KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai psychology well-being sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang kemudian akan dikaitkan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Sehingga dapat ditemukannya unsur
kebaharuan dari penelitin ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan:
Dalam penelitian Cripps & Zyromski (2009), dengan judul “Adolescents’
Psychological Well-Being and Perceived Parental Involvement: Implications for
Parental Involvement in Middle Schools”. Hasil penelitian menunjukkan tingkat
dan jenis keterlibatan orang tua yang dirasakan oleh remaja, berkorelasi dengan
kesejahteraan psikologis remaja. Keterlibatan orang tua yang dirasakan secara
positif mempengaruhi perasaan remaja kesejahteraan psikologis, terutama pada
hubungan teman sebaya, harga diri, dan evaluasi diri.
Yamawaki et al. (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Self-esteem
and life satisfaction as mediators between parental bonding and psychological
well-being in Japanese young adults”. Penelitian ini mengeksplorasi peran mediasi
harga diri dan kepuasan hidup dalam hubungan antara ikatan orang tua (perawatan
dan perlindungan) dengan kesehatan mental (kepuasan hidup, harga diri, dan
kesejahteraan psikologis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri
sepenuhnya memediasi hubungan antara ikatan orang tua dan kesehatan mental
secara umum. Penelitian ini menunjukkan bahwa gaya pengasuhan yang dirasakan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis dewasa awal di Jepang.
Kassa & Rao (2019) melakukan penelitian yang berjudul “Parenting Styles
and Psychological Well-Being: The Mediating Role of Academic Achievement”.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan antara gaya
pola asuh orang tua dan kesejahteraan psikologis dengan prestasi akademik sebagai
peran mediasi. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif dan signifikan
antara gaya pengasuhan dengan kesejahteran psikologis. Selain itu, hasil penelitian
juga mengungkapkan bahwa prestasi akademik memediasi hubungan antara gaya
pengasuhan dan kesejahteraan psikologis remaja.
8
9
untuk menghadapi tantangan dan tugas baru pada periode kehidupan yang berbeda
(Erikson, Buehler, Neugarten).
Individu yeng berada dikategori tinggi, memiliki perasaan pengembangan
yang berkelanjutan, melihat dirinya dapat tumbuh dan berkembang, terbuka untuk
pengalaman baru, memiliki rasa menyadari potensinya, melihat peningkatan diri
dan perilaku dari waktu ke waktu, dan berubah dengan cara yang lebih
mencerminkan pengetahuan diri dan efektivitas. Sedangkan individu yang berada
dikategori rendah, memiliki rasa stagnasi pada dirinya, tidak memiliki rasa
peningkatan atau perkembangan dari waktu ke waktu, merasa bosan dan tidak
tertarik dengan kehidupan, merasa tidak mampu mengembangkan sikap atau
perilaku baru.
4. Positive Relation With Others
Kemampuan untuk mencintai dianggap sebagai atribut penting dari
kesehatan mental (Jahoda). Aktualisasi diri digambarkan memiliki perasaan empati
yang kuat dan kasih sayang yang kuat untuk semua, cinta yang besar, persahabatan
yang mendalam, dan identitas yang dekat dengan orang lain (Maslow). Hubungan
yang hangat dengan orang lain dianggap sebagai kriteria utama kedewasaan
(Allport). Teori tahap perkembangan dewasa (Erikson), menekankan pencapaian
hubungan yang dekat dengan orang lain (intimacy), dan tertarik untuk membimbing
dan mengarahkan orang lain (generative).
Individu yang berada pada kategori tinggi, memiliki hubungan yang hangat,
memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain, prihatin dengan kesejahteraan
orang lain, mampu kuat empati, kasih sayang dan keintiman, serta memahami
tentang memberi dan menerima hubungan manusia. Sebaliknya individu yang
berada pada kategori rendah, memiliki sedikit hubungan yang dekat dan saling
percaya dengan orang lain, merasa sulit untuk bersikap hangat, terbuka, peduli
terhadap orang lain, terisolasi dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak
mau berkompromi untuk mempertahankan hubungan penting dengan orang lain.
5. Purpose In Life
Memiliki keyakinan yang membuat individu merasa tujuan dan makna
dalam hidup adalah bagian dari kesehatan mental yang positif (Jahoda). Definisi
kedewasaan juga mencakup pemahaman yang jelas tentang tujuan seseorang, yang
15
penting dalam memberikan arah dan orientasi hidup (Allport). Teori rentang hidup
menggambarkan perubahan tujuan, atau sasaran pada berbagai tahap kehidupan,
seperti menjadi kreatif atau produktif di usia paruh baya, dan beralih ke integrasi
emosional di kemudian hari (Erikson, Neugarten, Jung).
Individu yang berada pada kategori tinggi, memiliki tujuan dalam hidup dan
hidupnya lebih tertata, merasa ada makna untuk kehidupan sekarang dan masa lalu,
memegang keyakinan yang memberi tujuan hidup, memiliki maksud dan tujuan
untuk hidup. Sedangkan individu yang berada pada kategori rendah, tidak memiliki
rasa makna dalam hidup; memiliki sedikit tujuan atau sasaran, tidak memiliki arah;
tidak melihat tujuan dalam kehidupan lampau; tidak memiliki pandangan atau
keyakinan yang memberi makna hidup.
6. Self-acceptance
Harga diri yang positif merupakan atribut penting dari aktualisasi diri
(Maslow), kedewasaan (Allport), fungsi optimal (Rogers), dan kesehatan mental
(Jahoda). Teori rentang hidup juga menekankan bahwa pentingnya penerimaan diri,
termasuk kehidupan dimasa lalu (Erikson, Neugarten). Proses individuasi (Jung)
menambah penyempurnaan penting pada aspek kesejahteraan, yaitu kebutuhan
untuk menghadapi sisi gelap diri sendiri (bayangan). Bentuk penerimaan diri ini
lebih kompleks daripada pandangan standar harga diri, karena melibatkan
pengakuan dan penerimaan kekuatan dan kelemahan individu.
Individu yang memiliki self-acceptance tinggi, memiliki sikap positif
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri, termasuk baik
dan buruk, merasa positif tentang kehidupan masa lalu. Sedangkan individu yang
memiliki self-acceptance rendah, akan merasa tidak puas dengan diri sendiri,
kecewa dengan apa yang telah terjadi di kehidupan lampau, bermasalah dengan
kualitas pribadi, dan ingin berbeda dari apa yang telah dimiliki.
Selain dimensi yang dikonsepkan oleh Ryff, ada beberapa aspek
kesejahteraan psikologis menurut Ingersoll-Dayton et al., (2004), yaitu:
1. Harmony. Mengalami interaksi yang damai dan bahagia dengan dan di antara
anggota keluarga, teman, dan tetangga; keberhasilan anak seseorang dalam
pekerjaannya tanggung jawab dan hubungan keluarga.
16
seperti penerimaan diri dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
lingkungan.
Psychological well-being dapat diukur dengan beberapa instrument,
diantaranya dalam penelitian Ingersoll-Dayton et al. (2004) pengukuran
menggunakan Thai measure of psychological well-being. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Gao & McLellan (2018), psychological well-being diukur dengan
The Scales of Psychological Well-being (SPWB). Penelitian ini menggunakan
SPWB yang diadaptasi dari penelitian Gao & McLellan (2018), dengan aspek
otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, positif
hubungan dengan orang lain dan penerimaan diri.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini merujuk pada aspek
kesejahteraan psikologis menurut (Ryff, 1989). Hal ini dikarenakan secara
bersama-sama, dimensi ini berfokus pada perasaan baik, bahagia, positif, atau puas
dengan kehidupan. Selain itu, indikator-indikator dalam dimensi di atas sejalan
dengan perspektif eudiamonic.
2.2.2 Parental Involvement
2.2.2.1 Pengertian Parental Involvement
Dalam pendidikan istilah keterlibatan orang tua digunakan untuk
menggambarkan berbagai praktik pengasuhan orang tua, dari keyakinan pendidikan
dan harapan pencapaian akademik hingga berbagai perilaku yang diterapkan orang
tua untuk meningkatkan pencapaian akademik anak-anak dan hasil pendidikan
lainnya (Seginer, 2006). Seginer (2006) memperluas definisi untuk
menggambarkan keterlibatan orang tua berbasis rumah yang berkaitan dengan
praktik terkait pendidikan yang terjadi di rumah, yang mengacu pada tiga aspek:
motivasi (misalnya, memberi anak dukungan dan menetapkan standar prestasi),
kognitif (misalnya, mengajarkan anak untuk membaca dan memecahkan masalah
logika atau matematika), dan perilaku (misalnya, mengajar rutinitas yang
berhubungan dengan sekolah, terutama yang terkait perilaku sekolah dan tugas
sekolah). Keterlibatan orang tua berbasis sekolah seperti mendukung sekolah di
berbagai bidang, mulai dari akademik, kegiatan ekstrakurikuler dan tugas
pemeliharaan sekolah, serta berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan pertemuan
orang tua-guru.
18
Menurut Hill & Tyson (2009) keterlibatan orang tua didefinisikan sebagai
interaksi orang tua dengan sekolah dan dengan anak-anak mereka untuk
meningkatkan keberhasilan akademik. Keterlibatan orang tua mencakup beberapa
aspek, diantaranya home-based involvement, school-based involvement, dan
academic socialization (Hill & Tyson, 2009). Komunikasi antara orang tua dan
anak termasuk dalam aspek home-based involvement. Sedangkan, komunikasi
antara orang tua dan guru termasuk dalam aspek school-based involvement.
Kemudian academic socialization mencakup, aspirasi dan harapan orang tua
terhadap pendidikan anaknya. Oleh karena itu, home-based involvement dan
school-based involvement lebih menunjukkan pada perilaku orang tua, sedangkan
keterlibatan orang tua dalam bentuk academic socialization merupakan keterlibatan
non-perilaku orang tua (Li et al., 2019). Home-based involvement dan school-based
involvement sering dikategorikan sebagai keterlibatan orang tua dalam berbagai
penelitian, sedangkan academic socialization tidak selalu dikategorikan sebagai
keterlibatan orang tua (Guo et al., 2018).
2.2.2.2 Dimensi Parental Involvement
Seginer (2006) merumuskan beberapa aspek yang berhubungan dengan
keterlibatan orang tua berbasis rumah dan berbasis sekolah, berikut penejelasannya:
1. Keterlibatan orang tua berbasis rumah
Berkaitan dengan aktivitas keterlibatan pendidikan harian orang tua di rumah,
seperti pemantauan, bantuan kognitif, dan dukungan emosional.
2. Keterlibatan orang tua berbasis sekolah
Menghasilkan dua faktor: (a) komunikasi dengan sekolah, terutama ketika masalah
yang melibatkan anak; dan (b) menjadi sukarelawan untuk membantu pendidikan
sekolah kegiatan.
Hill & Tyson (2009) merumuskan tiga dimensi keterlibatan orang tua, yaitu
keterlibatan berbasis rumah, keterlibatan berbasis sekolah, dan sosialisasi
akademik. Berikut penjelasan lebih rinci terkait dimensi keterlibatan orang tua,
yaitu:
1. Home-based Involvement
Termasuk strategi seperti komunikasi antara orang tua dan anak tentang
sekolah, keterlibatan dalam pekerjaan sekolah (misalnya, bantuan pekerjaan
19
Pengembangan diri orang tua agar lebih terlibat dalam pendidikan anak-
anak mereka, mis. Oleh membaca tentang perkembangan anak atau
mengikuti kurikulum baru.
4. Volunteering
Secara sukarela mengikuti kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
5. Komunikasi dengan anak
Komunikasi yang mendorong dan demokratis dengan anak berdasarkan
kepercayaan.
6. Mengaktifkan pengaturan rumah
Kemampuan orang tua untuk mengatur lingkungan rumah baik secara
fisik maupun emosional untuk memfasilitasi perkembangan anak
mempelajari.
7. Mendukung pengembangan kepribadian
Membantu anak menjadi bertanggung jawab, percaya diri, mandiri,
bertanya, meneliti orang.
8. Mendukung pengembangan sosial budaya
Mendukung dan mendorong anak-anak untuk mengambil bagian dalam
acara sosial, budaya, seni dan kegiatan seperti teater, pramuka, puisi,
musik dan olahraga.
Parental involvement dapat diukur dengan beberapa instrument,
diantaranya dalam penelitian Gürbüztürk & Şad (2010) pengukuran dilakukan
dengan menggunakan Turkish Parental Involvement Scale (TPIS). Penelitian oleh
Toren (2013), pengukuran parental involvement dilakukan menggunakan skala
parental involvement yang diadaptasi dari Seginer (2006). Penelitian ini akan
menggunakan pengukuran parental involvement yang diadaptasi dari Toren (2013).
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merujuk pada aspek parental
involmenet dari Seginer (2006), yaitu keterlibatan orang tua berbasis rumah dan
berbasis sekolah. Sesuai dengan penelitian Guo et al. (2018) yang menunjukkan
bahwa keterlibatan orang tua berbasis rumah dan berbasis sekolah sering
dikategorikan sebagai keterlibatan orang tua.
21
yaitu dari orang tua. Dalam penelitian ini akan mewakili empat jenis dukungan dari
Tardy yaitu penilaian, emosional, instrumental dan informasional.
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Keselarasan antara Parental Involvement yang dilakukan Orang Tua
dengan Parental Involvement yang dirasakan Anak
Keterlibatan orang tua yang dirasakan memiliki dampak positif atau negatif
pada kesejahteraan psikologis remaja, terutama yang berkaitan dengan harga diri
dan harga diri, hubungan teman sebaya, dan frekuensi kejadian negatif dalam
kehidupan keluarga (Wilkinson, 2004). Masa remaja menentukan harga diri, efikasi
diri, dan harga diri individu berdasarkan persepsi yang diterima melalui keterlibatan
orang tua. Akibatnya, mungkin tersirat bahwa keterlibatan orang tua yang dirasakan
penting untuk kesejahteraan psikologis remaja (Cripps & Zyromski, 2009).
Dalam penelitian Liu et al. (2021) telah menemukan bahwa orang tua
melaporkan tingkat keterlibatan orangtua yang lebih rendah daripada anak-anak
mereka. Sama halnya dengan penelitian Liu et al. (2022) juga menunjukkan bahwa
orang tua dan anak-anak mereka memiliki persepsi yang berbeda tentang
keterlibatan orangtua. Orang tua dapat melaporkan tingkat keterlibatan orang tua
yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada anak-anak mereka.
Berbeda dengan penelitian DePlanty et al. (2007) yang menemukan bahwa
tingkat keterlibatan orangtua yang dilaporankan orang tua lebih tinggi daripada
anak-anak mereka. Siswa merasakan tingkat keterlibatan orang tua yang lebih
rendah daripada yang dilaporkan orang tua mereka. Walaupun perbedaan antara
persepsi tentang keterlibatan orang tua antara siswa dan orang tua dapat diprediksi,
beberapa penelitian telah mengeksplorasi perbedaan antara persepsi mereka.
Mengingat sifat orang tua yang beragam dengan berbagai keterlibatan dan kondisi
kesehatan mental remaja yang beragam pula.
Penelitian yang dilakukan Thomas et al. (2020) ditemukan bahwa orang tua
secara signifikan menunjukkan skor yang lebih tinggi daripada siswa. Dalam
penelitian tersebut, orang tua mendapat skor tertinggi karena ketertarikannya
dengan apa terjadi di sekolah dan apa yang dipelajari anak di sekolah, tetapi
menunjukkan nilai yang rendah untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.
Sebagai perbandingan, siswa memberikan nilai terendah untuk partisipasi orang tua
24
dalam kegiatan sekolah dan harapan orang tua terhadap kinerja mereka. Selain itu,
uji sampel berpasangan dilakukan untuk membandingkan skor orang tua dan siswa
mengenai keterlibatan orang tua. Secara keseluruhan, ada perbedaan yang
signifikan dalam persepsi keterlibatan orang tua antara orang tua dan siswa.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pada tingkat item, siswa dan orang tua
secara signifikan ada perbedaan pada semua item. Perbedaan terbesar terlihat pada
minat orang tua terhadap apa yang dipelajari anak di sekolah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (DePlanty et al., 2007; Thomas et
al., 2020; Liu et al., 2021; Liu et al., 2022) yang menyatakan bahwa adanya
perbedaan yang signifikan mengenai persepsi keterlibatan orang tua antara orang
tua dan siswa. Sehingga diketahui bahwa adanya perbedaan antara keterlibatan
yang dilakukan oleh orang tua dengan keterlibatan orang tua yang dirasakan oleh
anak.
2.3.2 Keselarasan antara Dukungan Sosial yang diberikan Orang Tua
dengan Dukungan social yang dirasakan Anak
Dukungan sosial yang dirasakan mengacu pada sejauh mana remaja percaya
bahwa mereka dapat memperoleh dukungan dari sumber dalam lingkungan sosial
mereka (keluarga, teman, guru, dan teman sekelas), terutama ketika mereka
membutuhkan bantuan (Bokhorst et al., 2010). Dukungan sosial di masa remaja
adalah sebagai dasar untuk proses perkembangan, seperti mengatasi stres dan
kesulitan dan pertumbuhan pribadi (Bi et al., 2021).
Crow & Seybold (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
mengenai dukungan social antara remaja dan orang tua. Persepsi orang tua tentang
dukungan sosial mereka tampak lebih positif daripada persepsi remaja.
Kesenjangan dukungan sosial antara orang tua dan remaja berkaitan dengan
kematangan dan aspek perkembangan. Oleh karena itu, tidak adanya korelasi yang
signifikan antara persepsi orang tua dan remaja terkait dengan dukungan social.
Dalam penelitian Bartoszuk et al. (2021) melihat tugas-tugas yang dapat
dilakukan orang tua untuk anak-anak mereka, baik orang tua maupun siswa
menunjukkan bahwa orang tua melakukan semua tugasnya. Namun, terdapat
perbedaan yang signifikan antara laporan dari orang tua dan anak. Ditemukan hanya
dalam satu tugas, di mana orang tua melaporkan bahwa mereka menyelesaikan
25
lebih banyak tugas daripada anak mereka. Pada skala dukungan sosial, siswa
menunjukkan bahwa orang tua mereka memberikan dukungan sosial yang jauh
lebih banyak daripada yang dilaporkan orang tua mereka. Mengenai dukungan
keuangan, siswa melaporkan menerima lebih banyak dukungan daripada yang
dilaporkan orang tua mereka, tetapi perbedaannya relatif kecil.
Niermann et al. (2020) menunjukkan bahwa persepsi anak dan orang tua
tentang dukungan orang tua berbeda secara signifikan. Kesepakatan antara persepsi
anak dan orang tua tentang dukungan sosial kurang baik. Diagram menunjukkan
bahwa tingkat persepsi anak lebih rendah daripada tingkat persepsi orang tua yang
lebih tinggi terkait dukungan social.
Berdasarkan penelitian (Niermann et al., 2022; Bartoszuk et al. 2021; Crow
dan Seybold 2013) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara laporan orang tua dan anak terkait dukungan sosial. Sehingga dalam hal ini
adanya perbedaan antara dukungan social yang diberikan oleh orang tua dengan
dukungan social yang dirasakan oleh anak.
2.3.3 Hubungan antara Parental Involvement dengan Psychological Well-
Being
Dalam penelitian Baig et al. (2021) yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara keterlibatan orang tua dengan kesejahteraan remaja di Oman.
Keterlibatan orang tua memainkan peran positif dalam semua aspek kesejahteraan
pemuda Oman. Keterlibatan orang tua berkorelasi positif dengan masing-masing
variabel dependen Y (perilaku, kesehatan fisik, dan hasil kesehatan mental).
Singkatnya, penelitian ini meneliti bagaimana keterlibatan orang tua mempengaruhi
kesejahteraan mental dan fisik remaja di Oman. Keterlibatan orang tua telah
ditemukan menjadi faktor pelindung penting untuk perilaku berisiko, kesehatan
mental dan fisik yang buruk.
Wang et al., (2018) dalam penelitiannya ditemukan bahwa tingkat
keterlibatan orang tua berbasis rumah tergolong tinggi, kemudian dikaitkan dengan
tingkat gangguan mental yang rendah. Artinya siswa memiliki tingkat kesehatan
mental (depresi) yang rendah ketika tingkat keterlibatan orang tua berbasis rumah
tinggi. Sheikh-khalil & Wang, (2014) dalam penenlitiannya ditemukan bahwa
tingkat keterlibatan orang tua berbasis sekolah tergolong tinggi, kemudian
26
nilai positif yang berarti apabila dukungan sosial meningkat, maka kesejahteraan
psikologis juga akan meningkat.
Berdasarkan penelitian Kurudirek et al. (2022), Adyani et al. (2019), dan
Nashich & S Palupi (2020), ditemukan bahwa dukungan social dengan
kesejahteraan psikologis memiliki hubungan yang signifikan. Karena hal tersebut,
maka terdapat hubungan antara dukungan social dengan kesejahteraan psikologis.
2.3.5 Hubungan antara Parental Involvement dan Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-Being
Dalam penelitian Ruholt et al. (2015) mengkaji peran orang tua terhadap
kesejahteraan akademik siswa remaja. Hasil ini menunjukkan bahwa dukungan
orang tua dan keterlibatan orang tua sama pentingnya untuk kesejahteraan
akademik siswa. Lavasani et al. (2011) dalam penelitiannya menyelidiki hubungan
antara gaya pengasuhan orangtua, dukungan sosial terhadap kesejahteraan
psikologis. Temuannya mengungkapkan bahwa persepsi gaya pengasuhan otoriter
dan permisif menunjukkan secara signifikan memiliki hubungan negatif dengan
kesejahteraan psikologis, seperti dukungan sosial menunjukkan secara signifikan
memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan psikologis. Perlu bagi orang tua
yang berperan sebagai orang tua dan mendukung anak-anak mereka secara sosial
terutama peran mengembangkan posisi psikologis dan sosial mereka
Sharma & Kaushik (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan
tidak signifikan antara prental involvement dan persived social support terhadap
tekanan psikologis (psychological distress). Hasil korelasi antara parental
involvement dan psychological distress menunjukkan hubungan yang negative.
Carlson (2006) mengatakan bahwa remaja tidak menunjukkan tekanan psikologis
dan terlibat dalam perilaku berisiko ketika memiliki tingkat keterlibatan orang tua
yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih dekat dengan orang tua mereka. Artinya
ketika tingkat keterlibatan orang tua tinggi maka tingkat psychological distress
rendah. Ketika berhubungan negative dengan psychological distress, maka akan
berhubungan positif dengan psychological well-being. Sesuai dengan penelitian
Baig et al. (2021) yang menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dan
psychological well-being memiliki hubungan.
28
2.4 Hipotesis
Berdasarkan penjelasan dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan diatas,
peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Adanya keselarasan antara parental involvement yang dilakukan orang
tua dengan parental involvement yang dirasakan anak
2. Adanya keselarasan antara dukungan sosial yang diberikan orang tua
dengan dukungan social yang dirasakan anak
3. Terdapat hubungan positif antara parental involvement dengan
psychological well-being
4. Terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan psychological
well-being
5. Terdapat hubungan antara parental involvement dan dukungan sosial
dengan psychological well-being