengajaran itu harus menarik
perhatian anak. Perhatian terhadap pembelajaran IPS akan timbul pada
siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan
pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk
belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan
113
membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Untuk
itu, harus diusahakan agar pembelajaran itu:
a) Didasarkan pada hal-hal yang sudah dikenal anak dan berisi sesuatu
yang baru baginya.
b) Bervariasi dalam menyampaikan (penjelasan) materi pelajaran,
misalnya:
Dengan variasi suara
Suara bisa dikeraskan, dilemahkan bahkan dapat diam sebentar
(kesenyapan) guna menarik perhatian.
Dengan variasi tulisan
Hal-hal yang penting dapat ditulis yang lebih mencolok, lain
daripada yang lain.
Dengan menggunakan gambar (peta)
Gambar (peta) diperlukan untuk menunjukkan letak atau tempat
suatu daerah.
Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyampaikan bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Dengan adanya berbagai macam media
pembelajaran yang kesemuanya dapat dipakai dalam proses
pembelajaran maka saat guru akan menggunakannya harus
memilih media mana yang paling tepat digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Beberapa kriteria yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih media, antara
lain :
Tiap jenis media tentu mempunyai karakteristik.
Pemilihan media harus dilakukan secara obyektif.
Pemilihan media hendaknya mempertimbangkan juga:
a) Kesesuaian tujuan pembelajaran,
b) Kesesuaian materi,
c) Kesesuaian kemampuan anak,
d) Kesesuaian kemampuan guru (untuk menggunakan),
114
e) Ketersediaan bahan, dana,
f) Mutu media.
Dengan memperhatikan kriteria pemilihan media tersebut maka
guru akan terhindar dari kecerobohan dalam pemilihan media.
Pemilihan media yang cermat dan tepat akan menunjang
keefektifan proses pembelajaran. Dari uraian tentang kriteria dan
penggunaan media tersebut yang perlu kita perhatikan bahwa
penggunaan media tidak akan menggantikan guru. Peran guru
dalam proses pembelajaran tetap me- megang peran yang penting,
yaitu mengelola kegiatan pembelajaran.
2. Pemberian Motivasi
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya penggerak
yang telah menjadi aktif. Pendapat lain juga mengatakan bahwa motivasi
adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. Sartain mengatakan bahwa
motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu
organisme yang meng- arahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal)
atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/ menentukan
tingkah laku organisme itu.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi atau status
internal yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam
rangka mencapai suatu tujuan. Motivasi berfungsi sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi. Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu
memberikan suatu nilai atau itensitas tersendiri dari seorang siswa dalam
meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajarnya. Munculnya
motivasi dalam diri siswa (internal) dalam belajar, karena siswa ingin
menguasai kemampuan yang terkandung di dalam tujuan pembelajaran
yang bermanfaat untuk dirinya. Dengan menginformasikan garis besar
materi, akan memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan
dipelajari dalam suatu pembelajaran. Jadi kegiatan memotivasi (teknik
memotivasi) dapat berupa:
a) Menginformasikan tujuan pembelajaran;
115
b) Menginformasikan manfaat pembelajaran;
c) Menginformasikan garis besar materi pembelajaran;
d) Menyimpulkan materi pelajaran.
Menyimpulkan materi pelajaran merupakan salah satu kegiatan guru
diakhir pembelajaran. Langkah ini dalam prosesnya sebagai teknik
untuk penguatan terhadap hasil belajar secara menyeluruh.
Menyimpulkan materi pelajaran dapat dirumuskan oleh siswa dibawah
bimbingan guru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpulkan
materi pelajaran di antaranya adalah: Berorientasi pada indikator
pembelajaran, Singkat, jelas serta dengan bahasa (tulis/lisan) yang
mudah dipahami siswa., Kesimpulan materi tidak keluar dari topik
yang telah dibahas, Dapat menggunakan waktu sesingkat mungkin.
Motivasi diperlukan dalam menentukan intensitas usaha belajar bagi para
siswa. Menurut Djamarah ada tiga fungsi motivasi, yaitu:
1) Motivasi sebagai pendorong perbuatan.
Motivasi berfungsi sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa
yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.
2) Motivasi sebagai penggerak perbuatan.
Dorongan psikologis melahirkan sikap terhadap anak didik itu
merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian
terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik.
3) Motivasi sebagai pengarah perbuatan.
Anak didik yangmempunyai motivasi dapat menyeleksi mana
perbuatan yang harus dilakukan dan perbuatan yang perlu diabaikan.
Menurut Sardiman siswa yang memiliki motivasi tinggi memiliki beberapa
ciri-ciri, antara lain sebagai berikut:
a) Tekun menghadapi tugas
b) Ulet menghadapi kesulitan /tidak cepat putus asa.
c) Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik
mungkin.
d) Lebih senang kerja mandiri.
e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
116
f) Dapat memperthanankan pendapatnya.
g) Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya.
Untuk itu, siswa yang secara terus-menerus mendapatkan motivasi akan
semakin tinggi pula minat dan prestasinya.
117
mereka akan bekerja lebih baik sehingga proses belajar mengajar dapat
terjadi dengan lebih baik pula. Belajar aktif tidak dapat terjadi tanpa
adanya partisipasi siswa, terdapat berbagai cara untuk membuat proses
pembelajaran yang mengakibatkan keaktifan siswa dan mengasah ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
Proses pembelajaran dalam memperoleh informasi, keterampilan
dan sikap akan terjadi melalui proses pencarian dari diri siswa, dengan
cara bermain dan belajar kelompok. Para siswa sebaiknya dikondisikan
berada dalam suatu bentuk pencarian dari pada suatu bentuk reaktif, yakni
mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru
maupun yang ditentukan oleh siswa sendiri, semua ini dapat terjadi ketika
siswa diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan kegiatan yang
dilaksanakan sangat mendorong mereka untuk berfikir, bekerja, dan
merasa. Strategi Critical Incident diharapkan mampu menjadikan proses
belajar lebih bermakna dengan usaha mengkonstruksi kembali
pengalaman-pengalaman yang ada pada benak siswa dikaitkan dengan
kontek materi yang diterima pada saat proses pembelajaran, dengan ini
memori ingatan siswa dituntut aktif mendeskripsikan sejumlah
pengalaman-pengalaman penting guna memecahkan masalah yang
dihadap Adapun langkah-langkah pembelajarannya, antara lain:
1) Guru menyampaikan topik apa yang akan dipelajari saat ini.
2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat-ingat kembali
pengalaman mereka yang tidak terlupakan berkaitan dengan materi
yang sedang dipelajari.
3) Siswa diminta untuk menceritakan pengamalan yang tidak dapat
terlupakan/paling berkesan yang pernah dialaminya. Sedangkan siswa
yang lain dengan seksama mendengarkan.
4) Selesai siswa menceritakan pengalamannya, guru memberikan
apresisasi terhadap siswa tersebut. Selanjutnya meminta kepada siswa
yang lain untuk memberikan kesimpulan nilai positif apa yang
terkandung pada cerita temannya.
118
5) Sesudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan
pengalamannya masing-masing, maka guru harus dapat menyimpulkan
nilai- nilai positif yang terkandung di dalam pengamalan siswa.
6) Selanjutnya guru menghubungkan pengalaman mereka tersebut
terhadap materi yang sedang dipelajari. Dengan meminta siswa untuk
menceritakan pengalaman yang sangat berkesan bagi mereka
merupakan suatu penghargaan ataupun perhatian kepada siswa
dikarenakan diberikan kesempatan menceritakan hal yang terjadi pada
diri mereka. Dan siswa pun juga termotivasi untuk belajar dikarenakan
mereka diikutsertakan dalam pembelajaran.
Kelebihan strategi Critical Incident (Pengalaman Penting) sesuai apa yang
diungkapkan oleh Suwardi, bahwa untuk mengaktifkan siswa sejak
dimulainya pembelajaran. Selain itu, strategi ini baik digunakan untuk
tujuan Pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk lebih
berempati, strategi ini juga lebih baik digunakan untuk kelas dengan
jumlah sedikit dan tidak terlalu banyak agar siswa tidak malu untuk
mengungkapkan pengalamannya. Dengan adaya strategi ini, siswa akan
merasa lebih diperhatikan dan meningkat motivasi belajarnya sehingga
pada akhirnya akan menyelesaikan permasahalan yang ada dalam
pembelajaran IPS yang selama ini menjadi momok bagi guru dan siswa.
119
BAB 14
120
Pokok Bahasan :
Tujuan :
121
masalah, dan mengembangkan potensi diri dalam konteks lingkungan. Oleh
karena itu, Shepherd (2010:43) menyebut keterampilan sosial sebagai kemampuan
atau modal penting bagi anak untuk mencapai kesiapan emosi dan perilaku di
sekolah. Untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial yang diterapkan,
diperlukan pencapaian pada indikator penilaian. Indikator ialah penanda yang
dapat digunakan untuk memberikan suatu penilaian. Indikator dapat berupa ciri-
ciri atau ringkasan. Indikator inilah yang akan digunakan sebagai persentase
tingkat perubahan dan pengembangan pada keterampilan sosial peserta didik.
Menurut Goleman (1999) untuk dapat meraih puncak prestasi,
keterampilan sosial atau social skills memiliki makna inti. Makna intinya adalah
adanya kemampuan atau kepintaran individu berupa seni untuk menangani emosi
orang lain dan menggugah respon orang lain, sehingaga terjadi hubungan sosial
yang lancar. Hubungan sosial yang lancer terjadi dapat ditinjau dari dimensi-
dimensi dari keterampilan sosial yang menjadi indikatornya yaitu :
122
c) mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia
berbagi informasi secara utuh
d) menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima kabar
buruk sebagai mana kabar baik
3. Dimensi Manajemen Konflik, yaitu dimensi yang menggambarkan suatu
kemampuan individu dalam mengelola konflik dengan cara merundingkan dan
mengidentifikasi potensi konflik untuk diselesaikan secara terbuka dengan
prinsip solusi ‘win-win’. Pertikaian yang berakibat adanya konflik sangat
menyusahkan jika tidak segera ditangani. Seseorang yang bisa menyelesaikan
masalah dengan baik tanpa banyak yang dirugikan maka orang tersebut berarti
mempunyaimaejemena konflik yan bagus. Dalam hal ini Goleman (1999: 289)
menuturkan bahwa orang yang bisa memanajemen konflik mempunyai
kecakapan-kecakapan diantaranya yaitu:
a) menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diplomasi dan
taktik,
b) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik,
menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka dan membantu
mendinginkan situasi,
c) menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka,
d) mengantar ke solusi menang-menang
4. Dimensi Kepemimpinan, yaitu suatu dimensi yang menunjukkan kemampuan
individu dalam memimpin dengan cara mengilhami, memotivasi dan
membimbing individu ke arah tujuan yang benar. Satu cara yang ditempuh
oleh pemimpin adalah untuk membangun kredibilitas adalah dengan
menangkap perasaan-perasaan secara kolektif yang tidak diucapkan itu lalu
mengungkapkannya kepada mereka, atau bertindak sedemikian yang tanpa
kata-kata pun menunjukan bahwa mereka dimengerti. Jika pemimpinya dapat
mengarahkan kebaikan dan kesuksesan maka orang-orang yang dibawahnya
juga ikut terkenal sukses. Sebaliknya jika pemimpinnya membuat kegaduahan,
berbuat yang tidak baik, dan arahannya tidak bisa menguntungkan maka
orang-orang yang dibawahnya juga juga terkenal jelek bahkan. Ciri-ciri orang
yang mempunyai kecakapan dalam seni memimpin diantaranya yaitu:
123
a) mengartikulasikan dan mengembangkan semangat untuk meraih visi
serta misi Bersama
b) melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan tidak peduli
sedang dimana
c) memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggungjawab
kepada mereka
d) memimpin lewat teladan.
5. Dimensi Katalisator Perubahan, yaitu suatu dimensi yang menggambarkan
kemampuan individu berperan sebagai katalisator perubahan dengan cara
menginisiasi dan mengelola perubahan untuk menyadarkan orang lain akan
perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan. Mengawali suatu
perubahan tidaklah mudah untuk bisa bergerak dan sukses dalam mencapai
tujuan. Perubahan diperlukan ide yang cemerlang, keuletan, dan bekerja cepat.
Dengan tiga faktor tersebut organisasi atau perusahaan bisa dengan mudah
mengelola suatu perubahan. adapun orang-orang yang mempunyai kecakapan
dalam katalisator perubahan yaitu mempunyai ciri-ciri diantaranya:
a) menyadari perubahan dan dihilangkannya hambatan
b) menantang status quo untuk menyatakan perlunya perubahan
c) menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam
perjuangan itu
d) membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain.
Kelima dimensi yang menjadi indikator keterampilan sosial tersebut di atas saling
terkait dan merupakan satu kesatuan yang dapat memberikan gambaran
kemampuan individu dalam mengekspresikan perasaannya baik verbal maupun
non verbal sehingga mampu ditanggapi olehorang lain ketika interaksi sosial
terjadi. Berikut adalah contoh indicator skala keterampilan social :
124
Tabel Indicator Skala Keterampilan Social
No Aspek Indikator
1 Kemampuan Empati a) Menghargai perbedaan fisik antar teman,
b) Menghargai perbedaan non fisik antar teman,
c) Menghargai kekurangan teman,
d) Menghargai kelebihan teman,
e) Menerima perbedaan teman yang tidak
berkebutuhan khusus,
f) Menerima perbedaan teman berkebutuhan
khusus,
g) Bersikap toleran,
h) Melindungi teman berkebutuhan khusus,
i) Menyesal apabila berbuat salah,
j) Memperhatikan teman,
k) Memberi dukungan pada teman berkebutuhan
khusus,
l) Memberi kesempatan pada teman
berkebutuhan khusus,
m) Memberi tanggapan yang baik,
n) Tidak mengganggu teman.
125
i) Sopan dalam berbicara dan atau berperilaku
j) Tidak memilih-milih teman
k) Memulai menyapa
l) Mudah akrab dan memperhatikan guru dan
teman
m) Diterima oleh lingkungan (teman, sekolah)
126
Sedangkan Menurut John Jarolimek peserta didik harus memiliki keterampilan
social yang mendasar seperti:
127
mendefinisikan ”keterampilan” dapat diuraikan dengan kata seperti
otomatik, cepat, dan akurat. Setiap pelakasanaan sesuatu yang terlatih,
dan merupakan suatu rangkaian koordinasi yang melibatkan perbedaan
isyarat dan koreksi kesalahan yang berkesinambungan.
Keterampilan yang dipelajari dengan baik akan berkembang
menjadi kebiasaan. Kata sosial berasal dari bahasa Latin societas yang
artinya masyarakat. Kata societas berasal dari socius, yang artinya
teman dan hubungan antar manusia dengan yang lainnya dalam bentuk
yang berlaianan seperti keluarga, sekolah, dan organisasi (Ahmadi, 2009:
233).
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa keterampilan sosial
merupakan suatu kemampuan yang membutuhkan pengetahuan dan
latihan untuk dapat melakukan kegiatan bermasyarakat dengan baik.
Peningkatan perilaku social yang pesat terjadi ketika anak berada pada
masa kanak-kanak awal atau pra sekolah yang dikarenakan
bertambahnya pengalaman sosial anak. Oleh karenanya, sedini mungkin
anak harus dilatih dan diberi pembiasaan dan stimulasi yang tepat dan
sesuai dengan segala aspek perkembangannya sehingga ia tumbuh
menjadi individu yang memiliki kematangan dalam berfikir dan bertindak.
Peningkatan perilaku sosial anak bergantung pada tiga hal.
Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima secara sosial;
kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan ketiga,
kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan
pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.
Chaplin (dalam Siska, 2011: 32) mengutarakan pendapatnya terhadap
keterampilan sosial, yang merupakan suatu bentuk perilaku, perbuatan
maupu sikap yang ditunjukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan
orang lain yang disertai dengan ketepatan dan kecepatan yang
menimbulkan rasa nyaman bagi orang disekitarnya.
Kompetensi sosial dan tanggung jawab sosial harus dimiliki oleh
anak yang di dalamnya meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sosial. Sikap social meliputi kemampuan anak untuk dapat
128
merasakan apa yang dirasakan orang lain mengenai perasaa gembira,
sedih, disukai, dibenci, marah dan cara penggunaannya merupakan bagian
dari sikap sosial. Demikian pula sikap suka menolong, memperhatikan
orang lain saat berbicara, memberi komentar yang baik dan
menyenangkan, memperhatikan nasihat orang tua merupakan bagian
dari sikap sosial.
Beaty (dalam Siska, 2011: 33) menambahkan bahwa keterampilan
sosial sebagai prosocial behavior meliputi perilaku yang berupa: (a)
empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan
memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena
suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang
mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan yang
dialami orang lain; (b) kemurahan hati atau kedermawanan di dalamnya
anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya pada seseorang;
(c) kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil giliran atau
bergantian dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan
pertengkaran; dan (d) memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak
membantu seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu
seseorang yang membutuhkan.
Khusus pada keterampilan sosial di sekolah, Walker dan
Mc.Connell (Merrell, 2001:14) menyebutkan tiga kategori perilaku yang
menjadi indikator keterampilan sosial yang mendukung kegiatan
pembelajaran pada anak usia sekolah dini. Pertama yaitu: Teacher-
Preferred Social Behavior meliputi perilaku sosial dasar pendukung
interaksi sosial, meliputi perilaku kontak dan komunikasi, simpati dan
empati, kompromi dan kerjasama; serta perilaku mengatasi masalah,
berupa merespon gangguan dan masalah, dan mengatasi dorongan perilaku
agresi. Kedua adalah Peer-Preferred Social Behavior, yakni interaksi
berteman di luar pembelajaran meliputi penerimaan teman, perilaku
interaksi berteman, adaptasi, perilaku membantu, inisiatif, dan bakat
positif yang ditunjukkan. Ketiga adalah School Adjustment Behavior atau
perilaku yang menunjukkan penyesuaian diri terhadap aktivitas
129
pembelajaran, meliputi kemampuan manajemen waktu, mengikuti arahan
pembelajaran, kemampuan berkarya, dan respon terhadap pembelajaran.
130
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara
pencatatan penilaian menggunakan simbol bintang yang
mengacu pada peraturan pemerintah/kemendiknas yang
diterbitkan tahun 2010. Cara pencatatan berdasarkan Pedoman
Penilaian TK (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010) adalah
sebagai berikut:
1) Anak yang belum berkembang (BB) sesuai indikator maka
pada kolom penilaian anak ditulis nama anak dan diberi tanda
satu bintang.
2) Anak yang mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikaor
yang di harapkan dalam RKH mendapat tanda dua bintang.
3) Anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) pada
indicator dalam RKH mendapat tanda tiga bintang.
4) Anak yang sudah berkembang sangant baik (BSB) melebihi
indikator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan
tanda empat bintang.
131
teman-teman sebayanya dimana anak-anak akan saling
mempengaruhi satu sama lain. Interaksi teman sebaya merupakan
awal muka hubungan persahabatan dan hubungan dengan peer.
Persahabatan umumnya terjadi atas dasar interest dan aktivitas
bersama.
Hubungan persahabatan dan peer bersifat timbal balik dan
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1) Saling pengertian;
2) Saling membantu;
3) Saling percaya;
4) Saling menghargai dan menerima.
Lebih lanjut La Gaipa (dalam Monk, 2006: 187) menyebutkan sifat
inti dari persahabatan yang muncul pada masa kanak-kanak,
yakni:
1) loyalitas (jujur dan setia);
2) rasa simpati (tidak ada rasa distansi);
3) tulus (tidak ada rasa segan, malu ataupun kompetensi)
Peningkatan keterampilan sosial anak juga terlihat dari bagaimana
anak melakukan interaksi dengan teman sebaya dan
lingkunganya. Interaksi sosial berkaitan dengna bagaimana anak
melakukan komunikasi baik secara verbal dan nonverbal. Foster
dan Ritchey (Kelly, 1982: 218) menunjukkan beberapa peneliti
telah mendefinisikan kompetensi sosial dalam sistem sosial
mengukur popularitas, sementara yang lain telah menggunakan
kriteria seperti tingkat atau kualitas keseluruhan interaksi sosial
yang diamati dengan teman sebaya. Kelly (1982: 138) mencatat
komponen keterampilan berbicara meliputi: eye contact (kontak
mata), affect (mempengaruhi), speech duration (seberapa lama
pembicaan), conversational questions (pertanyaan dalam
percakapan); self-disclosing statement (mengungkapkan
pernyataan); and reinforcing (penguatan) or
complimentary coment (komentar berisikan pijuan). Interaksi
132
sosial yang dilakukan oleh anak juga mampu
meningkatkan keterampilan soisalnya. Interaksi aktif anak terlihat
ketika ia bermain dengan temannya ataupun ketika mereka
mengerjakan tugas bersama, terutama permainan yang
membutuhkan kerjasama di dalamnya. Kelly (1982: 219-220)
mengemukakan:
133
atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik. Selama awal
masa kanak-kanak harus ditekankan aspek pendidikan dari
disiplin dan hukuman hanya diberikan jika anak-anak mengerti
apa yang diharapkan dan sengaja melanggar harapan-harapan
tersebut. Untuk mengomptimalkan perkembanganya,
pembelajaran yang dilakukan di sekolah berpedoman pada
kurikulum.
Kurikulum di kembangkan berdasarkan tahapan
perkembangan anak pada usianya. Dalam kurikulum TK
(Kemendiknas, 2010: 46-47), tingkat pencapaian perkembangan
dan indikator perkembangan sosial, emosional, dan kemandirian
anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut.
135
mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima,
memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku.
Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut
maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini
berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek
psikososial dengan maksimal. Remaja dengan keterampilan sosialnya akan
mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan
interpersonal, tanpa harus melukai orang lain. Keterampilan-keterampilan sosial
tersebut dapat dikembangkan melalui penerapan pendidikan keterampilan sosial di
sekolah.
Pengembangan keterampilan sosial siswa sangat tergantung pada seorang
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, karena keterampilan sosial siswa
tidak hanya dikembangkan melalui materi yang berhubungan current issue dan
problem solving saja. Akan tetapi dapat dikembangkan melalui kurikulum,
metode dan strategi pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar dan
evaluasi. Pembelajaran yang diterapkan untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa diharapkan dapat memberikan kesan yang menyenangkan dan mudah
dipahami siswa. Salah satu cara untuk memberi kesan yang menyenangkan
kepada siswa yaitu melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung
pada objek yang dipelajari. Siswa diusahakan agar terlibat langsung secara nyata
yang bersifat aktif dan sosial melalui metode pembelajaran yang menyenangkan
(Sugihartono, dkk, 2007: 109). Pembelajaran yang menyenangkan dapat
memotivasi siswa untuk terus belajar. Pembelajaran di sekolah diupayakan
melibatkan siswa secara aktif berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan agar
mempermudah menyampaikan materi pelajaran. Hal ini penting dilakukan agar
siswa lebih mudah membangun pengetahuan belajarnya ketika siswa terlibat
langsung.
Keterampilan sosial (social skill) ini dapat diasah melalui model
pembelajaran yang menuntut kerjasama, latihan bekerja dalam team, komunikasi
antar pribadi dan komunikasi dalam kelompok baik secara tertulis maupun tidak
tertulis. Upaya mengembangkan keterampilan sosial ini tentu tidak mudah.
Menentukan materi pelajaran dan meramu Rencana Program Pengajaran yang
136
dapat mengembangkan keterampilan sosial dan mengimplementasikannya
menuntut sistem evaluasi yang komprehensif, dan ditunjang dengan guru yang
benar-benar terlibat total.
137
perkembangan psikososial mereka. Perkembangan kehidupan social
remaja juga ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya.
Menurut Santrock (2007) hubungan dengan teman sebaya memiliki
pengaruh dan proporsi yang besar dalam kehidupan remaja, waktu yang
digunakan untuk berinteraksi dengan teman sebaya pun cenderung
meningkat. Lingkungan teman sebaya menjadi lingkungan pertama
bagi remaja untuk belajar hidup bersama orang lain yang bukan
anggota keluarganya karena teman sebaya memiliki ciri, norma,
kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan
keluarga.
Bagi remaja, hubungan dengan teman sebaya selain menjadi sarana
untuk belajar, hubungan dengan teman sebaya juga berfungsi sebagai
sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Semakin kuat dan
besarnya pengaruh yang diberikan oleh teman sebaya menegaskan bahwa
hubungan teman sebaya berperan penting dalam kehidupan sosial remaja.
Pada perkembangan lebih lanjut, hubungan teman sebaya dicirikan
dengan adanya penerimaan sosial dari anggota kelompok yang dapat
dilihat dalam hal bagaimana teman sebaya terhubung dengan anak anak
lain dalam kelompok, popularitasnya, reputasinya dalam kelompok dan
bagaimana mereka dipandang oleh teman-teman sebayanya (Brownell &
Gifford-Smith, 2003).
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
teman sebaya atau kelompok. Hal tersebut didukung oleh pendapat
Sullivan (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan bahwa semua orang
memiliki kebutuhan sosial yang bersifat mendasar termasuk kebutuhan
untuk memperoleh penerimaan sosial. Akibat langsung dari penerimaan
teman sebaya, remaja akan merasa senang apabila diterima dan akan
merasa sangat tertekan apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-
teman sebayanya.
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tersebut akan
mempengaruhi kesejahteraan emosional remaja. Penerimaan teman sebaya
memiliki arti penting bagi remaja karena hal tersebut berpengaruh
138
terhadap pikiran, sikap, perasaan perbuatan dan penyesuaian diri
remaja. Selain itu penerimaan teman sebaya juga berpengaruh
terhadap perkembangan sosiopsikologis bagi remaja.Oleh karena itu,
keterampilan sosial merupakan aspek penting yang diperlukan
untuk mencapai keberhasilan dalam menjalin hubungan dengan teman
sebaya.
Keterampilan sosial juga diperlukan remaja agar mendapatkan
penerimaan teman sebaya. Keterampilan sosial tersebut meliputi
kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain,
menghargai diri sendiri, memberi atau menerima, dan sebagainya.
Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan
menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dan dapat dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (antisosial) atau
bahkan lebih ekstrim (Fatimah, 2006). Pendapat tersebut sejalan dengan
John Coie (dalam Santrock, 2007) yang menemukan bahwa salah
satu alasan anak ditolak oleh teman sebayanya karena kurangnya
keterampilan sosial yang diperlukan untuk berteman dan
mempertahankan relasi yang positif dengan mereka. Sebaliknya,
anak-anak yang populer memiliki sejumlah keterampilan sosial yang
membuat mereka di sukai teman-temannya. Remaja yang memiliki
keterampilan sosial lebih mampu mengungkapkan perasaan baik itu
positif ataupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa perlu
melukai orang lain atau kehilangan pengakuan sosial sehingga terjalin
hubungan yang positif dengan teman sebaya dan remaja dapat dengan
mudah diterima oleh kelompok.
139
Keterampilan sosial yang di terapkan di jenjang pendidikan SMA
didapatkan dari pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS berperan sebagai wahana
pengembangan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pemahamannya
terhadap fenomena kehidupan sehari-hari. Sebagai wahana pengembangan
kemampuan siswa, materi pelajaran mencakup konsep-konsep dasar, pendekatan,
metode, dan teknik analisis dalam pengkajian berbagai fenomena dan
permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata hidup bermasyarakat. Materi
tersebut sekaligus menjadi pengantar bagi siswa-siswa yang berminat mendalami
IPS lebih lanjut. Malik Fajar (1988 : 67) menyebutkan, bahwa kegiatan
pendidikan adalah kegiatan pembelajaran. Betapa pun baiknya konstruksi filsafat
pendidikan, tetapi jika tidak ditindaklanjuti dengan kegiatan pembelajaran yang
baik, pendidikan dapat dikatakan telah mengalami kegagalan semenjak proses
yang paling awal.
Sehingga kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran, termasuk IPS,
sangat penting peranannya. Aspek-aspek pembelajaran IPS mencakup aspek-
aspek kognisi, afeksi, dan keterampilan. Menurut Bloom (dalam Mulyono, 1985 :
15), aspek keterampilan yang harus diajarkan melalui pembelajaran IPS adalah
"keterampilan berfikir, keterampilan akademis, keterampilan sosial, dan
keterampilan meneliti". Berkaitan dengan keterampilan sosial, maka tujuan
pengembangan keterampilan sosial dalam mata pelajaran IPS adalah agar siswa
mampu berinteraksi dengan teman-temannya sehingga mampu menyelesaikan
tugas bersama, dan hasil yang dicapai akan dirasakan kebaikannya oleh semua
anggota masing-masing. Hal ini selaras dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang sangat dipengaruhi oleh masyarakatnya, baik kepribadian
individualnya, termasuk daya rasionalnya, reaksi emosionalnya, (Sumaatmadja,
1986 : 29). Dengan demikian, pengembangan nilai-nilai dan keterampilan social
harus menjadi salah satu tujuan pendidikan di tingkat dasar maupun menengah
umum, khususnya, SMP, SMK dan SMA (Sekolah Menengah Atas) maupun di
tingkat Perguruan Tinggi.
Pembelajaran IPS berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
berperilaku, dan berinteraksi dalam keragaman realitas sosial dan budaya
berdasarkan etika. Berbagai ahli seperti Raven (1977 : 156), Bell (1966 : 112),
140
McConnell (1952 :4), dan Conant (1950 : 74) telah menyebutkan, bahwa salah
satu tujuan pendidikan dasar dan menengah umum adalah untuk mengembangkan
nilai-nilai dan keterampilan sosial.
Nilai-nilai sosial sangat penting bagi peserta didik, karena berfungsi
sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesamanya, sehingga dapat diterima di
masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain, seperti kasih sayang, tanggung jawab, dan
keserasian hidup. Adapun keterampilan sosial mempunyai fungsi sebagai sarana
untuk memperoleh hubungan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain,
contoh: melakukan penyelamatan lingkungan, membantu orang lain, kerja sama,
mengambil keputusan, berkomunikasi, wirausaha, dan partisipasi.
Pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial tersebut merupakan hal
yang harus dicapai oleh pendidikan menengah umum. Hal itu karena anak didik
merupakan makhluk sosial yang akan hidup di masyarakat. Jadi, pengembangan
nilai-nilai dan keterampilan sosial amat penting dalam pendidikan dasar,
menengah dan perguruan tinggi. Namun, secara praksis, hal tersebut cenderung
diabaikan, sebagaimana beberapa penelitian membuktikannya, bahwa :
1. Terdapat kecenderungan mengabaikan pembinaan nilai-nilai sosial dalam
pendidikan, sehingga mengakibatkan eraosi nilai-nilai dan keterampilan
sosial;
2. Mata pelajaran IPS berkontribusi terhadap tanggung jawab sosial siswa
(rasa memiliki, disiplin, tolong menolong, dan toleransi);
3. Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepribadian social anak didik. Kepribadian sosial tidak cukup hanya
diberikan dengan metode ceramah dan diskusi di kelas, melainkan dengan
terjun langsung di masyarakat mengklarifikasi serta menghadapi kenyataan
sosial, dapat membentuk kepribadian yang matang;
4. Model pembelajaran IPS kurang berorientasi kepada pengembangan nilai-
nilai dan keterampilan sosial.
141
BAB XV
Pelaksanaan pendidikan kepada siswa adalah salah satu cara dalam rangka
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan dasar bagi
pembentukan kepribadian yang utuh. Oleh karena itu dalam pemberian
pendidikan ini terdapat aspek-aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan
dalam diri siswa, diantaranya aspek kognitif, bahasa, nilai agama, moral dan
sosial. Pendidikan yang diberikan harus menyentuh pada aspek sosial mencakup
tenggang rasa, kepedulian, saling menghargai, saling menghormati, mampu
bekerjasama, empati dan sebagainya.
i
untuk pemenuhan selanjutnya. Tugas perkembangan tersebut berkaitan dengan
sikap, perilaku, atau keterampilan yang senantiasa dimiliki oleh individu.
Dampak lain dari rendahnya keterampilan sosial yang dimiliki oleh siswa
adalah siswa mengalami berbagai kesulitan perilaku. Siswa di sekolah mengalami
kurangnya perhatian, penolakan teman sebaya, kesulitan dalam mengontrol emosi,
ii
kesulitan dalam berteman, sulit berkonsentrasi yang berakibat terganggu aktivitas
belajar siswa, sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa.
Fenomena yang ada selama ini keterampilan sosial yang dimiliki oleh
masyarakat pada umumnya masih rendah. Hal ini diperkuat dari data yang
diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam jangka waktu
tahun 2011 sampai 2017 KPAI telah menerima 26 ribu kasus anak yang
berhadapan dengan hukum. Salah satu contohnya adalah kasus bullying yang
terjadi di Thamrin City seperti yang dilansir oleh detiknews 4 Oktober 2017.
Selain hal itu masih banyak deretan masalah social yang terjadi, seperti
perkelahian pelajar, narkoba dan minuman keras, kecurangan dalam ujian, korupsi,
pornografi, dan berbagai tindakan tidak baik lainnya. Berbagai permasalahan
iii
sosial tersebut terjadi sebagai bentuk lemahnya keterampilan social dalam lingkup
individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara.
iv
mengambil/ meniru tema yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI tanpa ada upaya dari guru untuk
mengkreasikan. Dalam proses ini guru perlu mengkreasikan tema supaya
bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan peserta didik. Hal lain
yang masih perlu disempurnakan juga adalah proses mengecek SKL,KI, dan
KD. Sementara dalam proses ini guru harus menganalisis SKL,KI, dan KD,
tidak hanya sekedar mengecek apa yang sudah ada, sehingga guru bisa
sepenuhnya mengetahui apa saja yang harus dilakukan dalam pembelajaran
supaya bisa memenuhi standar kompetensi kelulusan secara maksimal.
v
hari itu, dan menyimpulkannya. Akan tetapi guru tidak memberikan tindak
lanjut kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
vi
Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran
tematik yang dilaksanakan di kelas V MI Muhammadiyah Selo Kulon Progo
menunjukkan bahwa dalam setiap proses pembelajaran tematik guru selalu
membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Selain itu juga
menunjukkan bahwa keterampilan bekerja sama diantara peserta didik
sangat baik. Hal ini terlihat ketika proses pembelajaran tematik berlangsung
dan guru meminta peserta didik untuk melaksanakan diskusi kelompok
semua peserta didik langsung berkumpul menurut kelompoknya masing-
masing. Dalam setiap kelompok tersebut terlihat setiap peserta didik
mempunyai peran masingmasing dalam kelompoknya.
vii
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengontrol diri peserta didik
dalam pembelajaran tematik di kelas V MI Muhammadiyah Selo
Kulon Progo meliputi mematuhi peraturan yang dibuat guru, tanggung
jawab, dan tepat waktu dalam menyelesaikan tugas. Dalam aspek
kepatuhan terhadap aturan dan kedisiplinan waktu dalam
menyelesaikan tugas, masih ada beberapa peserta didik yang perlu
bimbingan, karena ada empat dari delapanpeserta didik sering
kehabisan waktu dalam menyelesaikan tugas. Oleh karena itu guru
perlu lebih memaksimalkan usahanya untuk melatih kedisplinan dan
kepatuhan peserta didik dalam proses pembelajaran.
viii
Dapat disimpulkan bahwa adanya keterkaitan antara keterampilan
sosial peserta didik dengan keterampilan guru dalam mengajar. Ketika
perencanakan pembelajaran belum sepenuhnya dirancang sendiri oleh
guru, tujuan yang dirumuskan dalam pemilihan model pembelajaran
yang ditentukan belum semuanya mengarah pada pengembangan
keterampilan sosial peserta didik. Ketika pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan guru mengarah pada student center hal itu dapat
mengembangkan keterampilan social peserta didik dengan
menggunakan strategi pembelajaran cooperatif learning. Penilaian
hasil pembelajaran peserta didik yang belum didokumentasikan secara
keseluruhan mengakibatkan guru tidak bisa mengetahui perkembangan
keterampilan sosial peserta didik secara terperinci dan jelas.
a. Faktor Pendukung
Keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh beberapa
faktor. Faktor yang menjadi penentu keberhasilan suatu proses
pembelajaran diantaranya adalah guru, peserta didik, dan lingkungan.
Dari faktorfaktor tersebut sangat mempengaruhi hasil yang dicapai dari
sebuah proses pembelajaran yang dilaksanakan.
ix
guru kelas V MI Muhammadiyah Selo Kulon Progo merupakan
lulusan S-1 PGMI di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ijazah yang dimiliki oleh guru kelas V sudah
linier dengan tugasnya sebagai guru kelas, sehingga mampu
menjalankan tugasnya dengan maksimal. Sebagian besar guru-guru di
MI berijazah PAI sementara mereka harus melaksanakan tugas sebagai
guru kelas. Hal itu menyebabkan mereka kurang menguasai dengan
apa yang mereka ajarkan.
b. Faktor Penghambat
Selain faktor-faktor pendukung yang telah diuraikan di atas, tentunya
ada juga faktor-faktor yang menghambat atau menghalangi
pengembangan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran
tematik. Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam
pengembangan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran tematik
di kelas V MI Muhammadiyah Selo Kulon Progo akan diuraikan
dibawah ini.
x
membutuhkan proyektor untuk memutarkan video pembelajaran bagi
anak-anak harus bergantian dengan guru yang lain karena madrasah
hanya memiliki satu LCD. Selain itu juga distribusi sumber belajar
yang agak lamban, dan adanya revisi Buku Guru dan Buku Siswa
setiap tahun”.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Khuirunnisa, T,R, dkk. Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Dengan Orang Tua
Yang Otoriter. Universitas Pendidikan Indonesia.
Nur, A. 2018. Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Pada Mata Pelajaran IPS
Dengan Menggunakan Metode Tipe Make A Match Pada Siswa Kelas 4
MI Ma’Arif 1 Punggur Lampung Tengah Tahun 2017/2018. Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
xii
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
xiii
Suharmini, Tin, dkk. Pengembangan Pengukuran Keterampilan Sosial Siswa
Sekolah Dasar Inklusif Berbasis Diversity Awareness. Universitas Negeri
Yogyakarta.
xiv
Machmud, Hadi. 2018 Jurnal Al-Ta’dib. Pengaruh Pola Asuh Terhadap
Keterampilan Sosial Anak (Penelitian Expost Facto Pada Paud Rintisan
Di Kendari), Vol. 11 No.2, Juli-Desember. repository.untag-sby.ac.
Nurmalitasari, Femmi. (2015). Perkemabangan Sosial Emosi pada Anak Usia
Prasekolah. Buletin Psikologi, Vol.4, No.2, (103-111)
Padmonodewo, Soemiarti. (2000). Pendidikan Anak Prasekolah. PT Rineka Cipta,
(31-32)
Rohayati, Titing. (2013). Pengembangan Perilaku Sosial Anak Usia Dini.
Cakrawala Dini, Vol.4, No.2, (131-137)
Sjamsuddin dan Maryani. (2008). Pengembangan Program Pembelajaran IPS
Untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Jurnal Penelitian,
Vol.9, No.1, (6).
Susanto, Ahmad. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Kencana Prenadamedia
Group, (134).
Tuti Istianti. 2015. Pengembangan Keterampilan Sosial, Cakrawala Dini. Vol. 5
No.1, Mei 2015.
Bali, M. M. E. I. (2017). Model interaksi sosial dalam mengelaborasi
keterampilan sosial. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 4(2).
Etistika Yuni Wijaya; Dwi Agus Sudjimat; Amat Nyoto (2016) Transformasi
Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Di Era Global; Volume 1 – ISSN 2528-259X
xv
Maryani, Enok, and Helius Syamsudin. Pengembangan Program Pembelajaran
IPS untuk meningkatkan kompetensi Keterampilan sosial. Jurnal
Penelitian 9.1 (2009).
Muslim, M. (2020). Peran Pendidikan IPS Dalam Pembentukan Perilaku Sosial
Dan Tanggung Jawab Sosial Era Abad 21. SOCIAL PEDAGOGY: Journal
of Social Science Education, 1(2), 83-90.
Putri Adinda Kusuma, (2019), Pengembangan keterampilan sosial dalam
pembelajaran IPS,
https://id.scribd.com/document/330719883/Pengembangan-Keterampilan-
Sosial-Dalam-Pembelajaran-IPS
UIN Suska Riau, (2015), Dampak kecanduan media sosial dengan keterampilan
sosial pada remaja (Makalah), http://repository.uin-
suska.ac.id/13720/7/7.%20BAB%20II_2018111PSI.pdf
https://dosenpsikologi.com/ciri-ciri-keterampilan-sosial
https://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/dimensi-dan-struktur-pendidikan-ips/
xvi
xvii