Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Efikasi Diri terhadap Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Pertama

Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru

PROPOSAL

OLEH :

NINDY INDAH PRATIWI

17031055

Pembimbing 1 : Ns. Eka Wisanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Pembimbing 2 : Ns. Agnita Utami, M.Kep, Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKes HANG TUAH PEKANBARU

PEKANBARU

2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Individu akan menghadapi masa transisi pada setiap tahap perkembangan. Masa transisi dalam
tahap perkembangan terjadi ketika anak-anak berkembang menjadi remaja, kemudian
berkembang lagi menjadi orang dewasa. Selain transisi dari tahap perkembangan, masa transisi
individu juga terjadi di masa sekolahnya. Transisi sekolah adalah perpindahan siswa dari sekolah
yang lama ke sekolah baru yang lebih tinggi tingkatannya. Mulai dari sekolah dasar menuju
sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga menuju perguruan tinggi (Santrock,
2011).

Transisi siswa dari SMA menuju Perguruan Tinggi merupakan masa transisi sekolah yang lebih
kompleks dibandingkan masa transisi sekolah sebelumnya karena masa transisi siswa dari SMA
menuju Perguruan Tinggi seringkali mengakibatkan perubahan dan stres (Santrock, 2011).
Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari masa transisi dari SMA menuju Perguruan Tinggi
lebih banyak dialami oleh mahasiswa, terutama mahasiswa yang berada pada tahun pertama
perkuliahan.

Masa remaja umumnya dimulai dengan pubertas dan mencakup usia antara 10 dan 24 tahun; itu
terdiri dari remaja awal (usia 10-14), remaja menengah (15-17), dan remaja akhir (18 hingga
pertengahan 20-an). (Buku Community & public health nursing, Judith Ann Allender dkk). Pada
tahapan perkembangan ini, mahasiswa berusaha mengeksplorasi diri untuk menemukan identitas
diri yang sesungguhnya, berusaha untuk bergaul, membina hubungan dan mengemban tanggung
jawab sosial (Hurlock, 1980).

Fenomena masa peralihan ini selalu menjadi tantangan bagi sebagian orang yang akan
melanjutkan studi di perguruan tinggi. Masalah yang seringkali dialami oleh mahasiswa tahun
pertama adalah pergeseran posisi atau yang disebut dengan top-dog phenomenon, yaitu
pergeseran posisi sebagai siswa senior di SMA menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi
(Santrock, 2011). Mahasiswa akan dituntut untuk bisa beradaptasi dengan dunia yang baru,
lingkungan baru, dan suasana dimana yang awalnya mereka menjadi senior disekolah menengah

2
atas, sekarang menjadi mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi. Masalah lain yang mereka
hadapi saat menjadi mahasiswa baru diantaranya perbedaan sifat pendidikan yang dilihat dari
kurikulum, aturan kedisiplinan, hubungan sosial dengan dosen dan teman satu kampus, masalah
ekonomi, pemilihan bidang studi dan jurusan, perubahan gaya belajar dari SMA ke perguruan
tinggi, tugas-tugas perkuliahan, serta adanya Sistem Kredit Semester (SKS) pada sistem
perkuliahan, menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan di tahun pertamanya (Sasmita, I
Made, 2015).

World Health Organization (WHO, 2017a) menyatakan bahwa depresi dan kecemasan
merupakan gangguan jiwa umum yang prevalensinya paling tinggi. Lebih dari 200 juta orang di
seluruh dunia (3,6% dari populasi) menderita kecemasan. Sementara itu jumlah penderita depresi
sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia (4,4% dari populasi) dan hampir separuhnya berasal
dari wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Depresi merupakan kontributor utama kematian
akibat bunuh diri, yang mendekati 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya.

Di Indonesia gangguan mental masih menjadi salah satu permasalahan yang signifikan. Menurut
catatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(2018), prevalensi gangguan emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke atas, meningkat dari
6% di tahun 2013 menjadi 9,8% di tahun 2018. Prevalensi penderita depresi di tahun 2018
sebesar 6,1%.

Stres akan muncul apabila mahasiswa menganggap bahwa berbagai tuntutan yang dihadapi
adalah sebuah beban hidup, merasa tidak yakin dan berpikir bahwa hal tersebut tidak sesuai
dengan kemampuannya. Hal-hal inilah yang mendasari bahwa mahasiswa harus memiliki efikasi
yang tinggi untuk mengontrol stresnya. Efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang dapat
menguasai sebuah situasi dan memberikan hasil yang diinginkan. (Santrock,2007). Efikasi diri
merupakan keyakinan seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan. Bandura (1997)
menyatakan bahwa self efficacy adalah kemampuan seseorang akan bertindak yang juga
berkaitan dengan keyakinan dan optimistis dalam mengatasi berbagai penyebab stres. Menurut
Bandura (1997) self efficacy yang tinggi pada diri seseorang erat kaitannya dengan
kesejahteraan, regulasi stes, harga diri tinggi, kondisi fisik yang lebih baik, adaptasi dan
pemulihan dari sakit yang lebih baik. Orang dengan self efficacy tinggi, tingkat stres nya rendah
(Rustika, 2012).

3
Menurut Bandura (1997) Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri seperti pengalaman
menguasai sesuatu (Master Experience) pengalaman yang dimaksud dengan perfoma masa lalu,
pengalaman keberhasilan sangat mempengaruhi efikasi diri seseorang tersebut. Efikasi diri
seseorang dapat ditingkatkan dengan pengalaman keberhasilan. Namun efikasi diri seseorang
dapat menurun, jika dirinya pernah memiliki pengalaman tentang kegagalan. Lalu, pengalaman
orang lain (Modeling sosial) Efikasi diri setiap individu dapat ditingkatkan melalui kemampuan
individu itu sendiri, namun jika kemampuan individu tersebut sama atau lebih baik dari
seseorang yang dijadikan panutan atau model. Efikasi diri akan meningkat efektif jika individu
dengan model tersebut memiliki kesamaan antara kondisi, dan tingkat kesulitan tugas.
Kemudian, Persuasi Verbal merupakan individu yang diberikan keyakinan secara verbal akan
cenderung berusaha keras untuk mencapai keberhasilannya dan terhadap kondisi fisik dan
emosional seseorang yang kuat umumnya mengurangi performa saat dirinya sedang merakan
ketakutan yang berlebihan, kecemasan akut, atau tingkat stres yang cukup tinggi. Maka
seseorang tersebut akan memiliki efikasi yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Rizky, Zulharman dan Devi (2014) pada mahasiswa angkatan
2012 Fakultas Kedokteran Universitas Riau tentang hubungan efikasi diri dan koping stress,
menyimpulkan bahwa 60 orang (56,1%) memiliki kriteria efikasi tinggi, 47 orang (43,9%),
memiliki efikasi sedang, dan 0 orang (0%) atau bisa dikatakan tidak ada yang memiliki efikasi
rendah. Berdasarkan hasil uji korelasinya didapatkan adanya hubungan antara variable keduanya,
dan hal itu disimpulkan oleh peneliti bahwa ketika mahasiswa memiliki efikasi yang tinggi maka
semakin baik seseorang tersebut dalam menanggulagi stresnya atau dalam arti lain seseorang
tersebut cenderung memiliki coping yang adaptif.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2020 di Program Studi
Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru, kepada 10 orang partisipan yang berkuliah
dijurusan Program Studi Sarjana Keperawatan pada tahun pertama. Berdasarkan hasil
wawancara ditemukan bahwa 10 orang partisipan masuk ke jurusan keperawatan karena
keinginan diri sendiri. Pada semester 1, 10 orang partisipan mengikuti perkuliahan lalu mereka
menemui hambatan menghadapi proses pembelajaran perkuliahan yang membuat mereka sulit
memahami karena materi tersebut membahas teori dan terdapat istilah-istilah medis. Hambatan
yang lain seperti, metode belajar dalam menerangkan suatu materi secara tidak tuntas sehingga

4
mereka kurang memahami materi tersebut, jadwal kuliah yang terkadang berubah-ubah sesuai
dengan kesanggupan dosen pengajar masing-masing mata kuliah, kesulitan mengikuti sistem
ujian osce, sulit mengatur waktu, kurang mampu berkonsentrasi, kurang mampu membuat jadwal
kegiatan, Hal ini, membuat perolehan nilai mereka tidak sesuai dengan target yang ingin
dicapai. Hal tersebut menimbulkan dampak seperti waktu tidur berkurang, sering merasa cemas,
mengeluh, kecewa dan menangis. Empat orang partisipan juga mengungkapkan bahwa jadwal
perkuliahan yang padat membuat waktu istirahat tidak cukup. Hambatan yang ditemui membuat
kondisi mereka menjadi malas mengikuti perkuliahan, penurunan kesehatan, dan pencapaian
nilai tidak sesuai target. Namun, 5 orang partisipan mengatakan hambatan yang ditemui dapat
diatasi dengan selalu belajar mandiri dan mampu mengatur waktu dengan membuat jadwal
kegiatan sehari sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran dan dapat beradaptasi dengan
baik.

Berdasarkan uraian diatas, didapatkan bahwa dampak terkait stress pada mahasiswa tahun
pertama selalu terjadi dikarenakan berbagai macam stressor dan pengalaman adaptasi lingkungan
yang baru mereka jumpai sangat perlu dipelajari akan memiliki kemampuan menyesuaikan
dirinya dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti
tertarik ingin mengetahui hubungan efikasi diri terhadap tingkat stres pada mahasiswa tingkat
pertama Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang mungkin terjadi seperti ketidakmampuan menjadi proses pembelajaran dan
tidak faham akan mekanisme pembelajaran. Apabila mahasiswa tidak bisa mengatasi
permasalahan yang terjadi, dapat menimbulkan stress yang berdampak buruk bagi kondisi
kesehatan dan prestasi akademik mahasiswa. Berdasarkan permasalahan tersebut rumusan
masalah yaitu, “Apakah ada hubungan efikasi diri terhadap tingkat stress pada mahasiswa tingkat
pertama Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

5
Diketahuinya hubungan Hubungan Efikasi Diri terhadap Tingkat Stress pada Mahasiswa Tingkat
Pertama Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hangtuah Pekanbaru

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya karakteristik mahasiswa tingkat pertama Program Studi Sarjana Keperawatan


STIKes Hang Tuah Pekanbaru
b. Diketahuinya efikasi diri pada mahasiswa tingkat pertama Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru
c. Diketahuinya tingkat stres pada mahasiswa tingkat pertama Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru
d. Diketahuinya hubungan efikasi diri terhadap tingkat stres pada mahasiswa tingkat pertama
Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden
Penelitian ini mampu menambah pengetahuan responden tentang hubungan efikasi diri
terhadap tingkat stres pada mahasiswa tingkat pertama Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan referensi bagi mahasiswa
dan mahasiswi dalam menyusunan karya tulis ilmiah maupun skripsi. Penelitian ini juga
dapat menjadi gambaran bagaimana institusi pendidikan dapat menyiapkan
mahasiswanya untuk memberikan edukasi tentang efikasi diri terhadap tingkat stres pada
mahasiswa tingkat pertama Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang Tuah
Pekanbaru
3. Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan hubungan tentang efikasi diri terhadap
tingkat stres pada mahasiswa baru Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Hang
Tuah Pekanbaru, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan perawat
sebagai inovasi dalam metode pendekatan atau konseling perawat tentang masalah

6
psikologis/kejiwaan yang dialami oleh semua rekan sejawat yang mengalami masa
orientasi sebagai orang baru dalam instansi tersebut.
4. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat menambah kajian pustaka atau referensi perpustakaan STIKes
Hang Tuah Pekanbaru bagi mahasiswa yang melakukan penelitian terkait Hubungan
Efikasi Diri terhadap Tingkat Stress pada Mahasiswa Tingkat Pertama Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKes Hangtuah Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai