Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN ANTARA KETERBUKAAN DIRI DENGAN

KUALITAS HIDUP MAHASISWA FAKULTAS


PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN
SATYA WACANA

OLEH

MAHENDRA PRATAMAJATI

802018701

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari


Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019
PENDAHULUAN

Kualitas hidup atau quality of life memang jarang menjadi topik


perbincangan akhir-akhir ini, walaupun demikian kualitas hidup selalu terlintas
dalam benak manusia. Kualitas hidup sendiri menurut WHO (2003) adalah
persepsi individual tentang posisinya di masyarakat dalam konteks nilai dan
budaya yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan juga perhatian. Dalam
hal ini kualitas hidup merupakan konsep sangat luas yang dipengaruhi oleh
keadaan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, interaksi sosial, lingkungan
sekitarnya, dan juga keadaan spiritual. Di dalamnya meliputi beberapa aspek
yaitu, kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Oleh karena
itu kualitas hidup satu individu dengan yang lain pasti berbeda-beda.

Individu yang mulai memasuki masa perkuliahan termasuk dalam kategori


remaja, pada masa remaja akhir, sekitar umur 18 – 21 tahun (Deswita, 2006),
yang dalam masa perkembangannya tidak selalu berjalan lancar karena
menghadapi tekanan dan hambatan akibat kerawanan secara fisik, kognitif, sosial,
dan emosi. Pada usia remaja inilah terjadi proses perubahan menuju proses
pematangan kepribadian yang penuh dengan pemunculan sifat-sifat pribadi
sesungguhnya yang harus berbenturan dengan rangsangan dari luar. Kondisi
remaja semacam ini dapat memengaruhi remaja dalam mempertimbangkan
kesesuaian cita-cita, kemampuan, ketertarikan, bakat, kondisi emosi, dan
pemikiran masa depan (Santrock, 2002). Seiring dengan terjadinya proses
pematangan dalam kepribadian, remaja mulai merasakan atau memikirkan
kualitas hidup mereka.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyoroti


tentang peningkatan kualitas hidup manusia dan masalah-masalah yang terjadi
pada remaja (BKKBN, 2016). Di situ dinyatakan bahwa kualitas hidup manusia
khususnya remaja masih dalam batas ambang baik, tetapi dalam artikel tersebut
dapat dilihat bahwa kualitas hidup remaja masih dihitung sebatas aspek-aspek
secara fisik saja, belum dilihat secara menyeluruh, sementara aspek-aspek atau

1
2

faktor-faktor yang secara langsung ataupun tidak langsung bersinggungan dengan


remaja masih cukup banyak.

Terkait dengan hal di atas, sebagian remaja merupakan individu yang


memasuki dunia kuliah. Masa perkuliahan adalah salah satu masa dimana remaja
mengalami banyak hal dengan tujuan untuk mempersiapkan diri menuju masa-
masa selanjutnya. Segala relasi, interaksi dan kejadian yang dialami di masa ini
dinilai menjadi hal yang penting dan perlu diperhatikan. Demikian pula dalam
proses pengembangan diri sendiri dan kematangan pribadi, pada masa-masa ini
banyak hal yang dialami dan mempengaruhi masa berikutnya. Pada usia 18-21
tahun seseorang berada pada fase remaja akhir (Deswita, 2006), dan dalam hal ini
sebagian dari mereka menjadi mahasiswa.

Berdasarkan observasi peneliti, para mahasiswa Fakultas Psikologi


Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) banyak yang mengikuti aktivitas atau
kegiatan di kampus, salah satunya di Student Center (SC). Beragam kegiatan
diikuti oleh para mahasiswa, di antaranya kegiatan terstruktur seperti realisasi
kegiatan dari kelompok bakat minat (KBM), ataupun organisasi kemahasiswaan,
maupun kegiatan tidak terstruktur seperti misalnya mengerjakan tugas kuliah atau
belajar bersama. Pendapat Endarwati dkk (2016) menekankan pentingnya aspek
sosial untuk menilai dan mengembangkan kualitas hidup mahasiswa. Dengan
demikian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa itu melibatkan
interaksi sosial dengan lingkungan sekitar dan oleh karenanya dapat dipandang
sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan wawancara secara
singkat antara peneliti dengan beberapa mahasiswa, sebagian dari mereka aktif
dalam kegiatan organisasi, kegiatan sosial dan spiritual, dan mendorong mereka
untuk berinteraksi dengan orang lain. Namun demikian sebagian mahasiswa yang
lain tidak menunjukkan ketertarikan untuk mengikuti kegiatan serta menikmati
sosialisasi dengan orang lain. Beberapa mahasiswa yang peneliti sempat temui
ada pula yang mengungkapkan bahwa mereka merasa minder atau rendah diri
sehingga enggan untuk bersosialisasi dengan mahasiswa lain di SC.

Berkaitan dengan kualitas hidup remaja dalam penelitian terdahulu yang


ditulis oleh Shen (2015) ditemukan bahwa ada keterkaitan antara kualitas hidup
3

dengan interaksi sosial. Dijelaskan pula bahwa remaja khususnya yang memiliki
tipe kepribadian ekstrover yang melakukan keterbukaan diri pada keluarga atau
teman dekat juga memerlukan media online untuk mencari dukungan di saat
merasa tidak puas dengan kualitas hidupnya. Sementara itu Ekasari (2013)
menyatakan bahwa ada hubungan korelasi positif yang signifikan antara
keterbukaan diri melalui blackberry messenger dan kualitas hidup pada remaja.
Sedangkan menurut Johnson (dalam Gainau, 2009) dikatakan bahwa sesuai
dengan perkembangannya, remaja dituntut untuk lebih banyak belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk.
Keterampilan keterbukaan diri yang dimiliki oleh remaja akan membantu dalam
mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri, sementara apabila remaja
tidak memiliki kemampuan keterbukaan diri, maka dia akan mengalami kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik


melakukan penelitian untuk membuktikan tentang apakah ada hubungan antara
keterbukaan diri dengan kualitas hidup mahasiswa pada mahasiswa Fakultas
Psikologi.

Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan antara keterbukaan diri dengan kualitas hidup pada mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
keterbukaan diri dengan kualitas hidup pada mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW.
4

Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Ilmu Psikologi
sebagai bahan rujukan khususnya yang berkaitan dengan keterbukaan dan kualitas
hidup.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan pada Fakultas,
dalam memperhatikan keterbukaan diri mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan
mahasiswa, agar mampu untuk melakukan interaksi sosial dengan tujuan melihat
bagaimana kualitas hidup mahasiswa dan dapat menjadi masukan dalam membuat
kegiatan mahasiswa atau sarana prasarana Fakultas Psikologi demi sedikit
meningkatkan kualitas hidup mahasiswa.
Hasil dari penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan saran pada
mahasiswa untuk melatih diri melakukan keterbukaan diri, agar mahasiswa dapat
mengungkapkan perasaan, pendapat atau saran, kritik, dan keluhan dengan baik
dan tepat.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua
dalam memperhatikan keterbukaan dan kualitas hidup anak-anaknya, juga
menjadi masukan untuk mengambil tindakan agar dapat menjaga kedekatan
dengan anak. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan
evaluasi diri terhadap perilaku keterbukaan diri.

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Hidup

Kualitas hidup (quality of life) menurut oganisasi kesehatan dunia (World


Health Organization) didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi
individu hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian
seseorang (Fitriana & Ambarini, 2012).
5

Aspek-Aspek Kualitas Hidup


Menurut WHO (1996) aspek kualitas hidup dapat dilihat dari struktur
empat aspek World Health Organization Quality of Life Questionnaire – Short
Version (WHOQOL – BREF, 1996) yaitu:
1. Kesehatan fisik, yaitu fisik dalam keadaan baik, artinya bebas dari sakit
pada seluruh badan dan bagian-bagian lainnya. Riyadi (dalam Aliyono,
Tondok & Ayuni, 2012) mengungkapkan kesehatan fisik dapat memengaruhi
kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan
individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal
perkembangan ke tahap selanjutnya. Aspek ini meliputi aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada bahan obat dan alat bantu medis, energi dan kelelahan,
mobilitas, nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, dan kapasitas kerja.
2. Psikologis, terkait dengan keadaan mental individu. Riyadi (dalam
Aliyono, Tondok & Ayuni, 2012) menyebutkan keadaan mental mengarah pada
mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan
perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri
maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik,
dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu
tersebut sehat secara mental. Aspek ini meliputi gambar tubuh dan penampilan,
perasaan negatif, perasaan positif, penghargaan diri, kepercayaan individu,
berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.
3. Hubungan sosial, yaitu hubungan
antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan
saling memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya
(Aliyono, Tondok & Ayuni, 2012). Aspek ini meliputi hubungan personal,
dukungan sosial, dan aktivitas seksual.
4. Lingkungan, yaitu tempat tinggal individu, termasuk didalamnya
keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan,
termasuk didalamnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan
(Aliyono, Tondok & Ayuni, 2012). Aspek ini meliputi sumber keuangan,
kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan, kesehatan dan social care, yaitu
aksesibilitas dan kualitas lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi
6

dan keterampilan baru, partisipasi dan peluang untuk kegiatan rekreasi,


lingkungan fisik dan transportasi.

Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hidup


Menurut Ghozally (2005) faktor yang memengaruhi kualitas hidup, di
antaranya mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain,
perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, serta mengembangkan sikap empati.
Hasil penelitian Ekasari (2013) menunjukkan bahwa keterbukaan diri juga
memengaruhi kualitas hidup.

Keterbukaan Diri.
Menurut Sherwin (1998) keterbukaan diri yaitu pengungkapan segala
pikiran, perasaan, dan informasi tentang diri sendiri secara sukarela dan sengaja
kepada orang lain baik secara lisan maupun tertulis.

Aspek Keterbukaan Diri

Sherwin (1998) mengungkapkan keterbukaan diri dapat dilihat dari sembilan


aspek, yaitu:
1. Emotional state: menyangkut pernyataan emosi, perasaan pada orang lain,
juga sikap terhadap situasi yang disampaikan pada orang lain
2. Interpersonal relation: menyangkut hubungan antar orang atau pribadi
yang terbentuk diluar keluarga
3. Personal matters: menyangkut diri sendiri, kejujuran tentang diri sendiri.
4. Problems: menyangkut konflik yang dialami individu, serta situasi atau
keadaan yang dapat diringankan dengan keterbukaan diri.
5. Religion: kemampuan untuk berbagi pengalaman, pikiran dan emosi
tentang agama.
6. Sex: kesediaan untuk membahas persoalan seksual, kebutuhan dan
pandangan tentang seks.
7. Taste : menyangkut pandangan, perasaan, apresiasi terhadap tempat atau
benda.
7

8. Thoughts: menyangkut kesediaan berbagi ide tentang persepsi pada hal


dan situasi kepada orang lain.
9. Work/study/accomplishment: kesediaan berbagi mengenai tugas, pekerjaan
dan tanggung jawab.
Manfaat Keterbukaan Diri

Keterbukaan diri dalam dalam kehidupan remaja memiliki peranan penting


karena keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya dapat
mengungkapkan apa yang diinginkan masing-masing individu (DeVito, 2011)
Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Informasi tentang diri sendiri

Secara tidak langsung melalui keterbukaan diri, individu akan


mendapatkan cara pandang baru mengenai diri sendiri., dan dapat
digunakan untuk meyakinkan pada diri individu tentang siapakah dirinya.

2. Kemampuan untuk mengatasi masalah

Dengan keterbukaan diri, saat individu mengalami masalah, individu


tersebut dapat menerima dukungan dari individu lain untuk menyelesaikan
masalahnya.

3. Komunikasi efektif

Bila terjadi keterbukaan diri dalam sebuah komunikasi maka semua pihak
dalam komunikasi tersebut akan lebih memahami, lebih mengerti apa yang
sedang dikomunikasikan. Komunikasi akan menjadi lebih efektif bila
semua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut sudah saling
mengenal.

4. Hubungan penuh makna

Melalui keterbukaan diri, terlebih dalam hubungan timbal balik, akan


terbentuk rasa kepercayaan diri pada orang lain, rasa saling menghargai.
8

5. Kesehatan mental

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh James Pennecbacker


menggambarkan bahwa orang yang terbuka akan lebih kebal dari penyakit
yang disebabkan oleh stres. Berkaitan dengan proses katarsis, bila individu
mengalami masalah dan beban mental, dengan menceritakan masalah dan
atau beban tersebut individu tersebut dapat meringankan perasaannya.

Hubungan antara Keterbukaan Diri dengan Kualitas Hidup


Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda satu sama lain,
tetapi setiap individu dalam kualitas hidupnya memiliki kebutuhan untuk
bersosialisasi dan bersinggungan dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan
untuk mendapatkan dukungan sosial, hubungan personal, dan penghargaan diri
(Aliyono, dkk, 2012). Tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara
salah satunya dengan melakukan keterbukaan diri dengan individu lain di
sekitarnya. Menurut penelitian Maryam B. Gainau (2006) keterbukaan diri (self
disclosure) sangat penting dalam hubungan sosial dengan orang lain. Individu
yang mampu melakukan keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat
mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive),
lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu
bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka.
Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure)
terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan
takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup.
Melihat kembali pada teori DeVito (2011), keterbukaan diri bermanfaat
bagi individu untuk mampu mengatasi masalah, mampu berkomunikasi efektif,
mampu menjalin hubungan yang penuh makna, dan sehat secara mental. Manfaat-
manfaat tersebut jika diartikan lebih jauh menunjuk pada kondisi psikologis yang
positif dan bisa diartikan posisi individu yang sesuai harapan dalam konteks
budaya dan sistem nilai, sebagaimana didefinisikan sebagai kualitas hidup.
Berdasarkan uraian ini dapat disampaikan bahwa keterbukaan diri memiliki
hubungan dengan kualitas hidup.
9

Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah ada hubungan yang positif antara keterbukaan diri dengan kualitas hidup
pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Semakin
tinggi tingkat keterbukaan diri mahasiswa, maka semakin tinggi pula kualitas
hidupnya.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan desain
korelasional.

Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu keterbukaan diri (X)
sebagai variabel bebas dan kualitas hidup sebagai variabel terikat (Y).

Definisi Operasional
Kualitas hidup yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan
lingkungan

Keterbukaan diri yaitu emotional state, interpersonal relation, personal


matters, problems, religion, sex, taste, thought, dan work/study/accomplishment

Partisipan
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga angkatan 2018 berjumlah 302 orang.
Peneliti mengambil angkatan 2018 sebagai populasi dikarenakan mahasiswa
angkatan ini termasuk dalam batasan kriteria umur, sedang dalam masa aktif
dalam kegiatan di lingkungan Universitas, baik perkuliahan atau kegiatan bakat
minat. Adapun partisipan penelitian adalah 143 orang mahasiswa Fakultas
10

Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga angkatan 2018, jumlah


tersebut ditentukan dari Tabel Penentuan Jumlah Sampel Isaac dan Michael dari
populasi 302 orang dengan tingkat kesalahan 10% (dalam Sugiyono, 2010).
Partisipan diambil dari 2 (dua) kelas yang berbeda dan merupakan mata
perkuliahan yang diperuntukkan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2018,
dan sisanya mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2018 yang sedang berada di
sekitar kantor Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan indikator
dan skala sebagai berikut:
Kualitas Hidup
Kualitas hidup diukur dengan menggunakan alat ukur atau skala yang
sudah ada, yaitu WHOQOL – BREF (1996), dengan indikator : Kesehatan fisik,
di antaranya aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada bahan obat dan alat bantu
medis, energi dan kelelahan, mobilitas, nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan
istirahat, dan kapasitas kerja. Kesehatan psikologis, diataranya gambaran tubuh
dan penampilan, perasaan negatif, perasaan positif, penghargaan diri, kepercayaan
individu, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. Hubungan sosial, yaitu
hubungan personal, dukungan sosial, dan aktivitas seksual. Lingkungan, aspek ini
meliputi sumber keuangan, kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan,
kesehatan dan social care: aksesibilitas dan kualitas lingkungan rumah, peluang
untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dan peluang untuk
kegiatan rekreasi, lingkungan fisik dan transportasi. Skala yang digunakan
merupakan skala Likert dengan sebaran skor 1 sampai dengan 5, dengan kategori
sesuai dengan kuesioner Kualitas Hidup WHO.
Keterbukaan Diri
Keterbukaan diri diukur dengan menggunakan alat ukur yang disusun oleh
peneliti berdasarkan indikator kualitas hidup menurut Sherwin (1998), yaitu :
emotional state, interpersonal relation, personal matters, problems, religion, sex,
taste, thought, work/study/accomplishment. Model skala yang digunakan adalah
skala Likert dengan kategori untuk item favorable: STS (Sangat Tidak Sesuai)
11

yang diberi bobot 1, TS (Tidak Sesuai) yang diberi bobot 2, N (Netral) yang diberi
bobot 3, S (Sesuai) yang diberi bobot 4, dan SS (Sangat Sesuai) yang diberi bobot
5. Sedangkan untuk item unfavorable: STS (Sangat Tidak Sesuai) yang diberi
bobot 5, TS (Tidak Sesuai) yang diberi bobot 4, N (Netral) yang diberi bobot 3, S
(Sesuai) yang diberi bobot 2, dan SS (Sangat Sesuai) yang diberi bobot 1.

Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala keterbukaan


diri dan skala kualitas hidup kepada partisipan mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang memiliki kriteria yang sesuai dengan
syarat yang telah ditentukan, pada tanggal 5, 6, 7, 8, dan 11 November 2019.
Proses pengambilan data dilakukan dengan cara peneliti memberikan skala kepada
mahasiswa yang sedang berada di sekitar Kantor Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana dan sebagian dilakukan pengambilan data di dalam ruang
kelas.

Teknik Analisis Data


Metode analisis data menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan
antara keterbukaan diri dengan kualitas hidup pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana. Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 16.0.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Setelah dilakukan proses pengambilan data pada bulan November 2019
selanjutnya dilakukan penghitungan dengan SPSS 16.0, yaitu hasil uji reliabilitas
dan seleksi item. Dari skala keterbukaan diri atau skala 1 (27 item) dan skala
kualitas hidup atau skala 2 (26 item), didapati 19 soal pada skala keterbukaan diri
dinyatakan valid, dan 22 soal pada skala kualitas hidup dinyatakan valid. Disini
peneliti menggunakan skor koefisien korelasi dengan batas bawah 0,25 (Azwar,
2012). Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan SPSS 16.0, skala keterbukaan diri
12

mendapatkan skor Cronbach’s Alpha sebesar 0,864, sedangkan skala kualitas


hidup mendapatkan skor Cronbach’s Alpha sebesar 0,840, dimana skala dikatakan
reliabel bila skor Cronbach’s Alpha mendekati 1, dengan kata lain kedua skala
tersebut reliabel dan layak untuk digunakan sebagai alat ukur penelitian.

TABEL 1. Reliability Statistics Skala 1 TABEL 2. Reliability Statistics Skala 2 Kualitas


Keterbukaan Diri Hidup
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha
Cronbach's Based on Cronbach's Based on
Alpha Standardized Items N of Items Alpha Standardized Items N of Items
.864 .863 19 .840 .846 22

Variabel keterbukaan diri memiliki item dengan daya diskriminasi baik


berjumlah 19 item, dengan jenjang skor antara 1 sampai dengan 5 yaitu STS
(Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), N (Netral), S (Sesuai), dan SS (Sangat
Sesuai).

TABEL 3. Kategorisasi Pengukuran Skala 1 (Keterbukaan Diri)


Interval Kategori Frekuensi %
79.8 < X ≤ 95 Sangat Tinggi 7 4,90

64,6 < X ≤ 79,8 Tinggi 78 54,55

49,4 < X ≤ 64,6 Sedang 52 36,36

34,2 < X ≤ 49,4 Rendah 6 4,20

19 ≤ X ≤ 34,2 Sangat Rendah 0 0

(interval: 15,2) TOTAL 143 100


Min = 19 Max =95 Mean = 65,80 SD = 9,37750 : 9,38

Dari tabel diatas dilihat bahwa partisipan memiliki keterbukaan diri


dengan kategori sangat tinggi (7 orang atau 4,90 %), kategori tinggi (78 orang
atau 54,55%), kategori sedang (52 orang atau 36,36%), kategori rendah (6 orang
atau 4,20%) dan tidak ada partisipan dengan kategori sangat rendah.
Variabel kualitas hidup memiliki item dengan daya diskriminasi baik
berjumlah 22 item, dengan jenjang skor antara 1 sampai dengan 5 yang mengikuti
kategori sesuai dengan kuesioner Kualitas Hidup WHO.
13

TABEL 4. Kategorisasi Pengukuran Skala 2 (Kualitas Hidup)


Interval Kategori Frekuensi %
92,4 < X ≤ 110 Sangat Tinggi 1 0,70

74,8 < X ≤ 92,4 Tinggi 78 54,55

57,2 < X ≤ 74,8 Sedang 60 41,96

39,6 < X ≤ 57,2 Rendah 4 2,80

22 ≤ X ≤ 39,6 Sangat Rendah 0 0,00

(interval: 17,6) TOTAL 143 100


Min = 22 Max =110 Mean = 75,66 SD = 7,97791 : 7,98
Dari tabel diatas dilihat bahwa partisipan memiliki kualitas hidup dengan kategori
sangat tinggi (1 orang atau 0,70 %), kategori tinggi (78 orang atau 54,55%),
kategori sedang (60 orang atau 41,96%), kategori rendah (4 orang atau 2,80%)
dan tidak ada partisipan dengan kategori sangat rendah.
Peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS 16.0 untuk
meneliti apakah data yang diambil berdistribusi normal. Dari skala keterbukaan
diri didapatkan nilai p = 0,522 dan skala kualitas hidup p = 0,140, dimana nilai p
dari kedua skala tersebut lebih besar dari taraf signifikasi 0,05, sehingga kedua
skala tersebut memiliki distribusi normal.
TABEL 5. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Keterbukaan Kualitas
diri hidup

N 143 143

Normal Parametersa Mean 65.7972 75.6643

Std. Deviation 9.37750 7.97791

Most Extreme Differences Absolute .068 .096

Positive .061 .044

Negative -.068 -.096

Kolmogorov-Smirnov Z .814 1.154

Asymp. Sig. (2-tailed) .522 .140

a. Test distribution is Normal.

Untuk mengetahui apakah kedua variabel yang digunakan dalam


penelitian ini memiliki hubungan linear signifikan atau tidak, dilakukan uji
14

linieritas. Kriteria uji linieritas adalah jika hubungan yang terjadi berbentuk linier
jika nilai signifikansi deviation from linearity > 0,05. Dengan menggunakan SPSS
16.0, didapatkan nilai signifikansi dari keterbukaan dengan kualitas hidup adalah
0,111, dimana lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan antara keterbukaan diri
dan kualitas hidup mempunyai hubungan linier.

TABEL 6. ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Kualitas Between (Combined) 4272.819 36 118.689 2.640 .000


hidup * Groups
Linearity 2113.498 1 2113.498 47.015 .000
Keterbukaan
Deviation from
diri 2159.321 35 61.695 1.372 .111
Linearity

Within Groups 4765.069 106 44.953

Total 9037.888 142

Hasil dari SPSS 16.0, pada Pearson Correlation antara keterbukaan diri
dan kualitas hidup menunjukkan koefisien korelasi 1, dengan nilai 0,484 dan nilai
signifikansi 0.000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang positif dan
signifikan antara kedua variabel yaitu keterbukaan diri dan kualitas hidup. Hasil
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi keterbukaan diri mahasiswa fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, semakin tinggi pula kualitas hidup
mereka, dan begitu pula sebaliknya.
TABEL 7. Correlations

Keterbukaan Kualitas
Diri Hidup
**
Keterbuk Pearson Correlation 1 .484
aan diri
Sig. (1-tailed) .000

N 143 143
**
Kualitas Pearson Correlation .484 1
hidup Sig. (1-tailed) .000

N 143 143

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


15

Sumbangan Efektif
SE = R2 X 100%
SE = (0,484)2 X 100%
SE = 23,42 %
Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan efektif yang diberikan keterbukaan diri
kepada kualitas hidup sebesar 23,42%.

Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh hasil koefisien korelasi 1, dengan nilai
0,484 dan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05), dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian ini diterima, yaitu adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
keterbukaan diri dan kualitas hidup pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
keterbukaan diri mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana,
semakin tinggi pula kualitas hidup mereka, dan begitu pula sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Aliyono, dkk (2012) yang menyatakan
bahwa individu dalam kualitas hidupnya memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi
dan bersinggungan dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan untuk
mendapatkan dukungan sosial, hubungan personal, dan penghargaan diri, yang
bisa didapatkan bila individu (dalam hal ini mahasiswa) mampu melakukan
keterbukaan diri. Ditambahkan menurut Gainau (2006) dengan keterbukaan diri
maka individu dapat mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu
menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat
diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih
objektif, dan terbuka. Didukung juga oleh pendapat Pan dkk (2018), keterbukaan
diri berfungsi untuk mendapatkan respon mencari dukungan dari orang lain.
Begitu pula dengan pendapat Ekasari (2013) yang menyatakan bahwa ada
hubungan korelasi positif yang signifikan antara keterbukaan diri melalui
blackberry messenger dan kualitas hidup pada remaja.
Keterbukaan diri mendorong individu untuk mengekspresikan diri yang
pada akhirnya mendapatkan dukungan dan penerimaan dari orang lain. Salah satu
alasan orang melakukan keterbukaan diri adalah untuk mendapatkan pemahaman
16

dari orang lain dalam relasi sosial. Dengan relasi sosial yang baik, seseorang akan
mendapatkan rasa kenyamanan psikologis. Pada akhirnya kenyamanan psikologis
ini akan berpengaruh pada kualitas hidup. Individu menjadi lebih mantap dalam
menetapkan tujuan, harapan dan standar hidupnya sebagaimana yang dimaksud
dalam definisi kualitas hidup (Fitriana & Ambarini, 2012).
Seseorang yang memiliki keterbukaan diri akan memahami informasi
tentang diri sendiri. Ia bukan saja mampu untuk mengatasi masalah, namun
mampu berkomunikasi efektif. Ia juga akan menjalin hubungan yang penuh
makna serta memiliki kesehatan mental yang memadai (DeVito, 2011). Dari sini
nampak bahwa manfaat-manfaat dari keterbukaan diri erat kaitannya dengan
kualitas hidup. Penelitian oleh James Pennecbacker dalam DeVito (2011)
menggambarkan bahwa orang yang terbuka akan lebih kebal dari penyakit yang
disebabkan oleh stres. Hal ini berkaitan dengan proses katarsis, bila individu
mengalami masalah dan beban mental, dengan menceritakan masalah dan atau
beban tersebut individu tersebut dapat meringankan perasaannya, dan pada
saatnya nanti merasa lega serta menjadi lebih rileks dalam menghadapi
kehidupan. Dengan demikian dapat disampaikan bahwa ada hubungan yang
signifikan dari keterbukaan diri dengan kualitas hidup.

Dari penelitian diatas dapat dilihat bahwa tingkat keterbukaan diri


mahasisawa fakultas psikologi Universitas Kristen Satya Wacana tergolong tinggi
dengan persentase 54,55% dan kualitas hidup juga tergolong tinggi dengan
persentase 54,55%. Dengan kata lain mahasisawa fakultas psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana memiliki rata-rata keterbukaan diri yang tinggi, dan
kualitas hidup yang rata-rata tergolong tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterbukaan diri dengan
kualitas hidup pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya
17

Wacana. Dengan kata lain semakin tinggi keterbukaan diri mahasiswa, semakin
tinggi pula kualitas hidupnya, dan begitu pula sebaliknya. Juga didapatkan adanya
sumbangan efektif dari keterbukaan diri terhadap kualitas hidup sebesar 23,42%,
dimana menunjukkan adanya sumbangan yang diberikan keterbukaan diri pada
kualias hidup mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana,
tetapi masih terdapat 76,58% sumbangan dari hal lain. Dari penelitian diatas dapat
dilihat bahwa tingkat keterbukaan diri mahasisawa fakultas psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana memiliki rata-rata tergolong tinggi dengan persentase
54,55% dan kualitas hidup juga rata-rata tergolong tinggi dengan persentase
54,55%.

Saran
Bagi Fakultas, hasil penelitian dapat memberikan masukan bahwa adanya
wadah untuk berkegiatan dan bersosialisasi bagi para mahasiswa memungkinkan
terjadinya interaksi sosial yang pada saatnya nanti mendorong keterbukaan diri
serta bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup mahasiswa.
Bagi mahasiswa untuk turut serta memperhatikan rekan mahasiswa lain
yang terlihat memiliki keterbukaan diri yang rendah. Dengan adanya relasi sosial
dengan mahasiswa dengan tingkat keterbukaan yang tinggi, diharapkan
mahasiswa dengan tingkat keterbukaan yang rendah memiliki kesempatan untuk
meningkatkan tingkat keterbukaan diri, sehingga mampu mengutarakan pendapat-
pendapat, saran, dan bahkan keresahan yang dipendam, dengan tujuan untuk
mendapatkan dukungan dari orang lain. Pada saatnya nanti hal ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada kualitas hidupnya.
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
refrensi untuk keperluan akademis atau untuk penelitian selanjutnya dan bisa juga
melanjutkan penelitian ini dengan subjek yang sama untuk dikaitkan dan atau
ditambahkan dengan variabel lain, atau untuk meneliti apakah adanya pengaruh
antar variabel.
18

DAFTAR PUSTAKA

Aliyono, Yosie Yuriqa., Tondok, Marselius S., & Ayuni. (2012). Studi deskriptif
kualitas hidup buruh pabrik rokok X di surabaya. Surabaya: Fakultas
Psikologi UBAYA.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2016). Berinvestasi pada
remaja. 26 Oktober 2016. Didapatkan dari
http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=158
Deswita. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
DeVito, J. A. (2011). Komunikasi antar manusia. (Edisi kelima). Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group.
Ekasari, N. (2013). Hubungan antara pengungkapan diri (self-disclosure) melalui
blackberry messenger dan kualitas hidup (quality of life) pada remaja.
Jurnal Anima. Vol. 2 No. 2.
Endarwati, M. L., Rahmawaty, P., & Wibowo, A. (2016). The quality of student
life (Kualitas hidup mahasiswa) fakultas ekonomi universitas negeri
yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara
Pengembangan Ketermapilan, Pendidikan, dan Ketenegakerjaan Generasi
Muda. Fakultas Ekonomi UNY.
Fitriana, N. A., & Ambarini, T. K. (2012). Kualitas hidup pada penderita kanker
serviks yang mengalami pengobatan radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis
dan Kesehatan Mental. Vol. 1 No.03.
Gainau, M. B. (2009). Keterbukaan diri (Self disclosure) siswa dalam prespektif
budaya dan implikasinya bagi konseling. 12 Desember 2018. Didapatkan
dari
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/jiw/artikel/issue/view/17061
Ghozally, F. R., (2005). Kecerdasan emosi dan kualitas hidup. Jakarta: Edsa
Mahkota.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup (Edisi
kelima). (Penerjenmah: Achmad chusairi & juda damanik; Editor: Herman
sinaga & yati sumiharti). Jakarta: Erlangga.
19

Shen, G. C. (2015). How quality of life affects intention to use social networking
sites: Moderating role of self. 25 oktober 2016. Didapatkan dari
https://pdfs.semanticscholar.org/e924/3a6041bef7bdcc6d68caadee55c6ff1
229e.pdf
Magno, Carlo, Cuason, Sherwin & Figueroa, C. (1998). The development of the
self disclosure scale. Manila: De La Salle University.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan r&d. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Bandung:
Alfabeta.
Pan, Wenjing., Feng, Bo., & Wingate, V. Skype. (2018). What you say is what
you get: How self-disclosure in support seeking affects language use in
support provision in online support forums. Journal of Language and
Social Psychology. Vol. 37 (1) 3-27.
WHOQOL Group (2003). Development of the world health organization
WHOQOL-BREF quality of life assesment. Psychological Medicine.
WHOQOL-BREF. (1996). Introduction, administration, scoring and generic
version of the assessment. Programme on Mental Health World Health
Organization CH-1211 Geneva 27. Switzerland.

Anda mungkin juga menyukai