Anda di halaman 1dari 6

Anggota Kelompok :

1. Putri Amalia (1511416105)


2. Fatyka Vina A (1511416119)
3. Ganang Aji K (1511416128)
4. Farah Fadilla B.R (1511416115)

Rombel 3

Mata Kuliah Dasar-Dasar Konseling

KONFRONTASI
A. PENGERTIAN KONFRONTASI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konfrontasi merupakan
perihal berhadap-hadapan langsung atau saling tatap muka. Namun dalam ilmu
konseling konfrontasi memiliki pengertian suatu usaha untuk mengenal secara jujur
dan langsung tentang diri klien yang sebenarnya. Menurut Supriyo dan
Mulawarman (2006:40) Konfrontasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan
oleh konselor untuk menunjukkan adanya kesenjangan, diskrepansi atau
inkronguensi dalam diri klien dan kemudian konselor mengumpanbalikkan kepada
klien.

B. KONFRONTASI DALAM KONSELING


Ketrampilan konfrontasi digunakan untuk memberikan respon terhadap
pesan seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau saling
bertentangan satu dengan lainnya. Dengan konfrontasi kita dapat mengenal dan
merespon pesan ganda klien, sehingga ia menyadarinya dan kemudian berkembang
ke arah yang lebih baik.
Berkonfrontasi dalam suatu pembicaraan antara konselor dengan klien akan
dapat bermanfaat untuk menggugah kesadaran dan penerimaan diri klien terhadap
masalahnya. Dengan melakukan konfrontasi, klien akan diarahkan untuk memiliki
sikap dewasa, tidak kekanak-kanakan, bertanggung-jawab dan berani menghadapi
segala masalahnya dan konsekuensi akibat yang ditimbulkan oleh masalahnya
tersebut. Banyak klien yang berkeinginan untuk dilindungi oleh konselor bagaikan
seorang anak yang belum dewasa, namun hal ini justru akan membuat
ketergantungan klien terhadap konselor. Oleh karena itu, konselor tidak perlu takut
berkonfrontasi dengan klien, dengan maksud dan tujuan yang baik demi
kepentingan klien. Konfrontasi tidak berarti bertengkar atau konflik, akan tetapi
sebagai upaya stimulasi pendewasaan pemikiran dan sikap klien dalam menghadapi
masalahnya.

C. TUJUAN KONFRONTASI

Tujuan konfrontasi adalah membantu proses perkembangan konseling yang


sementara ini nampak terganggu oleh adanya kesenjangan. Kesenjangan itu terjadi :

 Ketidaksesuaian antara ekspresi konseli tentang siapa dia dan apa yang diinginkan.
 Ketidaksesuaian antara verbal konseli tentang dirinya dengan perilakunya.

D. PRINSIP KONFRONTASI

Konfrontasi, seperti layaknya imediasi, sering kali disalahartikan. Konselor


yang kurang pengetahuan kadang-kadang menganggap konfrontasi melibatkan
unsur penyerangan terhadap klien, seperti jenis pendekatan “langsung depan mata”
yang berupa kritik pedas. Padahal kofrontasi bersifat mengundang. Jika digunakan
sebaik mungkin konfrontasi manantang klien untuk mengamati, mengubah, atau
mengontrol suatu aspek tingkah laku, yang sebelumnya tidak ada atau digunakan
secara tidak tepat. Kadang – kadang konfrontasi melibatkan pemberian umpan balik
meta-komunikasi yang berbeda dengan apa yang diinginkan atau harapkan oleh
klien. Jenis tanggapan ini dapat tidak konsisten dengan persepsi klien mengenai diri
atau situasinya.
Ada batasan tertentu dalam melakukan konfrontasi, antara lain :

1. Konselor harus yakin bahwa hubungannya dengan klien cukup kuat untuk menahan
konfrontasi
2. Melakukan konfrontasi diwaktu yang tepat dan tetap mengikuti motif yang
menadasari dilakukannya tidakan konfrontasi
3. Konselor harus yakin tentang apa yang ditunjukkan sebagai pertentangan. Tidak
berbicara dengan nada menuduh, mengadili atau memamerkan ketajaman
pengamatnya
4. Untuk jangka panjang, akan lebih efektif apabila konselor mengkonfrontasi
kelebihan klien daripada sisi kelemahan klien

Agar konfrontasi dilakukan secara tepat, maka berikut merupakan prinsip


dilakukannya konfrontasi :

a. Pemeriksaan diri sebelum konfrontasi

Sebelum menerapkan konfrontasi lihatlah kedalam diri anda sendiri. Cermati


perasaan-perasaan, maksud-maksud, serta tujuan-tujuan anda. Tanyakan kepada diri
sendiri dengan mengajukan beberapa pertanyaan seperti :

1. Apakah aku ingin mengonfrontasi karena aku tidak sabar dan tidak siap
membiarkan klien bergerak dalam kecepatan prosesnya sendiri?
2. Apakah aku ingin melakukannya karena aku menyukai konfrontasi?
3. Apakah aku melakukannya untuk menerapkan sistem nilaiku kepada klien?
4. Apakah ini karena aku merasa marah terhadap klien dan ingin melampiaskan
kemarahanku melalui konfrontasi?

Jika salah satu jawaban untuk beberapa pertanyaan di atas adalah “ya”, maka
konfrontasi tidak layak dilakukan. Memenuhi kepentingan konselor sendiri bukanlah
alasan yang dapat dibenarkan dalam penggunaan konfrontasi. Konfrontasi paling tepat
digunakan setelah penerapan keterampilan-keterampilan mikro lainnya tidak cukup
untuk meningkatkan kesadaran klien.
b. Kapan konfrontasi dilakukan

Ada beberapa situasi di mana penggunaan konfrontasi sesuai untuk


diterapkan. Konfrontasi dapat digunakan di antaranya ketika :

1. Klien menghindari problem utama yang tampak menyusahkannya.


2. Klien tidak bisa menyadari perilakunya yang merugikan dirinya sendiri.
3. Klien tidak bisa melihat konsekuensi-konsekuensi serius yang mungkin diakibatkan
oleh perilakunya..
4. Klien membuat pertanyaan-pertanyaan yang saling bertentangan.
5. Klien secara berlebihan dan tidak pada tempatnya membatasi dirinya dengan hanya
membicarakan masa lalu atau masa depannya, dan tidak dapat fokus pada masa kini.
6. Klien berbicara berputar-putar dengan menceritakan hal yang sama berulang-ulang.
7. Perilaku non-verbal klien tidak sesuai dengan perlaku verbalnya.
8. Perhatian perlu diberikan pada apa yang terjadi dalam hubungan antara klien dan
konselor, misalnya ketika terjadi ketergantungan atau ketika klien menarik diri atau
menunjukkan kemarahan atau bentuk-bentuk emosi lainnya terhadap konselor.

c. Konfrontasi yang baik mengandung rasa hormat

Dalam situasi-situasi seperti di atas, konselor boleh memilih untuk


mengonfrontasi klien dengan cara mengungkapkan pada klien apa yang dirasakan,
dilihar, atau diamati oleh konselor. Konfrontasi yang baik biasanya mencakup :

1. Sebuah refleksi atau rangkuman singkat tentang apa yang dibicarakan oleh
klien sehingga klien akan merasa didengar dan dipahami.
2. Sebuah pertanyaan tentang perasaan-perasaan konselor saat itu.
3. Sebuah pertanyaan konkret tentang apa yang telah dilihat atau diamati oleh
konselor, yang diberikan tanpa interpretasi.
Di samping elemen-elemen di atas, konfrontasi yang baik disajikan sedemikian
rupa sehingga klien merasa baik-naik saja, bukan merasa diserang atau dilemahkan.

E. JENIS-JENIS KETIDAKSESUAIAN
Konfontasi bertujuan untuk mengarahkan perhatian klien atas beberapa hal
yang kurang tidak sesuai satu sama lain. Ketidaksesuain tersebut diantaranya :
1. Kontradiksi antara ungkapan verbal dan non verbal
Konselor : “Bagaimana keadaan anda sekarang?”
Klien : “Baik-baik saja… semua beres… tidak ada halangan apa-apa”
(Berbicara sangat lambat, dengan nada renda, muka yang suram,
tunduk kepala)
Konselor : “Maaf ya, anda berkata ‘semua baik-baik saja’ tetapi cara saudara
berbicara mencerminkan rasa sedih. Ini kiranya bagaimana?”

2. Ketidakcocokan antara kata-kata dan tindakan konseli


Konselor : “Anda tadi berkata ‘tidak suka bertele-tele. Tetapi maaf ya, selama
pembicaraan ini anda terus bertele-tele. Ini kiranya bagaimana?”
3. Pertentangan dua hal yang dikataka oleh konseli :
Konselor : “Tadi saudara berkata beberapa kali, bahwa sewaktu dirawat
dirumah
sakit ingin segera pulang. Sekarang ini saudara menyatakan
keseganan untuk berkumpuldengan keluarga dan ingin tinggal
ditempat lain. Apakah disini terdapat sesuatu yang ganjil?”

F. CONTOH KONFRONTASI
Klien : “Saya merasa sangat bahagia dengan pernikahan saya” (dengan nada suara
yang sangat sedih serta duduk dengan lunglai)
Konselor : “saya melihat bahwa suara anda terdengar sangat datar dan anda duduk
dengan lunglai di kursi anda.”
Disini konselor melakukan konfrontasi dengan merefleksikan pada klien tentang
apa yang telah diamatinya tanpa membuat interpretasi terhadap observasinya. Maka
klien bebas membuat interpretasinya sendiri dari umpan balik yang diberikan oleh
konselor.

KESIMPULAN

Konfrontasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor untuk


menunjukkan adanya kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri klien
dan kemudian konselor mengumpanbalikkan kepada klien. Konfrontasi dapat
meningkatkan kesadaran klien dengan memberi klien informasi tentang hal yang
mungkin belum disadari sebelumnya. Konfrontasi yang baik dilakukan dengan
penuh perhatian, seperlunya tanpa membuat klien terancam dan terampil.

Daftar Pustaka

Gerdard, David. Gerdard, Kathryn. 2011. Ketrampilan Praktik Konseling


Pendekatan
Integratif. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Gladding, T Samuel. 2012. Konseling : Profesi yang Menyeluruh Edisi Keenam.
Jakarta : Permata Puri Media
Hastuti, Sri. Winkel. 2010. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta : Penerbit Media Abadi

Anda mungkin juga menyukai