Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN ANTARA GRATITUDE DENGAN

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING MENGHADAPI PANDEMI


COVID-19 PADA GURU HONORER DI KECAMATAN GABUS
KABUPATEN GROBOGAN

Yustomo Cahyo Fiyatno


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Indonesia
cahyo.new87@gmail.com

ABSTRAK
Setiap individu tentunya menginginkan aspek emosi positif dalam dirinya
salah satunya psychological well-being, begitu pula guru honorer. psychological
well-being adalah suatu keadaan individu yang positif dimana seorang individu
mampu menerima keadaan dirinya, memiliki hubungan yang positif dengan orang
lain. Individu khususnya guru honorer dalam melalui kondisi pandemi saat ini
akan melalui peristiwa menyenangkan atau tidak menyenangkan, dengan dampak
psikologis pandemi dan beban nasib untuk tetap bertahan. Salah satu yang
mempengaruhi psychological well-being yaitu gtatitude. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui adakah hubungan gratitude terhadap psychological well-being.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Populasi dari
penelitian ini adalah guru honorer di Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan
dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 175 (N=175). Teknik pengambilan
sampel menggunakan cluster random sampling. Data penelitian ini diambil
dengan skala adaptasi psychological well-being yang terdiri dari 37 aitem dengan
koefisien reliabilitas 0,8500 dan skala adaptasi gratitude yang terdiri dari 30
aitem dengan koefisien reliabilitas 0,8887.
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Spearman’s Rank
Correlations. Hasilnya, didapatkan signifikansi nilai p-value < .001 dengan
koefisien korelasinya Spearman’s rho 0,57. Dengan demikian, hipotesis penelitian
yang berbunyi “terdapat hubungan positif antara gratitude dengan psychological
well-being menghadapi pandemi covid-19 pada guru honorer di Kecamatan Gabus
Kabupaten Grobogan” dinyatakan diterima. Artinya, semakin tinggi gratitude
maka semakin tinggi psychological well-being, begitu pula sebaliknya.

Kata Kunci : Gratitude, Psychological Well-Being, Guru Honorer


ABSTRACT

Every individual certainly wants positive emotional aspects in himself, one


of which is psychological well-being, as well as honorary teachers. Psychological
well-being is a positive individual state where an individual is able to accept his
own situation, has positive relationships with others. Individuals, especially
honorary teachers, in going through the current pandemic conditions will go
through pleasant or unpleasant events, with the psychological impact of the
pandemic and the burden of fate to survive. One that affects psychological well-
being is attitude. This study aims to determine whether there is a relationship
between gratitude and psychological well-being.
This research is a correlational quantitative research. The population of
this study were honorary teachers in Gabus District, Grobogan Regency with a
total sample of 175 (N=175). The sampling technique used cluster random
sampling. The data in this study were taken using a psychological well-being
adaptation scale consisting of 37 items with a reliability coefficient of 0.8500 and
a gratitude adaptation scale consisting of 30 items with a reliability coefficient of
0.8887.
Hypothesis testing was carried out using the Spearman's Rank Correlations
technique. The result, obtained a significance value of p-value < .001 with the
correlation coefficient Spearman's rho 0.57. Thus, the research hypothesis which
reads "there is a positive relationship between gratitude and psychological well-
being in the face of the COVID-19 pandemic for honorary teachers in Gabus
District, Grobogan Regency" is accepted. That is, the higher the gratitude, the
higher the psychological well-being, and vice versa.

Keywords: Gratitude, Psychological Well-Being, Honorary Teacher


PENDAHULUAN

Pandemi Covid-19 membawa banyak pengaruh terhadap ke semua lintas


kehidupan tidak hanya sektor kesehatan dan ekonomi tetapi juga sektor
pendidikan. Demi menekan penyebaran Covid-19 banyak negara yang
memberlakukan kebijakan psychical distancing atau bahkan lockdown. Kebijakan
ini memaksa masyarakat kehilangan interaksi tatap muka dan intervensi sosial
tradisional dan memaksa masyarakat tetap di rumah. Hal ini juga menimbulkan
stres (Zhang dkk dalam Ruddin, 2020) meskipun kini banyak menggunakan
media komunikasi, tetapi nteraksi tatap muka tetap tidak tergantikan. Akibat dari
pandemi Covid-19 pelaksanaan sekolah dari taman kanak-kanak sampai
universitas ditutup. UNESCO menyebutkan, total ada 39 negara yang menerapkan
penutupan sekolah dengan jumlah total pelajar yang terdampak mencapai
421.388.462 anak. Total jumlah pelajar yang berpotensi berisiko dari pendidikan
pra-sekolah dasar hingga menengah atas adalah 577.305.660 (Kompas.com, 2020)
Berdasarkan hasil penelitian survey pada 645 guru yang berada di Jawa
Barat menunjukkan bahwa kendala mengajar yang dialami guru PAUD pada masa
pandemi covid-19 berada pada empat indikator kendala, yaitu kendala
komunikasi, metode pembelajaran, materi dan biaya serta penggunaan teknologi
dengan kecenderungan presentase tinggi berada pada kategori sering dan kadang-
kadang (Agustin dkk, 2020).
Adapun penelitian Ayuni, Fauziddin & Pahrul (2020), mengemukakan
bahwa 4 dari 10 guru Taman Kanak-kanak di Kota Pariaman, Sumatera Barat
belum siap melakukan pembelajaran daring karena dipengaruhi oleh fasilitas yang
kurang memadai dari pihak guru dan orangtua, serta masih adanya anggapan
bahwa pembelajaran daring ini sulit dilakukan.
Dampak pandemi covid tidak hanya kesulitan dalam menciptakan situasi
pembelajaran yang efektif, tetapi juga menciptakan komunikasi dalam kegiatan
pembelajaran anak tidak terjadi secara utuh sebab antara guru dengan anak terjadi
jarak, dengan adanya interaksi secara daring juga guru dan anak tidak bisa
menjalin komunikasi pembelajaran secara optimal, padahal tatap muka dalam
pembelajaran apalagi pada kegiatan pembelajaran di SD, SMP, SMA memiliki
peran yang sangat subtantif dalam membantu anak dalam mencapai kesuksesan
dalam belajar (Khan, Khan, Zia-Ul-Islam, & Khan, 2017)
Pandemi sering ditandai oleh ketidakpastian, kebingungan dan situasi-
situasi yang mendesak lainnya. Taylor (dalam Agung 2020) dalam bukunya “The
Pandemic of Psychology” mengatakan bagaimana pandemi penyakit
mempengaruhi psikologis orang secara luas dan masif, mulai dari perubahan
emosi seperti takut, khawatir, cemas, cara berpikir dalam memahami informasi
tentang kesehatan dan informasi di media yang masif, dan juga mempengaruhi
perilaku sosial seseorang. Individu khususnya guru honorer dalam melalui kondisi
pandemi tersebut akan melalui peristiwa menyenangkan atau tidak
menyenangkan, dengan dampak psikologis pandemi sekarang dan beban nasib
untuk tetap bertahan memenuhi kebutuhannya yang terus berjalan yang
selanjutnya berdampak pada emosi seseorang yaitu perasaan bahagia dan tidak
bahagia. Kebahagiaan itu juga disebut kesejahteraan psikologis atau
psychological well-being (Halim & Atmoko dalam Setiawan, 2014).
Psychology well-being pada guru honorer pada masa pandemi covid
menjadi menarik dan penting untuk diteliti karena dengan begitu banyaknya
tekanan mereka terhadap pekerjaan dan pemenuhan kebutuhannya. Dalam
keadaan pandemi saat ini guru dituntut berinovasi, mengetahui perkembangan
teknologi dan menambah kemampuan akademis guna memberikan pembelajaran
yang efektif untuk siswa, demi menunjang efektifitas adapun guru yang
melakukan door to door ke rumah siswa untuk melakukan pembelajaran. Mereka
juga dituntut menenuhi kesejahteraannya dengan melakukan usaha untuk
memenuhi pendapatannya.

Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah kemampuan individu


untuk menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan
orang lain, memiliki kemandirian dalam menghadapi lingkungan sosial,
mengontrol lingkungan eksternal, menetapkan tujuan hidupnya, dan
mengembangkan potensi dirinya secara kontinu. Keenam hal tersebut menjadi
dimensi dari psychological well-being dan faktor-faktor yang mempengaruhi
psychological well-being seseorang antara lain usia, jenis kelamin, status sosial
baik pendidikan maupun ekonomi, dan budaya.

Rahmah & Lisnawati (2018) menyatakan bahwa seseorang dengan


kesejahteraan psikologis yang baik akan meningkatkan kehidupan yang lebih baik
dimana ia memiliki kesadaran akan potensi dan kekurangan yang ia miliki,
mampu menerima diri apa adanya, dan mampu mengembangkan eksistensi di
masyarakat dan lingkungan. Menurut Ryff (dalam Setiawan, 2014) tingkat
psychological well-being seseorang berkaitan dengan psychological functioning
yaitu ketika individu memiliki kondisi psychological well-being yang baik maka
individu mampu berfungsi secara psikologis dengan baik. Dampak jangka panjang
dari kesejahteraan yang rendah adalah individu rentan menjadi depresi (Wood &
Joseph, 2010).
Penelitian terdahulu yang dilakukan Wood, Joseph & Maltby (2009)
menunjukkan bahwa rasa bersyukur atau Gratitude adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, rasa syukur merupakan salah
satu ciri dari seseorang yang selalu berpikir positif, yang dipresentasikan dalam
perilaku yang lebih positif. Dalam penelitian Ziskis (2010) yaitu terdapat
hubungan antara gratitude sebagai variabel mediator antara kepribadian dengan
psychological well-being.

Menurut Emmons & McCullough (2003) gratitude diambil dari akar latin
gratia, yang dimana berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih.
Boleyn-Fitzgerald (dalam Carr, 2016) menjelaskan bahwa gratitude merupakan
perasaan bersyukur, berterimakasih sebagai respon penerimaan terhadap sesuatu,
baik terjadi secara internal dalam keadaan nyaman, aman dan terjadi secara
alamiah dalam diri maupun eksternal ketika mendapatkan tekanan atau situasi
yang kurang menyenangkan dari orang lain atau lingkungan.
Fitzgerald (1998) mengungkapkan bahwa bersyukur terdiri dari tiga
komponen, yaitu perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu,
keinginan atau kehendak baik (goodwill) yang ditujukan kepada seseorang atau
sesuatu, kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi dan
kehendak baik yang dimilikinya. Menurut Watkins dkk (2003) individu yang
bersyukur memiliki ciri-ciri, yaitu tidak merasa kekurangan dalam hidupnya,
mengapresiasi adanya kontribusi pihak lain terhadap kesejahteraan (well-being)
dirinya, memiliki kecenderungan untuk menghargai dan merasakan kesenangan
yang sederhana (simple pleasure), menyadari akan pentingnya mengalami dan
mengekspresikan bersyukur. Dari komponen yang dikemukakan oleh Fitzgerald
(1998) dan Watkins dkk (2003), peneliti merangkum komponen bersyukur
menjadi tiga. Ketiga komponen berikut akan digunakan dalam penyusunan alat
ukur bersyukur (dalam Listiyandani dkk, 2015), yaitu memiliki rasa apresiasi
(sense of apprecition) terhadap orang lain ataupun tuhan dan kehidupan, perasaan
positif terhadap kehidupan yang dimilliki, dan Kecenderungan untuk bertindak
positif sebagai ekspresi dari perasaan positif dan apresiasi yang dimiliki
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Maryana dan Prameswari
(2021) dalam penelitian “Dinamika Gratitude dan Subjektive Well-Being pada
Mahasiswa Perantau di Masa Pandemi Covid-19” dari hasil penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara gratitude dan
subjektive well-being. Selanjutnya penelitian oleh Greene dan McGovern (2017)
menemukan bahwa rasa terima kasih secara positif terkait dengan kesejahteraan
psikologis dan dengan pertumbuhan pasca trauma. Kemudian, penelitian
Aniyatussaidah dkk (2021) menemukan bahwa gratitude pada usia produktif di
Jakarta dalam menghadapi pandemi Covid-19 memiliki tingkat gratitude yang
tinggi. Dalam penelitian sebelumnya subjek banyak diambil dalam kalangan
mahasiswa, ibu-ibu atau remaja usia produktif. Dalam penelitian ini peneliti ingin
memfokuskan subjek pada guru honorer dalam situasi menghadapi pandemi
Covid-19, sehingga peneliti akan meneliti mengenai hubungan antara gratitude
dan psychological well-being menghadapi pandemi Covid-19 pada guru honorer.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kuantitatif korelasional. Purwanto (2016: 19) mengemukakan bahwa
desain penelitian korelasional ialah jenis penelitian yang dilakukan guna
menentukan hubungan antara dua atau lebih variabel. Dalam penelitian ini
variabel-variabel yang dilibatkan ialah variabel bebas (X) yaitu gratitude dan
variabel tergantung (Y) yaitu Psychological well-being. Populasi dalam penelitian
ini adalah guru honorer di Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan. Kriteria
populasi dalam penelitian ini, antara lain guru honorer SD, SMP, SMA negeri dan
swasta, guru honorer berdomisili mengajar di Kecamatan Gabus Kabupaten
Grobogan. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel cluster
random sampling. Menurut Hadi (2015: 199) cluster random sampling adalah
populasi yang terdiri dari cluster atau rumpun-rumpun dan pemilihan sampel
didasarkan pada cluster-cluster tersebut. Penentuan sampel dalam penelitian ini
menggunakan ukuran sampel yang diadaptasi dari Sekaran (dalam Azwar, 2017:
128) sehingga peneliti menggunakan 175 sampel dari 320 populasi guru honorer
di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan.
Alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur psychological
well-being dalam penelitian ini disusun berdasarkan adaptasi skala CFA oleh
Revelia (2018). Ryff (1989) telah mengukur psychological well-being melalui
dimensi-dimensi psychological well-being yang disebut dengan Ryff’s
Psychological Well-Being Scale, terdiri dari enam dimensi. Instrumen ini terdiri
atas 43 aitem lalu aitem tersebut direvisi dan di uji dengan metode confirmatory
factor analysis (CFA) yang menghasilkan 37 aitem yaitu terdiri dari 20 aitem
favorable dan 17 aitem unfavorable. Dalam skala likert diklasifikan dalam empat
opsi respon, yaitu Sangat Sesuai (SS) sampai Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan
masing-masing pilihan respon memiliki skor. Berdasarkan skala adaptasi CFA
psychological well-being oleh Revelia (2018) tidak ditampilkan nilai
reliabilitasnya. Menurut Purwanto (2016: 91) mendefinisikan reliabilitas sebagai
tingkat sejauhmana skor tes konsisten dapat dipercaya, dan dapat diulang, disini
penulis mencoba untuk mengulang dan menguji kembali dari hasil data di
lapangan dan diperoleh hasil uji reliabilitas skala psychological well-being dengan
alpha cronbach menunjukkan nilai koefisien sebesar α= 0.850, koefisien
reliabilitas koefisien 0.850 termasuk dalam kategori tinggi dan mendekati + 1,00.
Alat ukur yang digunakan selanjutnya oleh peneliti untuk mengukur
gratitude dalam penelitian ini disusun berdasarkan adaptasi skala CFA oleh
Listyandini dkk (2015). Penyusunan alat ukur berdasarkan komponen bersyukur
yang sudah disarikan oleh peneliti dari Watkins (2003) dan Fitzgerald (1998).
Instrumen ini terdiri dari 4 komponen, 30 aitem yang terdiri dari 12 aitem
favorable dan 18 aitem unfavourable. Dalam skala likert diklasifikan dalam empat
opsi respon, yaitu Sangat Sesuai (SS) sampai Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan
masing-masing pilihan respon memiliki skor. Berdasarkan hasil uji validitas skala
adaptasi CFA gratitude oleh Listyandini dkk (2015) menunjukkan hasil uji
reliabilitas skala gratitude sebesar α= 0.8887. Nilai koefisien 0.8887 termasuk
dalam kategori tinggi dan mendekati + 1,00.
Metode analisis data untuk melihat hubungan antara gratitude dan
psychological well-being adalah dengan menggunakan analisis Spearman’s Rank
Correlation. Hal ini dikarenakan distribusi data tidak normal. Sehingga peneliti
menggunakan statistik non parametrik yang artinya tidak perlu melakukan uji
normalitas dan uji linieritas serta dapat dapat langsung melakukan uji hipotesis
dengan bantuan program pengolah data JASP 14.1.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran umum perilaku psychological well-being sebagaimana Ryff
(1989) telah mengukur psychological well-being melalui dimensi-dimensi
psychological well-being yang disebut dengan Ryff’s Psychological Well-Being
Scale, terdiri dari enam dimensi yaitu diantaranya self-acceptance, positive
relations with other, autonomy, environmental mastery, purpose in life, personal
growth. Psychological well-being. Dalam penelitian ini diungkap melalui skala
adaptasi oleh Revelia (2018) yang telah di uji CFA dan direvisi dengan jumlah
aitem total sebanyak 37 aitem. Skala psychological well-being memiliki skor
tertinggi 4 dan skor terendah 1 untuk setiap aitem. Hasil pengujian statistik
deskriptif skala psychological well-being dengan bantuan program pengolah data
JASP dan diperoleh hasil deskripstif psychological well-being sebagai berikut:
Tabel 1 Gambaran Umum Psychological Well-Being pada Guru Honorer di
Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan
Interval Skor Interval Kriteria F %
(µ + 1σ) ≤ X 111 ≤ X Tinggi 66 38%
(µ - 1 σ) ≤ X < (µ +1 σ) 74 ≤ X ¿111 Sedang 108 62%
X < (µ - 1 σ) X ¿ 74 Rendah 0 0%
Total 175 100%

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa psychological well-being menghadapi


pandemi Covid-19 pada guru honorer di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan
dari total subjek sebanyak 175 guru honorer, maka diperoleh subjek dengan
psychological well-being kategori tinggi sebanyak 66 responden (38%), kategori
sedang sebanyak 108 responden (62%), dan kategori rendah tidak ada (0%). Pada
hasil analisis deskriptif diperoleh mean empirik sebesar 108,4. Apabila dilihat dari
tabel 1 hasil mean empirik berada pada interval 74 ≤ X ¿111. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa psychological well-being menghadapi pandemi Covid-
19 pada guru honorer di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan berada pada
kategori sedang.
Gambaran umum Gratitude diungkap melalui tiga komponen. Tiga
komponen tersebut yaitu diantaranya rasa apresiasi (sense appresiation), perasaan
positif terhadap kehidupan yang dimiliki, dan kecenderungan untuk bertindak
sebagai ekspresi dari perasaan positif dan apresiasi yang dimilikinya. Gratitude
diungkap melalui skala gratitude dengan jumlah aitem total sebanyak 30 aitem.
Skala gratitude memiliki skor tertinggi 4 dan skor terendah 1 untuk setiap aitem.
Hasil pengujian statistik deskriptif skala gratitude dengan bantuan program
pengolah data JASP dan diperoleh hasil deskripstif gratitude sebagai berikut:

Tabel 2 Gambaran Umum Gratitude pada Guru Honorer di Kecamatan Gabus


Kabupaten Grobogan
Interval Skor Interval Kriteria F %
(µ + 1σ) ≤ X 90 ≤ X Tinggi 140 80%
(µ - 1 σ) ≤ X < (µ +1 σ) 60 ≤ X ¿90 Sedang 35 20%
X < (µ - 1 σ) X ¿ 60 Rendah 0 0%
Total 175 100%
Berdasarkan tabel 1, diperoleh gambaran gratitude menghadapi pandemi
Covid-19 pada guru honorer di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan dari total
subjek sebanyak 175 guru honorer, maka diperoleh subjek dengan gratitude
kategori tinggi sebanyak 140 responden (80%), kategori sedang sebanyak 35
responden (20%), dan kategori rendah tidak ada (0%). Pada hasil analisis
deskriptif diperoleh mean empirik sebesar 99,880. Apabila dilihat dari tabel 2
hasil mean empirik 99,880 berada pada interval 90 ≤ X. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa gratitude pada guru honorer di Kecamatan Gabus, Kabupaten
Grobogan berada pada kategori tinggi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan statistik non parametrik
sehingga peneliti tidak perlu melakukan uji normalitas dan uji linieritas dalam
proses analisis data. Artinya peneliti dapat langsung melakukan uji hipotesis
dengan menggunakan teknik analisis Spearman’s Rank Correlation. Uji hipotesis
tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara psychological
well-being sebagai variabel tergantung dengan gratitude sebagai variabel bebas.
Berikut hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan software pengolah data
JASP terhadap kedua variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini:

Tabel 4.1 Hasil Uji Hipotesis

Correlation Table
Variabl
  PWB GRT
e
1. PWB n —
Pearson's r —
p-value —  
Spearman's rho —
p-value —  
2. GRT n 175 —
Pearson's r 0.609 *** —
p-value < .001 —
Spearman's rho 0.566 *** —
p-value < .001 —
* p < .05, ** p < .01, *** p < .001
Correlation Table
Variabl
  PWB GRT
e

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa koefisien korelasi variabel


psychological well-being dengan variabel gratitude sebesar 0,566 dengan nilai
taraf signifikansi 0,001 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kedua variabel tersebut. Sehingga hipotesis berbunyi “terdapat hubungan
positif antara gratitude dengan psychological well-being menghadapi pandemi
Covid-19 pada guru honorer di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan”
diterima.
Hasil uji korelasi menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan
antara gratitude dan psychological well-being pada guru honorer menghadapi
pandemi Covid-19 dimana koefisien korelasi variabel sebesar 0,566 dengan nilai
taraf signifikansi 0,001 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
gratitude maka semakin tinggi psychological well-being pada guru honorer
menghadapi Covid-19 dan semakin rendah gratitude maka semakin rendah pula
psychological well-being pada guru honorer menghadapi Covid-19. Rata-rata
responden penelitian memiliki gratitude dalam kategori tinggi dan psychological
well-being dalam kategori sedang.
Temuan dari penelitian ini sejalan dengan temuan dari beberapa penelitian
sebelumnya oleh Ratnayanti dan Wahyuningrum (2016) dalam penelitiannya
terkait hubungan antara gratitude dengan psychological well-being ibu yang
memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri Salatiga menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being
ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri Salatiga. Masih sejalan dengan
hal dengan hal tersebut terkait tinggi dan rendahnya tingkat psychological well-
being guru honorer dipengaruhi oleh tingkat gratitude yang dimiliki guru honorer
tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Wood, Joseph, dan Maltby (2009) yang
menyatakan gratitude terkait dengan berbagai aspek dari psychological well-
being. Ruini & Vescovelli (2013) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
peran gratitude dalam sampel kanker payudara dan korelasinya dengan
pertumbuhan pasca trauma, kesejahteraan psikologis, dan tekanan. Hasil dari
penelitian tersebut ialah gratitude secara signifikan dan berkorelasi positif dengan
semua skala. Dari hasil penelitian penelitian tersebut dapat diartikan bahwa
dengan responden berbeda dan dalam keadaan yang berbeda namun tetap
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan
psychological well-being.

Emmons dalam Putra (2014) menjelaskan bahwa gratitude sering diartikan


sebagai rekognisi positif dalam menerima sesuatu, hal ini dapat dilihat bahwa
dengan adanya rasa kebersyukuran pada diri guru honorer tersebut maka akan
berpengaruh pada tinggi rendahnya pemikiran positif yang timbul di dalam
dirinya terhadap segala permasalahan, beban dan kesulitan yang dihadapinya,
yang mana pemikiran positif tersebut dapat mengurangi kesulitan, beban dan
permasalahan selama menjadi guru honorer di tengah pandemi Covid-19 seperti
saat ini.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai hubungan antara


gratitude dengan psychological well-being menghadapi pandemi Covid-19 pada
guru honorer di Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan maka dapat disimpulkan:
1. Hipotesis penelitian yang berbunyi “terdapat hubungan positif antara gratitude
dengan psychological well-being menghadapi pandemi Covid-19 pada guru
honorer di Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan” dinyatakan diterima
2. Psychological well-being menghadapi pandemi Covid-19 pada guru honorer di
Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan berada pada kategori sedang dengan
presentase 62%.
3. Gratitude menghadapi pandemi Covid-19 pada guru honorer di Kecamatan
Gabus Kabupaten Grobogan berada pada kategori tinggi dengan presentase
80%

DAFTAR PUSTAKA
Agung, I. M. (2020). Memahami Pandemi COVID-19 dalam Perspektif Psikologi
Sosial. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, 68-84.
Agustin, M., Puspita, R. D., Nurinten, D., & Nafiqoh, H. (2021). Tipikal Kendala
Guru PAUD dalam Mengajar pada Masa Pandemi Covid 19 dan
Implikasinya. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 334-345.
Aniyatussaidah, Ilfana, A., & Suaib, S. (2021). Gratitude Pada Masa Pandemi
Covid-19 di Usia Produktif. Jurnal Syntax Transformation, 22-30.
Ayuni, D., Marini, T., Fauziddin, M., & Pahrul, Y. (2021). Kesiapan Guru TK
Menghadapi Pembelajaran Daring Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 414-421.
Azwar, S. (2017). Metode Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Carr, D. (2016). Perspectives on Gratitude An interdisciplinaly approach. Oxon
& New York: Routledge.
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting Blessings Versus
Burdens: An Experimental Investigation of Gratitude and Subjective Well-
Being in Daily Life. Journal of Personality and Social Psychology, 377-
389.
Fitzgerald, P. (1998). Gratitude and Justice. Chicago Jurnals, 119-153
Greene, N., & McGovern, K. (2017). Gratitude, psychological well-being, and
perceptions of posttraumatic growth in adults who lost a parent in
childhood. Death Studies, 1-11.
Khan, A., Khan, S., Zia-Ul-Islam, S., & Khan, M. (2017). Communication Skills
of a Teacher and Its Role in the Development of the Students' Academic
Success . Journal of Education and Practice , 18-21.
Listiyandini, R. A., Nathania, A., Syahniar, D., Sonia, L., & Nadya, R. (2015).
Mengukur Rasa Syukur: Pengembangan Awal Skala Bersyukur Versi
Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat, 473-496.
Maryana, & Prameswari, Y. (2021). Dinamika Gratitude dan Subjective Well-
Being pada Mahasiswa Perantau di Masa Pandemi Covid-19. Nathiqiyah:
Jurnal Psikologi Islam, 1-11.
Rahmah, I. A., & Lisnawati. (2018). Kesejahteraan Psikologis Ditinjau Dari
Spiritualitas Siswa di Lembaga Pendidikan Berbasis Agama Pesantren dan
Non Pesantren. Jurnal Psikologi Integratif, 190-212.
Ratnayanti, T. L., & Wahyuningrum, E. (2016). Hubungan Antara Gratitude
Dengan Psychological Wellbeing Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita Di
SLB Negeri Salatiga. Satya Widya , 57- 64 .
Revelia, M. (2018). Uji Validitas Konstruk Pada Instrumen Ryff's Psychological
Well-Being Scale dengan Metode Confimatory Factor Analysis (CFA).
JP3I (Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia), 8-14.
Ruini, C., & Vescovelli, F. (2013). The Role of Gratitude in Breast Cancer: Its
Relationships with Post-traumatic Growth, Psychological Well-Being and
Distress. Journal Happiness Study , 263–274 .
Ruddin, F. (2020). Dinamika Kesehatan Mental Penduduk Arab Saudi selama
Pandemi Covid-19. Psikoislamika, 17-27.
Ryff, C. D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the
Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social
Psychology, 1069-1081.
Kompas. (2020). Corona: 421 Juta Pelajar di 39 Negara Belajar di Rumah,
Kampus di Indonesia Kuliah Online.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/14/120000765/corona-421-
juta-pelajar-di-39-negara-belajar-di-rumah-kampus-di-indonesia?page=all
(diakses pada 22 Februari 2021)
Purwanto, E. (2016). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, H. (2014). Psychological Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Educational
Psychology Journal, 8-14.
Watkins, P. C., Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R. L. (2003). Gratitude and
Happiness: Development of A Measure of Gratitude, and Relationships
with Subjective Well-Being. Social Behavior and Personality, 431-452.
Wood, A. M., Joseph, S., & Maltby, J. (2009). Gratitude Predicts Psychological
Well-Being Above The Big Five Facets . Personality and Individual
Differences , 443–447.
Wood, A. M., & Joseph, S. (2010). The absence of positive psychological
(eudemonic) well-being as a risk factor for depression: A ten year cohort
study. Journal of Affective Disorders , 213–217.
Ziskis, A. S. (2010). The Relationship Between Personality, Gratitude, and
Psychological Well-Being. Disertasi. New Jersey Graduate School - New
Brunswick Rutgers.

Anda mungkin juga menyukai