1. Kepribadian klien
Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan proses konseling.
Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi,
dan sebagainya. Seorang klien yang cemas akan tampak pada perilakunya
dihadapan konselor.seorang konselor yang efektif akan mengungkap
perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali
atau eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh
air mata klien.
Jika perasaan-perasaan klien sudah dikeluarkan dengan leluasa baik
secara verbal maupun dalam bentuk perilaku nonverbal, dengan jujur maka
kecemasan klien akan menurun, dia merasa lega. Bila keadaan ini terjadi
berarti jiwa klien sudah tenang dan pikirannya jadi jernih. Pada sitausi
seperti ini konselor akan menemukan intelektual klien. Terutama jika
konselor meminta padanya rencana, ide, tanggapan, pikiran, dan
sebagainya. Akan tetapi dalam keadaan tegang, stres, kesulitan, marah,
sedih atau keadaan emosional negatif yang lainnya, sudah tentu klien akan
gelap pikirannya. Jadi jika konselor ingin mengetahui tanggapan, tujuan,
maksud dan sebagainya sebaiknya setelah semua perasaan negatif telah
dikeluarkan, dinyatakan secara verbal oleh klien, juga dapat diamati melalui
bahasa tubuh (body language).
Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-
nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Semua itu membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor di
dalam proses konseling, maka latar belakang tersebut akan muncul dengan
sendirinya seperti sikap klien. Terdapat klien yang bersikap curiga terhadap
konselor sehingga enggan terbuka dalam proses konseling, dan klien yang
emosional, marah, dan menyerang konselor dengan kata-kata yang tidak
baik. Dibalik itu terdapat klien yang diam saja, mengangguk-angguk saja dan
sedikit sekali kalimat yang keluar dari mulutnya. Ada juga klien yang acuh
tak acuh alias cuek, tapi akan ditemukan pula yang angkuh, manja, dan
sebagainya.
Ragam keadaan klien bukan berarti membuat konselor putus asa,
akan tetapi sebenarnya belajar lebih banyak bagaimana cara
mengantasipasinya. Tentu tidak cukup hanya dengan penguasaan teknik
konselings aja, akan tetapi harus pula memiliki kepribadian membimbing,
dan wawasan yang luas. Salah satu aspek yang penting adalah harapan klien,
harapan ini mempengaruhi proses konseling serta persepsi terhadap
konselor.
2. Harapan Klien
Pada umumnya, harapan klien terhadap proses konseling adalah
untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh
jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya
bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik.
Shertzer & Stone (1980) mengemukakan bahwa secara umum harapan
klien atau conselees adalah agar proses konseling dapat menghasilkan
pemecahan masalah. Sering terjadi bahwa klien manaruh harapan terlalu
timggi terhadap proses konseling, sedangkan kenyataannya konseling tidak
dapat memenuhi harapan. Terjadinya diskrepansi antara harapan dan
kenyataan, mungkin dapat membuat klien kecewa, sehingga bisa membuat
putus hubungan konseling selanjutnya (drop out-do) di mana klien tidak
datang lagi pada proses konseling berikutnya. Seorang konselor sebaiknya
mengetahui dengan pasti apa yang menjadi latar belakang harapan klien.
Mungkin belum tentu harapan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Sebab
klien muncul dari lingkungan sosial budaya dan sosial-psikologis tertentu.
Tanpa keterbukaan dan keterlibatan klien dalam proses konseling
tidak mungkin terjadi diskusi mendalam mengenai harapan-harapan dan
cita-cita klien. Dengan mendalamnya pembicaraan tersebut, besar
kemungkinan semua aspek tentang harapan dan cita-cita klien dapat
diketahui, dan dipertimbangkan oleh klien secara matang, realistis, dan
objektif. Akhirnya klien dapat menjawab sendiri apakah harapannya
tersebut logis, realistis, dan mungkin akan tercapai.
3. Pengalaman dan Pendidikan Klien
Pengalaman dan pendidikan sangat menentukan atas keberhasilan
proses konseling. Sebab dengan pengalaman dan pendidikan tersebut, klien
akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya
pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman dalam melakukan konseling, wawancara, berkomunikasi,
berdiskusi, pidato, ceramah, mengajar/melatih, keterbukaan, dalam
suasana demokratis dikeluarga, sekolah dan lain sebagainya.
Pengalaman dan pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan
jalannya proses konseling. Seorang klien yang berpengalaman dalam
berdiskusi, berpidato, ceramah, dan berdialog dengan orang lain biasanya
lebih mudah mengungkapkan perasaan, dan lebih mudah kalimat-kalimatnya
untuk dipahami, serta arah pembicaraannya lebih jelas. Konselor hanya
mengarahkan dengan teknik-teknik yang bervariasi dan menghargai
pandangan-pandangannya. Pengalaman menunjukkan bahwa makin rendah
taraf pendidikan dan kurangnya pengalaman berkomunikasi, makin sulit
proses konseling dilakukan oleh konselor.
Masalah lingkungan sosial budaya siswa/klien seperti keluarga dan
sekolah, tetap menentukan pembentukan pengalaman berkomunikasi dan
kemajuan pendidikan. Keluarga yang demokratis, mendorong/memotivadi,
ceria, dan sering diskusi akan membuat anak-anaknya berkembang dalam
hal kemampuan berbicara, berdialog, atau berkomunikasi terhadap orang
lain. Anak-anak akan lebih mantap dan percaya diri, kuat mental, dan dapat
memanajemen emosinya.
Sebaliknya, keluarga yang broken home, orang tua banyak mengalami
stres, suka marah, menekan anak, maka anak-anak akan tumbuh menjadi
anak yang kurang percaya diri, emosional tidak stabil, cepat marah, dan
kurang bersahabat. Kemampuan berkomunikasi cukup lamban, bahkan
termasuk jelek, dan bisa pula agak gugup dan gagap dalam berbicara.
Oleh karena itu, penting bagi konselor memperhatikan latar belakang
pengalaman hidup dan pendidikan siswa/klien. Sehingga dapat memahami
secara penuh tentang diri klien dan permasalahan yang dihadapi oleh klien.
CK: “maaf, penggil saja saya kakak, dan jangan sungkan – sungkan terhadap
saya. Sebenarnya saya ingin berbincang – bicang dengan sdr. D di tempat
terpisah. Bagaimana D, apakah anda bersedia?”