Anda di halaman 1dari 7

TEKNIK KETERAMPILAN KONSELING

MENANGKAP PESAN UTAMA

(PARAPHRASING)
Dosen Pengampu : Dra. Tri Esti Budiningsih, S.Psi., MA

Disusun Oleh :

Nabila Agiesta Grandyshania 1511416048

Handri Ayu Diah Mustika 1511416085

Mochamad Shendy Cavilessi 1511416112

Yustomo Cahyo Fiyanto 1511416123

Muhammad Aditya Nugroho 1511416124

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018
I. PENGERTIAN PARAPHRASING (PARAFRASE)
Menurut Jamal Ma’Mur Asmani (2010 : 212) teknik keterampilan
paraphrasing atau menangkap pesan utama adalah suatu teknik yang
dilakukan untuk menyatakan kembali esensi atau inti ungkapan dari sang
klien dengan teliti saat mendengarkan pesan utama yang disampaikan oleh
sang klien. Ungkapan yang disampaikan oleh konselor berupa kalimat
yang mudah dan sederhana, yang biasanya diungkapkan dan ditandai
dengan kalimat awal seperti “adakah atau nampaknya” serta mengamati
respon yang diberikan oleh klien terhadap konselor.
Kathryan Geldard & David Geldard (2011 : 80) paraphrasing/parafrasa
adalah suatu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh konselor yang
sangat berguna. Dimana konselor harus menyimak cerita dari klien dengan
teliti dan cermat dan kemudian mengulang kembali inti dari perkataan
klien dengan bahasa konselor sendiri yang dapat dengan mudah dipahami
oleh klien.
Paraphrase yaitu menyatakan kembali kata-kata atau pikiran-pikiran
pokok sang klien (Retno Tri Hariastuti (2007 : 40)). Konselor diharapkan
menggunakan bahasanya sendiri tidak sekedar mengulang tata bahasa
yang disebutkan oleh sang klien.
Jadi, dapat diartikan bahwa paraphrase adalah suatu teknik
keterampilan dalam konseling dengan cara merefleksikan atau
menegaskan kembali oleh konselor kepada klien hal-hal penting yang
diceritakan oleh klien secara lebih jelas dengan menggunakan bahasa dar
konselor itu sendiri. Paraphrase akan berjalan dengan sendirinya sesuai
dengan pemikiran konselor yang mendengarkan cerita sang klien dan
berusaha menegaskan kembali beberapa hal yang penting. Paraphrase
yang baik adalah paraphrase yang tidak mengganggu konsentrasi dari sang
klien, dimana paraphrase tersebut tidak mengalihkan konsentrasi klien dari
persoalan yang sedang ia ceritakan dan selesaikan. Hal yang terpenting
yang digunakan dalam teknik keterampilan ini yaitu konselor dapat
menjalin hubungan yang nyata yang didasarkan oleh kepercayaan,
kepedulian, dan empatik terhadap klien. Dan dalam suasana ini klien akan
merasakan kebersamaan dan pemahaman dari sang konselor sehingga
klien terdorong untuk menyatakan makna yang sedang dibicarakan.
Paraphrase yang tepat dari konselor akan mendapatkan persetujuan dari
klien.
Paraphrase disini bukan berarti melakukan analisis ataupun interpretasi
pada pembicaraan klien, melainkan upaya untuk memperoleh klarifikasi
dan pemahaman dengan cermat. Paraphrase disini juga dilakukan untuk
membantu mengarahkan jalannya wawancara serta dapat digunakan untuk
melihat kecermatan persepsi dari sang konselor.

II. TUJUAN TEKNIK PARAPHRASING (PARAFRASE)


Tujuan dari adanya teknik keterampilan konseling paraphrasing yang
akan mempengaruhi klien menurut Retno Tri Hariastuti (2007 : 41) :
 Menyatakan pada klien bahwa konselor memahami apa yang
sedang dibicarakan klien.
 Mendorong klien untuk lebih mengungkapkan dan mendorong ide-
ide ataupun pikiran-pikirannya.
 Membantu klien memusatkan pembicaraan salam situasi, kejadian,
ide maupun tingkah laku tertentu.
 Membantu klien yang sedang membutuhkan suatu kesimpulan.
 Lebih menekankan isi dalam pesan dibandingkan afeksi.

III. PRINSIP – PRINSIP TEKNIK PARAPHRASING (PARAFRASE)

Menurut Sofyan Willis (2007) ada beberapa prinsip yang harus dilakukan oleh
konselor dalam proses konseling saat menggunakan teknik parafrse antara lain:

1. Dengan teliti mendengarkan pesan utama konseli.


2. Menyatakan kembali pada konseli dengan ringkas, sederhana, dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
3. Amati pertanda atau minta respon dari klien tentang kecermatan konselor.
4. Mengamati apakah konseli memberi respon yang tegas terhadap pernyataan
konselor atas apa yang diungkapkan konseli.
5. Jangan memberikan analisis dan pesan parsial (terpotong-potong) kepada
klien.
III. CONTOH KASUS

Seorang klien mendatangi konselor untuk menceritakan masalahnya. Klien ini


memiliki masalah dengan sahabat dekatnya yang menjadikan hubungan persahabatan
mereka menjadi rusak.

Klien : “Selamat siang pak.”

Konselor : “Selamat siang.”

Klien : “Saya memiliki masalah dengan sahabat dekat saya. Entah kenapa
sahabat saya tiba-tiba menjauhi saya dan saya tidak tahu sebenarnya
apa kesalahan yang saya perbuat sehingga dia memperlakukan saya
seperti itu.”

Konselor : “Nampaknya anda masih bingung alasan apa yang membuat


sahabat anda menjauhi anda.”

Klien : “Iyaa tiba-tiba dia menjauhi saya begitu saja dan saya tidak habis
pikir dia telah melanggar janji yang selama ini kita jaga, saya sangat
kecewa dengannya.”

Konselor : “Sepertinya anda benar-benar sangat kecewa dengan sahabat anda


ya.”

Klien : “Dulu kita selalu bersama-sama dan berjanji untuk tetap saling
menjaga satu sama lain, tetap saling mendukung, dan berusaha
menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi sejak saat
ini saya sudah tidak percaya lagi dengannya, sangat sulit bagi saya
untuk memaafkannya kembali.”

Konselor : “Dari perbicaraan kita tadi, saya menangap bahwa anda sangat
kecewa dengan perlakuan sahabat anda yang telah melanggar janji
kalian berdua dan nampaknya anda sudah tidak ingin lagi menjalin
hubungan persahabatan seperti dulu lagi dengan sahabat anda ini.”

Beberapa contoh potongan percakapan antara konselor dan konseli yang

menggunakan teknik parafrase antara lain :

 Klien : “…Itu merupakan suatu pekerjaan yang baik, namun saya


tidak mengambilnya. Dan saya tidak tahu mengapa saya begini?”
Konselor : “Nampaknya anda masih terlihat ragu akan pekerjaan
tersebut.”
 Klien : “ …Semuanya terlihat sangat membosankan. Tidak ada
satu pun yang baru. Semua teman-teman saya bahkan pergi
meninggalkan saya. Andaikan saja saya mempunyai banyak uang, saya
pasti dapat melakukan banyak hal.”
Konselor : “Tidak memiliki banyak uang dan teman, tidak ada satupun
yang dapat anda kerjakan saat ini.”
 Klien : “…Dia yang meninggalkan saya. Lalu kemarin saat saya
sedang berbelanja disuatu tempat, saya melihatnya pergi bersama dengan
wanita lain yang sepertinya adalah kekasih barunya.”
Konselor : “Jadi anda beranggapan bahwa dia meninggalkan anda dan
telah memiliki kekasih baru.”
 Klien : “…Saya merasa bahwa dia telah mengkhianati
persahabatan kami selama ini. Dengan seenaknya dia melanggar
perjanjian yang telah kami buat selama ini. Saya sangat kecewa atas
perlakuannya.”
Konselor : “Dari pembicaraan kita tadi saya menangkap bahwa anda
sangat kecewa dengan perlakuan sahabat anda yang melanggar
perjanjian diantara kalian.”
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal M’mur. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Jogjakarta: DIVA Press.

Tri Hastuti, Retno, dkk. 2007. Keterampilan-Keterampilan Dasar dalam Konseling.


Surbaya: Unesa University Press.
Geldard, Kathryn dan Geldard, David. 2011. Keterapilan Dasar Praktik Konseling.
Jogjakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Binham, Muhammad. Keterampilan Dasar Mikro Konseling. Minggu, 8 April 2018.
https://binham.wordpress.com/2012/04/13/keterampilan-dasar-mikro-
konseling/amp/

Anda mungkin juga menyukai